Anda di halaman 1dari 8

A.

Konsep Dasar Glukoma


1. Definisi
Gangguan okular yang ditandai dengan perubahan pada pusat saraf optik
(lempeng optik) dan kehilangan sensitivitas visual dan jarak pandang.
Glukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu
karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang.
Walaupun kenaikan tekanan intra okuli adalah salah satu faktor resiko primer, ada
atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit.
Glukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh
ketidakeimbangan antara produksi cairan dan pembuangan cairan dalam bola mata
dan tekanan yang tinggi dalam bola mata bisa merusak jaringan-jaringan syaraf halus
yang ada di retina dan dibelakang bola mata.
Klasifikasi vaughen untuk glaucoma yaitu:
a. Glaucoma primer
1) Galucoma sudut terbuka (glaucoma simplek)
2) Glaucoma sudut sempit
b. Glaucoma congenital
1) Primer atau infantile
2) Menyertai kelainan congenital lainnya
c. Glaucoma sekunder
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea
3) Trauma
4) Bedah
5) Rebeosis
6) Steroid
7) Dan lain-lain.
d. Glaucoma absolute
Dari prmbagian diatas dapat dikenal glaucoma dalam bentuk-bentuk:
1) Glukoma sudut sempit primer dan sekunder, (dengan blockade pupil atau tanpa
blockade pupil)
2) Glukoma sudut terbuka primer dan sekunder
3) Kelainan pertumbuhan, primer (congenital, infantile, juvenile), sekunder kelinan
pertumbuhan lain pada mata
2. Etiologi
Penyebab dari glukoma adalah sebagai berikut:
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata/dicelah pupil.
3. Patofisologi
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu:
a. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar.
b. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork kanalis
schelm.
c. Level dari tekanan vena episklera.
Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran akuos
humor.

1
Akuos humor dibentuk oleh prosesus siliaris, dimana masing-masing prosesus
ini disusun oleh lapisan epitel ganda, dihasilkan 2-2,5 ul/menit mengalir dari kamera
okuli posterior, lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar
akn melalui sistem vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, justakanalikuler, kanal
schlem dan selanjutnya melalui saluran pengumpul (collector channel). Aliran akuos
humor akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui
struktur lain padasegmen anterior hingga mencapai ruangan supra koroid, untuk
selanjutnya akan keluar melalui sklera yang intak atau serabut saraf maupun
pembuluh darah yang memasukinya. Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera.
Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada
banyak kasus peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi
aliran akuos humor. Beberapa faktor resiko yang dapat menyertai perkembangan
suatu glukoma termasuk riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, ras, genetik, variasi
diumal, olahraga, obat-obatan.
Proses kerusakan pupil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli yang
tinggi atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus
berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapangan pandang makin
bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapangan pandang dari ringan
sampai berat.
Glaucomatous optic neuropathy adalah tanda dari semua bentuk glukoma.
Cupping glaucomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah dan
sel gila. Perkembangan glaucomatous optic neuropathy merupakan hasil dari berbagai
variasi faktor, baik instriksi maupun ekstriksi. Kenaikan TIO memgang peranan utama
terhadap perkembangan glaucomatous optic neuropathy.
Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan perkembangan glaucomatous optic
neuropathy, teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik menekankan pentingnya
kompresi langsung serat-serat akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior,
dengan distorsi lempeng lamina kribrosa dan instrupsi aliran aksoplasmik, yang
berakibat pada kematian sel ganglion retina (RGCs). Teori iskemik fokus pada
perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi nervus atau
proses instrinstik pada nervous optikus. Gangguan autoregulasi pembuluh darah
mungkin menurunkan perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah
optik secara normal meningkatkan atau menurunkan tekanannya memelihara aliran
darah konstan, tidak tergantung TIO dan variasi tekanan darah.
Pemikiran terbaru tentang glaucomatous optic neuropathy mengatakan bahwa
kedua faktor mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap kerusakan.
Glukoma adalah seperti suatu kelainan family heterogen dan kematian sel ganglion
terlihat pada glaucomatous optic neuropathy yang bermediasi oleh banyak faktor.
4. Manifestasi Klinik
a. Glukoma sudut lebar berkembang dengan pelan dan biasanya asimtomatik sampai
onset kehilangan jarak pandang. Kerusakan jarak pandang termasuk kontriksi jarak
pandang periferal general, skotomas terisolasi atau bintik buta, penurunan
sensitivitas kontras, penurunan akuitas, periferal, dan perubahan penglihatan
warna.
b. Pada glukoma sudut sempit, pasien biasanya mengalami simptom prodromal
intermittent (seperti pandangan kabur dengan halus sekitar cahaya dan biasanya
sakit kepala). Tahap akut memiliki gejala berhubungan dengan kornea berawan,
edematous; nyeri pada okular; mual, muntah, dan nyeri abdominal; dan diaforesis.

