Anda di halaman 1dari 34

PETUNJUK PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

Disusun Oleh:

Wenny Dwi Putri, M.Farm., Apt

Siti Cholifah, SKM., M.Kes

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PRODI FARMASI
STIKES ‘AISYIYAH PALEMBANG
2017
TATA TERTIB

1. Pada waktu memasuki laboratorium untuk praktikum, letakkan tas dan barang-
barang yang tidak diperlukan pada tempat yang tersedia. Jangan meletakkan di
atas meja praktikum
2. Gunakan jas lab selama praktikum. Cuci tangan dengan menggunakan sabun
sebelum dan sesudah praktikum
3. Gunakan jas lab dalam keadaan bersih setiap praktikum.
4. Setiap praktikum harus mempelajarai teori praktikum yang akan dilakukan
sebelum praktikum berlangsung
5. Bersihkan meja praktikum dengan menggunakan alkohol, sebelum dan sesudah
praktikum
6. Jangan merokok, makan dan minum serta jauhkan tangan anda dari mulut, hidung
dan telinga selama bekerja di laboratorium
7. Kurangi bicara agar tidak merugikan pekerjaan orang lain
8. Setiap pengamatan harus dicatat dengan cermat dan dilaporkan sebagai laporan
sementara
9. Semua praktikan bertanggungjawab terhadap kebersihan, keamanan ruangan
praktikum dan alat-alat yang digunakan
10. Sebelum meninggalkan laboratorium, bersihkan dan lap meja kerja serta tangan
anda. Teliti kembali bahwa kran air dan listrik telah dimatikan. Kembalikan alat-
alat ke tempat semula.
PEMBUATAN LAPORAN

1. LAPORAN SEMENTARA
Laporan sementara WAJIB dikumpulkan 1 hari sebelum praktikum dimulai.
Laporan sementara harus memuat hal-hal berikut :
a. Cover
b. Judul percobaan
c. Tujuan percobaan
d. Tinjauan pustaka : berikan latar belakang teori yang menunjang percobaan tersebut
(textbook)
e. Alat dan bahan
f. Cara kerja

2. LAPORAN RESMI
Laporan praktikum dikumpulkan berdasarkan kelompok kerja dan dikumpulkan
satu minggu setelah praktikum. Setiap laporan mengenai satu macam percobaan harus
memuat hal-hal berikut:

1. Laporan sementara (cover, judul percobaan, tujuan percobaan, tinjauan pustaka,


alat dan bahan, cara kerja)
2. Hasil percobaan
3. Pembahasan
4. Kesimpulan : merupakan jawaban dari tujuan, buat secara singkat dan jelas
5. Daftar pustaka
PENGENALAN HEWAN UJI

1. Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium digunakan
sebagai model untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia.
Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya kecil dan sederhana ke ukuran yang
besar dan lebih kompleks digunakan untuk keperluan penelitian antara lain :
mencit, tikus, kelinci dank era
2. Setiap orang, baik praktikan maupun peneliti yang bekerja di laboratorium dengan
menggunakan hewan percobaan sebaiknya membaca :
a. Petunjuk pemeliharaan dan menggunakan hewan percobaan
b. Dasar-dasar pemeliharaan hewan percobaan
3. Perlakukan hewan percobaan dengan kasih sayang dan jangan disakiti
4. Cara memperlakukan hewan uji :
a. Mencit
 Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada suatu
tempat yang permukaannya tidak licin, mencit akan mencengkram
 Kulit tengkuk dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya tetap
dipegang dengan tangan kanan
 Posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita
dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kiri
b. Tikus
Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, tetapi bagian ekornya yang
dipegang pada bagian pangkal ekor dan pemegangannya pada bagian tengkuk
bukan dengan memegang kulitnya.
Cara memegang tikus sebagai berikut:
 Tikus diangkat dengan memegang ekornya dari belakang kemudian
diletakkan di atas permukaan kasar
 Tangan kiri perlahan-lahan diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju
kepala
 Ibu jari dan telunjuk diselipkan ke depan dan kaki kanan depan dijepit
diantara jari tersebut
c. Kelinci
Kelinci harus diperlakukan dengan halus, tetapi sigap, karena kadang-kadang
memberontak. Kelinci diperlakukan dengan cara memegang kulit lehernya
dengan tangan kiri, kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan
didekapkan ke dekat tubuh.
5. Menggunakan kembali hewan yang telah dipakai
Untuk menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan memakai suatu hewan
percobaan lebih dari satu kali. Walaupun demikian, jika hewan tersebut tersebut
telah digunakan dalam suatu periode dan obat yang digunakan pada percobaan
sebelumnya masih berada di dalam tubuh hewan, kemungkinan hasil percobaan
berikutnya akan memberikan inductor dan inhibitor enzim. Dengan dalih inilah,
maka hewan tersebut baru boleh digunakan lagi untuk percobaan berikutnya setelah
selang waktu minimal 14 hari.
6. Cara pemberian kode pada hewan percobaan
Pemberian kode seringkali diperlukan untuk mengidentifikasi hewan percobaan
yang terdapat dalam suatu kelompok atau kandang. Sehingga hewan-hewan
percobaan perlu sekali diberi kode. Pemberian kode dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan asam pikrat 10% dalam air dengan sebuah sikat/kuas. Selain
itu bias dengan menggunakan spidol dengan catatan harus sering melakukan
pengecekan dan pemberian kode ulang.
Punggung hewan dibagi menjadi tiga bagian:
a. Bagian kanan menunjukkan angka satuan
b. Bagian tengah menunjukkan angka puluhan
c. Bagian kiri menunjukkan angka ratusan
7. Karakteristik hewan uji
a. KARAKTERISTIK MENCIT
Dalam laboratorium mencit mudah ditangani, bersifat penakut, fotofobik,
cenderung berkumpul sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk
bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari. Kehadiran manusia akan
menghambat mencit. Suhu tubuh normal: 37,40C. Laju respirasi normal
163/menit.
b. KARAKTERISTIK TIKUS
Relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih pada umumnya
tenang dan mudah ditangani, tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya
mencit serta kecenderungan untuk berkumpul sesamanya tidak terlalu besar.
Aktifitas tidak terlalu terganggu dengan adanya manusia disekitarnya. Suhu
tubuh normal: 37,50C. Laju respirasi normal 210/menit. Bila diperlakukan kasar
akan mengalami defisiensi nutrisi, tikus menjadi galak dan sering menyerang si
pemegang.
8. Memberi makan hewan percobaan untuk mengurangi variasi biologis
a. Percobaan dengan menggunakan hewan percobaan biasanya memberikan data
yang memiliki variasi/deviasi lebih besar dibandingkan dengan percobaan secara
in vitro, karena adanya variasi biologis. Untuk menjaga supaya variasi tersebut
minimal, hewan percobaan yang digunakan haruslah mempunyai spesies dan
strain yang sama, usia yang seragam, jenis kelamin yang sama serta dipelihara
dalam kondisi laboratorium yang memenuhi standar minimal laboratorium
dengan kondisi ruang yang dapat dikendalikan.
b. Hewan percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknya
dan diberi minuman dengan standar layak konsumsi ad libitum.
c. Lebih lanjut, untuk mengurangi variasi biologis, hewan harus dipuasakan
semalam (min. 14 jam) sebelum percobaan dimulai. Dalam periode ini hewan
hanya diperbolehkan minum air ad libitum.
9. Luka gigitan hewan
Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang bekerja dengan hewan
percobaan. Luka yang bersifat abrasif atau luka yang agak dalam karena gigitan
hewan ataupun karena alat-alat yang digunakan untuk percobaan , haruslah diobati
secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila
korban gigitan belum pernah mendapat kekebalan terhadap tetanus, ia harus
mendapatkan imunisasi profilaksis.
10. Memusnahkan hewan percobaan
a. Cara terbaik untuk membunuh hewan ialah dengan memberikan suatu anastetik
over dosis. Injeksi barbiturate (Na pentobarbital 300mg/ml) secara intravena
untuk anjing dan kelinci, secara intraperitoneal atau intra toraks untuk marmot,
tikus dan mencit, atau dengan inhalasi menggunakan kloroform,
karbondioksida, nitrogen dan lain-lain dalam wadah tertutup untuk semua
hewan tersebut diatas.
b. Hewan disembelih, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastic dan
dibungkus lagi dengan kertas, diletakkan di dalam tas plastic, ditutup dan
disimpan dalam almari pendingin atau langsung diabukan.
11. Pemberian obat pada hewan percobaan
a. Alat suntik
1) Spuit dan jarum suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci,
marmot dan anjing. Tetapi tidak perlu steril melainkan sangat bersih untuk
tikus dan mencit.
2) Volume cairan atau larutan yang dapat diberikan pada hewan percobaan
tidak diperbolehkan melebihi volume maksimal (tabel 1) yang
diperbolehkan. Pemberian larutan diatas volume tersebut dapat bersifat
toksik dan menyakiti hewan percobaan. Sangat disarankan pemberian
cairan/larutan adalah sebesar separuh (0,5x) volume maksimal.
3) Setelah penyuntikan, cucilah spuit dan jarum suntik tersebut, semprotkan
cairan ke dalam gelas beker dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi cara
ini tiga kali.
Tabel 1. Daftar volume maksimal larutan sediaan uji yang dapat diberikan pada
berbagai hewan
Volume maksimal (ml) sesuai jalur pemberian
Jenis Hewan Uji
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (100g) 1,0 0,1 2,5 2,5 5,0
Hamster (50g) - 0,1 1-2 2,5 2,5
Marmot (250g) - 0,25 2-5 5,0 10,0
Merpati (300g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
Kelinci (2,5kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
Kucing (3kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0
Anjing (5kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0
Sumber: Suhardjono D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal.
207

