Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN II


PERCOBAAN FRANCK HERTZ
(ACARA – 5)

Disusun oleh :
Nama : 1. Alfi Liqo Nur I K1C015006
2. Yoga Pratama K1C015053
Asisten :Durrotus Sarofina

Hari/Tanggal :
Pelaksanaan Praktikum : Selasa, 10 April 2018
Pengumpulan Laporan : Selasa, 1 Mei 2018

LABORATORIUM FISIKA INTI DAN MATERIAL


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
PERCOBAAN PENCACAHAN RADIOAKTIF
Alfi Liqo Nur Inayati (K1C015006), Yoga Pratama (K1C015053)
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Jenderal Soedirman
Email: alfiliqo@gmail.com, yogapratamaazhar@gmail.com

ABSTRAK

Elektron dari suatu atom bergerak mengelilingi inti sesuai dengan lintasan orbit yang
dimilikinya, dimana orbit tersebut memiliki suatu tingkatan energi tertentu. Pada saat
elektron terkuantisasi (berpindah ke tingkat energi yang lebih rendah) maka elektron
tersebut akan memancarkan energi berupa foton dengan panjang gelombang tertentu.
Panjang gelombang dari foton tersebut bergantung dari nilai energi eksitasi dari atom
tersebut. Besar energi eksitasi dan panjang gelombang foton yang diemisikan dapat
dihitung menggunakan percobaan Franck – Hertz. Eksitasi elektron atom dari keadaan
dasar ke keadaan tereksitasi dapat terjadi karena adanya serapan tenaga kinetik elektron
yang menumbuk atom gas Neon yang ada di dalam tabung Franck – Hertz. Bila tenaga
kinetik elektron sama dengan tenaga ionisasi atom Neon, maka elektron-elektron dapat
mengionkan atom-atom gas tersebut, gejala ionisasi ditandai dengan meningkatnya kuat
arus anoda.

Kata Kunci: foton, energi eksitansi, panjang gelombang, percobaan Franck-


Hertz.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atom memiliki sebuah inti yang terdiri dari proton dan neutron, serta elektron
yang mengelilingi inti tersebut dan menempati kulit. Kulit pada atom
merupakan tempat elektron mengorbit sehingga sering disebut orbital.
Elektron dapat berpindah dari orbital dalam ke orbital luar dengan menyerap
sejumlah energi, yang sering disebut energi eksitasi. Saat elektron berpindah
dari obital luar ke orbital dalam, maka elektron tersebut kehilangan sejumlah
energi yang sebelumnya mempertahankan posisinya pada orbital asal.
Pemikiran tersebut muncul setelah beberapa fisikawan banyak yang
melakukan penelitian tentang keberadaan struktur atom. Neils Bohr pada
tahun 1913 menerapkan ide kuantum pada struktur atomik untuk mendapatkan
model atom, walaupun masih terdapat kekurangan dan harus diganti secara
mekanika kuantum agar ketelitian dan kegunaannya lebih besar (Halliday,
1990).
Akhirnya pada tahun 1914 James Franck dan Gustav Hertz melakukan
sederetan eksperimen yang membuktikan tentang kebenaran teori Bohr dan
tentang eksitasi atom. Percobaan inilah yang sering disebut percobaan Franck-
Hertz. Disini Franck dan Hertz menggunakan gas yang dimasukan didalam
sebuah tabung dengan tekanan rendah dan didalamnya dilengkapi dengan
sebuah lempeng logam dan dua buah elektroda yang diberi beda tegangan
tertentu dan dihubungkan dengan multimeter. Apabila lempeng logam
dipanaskan maka akan terdapat elektron bebas yang tercipta dan kemudian
digunakan untuk menumbuk elektron yang dikandung oleh gas. Bila model
atom bohr yang mengatakan bahwa akan terjadi eksitasi elektron benar maka
akan terjadi pembacaan arus listrik didalam multimeter yang awalnya naik
hingga suatu titik maksimum dan kemudian turun (Krane, 1990). Dari data
hasil bacaan multimeter maka akan dapat dihitung besarnya energi eksitasi
dan panjang gelombang foton yang diemisikan.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan percobaan pencacahan radioaktif adalah :
1. Membuat kurva Franck-Hertz dan menentukan eksitasi kritis elektron
atom mercury (Hg).
2. Lebih memahami perkulihan fisika modern, khususnya yang menyangkut
dengan eksitasi atom menurut teori atom bohr.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Atom Bohr