2
5. Pemeriksaan penunjang
a. Oftalmoskopi: untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus optikus
macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri: adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHG dan dianggap patilogi bila
melebiihi 25 mmHG.
c. Perimetri: kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan
yang khas pada glukoma. Secara sederhana, lapang pandang dapat diperiksa
dengan tes konfrontasi.
d. Pemeriksaan ulrasonotrapi: adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk
mengukur dimensi dan struktur okular.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi medikametosa:
1) Agen osmotik
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intraokular. Agen
osmotik oral pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan cairan atau es
agar osmolaritas dan efesiensinya tidak menurun. Beberapa contoh agen
osmotik antara lain:
a) Gliserin oral; dosis efekif 1-1,5 g/kgBB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan
tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian dan bekerja
selama 5-6 jam.
b) Monitol oral; dosis yang dianjurkan adalah 1-2 g/kgBB dalam 50% cairan.
Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3 jam dan berakhir 3-5 jam.
c) Monitol intravena; dosis 2g/kgBB dalam 20% cairan selama 30 meniit.
Maksimal penurunan tekanan intraokular dijumpai setelah 1 jam pemberian.
d) Ureum intravena; agen ini merupakan alternatif karena kerjanya tidak
seefektif manitol. Penggunaannya harus diawasi dengan ketat karena
memiliki efek kardiovaskuler.
2) Karbonik anhidrase inhibitor
Digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular yang tinggi, dengan
menggunakan dosis maksimal dalamm bentuk intravena, oral atau topikal.
Contoh obat golongan ini yang sering digunakan adalah asetazolamide. Efeknya
dapat menurunkann tekanan dengan menghambat produksi humour akuos
sehingga dapat menurunkan tekanan dengan cepat. Dosis inisia 2x250 mg oral.
Dosis alternatif intravena 500 mg bolus. Penambahan dosis maksimal dapat
diberikan setelah 4-6 jam.
3) Miotik kuat
Sebagai inisial terapi, pilokarpin 2% atau 4% etiap 15 menit sampai 4 kali
pemberian diindikasikan untuk mencoba menghambat serangan awal glukoma.
Pengggunaannya tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam.
Pilokarpin diberikan 1 tetes setiap 30 menit selama 1-2 jam.
4) Beta bloker
Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani glukoma sudut
tertutup. Timolol merupakan beta bloker nonselektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30-60
menit setelah pemberian topikal. Sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali
dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam
kemudian.

3
5) Apraklonidin
Merupakan agen agonis alfa-2 yang fektif untuk hipertensi okular.
Apraklonidin 0,5% dan 1% menunjukkan efektivitas yang sama dalam
menurunkan tekanan okular 34% setelah 5 jam pemakaian topical.
b. Observasi respon terapi
Merupakan perido penting untuk melihat respon terapi yang harus dilakukan
minimal 2 jam setelah terapi medikamentosa secara intensif. Meliputi:
1) Monitor ketajaman visus, edema kornea dan ukuran pupil.
2) Ukur tekanan intraokular setiap 15 menit.
3) Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama bila tekanan introkular sudah turun
dan kornea jernih.
Respon terapi:
1) Baik; ada perbaikan visus, kornea jernih, pupil kontriksi, tekanan intraokular
menurun dan sudutnya terbuka kembali. Dapat dilakukan tindakan selanjutnya
dengan laser iridektomi.
2) Sedang; visus sedikit membaik, kornea agak jernih, pupil tetap dilatasi, tekanan
intraokular tetap tinggi (sekitar 30 mmHg), sudut sedikit terbuka. Dilakukan
penangulangan indentasi gonioskopi untuk membuka sudut, bila berhasil
dilanjutkan dengan laser iridektomi atau laser iridoplasti. Sebelumnya diberikan
tetesan gliserin untuk mengurangi edema kornea.
3) Jelek; visus tetap jelek, edema kornea, pupil dilatasi dan terfiksir, tekanan
intraokular tinggi dan sudutnya tetap tertutup. Tindakan selanjutnya adalah laser
iridoplasti.
c. Parasintesis
Merupakan teknik unntuk menurunkan tekanan intraokular secara tepat
dengan cara mengeluarkan cairan akuos sebanyak 0,05 ml maka akan
menurunkan tekanan setelah 15-30 menit pemberian. Tenik ini masih belum
banyak digunakan dan masih dalam penelitian.
d. Bedah laser
1) Laser iridektomi
Diindikasikan pada keadaan glukoma sudut tertutup dengan blok pupil,
juga dilakukan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang beresiko
yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. Ini juga dilakukan padas serangan
glukoma akut dan pada mata kontra lateral dengan potensial glukoma akut.
2) Laser iridoplasti
Pengaturan laser iridoplasti berbeda dengan laser iridektomi. Disini
pengaturannya dibuat untuk membakar iris agar otot sfingter iris berkontraksi,
sehingga iris bergeser kemudian sudut terbuka. Agar laser iridoplasti berhasil
maka titik tembakan harus besar, powernya rendah dan waktunya lama.
e. Bedah insisi
1) Iridektomi bedah insisi
Pupil dibuat miosis total menggunakan miotikk tetes. Kemudian dilakukan
insisi 3 mm pada kornea-sclera 1 mm di belakang limbus. Insisi dilakukan agar
iris prolaps. Bibir insisi bagian posterior ditekan sehingga iris perifer hampir
selalu prolaps lewat insisi dan kemudian dilakukan iridektomi. Luka insisi kornea
ditutup dengan jahitan dan bilik mata depan dibentuk kembali dengan NaCl
0,9%.
2) Trabekulektomi