b. Pemberian obat
Pemberian per oral (tikus dan mencit)
Pemberian cairan obat haruslah dalam bentuk larutan, emulsi dan suspensi.
Pemberian larutan atau emulsi kepada tikus dan mencit per oral dilakukan
dengan pertolongan jarum suntik yang ujungnya tumpul (bentuk bola) atau
disebut juga dengan jarum per-oral. Teknik pemberian per oral sangat
diperhatikan pada saat memasukkan jarum per oral ke dalam lambung,
sehingga tidak masuk ke dalam saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan
kematian pada hewan percobaan.
Pemberian secara intraperitoneal (tikus dan mencit)
Peganglah tikus atau mencit pada ekornya dengan tangan kanan, biarkan
mereka mencengkeram anyaman kawat dengan kaki depannya. Dengan tangan
kiri jepitlah tengkuk tikus/mencit diantara jari telunjuk dengan jari tengah (bias
juga dengan jari telunjuk dan jari tengah). Pindahkan ekor tikus dari tangan
kanan ke jari kelingking tangan kiri. Tikus/mencit siap diinjeksi pada area
abdominal. Gunakan jarum 5/8 inchi 24 gauge. Cara pemberian secara
intraperitoneal (i.p), intramuscular (i.m), dan subkutan (s.c) dapat dilihat pada
gambar 1,2 dan 3.
PERCOBAAN I
AKTIVITAS ANTELMINTIK

A. Tujuan
1. Dapat merancang dan melakukan eksperimen sederhana untuk menguji aktivitas
antelmintik (anti cacing) suatu bahan uji secara in vitro.
2. Dapat menjelaskan perbedaan paralisis spastic dan flaksid yang terjadi pada cacing
setelah kontak dengan antelmintik (anti cacing)