Konsep atom pertama kali dikenal melalui literature Yunani kuno dengan
nama atomos yang artinya tidak dapat dibagi-bagi lagi. Selanjutnya
perkembangan teori atom dilanjutkan oleh Dalton, J.J. Thompson dan Ernest
Rutherford. Neils Bohr mengemukakan terdapat beberapa teori yang
dikemukakan Bohr yang lebih dikenal sebagai postulat Bohr.
 Elektron mengelilingi inti pada alintasa tertentu, yaitu lintasan yang
memberikan momentum sudut sebesar (h/2π)n, dimana h adalah
tetapan Plank.
 Energi elektron dalam lintasan berbanding lurus dengan jarak lintasan
dari inti. Makin jauh lintasan dari inti, makin tinggi tingkat energy
lintasan. Selama elektron berada pada lintasannya elektron tidak
melepas dan menyerap energy.
 Jika elektron menyerap energy maka elektron berpindah ke lintasan
yang tingkat energinya lebih tinggi. Dan jika elektron pindah dari
lintasan dengan tingkat energy tinggi ke tingkat energy tinggi ke
lintasan dengan tingkat energy rendah, maka elektron akan
memancarkan energy dalam bentuk radiasi. Untuk menerangkan
kelemahan teori atom Bohr, maka lahirlah teori atom baru yaitu teori
atom mekanika kuantum yang ditopang oleh hipotesa De Broglie dan
azas ketidakpastian Heisenberg (Krene, 1992).
Pada percobaannya, James Franck dan Gustav Heinrich Hertz
menembaki uap merkuri (Hg) dengan elektron yang energinya diketahui.
Skema percobaan yang dilakukan oleh franck dan hertz dapat dilihat pada
gambar dibawah ini . Beda tegangan Vo dipasang diantara kisi G1 dan G2
sehingga tiap elektron yang mempunyai energi lebih besar dari harga
minimum tertentu memberi kontribusi pada arus Ia juga membesar
(Istiqomah, 2015).