4
Indikasi tindakan ini dilakukan pada keadaan glukoma akut yang berat
atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer, glikoma primer a=sudut
tertutup, juga pada penderita dengan iris berwarna coklat gelap (ras Asia atau
Cina). Jika mungkin, tindakan ini akan dikombinasikan dengan ekstraksi lensa.
f. Ekstraksi lensa
Apabila blok pupil jelas terlihat berhubungan dengan katarak, ekstraksi
lensa dapat dipertimbangkan sebagai prosedur utama.
g. Tindakan profilaksis
Tindakan ini terhadap mata normal kontra-lateral dilakukan iridektomi laser
profilaksis. Ini lebih disukai daripada perifer iridektomi bedah. Dilakukan pada mata
kontra-lateral yang tidak ada gejala.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis Glukoma
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama
dan hal yang penting dilakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat dirumah sakit.
a. Biodata
Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor registrasi.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan terdahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga: positif (diyakini berhubungan dengan glukoma
sudut terbuka prmer)
c. Anamnesis
1) Aktivitas/istirahat: perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
2) Makanan/cairan: mual, muntah (glukoma akut).
3) Neurosensori: gangguan penglihatan (kabur tidak jelas). Sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer. Kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan kabur, tampak lingkaran cahaya pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer. Fotofobia (glukoma akut).
Perubahan kacamata pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: papil menyempit dan merah mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
4) Nyeri/kenyaman: ketidaknyaman ringan/mata berair (glukoma kronis). Nyeri
tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan dekitar mata, sakit kepala
(glukoma akut).
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai
dengan mual dan muntah.
Tujuan: nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil:
1) Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
2) Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
3) Ekspresi wajah rileks.

5
Intervensi:
1) Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri.
2) Kaji tingkat skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik.
3) Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang.
4) Atur sikap fowler atau dalam posisi nyaman.
5) Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
6) Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan.
7) Berikan analgesik sesuai anjuran.
b. Gangguan persepsi sensori: penglihatann berhubungan dengan penerimaan
gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan: penggunaan penglihatan yang optimal.
Kriteria hasil:
1) Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2) Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan anpa kehilangan
lebih lanjut.
Intervensi:
1) Pastikan derajat tipe kehilangan penglihatan.
2) Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan
kehilangan penglihatan.
3) Tunjukan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal,
tidak salah dosis.
4) Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatab,
contoh kurangi kekacauan, atau perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek
yang terlihat, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
5) Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi.
c. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan,
adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihay=tan ditandai dengan
ketakutan, ragu-ragu, menyatakan maslaah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan: cemas hilang atau berkurang.
Kriteria hasil:
1) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi.
2) Pasien menunjukan keterampilan pemecahan masalah.
3) Pesien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
1) Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa
pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
4) Identifikasi sumber/orang yang menolong.
3. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan
atau intervensi keperawatan yang telah ditetapkan atau dibuat.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan untuk menilai apakah masalah keperawatan talah
teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.

6
7
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC Jilid 2 Tahun 2015. Yogyakarta:Mediaction
Anonim. Asuhan keperawatan glukoma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39679/Chapter%20II.pdf?seq
uence=4 diakses pada tanggal 13 November 2018
Paryono. 2011. Asuhan keperawatan glukoma.
https://paryonoklaten.files.wordpress.com/2011/11/asuhan-keperawatan-glukoma.pdf
diakses pada tanggal 13 November 2018

Anda mungkin juga menyukai