B. Dasar Teori
Antelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan
cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Yang tercakup dalam istilah ini adalah semua
zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemis
yang membasmi cacing maupun larvanya yang menghinggapi organ dan jaringan
tubuh.
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat
baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih
tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin
bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat menyebabkan
perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)
Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing,
jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi
atau sisa–sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan
secepat mungkin (Tjay dan Rahardja, 2002:185). Terdapat tiga golongan cacing yang
menyerang manusia yaitu matoda, trematoda, dan cestoda
Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan :
 Piperazin
 Pirantel Pamoat
C. Alat dan Bahan
Alat Bahan
 Cawan petri  Cacing tanah
 Beaker glass  Combantrin tab
 Sarung tangan  Combantrin syr
 Serbet  Upixon syr
 Tabung Reaksi  NaCl 0.9% b/v
 Stopwatch

D. Cara Kerja
1) Siap kan cacing tanah, masing – masing cawan berisi 2 ekor cacing.
2) Siapkan larutan uji Combactrin tab ,Combactrin syr, Upixon syr, dan NaCl 0.9%
b/v. Masing – masing larutan di tambah kan NaCl 5ml
3) Tuangkan larutan uji masing-masing ke dalam tiap cawan petri dengan pola
sebagai berikut:
- Cawan petri I : Combactrin tab ctrl1(+)
- Cawan petri II : Combactrin syr ctrl2(+)
- Cawan petri III : Upixon syr ctrl3(+)
- Cawan petri IV : NaCl fisiologis ctrl1(-)
4) Kemudian amati selama 1 jam, lalu di catat waktunya
Tabel Hasil Pengamatan
Nama Sediaan Uji Cacing Flasid (F) Cacing Mati (M) 1 jam
pengamatan
NaCl fisiologis ctrl1(-
)
Combactrin tab
ctrl1(+)
Combactrin syr
ctrl2(+)
Upixon syr ctrl3(+)
Keterangan :
N = Normal/Tetap hidup, F= Diam/Pingsan, M= Mati
PERCOBAAN I
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

A. Tujuan
Mengenal,Mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat
terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukur.

B. Dasar Teori
Efek farmakologi suatu obat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor salh
satunya adalah rute pemberian obat . Dalam pemilihan rute penggunaan obat perlu
diperhatikan tentang dari tujuan terapi,sifat obat,serta kondisi pasian. Oleh sebab itu
hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a) Tujuan terapi menghindari efek lokal / sistemik
b) Apakah kerja awal obat yang dikehendaki cepat / lama
c) Stabilitas obat di dalam lambung / usus
d) Keamanan relative dalam penggunaan
e) Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f) Harga obat relative ekonomis
g) Kemampuan pasien menelan obat melaluI rute oral.
Bentuk sedian obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan
besarnya obat yang di absorbsi,dengan demikian akan mempengaruhi pula pada
kegunaaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan dapat memberikan obat secara lokal
dan sistemik. Efek sistemik jika beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah
,sedangkan efek lokal adalah efek obat yang hanya bekerja setempat ,misal salep.
Cara pemberian obat turut menentuakn kecepatan dan kelengkapan resorbsi
obat. Tergantung dari efek yang diinginkan,yaitu efek sistemik(seluruh tubuh)atau
efek lokal (setempat) keadaan pasien dan sifat –sifat fisiko-kimiawiobat, dapat dipilih
banyak cara untuk memberikan obat.

