Anda di halaman 1dari 24

BAB I

STATUS PASIEN NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 46 th
Alamat : Perum Nusantara Permai
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Suku Bangsa : Lampung
Tanggal Masuk : 06 Agustus 2017
II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS
Keluhan utama : Kelemahan otot pada kedua ekstremitas

superior dan inferior + sesak nafas.


Keluhan tambahan : Demam (+), mual (+), nyeri ulu hati (+), riwayat

jatuh terduduk (+).


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Pertamina Bintang Amin dengan keluhan

lemah pada ekstemitas superior dan inferior yang progresif. Pasien juga

mengeluh sesak sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan bertambah

berat. Pasien juga mengeluh batuk yang sudah berlangsung selama

setengah bulan yang lalu. Batuk dan sesak dirasakan sejak 2015, tetapi

hilang timbul. Batuk berdahak, berwarna putih. Sesak terus menerus dan

dirasakan sangat mengganggu aktifitas.


Os juga mengeluh demam, mual, nyeri ulu hati, dan lemah di

bagian lengan dan tungkai.Kelemahan tidak disertai gangguan sensibilitas.

Tidak ada nyeri kepala dan muntah. Pasien juga tidak mengeluh adanya

pusing berputar, penurunan tajam penglihatan, penglihatan ganda,

gangguan pendengaran, telinga berdenging, gangguan penglihatan dan

penciuman. Tidak ada kelemahan pada otot wajah, bicara baik, tidak pelo,
dan tidak sakit saat menelan. Pasien masih mengingat tanggal lahir dan

alamatnya, tidak terjadi penuruan kesadaran, miksi dan defekasi masih

baik.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat jatuh terduduk (+), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-),

gangguan ginjal (-).


Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga Os tidak ada yang mengalami hal yang sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Vital Sign
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 RR : 28x/menit
 Suhu : 36OC

Status Generalis
 Kepala
 Rambut : Rambut berwarna hitam dan sedikit beruban
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor 3mm/3mm, Ptosis (-/-)


 Telinga : Normal (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), sekret (-/-),

membran timpani utuh (+/+), serumen (-/-)


 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi

septum (-), sekret (-/-)


 Mulut : Tidak ada kelainan
 Leher
 Pembesaran KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB
 Pembesaran Tiroid : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
 JVP : Tidak ada peningkatan JVP
 Trachea : Tidak ada deviasi trakea
 Thorak
 Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, bentuk dada

simetris, gallop (-)


 Paru : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
 Abdomen : Bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan positif.


 Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, sianosis dan edema tidak ada.

Kekuatan otot 3/3.


 Inferior : Akral hangat, sianosis dan edema tidak ada.

Kekuatan otot 1/1.


IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf Cranialis
 N. Olfaktorius ( I )
 Daya penciuman hidung : Normosmia.
 N. Opticus ( II )
 Tajam penglihatan : 6/6.
 Lapang penglihatan : Tidak ada penyempitan

lapang pandang.
 Tes Warna : Tidak ada kelainan
 Fundus Oculi : Tidak dilakukan.
 N. Oculomotorius, N. Trochealis, N. Abducen ( III, IV, VI )
 Ptosis : (-/-)
 Endoftalmus : (-/-)
 Exsoftalmus : (-/-)
 Nistagmus : (-/-)
 Strabismus : (-/-)
 Pupil