Gambar 2.1 Rangkaian Percobaan Franck-Hertz

Model atom pada dasarnya telah mengalami perkembangan bentuk


berdasarkan era-nya. Dulu, atom dianggap sebagai partikel terkecil berbentuk
suatu bola pejal yang tidak dapat dibagi lagi oleh Dalton. Kemudian
perkembangan atom mengalami suatu revisi oleh Thamson dan dilanjutkan
oleh Rutherford. Setelah era Rutherford, model atom dikembangkan oleh
Nies Bohr pada tahun 1913. Dimana suatu atom digambarkan sebagai sebuah
inti kecil bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron yang bergerak
dalam orbit sirkuler mengelilingi inti mirip seperti sistem tata surya kita.
Namun, peran dari gaya gravitasi dapat digantikan oleh gaya elektrostatik.
Elektron-elektron berdasarkan kulitnya. Kulit yang dimaksud merupakan
kulit lintasan elektron yang berupa lintasan K, L, M, N, ..., dst. Dengan
begitu, berdasarkan model atom Bohr dapat diketahui seberapa besar energi
yang dimiliki oleh elektron saat berada di suatu tingkat energi elektron dalam
atom hidrogen. Hal ini dikarenkan model atom bihr hanya memiliki
kekauratan untuk sistem satu elektron yang identik dengan atom hidrogen.
Model atom Bohr juga dapat menjelaskan bahwa energo pada suatu elektron
merupakan perkalian dari konstanta plack dengan frekuensinya. Adapun
model atom Bohr dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1. Sedangkan
untuk persamaan matematis yang didapat berdasarkan model atom Bohr
untuk energi paad tiap kulit dapat dituliskan pada persamaan (2.1) (Tipler,
2008).
1
E n  (13,6eV ) (1)
n2
2.2 Franck-Hertz
Percobaan Frank Hertz, pada percobaan ini elektron yang mempunyai
energi kurang dari harga minimum tertentu, maka akan menimbulkan arus.
Jika besaran tegangan bertambah, elektron bertambah sehingga menyebakan
arus naik. Perhatikan Gambar 2.2 yang berisi tentang grafik hasil percobaan
Frank Hertz yang menunjukkan potensial kritis dalam air raksa. Tumbukan
elektron dengan atom uap, dengan energi kekal, menyebabkan electron
terpental dalam arah yang datangnya Setelah mencapai energy kritis, arus
pada keeping menurun tiba-tiba. Elektron yang bertumbukan dengan atom
memberikan sebagian atau seluruh energi kinetiknya untuk mengeksitasi
atom ke tingkat energi yang lebih tinggi(Tipler, 2001). Franck dan Hertz
menembaki uap berbagai unsur dengan elektron yang energinya diketahui
dengan rangkaian eksperimen pada Gambar 2.1. Perbedaan potensial kecil
Vo dipasang di antara kisi dan keping pengumpul, sehingga setiap elektron
yang mempunyai energi lebih besar dari harga minimum tertentu memberi
kontribusi (sumbangan) pada arus I yang melalui ammeter. Kemampuan
elektron untuk melewati grid dan mencapai anoda dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu: potensial pemercepat, potensial pelawan dan keadaan tumbukan antara
molekul-molekul gas dalam tabung (Beiser, 1083). Jika energi kinetik kekal
dalam tumbukan antara elektron dan sebuah atom uap, elektronnya hanya
terpental dalam arah yang berbeda dengan arah datangnya. Pada proses ini,
atom Jika energi kinetik kekal dalam tumbukan antara elektron dan sebuah
atom uap, elektronnya hanya terpental dalam arah yang berbeda dengan arah
datangnya. Pada proses ini, atom hampir tidak kehilangan energi. Setelah
energi kritis tercapai, arus keping menurun secara tiba-tiba. Tafsiran dari efek
ini adalah bahwa elektron yang bertumbukan dengan atom memberikan
sebagian atau seluruh energi kinetiknya I.untuk mengeksitasi atom ke tingkat
energi di atas tingkat dasar. Tumbukan semacam ini disebut tak elastik,
sebagai

Gambar 2.2 Hasil percobaan Frank Hertz yang menunjukkan potensial


kritis dalam uap air.
lawan dari tumbukan elastik yang berlangsung dengan energi kinetik kekal
(Dosen Fisika, 2014).
Kemudian, ketika potensial pemercepat V bertambah besar, arus keping
bertambah lagi. Akhirnya, penurunan arus keping I yang sangat tajam dan
eksitasi tingkat energi yang sama pada atom lain. Seperti terlihat pada
gambar 2, sederetan potensial kritis untuk atom tertentu didapatkan dengan
cara seperti itu. Jadi, potensial tertinggi diperoleh dari beberapa kali
tumbukan dan merupakan kelipatan dari yang terendah. Franck dan Hertz
mengamati spektrum emisi uap ketika ditembaki elektron. Dalam hal uap air
raksa, mereka mendapatkan bahwa energi elektron minimum 4,9 eV
diperlukan untuk mengeksitasi garis spektral air raksa 253,6 nm – foton
cahaya 253,6 nm berenergi tepat 4,9 eV. Karena tidak mudah melakukan
percobaan dengan menggunakan hidrogen, maka eksperimen dilakukan
dengan menggunakan gas argon (Ar). Hal ini dilakukan agar hasil percobaan
dapat lebih mudah ditafsirkan. Hidrogen secara alamiah muncul dalam
bentuk molekul bukan atom(Dosen Fiska, 2014).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Laboratorium Fisika Inti dan Material Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Soedirman, 1 Mei 2018 pukul 14.00-
16.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam praktikum percobaan Delombang
Mikro adalah:
1. Gun diode microwave Transmitter
2. Microwave recevier
3. Goniometer
4. Komponen holders
5. Reflector partial microwave