Efek Sistemis
a) Oral.
Pemberian obat melalui mulut adalah cara yang paling lazim,karena sangat
praktis,mudah dan aman.Namun tidak semua obat dapat diberikan per oral , misalnya
obat yang bersifat merangsang (emitin,aminofilin) atau yang diuraikan dengan getah
lambung (benzil penisilin,insulin,oksitosin).cara per oral ini dapat terjadi inaktivasi
oleh hati sebelum diedarkan ketempat kerjanya. Tapi baik digunakan untuk mencapai
efek lokal dalam usus.
b) Oromukosal
Pemberian melalui mukosa di rongga mulut,ada dua macam cara yaitu:
 Sublingual
Obat ditaruh dibawah lidah,terjadi resorpsi oleh selaput lendir oleh vena-
vena lidah yang sangat banyak.obat langsung masuk peredaran darah tanpa
melalui hati (tidak diinaktifkan).pada obat sublingual ini,efek yang diinginkan
tercapai lebih cepat dan efektif untuk serangan jantung, asthma tetapi obat
sublingual kurang praktis untuk digunakan terus menerus karena dapat
merangsang selaput lendir mulut.
 Buccal
Obat yang diletakan antara pipi dan gusi.
c) Injeksi
Adalah pemberian obat secara parenteral,yaitu dibawah atau menembus kulit/
selaput lendir.suntikan atau injeksi digunakan untuk :
 Memberi efek obat dengan cepat.
 Terutama untuk obat-obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung.
 Diberikan pada pasien yang tidak sadar, atau tidak mau bekerja sama.
 Keberatan pada pasien yang disuntik (sakit) dan mahal , sulit digunakan
Macam-macam jenis suntikan :
 Subkutan / Hipodermal (s.c ): penyuntikan dibawah kulit
 Intra muscular (i.m) : penyuntikan dilakukan dalam otot
 Intra vena (i.v) :penuntikan dalam pembuluh darah
 Intra arteri (i.a) :penyuntikan ke dalam pembuluh nadi
 Intra cutan (i.c) : penyuntikan didalam kulit.
 Intra Lumbal :penyuntikan kedalam ruas tulang belakang
 Intra peritoneal: penyuntikan kedalam rongga perut
 Intra cardinal :penyuntikan kedalam jantung
 Intra pleura :penyuntikan kedalan rongga pleura
 Intra articulers :penyuntukan kedalam celah-celah sendi.
d) Implantasi
Obat dalam bentuk pellet steril dimasukan dibawah kulit dengan alat
khusus(trocar) .Terutama digunakan untuk efek sistemik lama misalnya obat-obat
hormol kelamin (estradiol dan testosteron)
e) Rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur.cara ini memiliki efek sistemik lebih
cepatdan lebih besar dibandingkan efek oral dan baik sekali digunakan untuk obat
yang mudah dirusak oleh asam lambung.
f) Transdermal
Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plaster, obat menyerap secara
perlahan dan kontinyu masuk kedalam sistem peredaran darah, langsung ke jantung.

Efek Lokal
a) Kulit (percutan)
Obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit bentuk
salep,cream,lotio.
b) Inhalasi
Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan
dapat terjadi pada selaput mulut ,tenggorokan dan pernafasan.
c) Mukosa mata dan telinga
Obat diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga bentuknya obat tetes
atau salep,obat diresorbsi kedalam darah dan menimbulkan efek.
d) Intravaginal
Obat diberikan melalui selaput lendir atau mukosa vagina, biasanya berupa
obat anti fungi dan pencegahan kehamilan . Dapat berupa ovula, salep,cream dan
cairan bilas
e) Intranasal.
Obat diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput atau
mukosa hidung yang bengkak.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORBSI OBAT :


 Faktor terkait obat : yang mempengaruhi keadaan absorbsi meliputi keadaan
ionisasi,berat molekul,kelarutan, dan formulasi obat. Obat-obat yang kecil,tak
terionisasi,larut dalam lemak menembus membrane plasma paling mudah.
 Faktor terkait pasien yang mempengaruhi adalah cara pemberian, sebagai contoh
adanya makanan dalam saluran pencernaan,keasaman lambung,aliran darah
kepencernaan mempengaruhi absorbs obat oral (James olson,1993)

SEDATIF DAN HIPNOTIKA


 Sedatif adalah obat-obat yang menekan reaksi terhadap rangsangan (terutama
rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk ).
 Hipnotika adalah obat yang menyebabkan tidur sulit dibangunkan disertakan
refleks hingga kehilangan tonus otot
 Hipnotika sedatif dikelompokan menjadi golongan barbiturate dan non barbiturate
(kloraldehid)

C. Alat dan Bahan


Alat.
1. Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml)
2. Jarum benang tumpul untuk per oral (sonde)
3. Sarung tangan
4. Stop watch
5. Wadah tempat pengamatan uji( kotak kaca)
6. Diazepam
7. Hewan uji : mencit