Diameter : 3mm/3mm

Bentuk : Bulat/bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : Di tengah, simetris
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya tidak langsung : (+/+)
Reflek akomodasi : (+/+)
 Gerakan bola mata
Medial : (+/+)
Lateral : (+/+)
Atas Lateral : (+/+)
Atas Medial : (+/+)
Atas : (+/+)
Bawah : (+/+)
Bawah Lateral : (+/+)
Bawah Medial : (+/+)
 N. Trigeminus ( V )
 Menggigit : Baik
 Membuka mulut : Baik
 Sensibilitas atas : (+/+)
 Sensibilitas tengah : (+/+)
 Sensibilitas bawah : (+/+)
 M. Maseter :+
 M. Temporalis : +
 M. Pterigoideus : +
 Reflek kornea : (+/+)
 N. Fascialis ( VII )
Inspeksi wajah sewaktu,
 Diam : Simetris
 Tersenyum : Simetris
 Meringis : Simetris
 Bersiul : Simetris
 Menutup mata : Simetris
Pasien di minta untuk,
 Mengerut dahi : Simetris
 Menutup mata kuat – kuat : Simetris
 Mengembungkan pipi : Simetris
Sensoris
 Pengecapan 2/3 depan lidah : Normal
 N. Acusticus ( VIII )
N. Cochlearis
 Ketajaman pendengaran : Tidak ada kelianan
 Tinitus : Tidak ada tinitus
N. Vestibularis : Nistagmus negatif
 N. Glossopharingeus dan N. Vagus ( IX dan X )
 Suara bindeng / nasal : Tidak ditemukan
 Posisi uvula : Ditengah
 Palatum mole : Istirahat : simetris
Bersuara : simetris
 Arcus palatoglossus : Istirahat : simetris
Bersuara : simetris
 Arcus pharingeus : Istirahat : simetris
Bersuara : simetris
 Reflek batuk : (+)
 Paristaltik usus : (+)
 Bradikardi : (-)
 Takikardi : (-)
 Bersuara : Normal
 Menelan :Tidak ada gangguan
 N. Accesorius ( XI )
M. sternocleidomastoideus : Normal
M. trapezius : Normal
 N. Hipoglossus ( XII )
 Atropi : Tidak ada
 Fasikulasi : Tidak ada
 Deviasi : Tidak ada

Tanda perangsangan selaput otak

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)


2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : +/+ (ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : +/+ (terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak
terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque :+/+ (timbul tahanan sebelum mencapai 70o)

Sistem motorik

Kekuatan Otot : Ekstremitas atas 3/3, Ekstremitas bawah


1/1
Tonus : Hipertonus
Klonus :(+/+) extremitas superior dan inferior
Atrophi : (-)
Refleks Fisiologis
 Biceps : + +/++ (Hiper refleks)
 Triceps : + +/++ (Hiper refleks)
 Achiles : + +/++ (Hiper refleks)
 Patella : + +/++ (Hiper refleks)
Refleks Patologis
 Babinski : -/+
 Oppenheim : -/+
 Chaddock : -/+
 Gordon : -/+
 Scaeffer : -/+
 Hoffman : +/+
 Tromner : +/+
 Gonda : -/+

Sensibilitas

Eksteroseptif/ rasa permukaan (Superior/Inferior)


 Rasa Raba : tidak ada kelainan
 Rasa Nyeri : tidak ada kelainan
 Rasa Suhu Panas : tidak diperiksa
 Rasa Suhu dingin : tidak ada kelainan
Priopioseptif/ rasa dalam
 Rasa Sikap : tidak ada kelainan
 Rasa Getar : tidak dilakukan
 Rasa Nyeri Dalam : tidak ada kelainan
Koordinasi
 Tes Tunjuk Hidung : tidak dilakukan
 Tes Pronasi Supinasi : tidak dilakukan
Susunan saraf otonom
 Miksi : tidak ada kelainan
 Defekasi : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur
 Fungsi Bahasa : tidak ada kelainan
 Fungsi Orientasi : tidak ada kelainan
 Fungsi Memori : tidak ada kelainan
 Fungsi Emosi : tidak ada kelainan
Resume

Tn. D datang dengan keluhan kelemahan pada ekstremitas superior

dan inferior yang progresif. Os juga mengeluh sesak sejak 2 hari yang

dirasakan makin memberat disertai batuk berdahak berwaran putih sudah

berlangsung selama setengah bulan. Sesak terjadi terus menerus. Os juga

mengatakan bahwa sesak dan batuk mulai dirasakan tahun 2015, tetapi

hilang timbul. Os mengalami demam, mual, nyeri ulu hati.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS :E4V5M6

Kekuatan otot : 3/3/1/1

Brudzinski II : +/+ (ditemukan fleksi pada tungkai)

Kernig : +/+ (terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak

terdapat tahanan sblm mencapai 135º)

Laseque :+/+ (timbul tahanan sebelum mencapai 70o)

Refleks Patologis
 Babinski : -/+
 Oppenheim : -/+
 Chaddock : -/+
 Gordon : -/+
 Scaeffer : -/+
 Hoffman : +/+
 Tromner : +/+
 Gonda : -/+
Tonus : (+) Hipertonus
Klonus :(+/+) extremitas Superior dan inferior