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Pemantulan
1. Alat dan bahan disiapkan, susun seperti Gambar 3.1.
2. Alat dikalibrasi
3. Peralatan disusun seperti pada gambar yang ditentukan.
4. Pemancar dihudupkan dan tombol diputar INTENSITY pada alat
penerima.
5. Sudut antara reflektor dengan transmitter-receiver diatur sebesar 1800.
6. Dicatat besar intensitas pemantulan pada layar intensity.
7. Dilakukan pengulangan dari 1800 sampai 900 dengan interval 100.
Gambar 3.1 Susunan alat Prcobaan Pemantulan
3.3.2 Pembiasan
1. Alat dan bahan disiapkan, susun sepetri Gambar 3.2.
2. Alat dikalibrasi.
3. Peralatan dirangkai seperti pada gambar yang ditentukan.
4. Prisma diisi dengan menggunakan butir-butir styrene dan diatur supaya
gelombang yang datang dari pemancar arahnya tegak lurus pada sisi
tegak prisma.
5. Lengan goniometer diputar dari sudut 1800 sampai 900 dan dicari
sudut teta dengan posisi yang intensitasnya maksimum.

Gambar 3.2 Susunan alat Pembiasan Melalu Prisma


3.3.3 Polarisasi
1. Alat dan bahan disiapkan, susun seperti Gambar 3.3.
2. Alat dikalibrasi.
3. Alat disusun sesuai dengan yang ditentukan dan tombol pengatur diatur
pada reveiver untuk memperoleh simpangan maksimum.
4. Reveiver diatur agar menunjukan simpangan maksimum.
5. Sekrup dikendorkan di belakang alat penerima dan reveiver diputar secara
bertahap sehingga membentuk sudut tertentu dan mencatat besar
simpangan yang terbaca pada menerima.
6. Alat disusun dengan posisi reveiver sama seperti semula (0°).
7. Polarisator dilepaskan dari statifnya dan reveiver diputar sehingga sisi
panjang dari corongnya tegak lurus.
8. Hasil pembacaan pada reveiver dicatat jika celah polisator tersebut
horizontal, vertikal dan membentuk sudut 45°.

Gambar 3.3 Susunan alat Polarisasi


3.3.4 Interferensi Febry-Perot
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Alat dikalibrasi.
3. Peralatan disusun seperti pada gambar yang ditentukan.
4. Pemancar dan Penerima dihidupkan lalu reflektor parsial I digeser
sehingga mendapatkan amplitudo signal-meter pada alat penerima
menunjukan harga maksimum.
5. Reflektor parsial I digeser perlaha mendekati refektor parsial II sehingga
amplitudo signal-meter penerima menunjukan nilai maksimum kedua.
6. Langkah 3 dilakukan berkali-kali sehingga amplitudo signal-meter
penerima tidak menunjukan lagi harga maksimum.

7. Langkah 4-6 dilakukan untuk arah kebalikanya.


3.3.5 Cermin Loyd

1. Alat dan Bahan disiapkan, susun seperti Gambar 3.4.


2. Alat dikalibrasi.
3. Peralatan disusun sesuai yang ditentukan.
4. Reflektor dijauhkan dari pusat goniometer.
5. Kedudukan reflektor dicari yang terdekat yang akan menghasilkan isyarat
minimum.
6. Jarak antara pusat ganiometer dengan reflector diukur.
7. Reflektor dijauhkan sehingga meteran menunjukan nilai maksimum dan
kemudian kembali ke minimum serta mengukur jarak baru antara
ganiometer dan reflektor.
8. Jarak antara ganiometer dengan dioda pemancar diukur.

9. Jarak antara pemancar dengan penerima diukur dan antara pemancar dan
titik pusat goniometer diukur.

Gambar 3.4 Susunan alat Cermin Lloyd’s


3.4 Flowchart
3.4.1 Pemantulan (Refleksi)

Mu Mulai

Menyiapkan alat dan


bahan.

Mengkalibrasi alat.

Menyusun peralatan seperti pada gambar yang


ditentukan.

Menghidupkan pemancarnya dan memutar tombol


INTENSITY pada alat penerima.

Mengatur kedudukan reflektor sehingga sudut datangnya


tepat 45°.