D. Cara Kerja
1. Tiap kelas dibagi menjadi 6 kelompok .Masing-masing kelompok mendapat 5
mencit
2. Berturut-turut kelompok I,II mengerjakan perkerjaan (p.o), kelompok III,IV sub
kutan (s.c), sekelompok V,VI intramuscular (i.m) dan kelompok VII, VIII
intraperitorial (i.p)
3. Mencit ditimbang dan diperhitungkan volume diazepam yang akan diberikan
dengan dosis 20 mg/kg BB
4. Luminal diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai dengan masing-
masing kelompok
 Oral,melalui mulut dengan jarum ujung tumpul
 Subkutan, masukan sampai bawah kulit pada tengkuk hewan uji dengan jarum
injeksi
 Intramuscular, disuntikkan ke dalam otot pada daerah otot gluteus maximus
 Intraperitoneal, suntikkan pada otot rongga perut.hati-hati jangan masuk ke
usus.
PERCOBAAN II
BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEK OBAT

A. Tujuan
Setelah mengerjakan praktikum ini mahasiswa diharapkan
1. Mengenal dan mengamati berbagai faktor yang memodifikasi dosis obat.
2. Dapat mengemukakan hal-hal yang melandasi pengaruh faktor-faktor lain.

B. Dasar Teori
Efek obat terjadi karena interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif
dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh.obat tidak dapat mengkreasikan fungsi
baru dalam jaringan tubuh atau organ tetapi hanya dapat menambah atau
mempengaruhi fungsi dan proses fisiologis.
Untuk dapat mencapat tempat kerjanya,banyak proses yang harus dilalui oleh
obat. Proses itu terdiri dari 3 fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase
farmakodinamik. Fase farmasetik merupakan fase yang dipengaruhi antara lain oleh
cara pembuatan obat,bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan. Fase ini
akan menentukan banyaknya absopsi obat masuk ke sirkulasi sistemik. Fase
farmakodinamik meliputi absopsi , distribusi, metabolism, dan ekskresi. Fase
farmakodinamik meliputi interaksi obat dengan reseptornya dalam menimbulkan efek
atau fase pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. Fase ini dipengaruhi oleh struktur
kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan afinitas obat terhadap
reseptornya.

C. Bahan dan Alat


1. Mencit jantan 2 ekor dan betina 2 ekor, berat badan sekitar 20g.
2. Obat : diazepam dosis 25 mg/kgbb (rute Intra peritoneal)
4. Alat suntik
5. Timbangan hewan,wadah pengamatan, dan peralatan lain.

D. Cara Kerja
Pengaruh variasi biologik efek obat
1. Siapkan hewan coba: 2 jantan dan 2 betina.
2. Hitung dosis,suntikan secara intra pentoneallarutan obat.
3. Setelah penyuntikan obat, masing-masing mencit ditempatkan dalam kandang
terpisah dan diamati efeknya selama 45 menit.

Pengamatan
1. Sesuai dengan efek yang diamati,masing-masing mencit dikelompokkan sebagai
berikut
 sangat resisten : tidak ada efek
 resisten : tidak tidur tetapi mengalami ataxia
 sesuai dengan efek yang diduga : tidur tetapi tegak kalau diberi rangsangan
nyeri.
 peka :tidur,tidak tegak walaupun diberi rangsangan nyeri
 sangat peka : mati
2. Buatlah tabel hasil pengamatan secara lengkap.
HASIL PENGAMATAN

Tanggal Praktek :
…………………………………………………………………………………………...

Data Pengamatan :
1. Mencit Jantan.
Mencit BB (kg) Rute Pemberian Dosis (VAO) t ( waktu ) Respon

2. Mencit Betina
Dosis
Mencit BB (kg) Rute Pemberian t ( waktu ) Respon
(VAO)
LEMBAR EVALUASI

1. Urutkanlah kecepatan melarut atau kecepatan absopsi dari beberapa sediaan obat
berikut ini : tablet –tablet salut – serbuk – suspense – larutan – kapsul dan sediaan
parenteral !