Diagnosis
 Kinis : Didapatkan tetraparese, hiperrefleks, hipertonus, sesak +
batuk berdahak.
 Topik : Pada pasien ini ditemukan massa solid ekstradural setinggi
Vertebrae Cervical II-IV
 Etiologi : Mielopati Cervical et causa lymphoma

Diagnosis Banding

 Radikulopati Cervical
 Asma
 Spondilitis

Penatalaksanaan
Non Farmakologi
 Observasi kekuatan Otot dan Vital sign
 Pemberian Oksigen

Farmakologi

1. Saat di IGD
 RL 20 tetes/menit
 1 mg omeprazole 1x1
 Nebu Combivent
 Aminophylin 1 amp drip
 Ulsofate syrup 3x 1
 Paracetamol tab 3 x 1
 Ambroxol Syrup 3x2
2. Saat di bangsal
 Methilprednisolon 2,5 mg 3x1
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Racikan batuk 1 caps/oral

Pemeriksaan Penunjang

 Hasil laboratorium

Hb : 13,2
Leukosit :30.000
Leukosit basofil :0
Leukosit eusinofil :0
Leukosit batang :1
Leukosit segmen :80
Leukosit limfosit :12
Leukosit monosit :7
Eritrosit :4,7
Hematokrit :40
Trombosit :442.000
MCV :93
MCH :27
MCHC :33

 Hasil MRI
Prognosa
 Quo ad Vitam : Dubia ad malam
 Quo ad Fungsionam : Dubia ad malam
 Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
BAB II

ANALISIS KASUS

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita mielopati

servikal.
A. ANAMNESIS
Dari anamnesis, data yang menunjang adalah kelemahan pada

keempat ekstremitas, dan didapatkannya demam pada os. Kelemahan juga

bersifat progresif, jadi makin lama makin memburuk. Kaki terasa berat

dan kaku.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah

bukti adanya kelemahan otot dengan hasil kekuatan otot ekstremitas atas

3/3, dan ekstremitas bawah 1/1.


Pada pemeriksaan refleks fisiologis, terjadi hiperrefleks. Hasil

refleks patologis, Babinski, Oppenheim, Chaddock, Gordon, Scaeffer,

Hoffman, Tromner, Gonda hasilnya positif. Pemeriksaan meningeal

terdapat brudzinski II, kernig sign, dan lasegue sign.


Pemeriksaan motorik lain, terdapat klonus pada ekstremitas

superior dan inferior. Saat pemeriksaan klonus pada tungkai kiri, tungkai

kanan ikut terdapat klonus.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan MRI menjadikan diagnosis mielopati cervical lebih

dapat ditegakkan karna ditemukannya limfoma setinggi vertebrae cervical

II-IV sehingga menyebabkan kompresi pada medulla spinalis dan

terjadilah lesi.

Prognosis pada kasus ini yang mengambil ad bonam karena

limfoma ukurannya sudah besar dan butuh tindakan operatif yang

digunakan untuk menyingkirkan etiologi dari mielopati tersebut. Karna


ukurannya yang sudah sebesar itu, membuat ketika terjadi trauma sedikit

atau salah memposisikan leher os, bisa menyebabkan kematian.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Mielopati mengacu pada defisit neurologis yang berhubungan dengan

kerusakan pada sumsum tulang belakang. Mielopati dapat terjadi sebagai akibat

dari proses ekstradural, intradural, atau intramedulla. Secara umum, mielopati

secara klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan ada tidaknya trauma

yang signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit. Sangat penting untuk

membedakan antara mielopati dan mielitis. Meskipun kedua istilah mengacu pada

kelainan sumsum tulang belakang karena peristiwa patologis. Mielopati memiliki

beberapa etiologi, sementara mielitis digunakan untuk merujuk kepada inflamasi

atau proses infeksi. Mielopati transversal akut (termasuk etiologi non-inflamasi)

dan mielitis transversa telah digunakan sebagai sinonim dalam banyak literatur.

Tingkatan Mielopati berdasarkan Nurick


System Nurick myelopathy grade dari 0-5, dengan 5 menjadi yang paling

berat.perubahan karakteristik terjadi pada masing-masing tingkatan sebagai

berikut:

–Grade 0:signs and symptoms of root involvement but without evidence of spinal

cord disease.

