Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Lupus dalam bahasa latin berarti “Anjing Hutan”. Istilah ini mulai dikenal sekitar
satu abad lalu. Gejala penyakit ini dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES)
alias Lupus Eritomatosus, artinya kemerahan. Sedangkan sistemik bermakna menyebar
luas ke berbagai organ tubuh. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat
menyerang hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh. Bercak Malar/Malar Rash
(Butterfly Rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah
pipi sekitar hidung (wilayah malar).
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang
ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun,
dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Perjalanan penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada
setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya
penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan
kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang
terkena. Perjalanan penyakit LES sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian.
Karenanya LES harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila anak mengalami
demam yang tidak diketahui penyebabnya, artralgia, anemia, nefritis, psikosis, dan
fatigue. Penyebab terjadinya LES belum diketahui. Berbagai faktor dianggap berperan
dalam disregulasi sistem imun. Pada anak perempuan, awitan LES banyak ditemukan
pada umur 9-15 tahun.
Maka dari itu SLE perlu diketahui dan dipahami dengan lebih jelas bagi setiap
orang untuk mengetahui gejala awal dari penyakit lupus ini. Penderita dengan SLE
membutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat dan benar. Pengobatan pada penderita
SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan induksi remisi serta mempertahankan remisi
selama mungkin pada perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat
bervariasi maka pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-
masing individu.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari SLE?
2. Bagaimana etiologi dari SLE?
3. Bagaimana patofisiologi dari SLE?
4. Apa saja manifestasi klinis dari SLE?
5. Apa saja komplikasi dari SLE?
6. Apa saja evaluasi diagnostik dari SLE?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan dari SLE?
8. Bagaimana WOC dari SLE?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari SLE
2. Untuk mengetahui etiologi dari SLE
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari SLE
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari SLE
5. Untuk mengetahui komplikasi dari SLE
6. Untuk mengetahui evaluasi diagnostik dari SLE
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari SLE
8. Untuk mengetahui WOC dari SLE

1.4 MANFAAT
Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan pada pasien dengan Lupus Eritomatosus Sistemik (LES) serta mampu
mengimplementasikan dalam proses keperawatan.

2
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 PENGERTIAN
SLE (Sistemics Lupus Erythematosus) atau LES (Lupus Eritematosus Sistemik)
adalah penyakit radang atau imflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena
adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003).
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun artinya
tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, yang akhirnya merusak organ
tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit dan
organ lain. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang
masuk ke dalam tubuh.
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan
organ tubuh yang sehat dengan kata lain, sistem imun yang terbentuk berlebihan.
Kelainan ini dikenal dengan autoimunitas. Pada satu kasus penyakit ini bisa membuat
kulit seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). Pada kasus lain ketika
sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan
(lupus SLE).
SLE (Sistemics Lupus Erythematosus) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan
atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun
dalam tubuh.

2.2 ETIOLOGI
1. Faktor Genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit
SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative)
yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%)
lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama
HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal
reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen
yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003).

3
2. Faktor Lingkungan
Pada Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan
sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit.
SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak
terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan
protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang
mengandung asam amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T
dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2002). Selain itu infeksi virus
dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme
menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit
nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et al., 2000).

2.3 PATOFISIOLOGI
Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) tampaknya terjadi akibat
terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang
berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor
genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin (apresoline), prokainamid (pronestyl), isoniazid, klorpromazin
dan beberapa preparat anti konvulsan. Disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut
terlibaat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibody diperkirakan terjadi akibat fungsi
sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang
antibody tambahan, dan siklus tersebut berulang kembali.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada
penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak diketahui)
menentukan gejala mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya
penyakit, bervariasi pada setiap penderita. Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari
penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat.