…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………..…………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………..…………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………...

2. Sebutkan faktor –faktor apa saja yang dapat mempengaruhi efek obat ! (min 5)

…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………..……………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………….......................................................................................................

Nilai & Paraf


PERCOBAAN IV
ANALGETIKA DAN HUBUNGAN DOSIS – RESPON

A. Tujuan
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :
1. Mengenal cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik suatu obat
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian
bebagai dosis analgetika.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis-respon.

B. Dasar Teori
Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan dalam
tubuh dan merupakan bagian dan proses penyembuhan (inflamasi). Nyeri perlu
dihilangkan jika telah menganggu aktifitas tubuh. Analgetik merupakan obat yang
digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Ada dua jenis analgetik,analgetik narkotik dan analgetik non narkotik.selain
berdasarkan strktur kimianya,pembagian diatas juga didasarkan pada nyeri yang dapat
dihilangkan. Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyeri dari derajat sedang sampai
hebat, seperti karena infrak jantung,operasi,visceral dan nyeri karena kanker.
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antinflamasi non steroid ( AINS )
yang menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS karena selain sebagai
analgetik, sebagain anggotannya mempunyai efek antiinflamasi dan penurun panas
(antipiretik), dan secara kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu, AINS sering disebut
analgetik,antipiretik,dan antiinflamasi.

C. Bahan dan Alat :


1. Mencit 3 ekor
2. Obat : Tramadol dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB ,150 mg/kgBB
3.Timbangan hewan
4. Alat suntik
5. Alat untuk pengujian
6. Stopwatch

D. Cara Kerja
Metode Jentik Ekor (Tail Flick )
Rangsangan nyeri yang digunakan dalam metode ini berupa air panas dengan
suhu 500C dimana ekor mencit dimasukkan kedalam air panas akan merasakan nyeri
panas dan dimana ekor mencit dimasukkan kedalam air panas akan merasakan nyeri
panas dan ekor dijentikkan keluar dari air panas tersebut.
1. Timbangan masing-masing mencit, beri nomor dan catat.
2. Sebelum pemberian obat catat dengan menggunakan stopwatch waktu yang
diperlukan mencit untuk menjentikan ekornya keluar dari air panas. Tiap rangkaian
pengamatan dilakukan tiga kali selang 2 menit. Pengamatan pertama diabaikan,
hasil pengamatan terakhir dirata-rata dan dicatat sebagai respon normal masing-
masing tikus.
3. Suntikan secara intramuskular kepada masing-masing mencit obat dengan dosis
yang telah dikonversikan ke dosis mencit.
4. Pengamatan dilakukan pada menit ke 5,15,30, fan 45 setelah pemberian obat. Jika
mencit tidak menjentikkan ekornya keluar dari air panas dalam waktu 10 detik
maka dapat dianggap bahwa ia tidak menyadari stimulus nyeri tersebut.
5. Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap
6. Gambarkan suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikan terhadap respon
mencit untuk stimulus nyeri
HASIL PENGAMATAN
Tanggal praktek :
…………………………………………………………………………………………..
Data pengamatan :
…………………………………………………………………………………………

Metode Tail Flick


Pengamatan
Mencit BB (Kg) Dosis (VAO) Sebelum 5’ 15’ 30’ 45’

Paraf
LEMBAR EVALUASI

1. Sebutkan perbedaan antara analgetik yang sentral dan analgetik parifer ! ( berikan 2
contoh obat yang termasuk kedalam golongan tersebut)
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………….…………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…...………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
2. Bagaimana hubungan antara dosis obat yang diberikan dengan respon /efek yang
ditimbulkan ?
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………….....
PERCOBAAN V
HIPNOTIK DAN SEDATIF

A. Tujuan
Setelah selesai menyelesaikan praktikum mahasia diharapkan :
1. Mampu melakukan cara penetapan aktifitas spontan tikus dengan alat rotarod
sebagai salah satu pengujian obat penekan susunan saraf pusat dab tranquilizer.
2. Mampu mengevaluasi perbedaan efek golongan obat benzodiazepin dan golongan
barbiturate pada perubahan aktifitas spontan tikus.