Memutar lengan alat penerima sampai terdeteksi isyarat


yang maksimum.

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Pemantulan


3.4.2 Pembiasan (Refraksi)

Mulai

Menyiapkan alat dan


bahan.

Mengkalibrasi alat.

Menyusun peralatan seperti pada gambar yang


ditentukan.

Memutar prisma yang masih kosong pada meja rotasi dan


amati pengaruhnya terhadap gelombang mikro.

Mengisi prisma dengan menggunakan butir-butir styrene


dan aturlah supaya gelombang yang datang dari
pemancar arahnya tegak lurus pada sisi tegak prisma.

Memutar lengan ganiometer beserta penerimanya dan


menetukan sudut θ dengan mencari posisi yang
intensitasnya maksimum.

Selesai

Gambar 3.6 Flowchart Pembiasan


3.4.3 Polarisasi

Mulai

Menyiapkan alat dan


bahan.

Mengkalibrasi alat.

Menyusun alat sesuai yang ditentukan dan mengatur tombol


pengatur pada penerima untuk memperoleh simpangan
maksimum dan mencatatnya.

Mengatur supaya penerima menunjukan simpangan maksimum


dan mencatatnya.

Mengendorkan sekrup di belakang alat penerima dan memutar


penerima tersebut secara bertahap sehingga membentuk sudut
tertentu dan mencatat besar simpangan yang terbaca pada
menerima.

Menyusun alat dengan posisi penerima seperti semula (0°).

Melepaskan polarisator dari statifnya dan memutar penerima


sehingga sisi panjang dari corongnya tegak lurus..

Mencatat pembacaan pada penerima jika celah polisator tersebut


horizontal, vertikal dan membentuk sudut 45°.

Selesai

Gambar 3.7 Flowchart Polarisasi


3.4.4 Interferensi Febry-Perot

Mulai

Menyiapkan alat dan


bahan.

Mengkalibrasi alat.

Menyusun peralatan seperti pada gambar yang ditentukan.

Menghidupkan alat pemancar dan penerima lalu menggeser


reflektor perisal I sehingga mendapatkan amplitudo signal-meter
pada alat penerima menunjukan harga maksimum.

Mengeser perlahan reflektor parsial I mendekati refektor parsial II


sehingga amplitudo signal-meter penerima menunjukan nilai
maksimum kedua.

Melakukan langkah 3 berkali-kali sehingga amplitude signal-meter


penerima tidak menunjukan lagi harga maksimum

Mengulangi untuk arah kebalikannya


Selesai

Gambar 3.8 Flowchart Interferensi Febry- Perot


3.4.5 Cermin Lloyd’s

Mulai

Menyiapkan alat dan


bahan.

Mengkalibrasi alat.

Menyusun alat sesuai yang ditentukan.

Menjauhkan reflektor dari pusat goniometer.

Mencari kedudukan reflektor yang terdekat yang akan


mengahilkan isyarat minimum.

Mengukur dan mencatat jarak antara pusat ganiometer dengan


reflector.

Menjauhkan refllektor sehingga meteran menunjukan nilai


maksimum dan kemudian kembali ke minimum serta menungukur
jarak baru antara ganiometer dan reflektor.

Mengukur jarak antara ganiometer dengan diode pemancar.

Mengukur jarak antara ganiometer dengan diode pemancar.

Selesai

Gambar 3.9 Flowchart Cermin Llyod’s


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Data Pengamatan

Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Pemantulan(Refleksi)


Sudut Datang Sudut Pantul Ipantul (mA)
85 85 0
80 80 10,8
75 75 5,4
70 70 5,4
65 65 5,1
60 60 6,3
55 55 10,8
50 50 10,8
45 45 12,6

Tabel 4.2 Data Hasil Pengamatan Pembiasan (Refraksi)


Sudut Intensitas (mA)
180 2
170 2
160 0,6
150 0
140 0
Tabel 4.3 Data Hasil Pengamatan Polarisasi
Θ Iθ
15 9,6
30 7
45 3
60 0,4
75 0
90 0

