Laporan Kasus Myelopati
Laporan Kasus Myelopati
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 46 th
Alamat : Perum Nusantara Permai
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Suku Bangsa : Lampung
Tanggal Masuk : 06 Agustus 2017
II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS
Keluhan utama : Kelemahan otot pada kedua ekstremitas
lemah pada ekstemitas superior dan inferior yang progresif. Pasien juga
mengeluh sesak sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan bertambah
setengah bulan yang lalu. Batuk dan sesak dirasakan sejak 2015, tetapi
hilang timbul. Batuk berdahak, berwarna putih. Sesak terus menerus dan
Tidak ada nyeri kepala dan muntah. Pasien juga tidak mengeluh adanya
penciuman. Tidak ada kelemahan pada otot wajah, bicara baik, tidak pelo,
dan tidak sakit saat menelan. Pasien masih mengingat tanggal lahir dan
baik.
Status Generalis
Kepala
Rambut : Rambut berwarna hitam dan sedikit beruban
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
lapang pandang.
Tes Warna : Tidak ada kelainan
Fundus Oculi : Tidak dilakukan.
N. Oculomotorius, N. Trochealis, N. Abducen ( III, IV, VI )
Ptosis : (-/-)
Endoftalmus : (-/-)
Exsoftalmus : (-/-)
Nistagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Pupil
Diameter : 3mm/3mm
Bentuk : Bulat/bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : Di tengah, simetris
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya tidak langsung : (+/+)
Reflek akomodasi : (+/+)
Gerakan bola mata
Medial : (+/+)
Lateral : (+/+)
Atas Lateral : (+/+)
Atas Medial : (+/+)
Atas : (+/+)
Bawah : (+/+)
Bawah Lateral : (+/+)
Bawah Medial : (+/+)
N. Trigeminus ( V )
Menggigit : Baik
Membuka mulut : Baik
Sensibilitas atas : (+/+)
Sensibilitas tengah : (+/+)
Sensibilitas bawah : (+/+)
M. Maseter :+
M. Temporalis : +
M. Pterigoideus : +
Reflek kornea : (+/+)
N. Fascialis ( VII )
Inspeksi wajah sewaktu,
Diam : Simetris
Tersenyum : Simetris
Meringis : Simetris
Bersiul : Simetris
Menutup mata : Simetris
Pasien di minta untuk,
Mengerut dahi : Simetris
Menutup mata kuat – kuat : Simetris
Mengembungkan pipi : Simetris
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : Normal
N. Acusticus ( VIII )
N. Cochlearis
Ketajaman pendengaran : Tidak ada kelianan
Tinitus : Tidak ada tinitus
N. Vestibularis : Nistagmus negatif
N. Glossopharingeus dan N. Vagus ( IX dan X )
Suara bindeng / nasal : Tidak ditemukan
Posisi uvula : Ditengah
Palatum mole : Istirahat : simetris
Bersuara : simetris
Arcus palatoglossus : Istirahat : simetris
Bersuara : simetris
Arcus pharingeus : Istirahat : simetris
Bersuara : simetris
Reflek batuk : (+)
Paristaltik usus : (+)
Bradikardi : (-)
Takikardi : (-)
Bersuara : Normal
Menelan :Tidak ada gangguan
N. Accesorius ( XI )
M. sternocleidomastoideus : Normal
M. trapezius : Normal
N. Hipoglossus ( XII )
Atropi : Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada
Deviasi : Tidak ada
Sistem motorik
Sensibilitas
Fungsi Luhur
Fungsi Bahasa : tidak ada kelainan
Fungsi Orientasi : tidak ada kelainan
Fungsi Memori : tidak ada kelainan
Fungsi Emosi : tidak ada kelainan
Resume
dan inferior yang progresif. Os juga mengeluh sesak sejak 2 hari yang
mengatakan bahwa sesak dan batuk mulai dirasakan tahun 2015, tetapi
GCS :E4V5M6
Refleks Patologis
Babinski : -/+
Oppenheim : -/+
Chaddock : -/+
Gordon : -/+
Scaeffer : -/+
Hoffman : +/+
Tromner : +/+
Gonda : -/+
Tonus : (+) Hipertonus
Klonus :(+/+) extremitas Superior dan inferior
Diagnosis
Kinis : Didapatkan tetraparese, hiperrefleks, hipertonus, sesak +
batuk berdahak.
Topik : Pada pasien ini ditemukan massa solid ekstradural setinggi
Vertebrae Cervical II-IV
Etiologi : Mielopati Cervical et causa lymphoma
Diagnosis Banding
Radikulopati Cervical
Asma
Spondilitis
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
Observasi kekuatan Otot dan Vital sign
Pemberian Oksigen
Farmakologi
1. Saat di IGD
RL 20 tetes/menit
1 mg omeprazole 1x1
Nebu Combivent
Aminophylin 1 amp drip
Ulsofate syrup 3x 1
Paracetamol tab 3 x 1
Ambroxol Syrup 3x2
2. Saat di bangsal
Methilprednisolon 2,5 mg 3x1
Ceftriaxone 2x1 gr
Racikan batuk 1 caps/oral
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
Hb : 13,2
Leukosit :30.000
Leukosit basofil :0
Leukosit eusinofil :0
Leukosit batang :1
Leukosit segmen :80
Leukosit limfosit :12
Leukosit monosit :7
Eritrosit :4,7
Hematokrit :40
Trombosit :442.000
MCV :93
MCH :27
MCHC :33
Hasil MRI
Prognosa
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
BAB II
ANALISIS KASUS
servikal.