–Grade 1:signs of spinal cord disease but no difficulty in walking.

–Grade 2 :slight difficulty in walking but does not prevent full-time employment.

–Grade 3:severe difficulty in walking that requires assistance and prevents full-

time employment and avocation.

–Grade 4:ability to walk only with assistance or with the aid of a frame.

–Grade 5: chairbound or bedridden.

Myelopati Dengan Skala klasifikasi Frankel :

–Grade A: complete motor and sensory involvement.

–Grade B:complete motor involvement, some sensory sparing including sacral

sparing.

–Grade C: functionally useless motor sparing

–Grade D: functional motor sparing.

–Grade E: no neurologic involvement

KLASIFIKASI
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi
Tabel. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet
Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet

Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)

Propioseptik(joint position,Hilang di bawah lesi Sering (+)


vibrasi)

Sacral sparing negatif positif

Ro. vertebra Sering fraktur, luksasi, Sering normal


atau listesis

MRI (Ramon, 1997, data 55Hemoragi (54%), Edema (62%),


pasien cedera medula spinalis;Kompresi (25%), Kontusi (26%),
28 komplet, 27 inkomplet) Kontusi (11%) normal (15%)

Pemeriksaan Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal


Otot (asal inervasi) Fungsi

M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku

M. extensor carpi radialis longus dan Ekstensi pergelangan tangan


brevis (C6)
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan

M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan


profunda (C8)
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan

M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul

M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut

M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki


M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki

Sensoris Dermatom

GEJALA KLINIS

Keluhan yang timbul akibat mielopati bermacam-macam dan banyak yang


tidak spesifik, ditambah dengan perkembangan penyakitnya yang lambat dan
bertahap sehingga menyulitkan untuk dideteksi. Penting untuk diingat bahwa
mielopati servikal merupakan penyakit kelainan pada tulang vertebra servikalis
yang bermanifestasi pada ekstremitas atas dan bawah.8

Umumnya gejala yang timbul adalah akibat dari kompresi yang terjadi
pada medula spinalis, tergantung letak segmen yang terkena. Kompresi ini dapat
menimbulkan gejala sensorik (nyeri atau parestesi), gejala motorik (kelumpuhan),
atau gejala otonom (gangguan respirasi, sirkulasi, miksi, dan defekasi).

Gejala klasik dari mielopati adalah kehilangan keseimbangan dengan


koordinasi yang kurang, keterampilan fungsi sehari-hari menurun, kelemahan,
rasa baal, dan pada kasus yang parah dapat menimbulkan paralisis. Nyeri banyak
dikeluhkan pasien, namun pada beberapa kasus tidak didapatkan adanya keluhan
nyeri sehingga menimbulkan keterlambatan dalam diagnosis.8

Lesi pada vertebra C3-C6 menyebabkan kesulitan dalam menulis dan


perubahan tidak spesifik berupa sensasi dan kelemahan lengan. Lesi pada C6-C8
sering menimbulkan sindroma spastisitas dan hilangnya propriosepsi tungkai.
Pasien dapat mengalami gangguan gaya jalan dan sering terjatuh.8
Gejala subyektif yang sering dikeluhkan pasien antara lain:

 Tungkai terasa berat


 Radikulopati
 Kemampuan motorik halus yang menurun
 Fenomena L’Hermitte’s, yaitu sensasi seperti tersengat listrik yang hilang
timbul pada anggota gerak yang dicetuskan oleh fleksi leher
 Baal dan kesemutan anggota gerak

Keluhan-keluhan ini dapat timbul secara akut, subakut, atau kronik


progresif. Terkadang tidak diketahui penyebabnya serta tidak ditemuinya tanda-
tanda radang.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda yang sering ditemukan adalah tanda


lesi UMN (upper motor neuron), seperti.

 Kelemahan, terutama lebih dirasakan pada ekstremitas atas


 Gaya jalan ataxic gait
 Hipertonus
 Hiperrefleks
 Klonus ankle (+)
 Babinski (+)
 Hoffman (+)

Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal


merupakan hal yang sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada
pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord
Injury Association (AISA). Klasifikasi dibuat berdasar rekomendasi AISA, A:
untuk lesi komplit sampai dengan E: untuk keadaan normal.