4
Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan
masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ,
tetapi di kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.
1) Sistem Muskuloskeletal
a. Artralgia.
b. Artritis (Sinovitis).
c. Pembengkakan sendi.
d. Nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak.
e. Rasa kaku pada pagi hari.
2) Sistem Integument (Kulit)
a. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.
b. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3) Sistem Kardiak
a. Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4) Sistem pernafasan
a. Pleuritis atau efusi pleura.
5) Sistem vaskuler
a. Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler.
b. Eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6) Sistem perkemihan
a. Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7) Sistem saraf
a. Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

2.5 KOMPLIKASI
a. Gagal Ginjal
b. Kerusakan Jaringan Otak
c. Infeksi Sekunder

2.6 EVALUASI DIAGNOSTIK


Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Tes Anti ds-DNA
Batas normal : 70 – 200 IU/mL
Negatif : < 70 IU/mL

5
Positif : > 200 IU/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65% – 80% penderita dengan SLE aktif dan jarang
pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE
sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit
reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah
antibodi ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada
penyebaran penyakit terutama lupus glomerulonefritis. Jumlahnya mendekati negatif
pada penyakit SLE yang tenang (dorman).
Antibodi anti-DNA merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus (ANA). Ada
dua tipe dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang double-stranded DNA (anti ds-
DNA) dan yang menyerang single-stranded DNA (anti ss-DNA). Anti ss-DNA kurang
sensitif dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain. Kompleks
antibodi-antigen pada penyakit autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi
merupakan konstributor yang besar dalam perjalanan penyakit tersebut. Kompleks
tersebut akan menginduksi sistem komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi baik lokal maupun sistemik (Pagana and Pagana, 2002).
b) Tes Antinuclear antibodies (ANA)
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain. ANA adalah
sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu sel. ANA cukup
sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif terjadi pada 95% penderita
SLE. Tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan
penyakit reumatik yang lain. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan dengan kemunculan
penyakit dan keaktifan penyakit tersebut.Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak
lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil tes negatif maka pasien
belum tentu negatif terhadap SLE karena harus dipertimbangkan juga data klinik dan tes
laboratorium yang lain, tetapi jika hasil tes positif maka sebaiknya dilakukan tes
serologi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE.
ANA dapat meliputi anti-Smith (anti-Sm), anti-RNP (anti-ribonukleoprotein), dan anti-
SSA (Ro) atau anti-SSB (La) (Pagana and Pagana, 2002).

2. Tes Laboratorium lain


Tes laboratorium lainnya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta untuk
monitoring terapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal P, antikardiolipin,
lupus antikoagulan, Coombs test, anti-histon, marker reaksi inflamasi (Erythrocyte
Sedimentation Rate/ESR atau C-Reactive Protein/CRP), kadar komplemen (C3 dan C4),
Complete Blood Count (CBC), urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hepar, kreatinin
kinase (Pagana and Pagana, 2002)

6
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Ruam kulit atau lesi yang khas.
b. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.
c. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan
pleura atau jantung.
d. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5
mg/hari atau +++.
e. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
f. Biopsi ginjal.
g. Pemeriksaan saraf.

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS/KEPERAWATAN


a) Penatalaksanaan Medis:
1) Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg per hari s/d 6 bulan
postpartum) (metilprednisolon 1000 mg per 24jam dengan pulse steroid th/
selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off).
2) AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
3) Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
4) Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas
permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.

7
2.8 WOC (WAY OF CAUTION)

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian pada pasien dilakukan dengan metode observasi, wawancara ,pemeriksaan


fisik dan dokumentasi (rekam medis)
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah ,
lemah,nyeri , kaku, demam panas , dan anoreksia efek gejala tersebut terhadap
gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous , plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher
3. Kardiovaskular
a. Friction rub pericardium nyang menyertai miokarditis dan efusi pleura
b. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan
gangguan vascular terjadi di ujung jari tengah, siku, jari kaki, dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral kanan.
4. System musculoskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari
5. System integument
a. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi
b. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum
6. System pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura
7. System vascular
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura diujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. System renal
Edem dan hematuria
9. System saraf
Sering terjadi depresi dan sikosis, juga serangan kejang-kejang, korea, ataupun
manifestasi system saraf pusat lainnya.