A. ANAMNESIS
Dari anamnesis, data yang menunjang adalah kelemahan pada
bersifat progresif, jadi makin lama makin memburuk. Kaki terasa berat
dan kaku.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah
bukti adanya kelemahan otot dengan hasil kekuatan otot ekstremitas atas
superior dan inferior. Saat pemeriksaan klonus pada tungkai kiri, tungkai
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan MRI menjadikan diagnosis mielopati cervical lebih
terjadilah lesi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
kerusakan pada sumsum tulang belakang. Mielopati dapat terjadi sebagai akibat
secara klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan ada tidaknya trauma
yang signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit. Sangat penting untuk
membedakan antara mielopati dan mielitis. Meskipun kedua istilah mengacu pada
dan mielitis transversa telah digunakan sebagai sinonim dalam banyak literatur.
berikut:
–Grade 0:signs and symptoms of root involvement but without evidence of spinal
cord disease.
–Grade 2 :slight difficulty in walking but does not prevent full-time employment.
–Grade 3:severe difficulty in walking that requires assistance and prevents full-
–Grade 4:ability to walk only with assistance or with the aid of a frame.
sparing.
KLASIFIKASI
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi
Tabel. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet
Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku
Sensoris Dermatom
GEJALA KLINIS
Umumnya gejala yang timbul adalah akibat dari kompresi yang terjadi
pada medula spinalis, tergantung letak segmen yang terkena. Kompresi ini dapat
menimbulkan gejala sensorik (nyeri atau parestesi), gejala motorik (kelumpuhan),
atau gejala otonom (gangguan respirasi, sirkulasi, miksi, dan defekasi).
PEMERIKSAAN FISIK
Motorik
Asal Inervasi Otot Fungsi
C5 M. deltoideus dan biceps brachii Abduksi bahu dan fleksi siku
C6 M. extensor carpi radialis longus dan brevis Ekstensi pergelangan tangan
C7 M. flexor carpi radialis Fleksi pergelangan tangan
C8 M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda
T1 M. interosseus palmaris Abduksi jari-jari tangan
L2 M. iliopsoas Fleksi panggul
L3 M. quadricep femoris Ekstensi lutut
L4 M. tibialis anterior Dorsofleksi kaki
L5 M. extensor halluces longus Ekstensi ibu jari kaki
S1 M. gastrocnemius-soleus Plantarfleksi kaki
Sensoris protopatik
Asal inervasi Dermatom
C2 - C4 Dermatom oksiput sampai bagian belakang leher
C5 - T1 Lengan sampai jari-jari
T2 - T12 Bagian dada dan aksila, beberapa titik penting: T4 papila mamae, T10
umbilicus, T12 inguinal
L1 - L5 Tungkai
S1 - S5 Tumit, bagian belakang tungkai, regio perineal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi ataupun
penyakit sistemik yang menjadi penyebab mielopati. Pemeriksaan ini lebih
bermakna bila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke proses
infeksi, namun dapat juga sebagai penyingkir diagnosis kausa infeksi
apabila hasil tidak menunjang.
Rontgen vertebra
Merupakan pilihan awal untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
tulang belakang seperti spondilosis, spondilolistesis, atau osteofit.
Dianjurkan melakukan pemeriksaan tiga posisi standar (AP, lateral,
odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra
thorakal dan lumbal. Pada kasus yang tidak menunjukkan kelainan
radiologis, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CT-scan atau
MRI.
CT-scan / MRI
Dilakukan untuk mengetahui gambaran struktur tulang belakang sehingga
dapat diketahui lokasi kelainan atau letak lesi, dapat pula untuk
mengetahui kausa apakah terdapat trauma pada vertebra atau tumor yang
menyebabkan kompresi pada medula spinalis. MRI merupakan alat
diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis
akibat cedera/trauma ataupun adanya penyempitan kanalis spinalis.
I. KRITERIA DIAGNOSIS
MRI or CT (showing spinal stenosis and cord compression as a result of osteophyte overgrowth,
disc herniation, ligamentum hypertrophy)
Tabel Kriteria diagnosis mielopati servikal
III. PENATALAKSANAAN
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan
cedera medula spinalis komplit hanya memiliki peluang 5% untuk kembali
normal. Lesi medula spinalis komplit yang tidak menunjukkan perbaikan dalam
72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula
spinalis inkomplit cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi
sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan
adalah lebih dari 50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk
cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute
of Health di Amerika. Sebuah studi menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis
tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji
klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula
spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training
pada pasien ini dikerjakan seawall mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah
untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas,
dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord
Syndrome biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang
baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan
memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas
hidup sehari-hari. Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin.
Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun meunjukkan bahwa suatu program
rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan
gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
Terapi konservatif dapat dilakukan pada pasien dengan gejala mielopati
ringan, umumnya dilakukan observasi apakah terdapat perbaikan fungsi.
Pemberian analgetik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri akibat
gejala radikular. Penggunaan collar neck dapat digunakan apabila diketahui
terdapat instabilitas vertebra.
Tindakan operasi perlu dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada
medula spinalis, apakah akibat trauma, stenosis, atau tumor yang mendesak
medula spinalis.
IV. PROGNOSIS