Motorik
Asal Inervasi Otot Fungsi
C5 M. deltoideus dan biceps brachii Abduksi bahu dan fleksi siku
C6 M. extensor carpi radialis longus dan brevis Ekstensi pergelangan tangan
C7 M. flexor carpi radialis Fleksi pergelangan tangan
C8 M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda
T1 M. interosseus palmaris Abduksi jari-jari tangan
L2 M. iliopsoas Fleksi panggul
L3 M. quadricep femoris Ekstensi lutut
L4 M. tibialis anterior Dorsofleksi kaki
L5 M. extensor halluces longus Ekstensi ibu jari kaki
S1 M. gastrocnemius-soleus Plantarfleksi kaki

Sensoris protopatik
Asal inervasi Dermatom
C2 - C4 Dermatom oksiput sampai bagian belakang leher
C5 - T1 Lengan sampai jari-jari
T2 - T12 Bagian dada dan aksila, beberapa titik penting: T4 papila mamae, T10
umbilicus, T12 inguinal
L1 - L5 Tungkai
S1 - S5 Tumit, bagian belakang tungkai, regio perineal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis mielopati, antara lain :

 Laboratorium darah
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi ataupun
penyakit sistemik yang menjadi penyebab mielopati. Pemeriksaan ini lebih
bermakna bila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke proses
infeksi, namun dapat juga sebagai penyingkir diagnosis kausa infeksi
apabila hasil tidak menunjang.
 Rontgen vertebra
Merupakan pilihan awal untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
tulang belakang seperti spondilosis, spondilolistesis, atau osteofit.
Dianjurkan melakukan pemeriksaan tiga posisi standar (AP, lateral,
odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra
thorakal dan lumbal. Pada kasus yang tidak menunjukkan kelainan
radiologis, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CT-scan atau
MRI.
 CT-scan / MRI
Dilakukan untuk mengetahui gambaran struktur tulang belakang sehingga
dapat diketahui lokasi kelainan atau letak lesi, dapat pula untuk
mengetahui kausa apakah terdapat trauma pada vertebra atau tumor yang
menyebabkan kompresi pada medula spinalis. MRI merupakan alat
diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis
akibat cedera/trauma ataupun adanya penyempitan kanalis spinalis.

I. KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnostic Criteria for Cervical Spondylotic Myelopathy


Characteristic symptoms (leg stiffness, hand weakness)

Characteristic signs (hyperreflexia, atrophy of hands)

MRI or CT (showing spinal stenosis and cord compression as a result of osteophyte overgrowth,
disc herniation, ligamentum hypertrophy)
Tabel Kriteria diagnosis mielopati servikal

II. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding untuk mielopati servikal umumnya dari segi
penyebabnya, apakah infeksi, trauma, tumor, proses degenerasi, gangguan
vaskularisasi, mutipel sklerosis, ataupun defisiensi vitamin B kompleks. Hal ini
berkaitan dengan tata laksana yang akan diberikan, terutama pertimbangan
tindakan operasi maupun pemberian antibiotik atau kemoterapi.

III. PENATALAKSANAAN
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan
cedera medula spinalis komplit hanya memiliki peluang 5% untuk kembali
normal. Lesi medula spinalis komplit yang tidak menunjukkan perbaikan dalam
72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula
spinalis inkomplit cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi
sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan
adalah lebih dari 50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk
cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute
of Health di Amerika. Sebuah studi menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis
tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji
klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula
spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training
pada pasien ini dikerjakan seawall mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah
untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas,
dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord
Syndrome biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang
baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan
memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas
hidup sehari-hari. Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin.
Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun meunjukkan bahwa suatu program
rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan
gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
Terapi konservatif dapat dilakukan pada pasien dengan gejala mielopati
ringan, umumnya dilakukan observasi apakah terdapat perbaikan fungsi.
Pemberian analgetik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri akibat
gejala radikular. Penggunaan collar neck dapat digunakan apabila diketahui
terdapat instabilitas vertebra.
Tindakan operasi perlu dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada
medula spinalis, apakah akibat trauma, stenosis, atau tumor yang mendesak
medula spinalis.

IV. PROGNOSIS

Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-


rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi
normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.
Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologi yaitu:
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.

Anda mungkin juga menyukai