Tabel 4.4 Data Hasil Pengamatan Interferensi Febry-Perot


Reflector-I mendekati reflektor-II Reflector-I menjauhi reflektor-II
N
h (cm) 2h (cm) h (cm) 2h (cm)
1 27 54 21 42
2 25,5 51 22,5 45
3 24 48 24 48
4 22,5 45 25,5 51
5 21 42 27 54

Tabel 4.5 Data Hasil Pengamatan Cermin Lloyd’s


d = 100 cm d = 100 cm
N
h (cm) 2(√𝒉𝟐 + 𝒅𝟐 − 𝒅) (cm) h (cm) 2(√𝒉𝟐 + 𝒅𝟐 − 𝒅) (cm)
1 15 2,237 18 3,214
2 19 3,577 22 4,782
3 23 5,221 25 6,255
4 26 6,649 30 8,806
5 29 8,241 30,5 9,095
4.2 Pembahasan
Pada percobaan gelombang mikro kami mencoba membuktikan
beberapa katakteristik dari gelombang, seperti pemantulan, pembiasan,
polarisasi dan interferensi Febry-Perot dan Cemin Lloyd’s. Pada percobaan
pemantulan gelombang mikro dapat disimpulkan bahwa besarnya sudut
datang sama dengan sudut pantul. Hal ini sesuai dengan hukum pemantulan
Snellius. Demikian juga pada percoban pembiasan gelombang mikro yang
melalui sebuah prisma dapat disimpulkan bahwa pembiasan gelombang mikro
sesuai dengan hukum pembiasan Snellius.
Pada percobaan pemantulan, yaitu mencari nilai Ipantul. Dimulai dari
Iawal 0 mA dan dengan mengubah kedudukan reflektor dari sudut 170°
hingga 90°. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1. Terlihat bahwa
intensitas maksimum terjadi saat sudut datang dan sudut pantulnya sebesar
450. Pada sudut tersebut menghasilkan nilai intensitas sebesar 12,6 mA.
Percobaan kedua yaitu pembiasan dilakukan dengan menggunakan
sebuah prisma yang diisi dengan bahan styrene hingga penuh dengan sudut
180° hingga 90°. Hasil yang diperoleh terdapat pada Tabel 4.2. Pembiasan
dapat terjadi apabila cahaya yang dipantulkan dengan cahaya yang dibiaskan
saling tegak lurus atau membentuk sudut 90o . Di mana cahaya yang
dipantulkan merupakan cahaya yang terpolarisasi sempurna, sedangkan sinar
bias merupakan sinar terpolarisasi sebagian. Sudut datang sinar yang dapat
menimbulkan cahaya yang dipantulkan dengan cahaya yang dibiaskan
merupakan sinar yang terpolarisasi. Nilai indeks bias styrene adalah sebesar
1.5469.
Styrene (C6H5C2H5) adalah salah satu senyawa kimia yang
mempunyaikegunaan yang sangat besar terutama dalam industri plastik,
sebagai zat antarauntuk pembuatan senyawa kimia lainnya, dan sebagai
monomer yang digunakanuntuk membuat karet sintesis. Styren diproduksi
dengan cara dehydrogenasiethylbenzene.

Gambar 4.1 Struktur Styrene (C8H8)


Identifikasi Styrene :
Massa molar :104,15 g / mol
Penampilan :cairan berminyak tidak berwarna
Kepadatan :0,909 g / cm ³
Titik lebur :-30 ° C, 243 K, 22 ° F
Titik didih :145 ° C, 418 K, 293 ° F
Kelarutan dalam air:<1%
Indeks bias ( n D ) : 1.5469
Kelekatan :0,762 c P pada 20 ° C
Main hazards :Flammable, toxic
Flash point :31 0C
Dipole moment :0.13 D