9
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Uraian masalah keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fotosensitive, ruam kulit dan
alopesia
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan artralgia, kelemahan dan keletihan
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
akibat adanya penumpukan cairan dalam rongga pleura

B. INTERVENSI
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fotosensitif, ruam kulit dan
alopesia
Tujuan : masalah kerusakan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
 Menunjukan tingkah laku untuk mencegah kerusakan kulit /meningkatkan
kesembuhan
 Menunjukan kemajuan pada luka / penyembuhan lesi.

Intervensi Rasional
Mandiri
1) Kaji kulit setiap hari , catat 1) Untuk merencanakan intervensi yang
warna,turgor, sirkulasi, dan sensasi, tepat
gambarkan lesi dan amati perubahan
2) Pertahankan higine kulit , misalnya : 2) Mempertahankan kebersihan karena
membasuh kemudian mengeringkannya kulit yang kering dapat menjadi barier
dengan hati hati dan melakukan masase infeksi. Pembasuhan kulit kering sebgai
dengan lotion atau krim ganti menggaruk menurunkan resiko
trauma dermal. Masase meningkatkan
sirkulasi kulit dan meningkatkan
kenyamanan.
3) Pertahankan seprai bersing dan kering 3) Friksi kulit disebabkan oleh kain yang
dan tidak berkerut. berkerut dan basah yang menyebabkan
iritasi dan potensial terhadap infeksi
4) Secara teratur ubah posisi, ganti seprai 4) Meningkatkan aliran darah kejaringan
sesuai kebutuhan dan meningkatkanproses kesembuhan
5) Tutupi luka tekan yang terbuka dengan 5) Dapat mengurangi kontaminasi bakteri,
pembalut yang steril meningkatkan proses penyembuhan.
Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam pemberian obat-obat Digunakan pada perawatn lesi kulit.
topikal atau sistemik sesuai indikasi

10
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan artralgia, kelemahan dan keletihan
Tujuan : pasien mampu melakukan ADL tanpa di bantu
Kriteria hasil :
 Mengidentifikasi faktor –faktor yang menurunkan toleran aktivitas
 Memperlihatkan kemajuan (khususnya tingkat yang lebih tinggi dari
mobilitas yang mungkin)
 Memperlihatkan penurunan tanda – tanda hipoksia pada peningkatkan
aktivitas.
 Melaporkan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas.

Intervensi Rasional
Mandiri
1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas 1) untuki mengetahui adanya ADL
2) Kaji pasien untuk aktivitas dan prioritas 2) untuk mengembangkan rutinitas kegiatan
sehari-hari secara sempurna
3) Ajarkan teknik penyimpanan energi 3) untuk menyelesaikan sesuatu sebanyak
seperti duduk di saat mencuci piring , mungkin dengan meminimalkan pengeluaran
mendapat bantuan dari orang lain energi
4) Libatkan keluarga dalam rencana 4) untuk meningkatkan dukungan kepada
keperawatan pasien dan keluarga mengerti tentang
penyakit dan komplikasi.
5) Ajarkan teknik medikasi dan yoga 5) untuk mengurangi stres
6) Anjurkan pasien untuk istirahat teratur 6) untuk sementara mengembalikan efek dari
dan sesuai dengan yang dibutuhkan keletihan.

11
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
adanya penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan : pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal,
bunyi nafas terdengar jelas

Intervensi Rasional
Mandiri
1) Kaji kedalaman pernafasan 1) mengetahui sejauh mana perubahan kondisi
pasien
2) Berikan posisi semi fowler 2) memaksimalkan ekspansi paru
3) Ajarkan teknik relaksasi 3) untuk memperbaiki pola nafas
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan tim medis untuk 1) pemberian oksigen dapat menurunkan
memberikan O2 beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hipoksia

D. IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap


pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalm pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya : intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi :
keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efesien
terhadap situasi yang tepat , keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien. Pada tahap implementasi inimerupakan aplikasi secara kongkrit

12
dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan
yang muncul pada pasien

E. EVALUASI

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidakdan untuk melakukan pengkajian ulang . evaluasi di buat
menggunakan data SOAP.kriteria dalam dalam menentukan tercapainya suatu tujuan.

13

Anda mungkin juga menyukai