Kemudian pada percobaan polarisasi, yaitu dengan memutar posisi


penerima dengan I awal 0 dan sudut dari 15° hingga 90° yang hasilnya
terdapat pada Tabel 4.3. Seberkas cahaya tak terpolarisasi melewati sebuah
polarisator sehingga cahaya yang diteruskan terpolarisasi. Cahaya terpolarisasi
melewati zat optik aktif. Percobaan polarisasi maksimum terjadi saat sudutnya
150 yang menghasilkan intensitas sebesar 9,6 mA semakin menurun hingga
sudut 750 nilai intensitas yang terbaca pada alat sebesar 0.
Pada percobaan interferensi gelombang mikro diperoleh titik-titik
dimana intensitasnya maksimum yaitu ketika gelombang yang sampai pada
penerima terjadi interferensi maksimum. Jarak antara titik maksimum pertama
dengan titik maksimum berikutnya disebut satu panjang gelombang.
Pengukuran panjang gelombang cahaya dapat dilakukan dengan berbagai
metode sederhana seperti interferensi celah ganda, difraksi Fraunhofer, dan
interferometer Michelson [1-5]. Dari hasil-hasil tersebut, metode
interferometer Michelson dirasa masih paling handal, karena tingkat ketilitian
yang tinggi.
Metode lain yang juga cukup populer adalah interferometer Fabry-
Perot, selain dapat digunakan untuk mengukur panjang gelombang, biasanya
digunakan untuk mengukur indek bias zat transparan. Interferometer Fabry-
Perot menggunakan dua buah cermin yang sangat datar dari bahan setengah
perak yang dipisah dengan jarak tertentu, dan tersusun secara pararel. Salah
satu cermin terhubung dengan plat penggerak, yang bisa merubah jarak antara
kedua cermin dengan pergeseran yang sangat kecil. Pola interferensi yang
terbentuk lebih jelas dan tajam dibanding interferometer yang lain. Skema
interferometer Fabry-Perot dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Skema Sederhana Interferometer FabryPerot.


Berkas cahaya datang dengan sudut datang  mengalami interferensi
pantulan ganda pada medium selebar d. Berkas kemudian diteruskan ke layar
di P sehingga terbentuk frinji lingkaran-lingkaran interferensi yang konsentris.
Panjang gelombang cahaya yang tidak diketahui bisa diukur dengan cara
menghitung jumlah frinji yang hilang karena pergeseran jarak cemin dan
mengukur pergeseran tersebut. Bila pergeseran jarak adalah ∆d, maka
persamaan untuk mencari panjang gelombang dengan θ yang sangat kecil
mendekati 0, adalah (Satoso, 2007)
2 d

N ( )

Satoto, D., H. Sugito & K.S. Firdausi. 2007. Studi Interferometer Fabry-Perot
Untuk Pengukuran Panjang Gelombang Cahaya. Berkala Fisika 10 (4): 179-
181.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Gelombang Mikro memiliki sifat dapat mengalami pemantulan,
pembiasan, dan polarisasi. Nilai intensitas pemantulan terbesar terjadi
pada sudut datang dan sudut pantul sebesar 450 sebesar 12,6 mA. Nilai
intensitas pembiasan terbesar terjadi pada sudut 1800 dengan nilai
intesitas 2 mA. Untuk Polarisasi nilai intensitas terbesar pada sudut 150
dengan nilai 9,6 mA.

5.2 Saran
Pastikan semua alat berfungsi dengan baik, dan setiap pengukuran harus
dilakukan dengan teliti dan cermat pada setiap pengukuran, untuk
menghasilkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur. 1983. Concepts of Modern Physics two edition. New York: McGraw-
Hill.
Dosen-dosen fisika. 2014. Fisika 2. Surabaya: YANASIKA.

Halliday, David dan Robert Resnick. 1990 . Fisika Modern edisi III, alih bahasa
Pantur Silaban. Jakarta : Erlangga.
Istiqomah Sarasati. 2015. Pengukuran Energi Eksitasi dan Panjang Gelombang Foton
Menggunakan Percobaan Franck-Hertz. Departemen Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi: Universitas Airlangga, Surabaya.

Krane, Kenneth. S, 1982. Fisika Modern, Terjemahan : Hans. J. Wospakrik dan


Sofia Nikhsolihin, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia .
Tipler,Paul A.2001.Fisika untuk Sains dan Teknik.Jakarta:Erlangga
Tipler R. 2008. Modern Physics. New York : W. H. Freeman and Company.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum Percobaan Pencacah Radiasi

Lampiran 2. Data Pengamatan

Anda mungkin juga menyukai