B. Bahan dan Alat


1. Tikus jantan 2 ekor,mencit jantan 2 ekor
2. Rotarod,alat suntik,kapas,timbangan
3. Obat : Pentobarbital Na (injeksi) , Diazepam(injeksi), alkohol,aquadest.

C. Cara Kerja
Pengaruh obat sedatif dan tranquilizer terhadap aktifitas spontan tikus
1. Timbang 2 ekor tikus dan mencit yang berjenis kelamin sama
2. Ukur pupil,amati reflek kornea, dan reflek balik badan tikus.
3. Adaptasikan tikusdan mencit tersebut pada rotarod selama 5 menit dengan
meletakan pada roda putar rotarod kemudian catat selam 2 menit beberapa kali
tikus jatuh dari ban berputar rotarod.
4. Suntikan injeksi diazepam dosis 20 mg/KgBB pada tikus pertama dan injeksi
pentobarbital Na dosis 20 mg/KgBB pada tikus kedua masing-masing secara i.m
5. Amati dan berjalan catat ukuran pupil,reflek kornea, dan berjalan di rotarod pada
menit ke 20 dan 40 setelah pemberian obat.

Data Pengamatan
1. Pemberian Diazepam injeksi

Perlakuan Rx kornea Rx balik badan d.pupil Rotarod (dlm 1


menit)
Sebelum

20 menit

40 menit
2. Pemberian pentobarbital Na injeksi

Perlakuan Rx kornea Rx balik badan d.pupil Rotarod (dlm


1 menit

Paraf
LEMBAR EVALUASI

1. Apakah perbedaaan hipnotik dan sedatif ?


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………..

2. Apakah perbedaan golongan benzodiazepine dan golongan barbiturate ?


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………….....

paraf
PERCOBAAN VI
PERANGSANG SSP (GOLONGAN XANTIN)

A. Tujuan
Setelah selesai menyelesaikan praktikum mahasiswa diharapkan :
1. Mampu melakukan cara penetapan aktifitas spontan tikus uji renang atau
menggunakan rotarod sebagai salah satu pengujian obat perangsang ssp.
2. Mampu mengevaluasi perbedaan efek yang ditimbulkan oleh perangsang ssp dan
hewan coba normal

B. Bahan dan Alat


1. Tikus jantan 2 ekor
2. Alat uji renang.alat rotarod,alat suntik,kapas,timbangan, beaker glass 1000 ml
3. Obat : teofilin injeksi ,imipramine injeksi,alkohol,aquadest

C. Prosedur Pengerjaan
Sediakan 2 ekor tikus jatan dengan berat badan 150-200 gram. Kemudian
ditimbang berat badan tiap ekor tikus untuk menentukan dosis yang tepat. Untuk tikus
yang satu diinjeksikan impiramin atau teofilin dengan dosis 10 mg/KgBB. Tikus yang
satu lagi digunakan sebagai kontrol normal.
Dengan alat uji renang atau rotarod dicatat waktu yang diperlukan hewan
percobaan untuk bertahan berenang setelah sebagian ekornya diberi beban seberat
tertentu hewan dikatakan terbenam bila kepalanya tidak muncul lagi kepermukaan air
selama 3 detik.jika mengunakan alat rotarod dicetak waktu yang diperlukan berjalan di
ban berputar sampai terjatuh.
Untuk senyawa perangsang ssp waktu yang diperlukan masing-masing hewan
untuk bertahan melawan pergerakan yang disebabkan oleh masing-masing alat
tersebut adalah makin panjang bila dibandingkan dengan hewan kontrol.
Data pengamatan
1. Tikus kontrol normal
Perlakuan Rx kornea Rx balik d.pupil Uji rotarod Uji rotarod
badan (menit) (menit)
20 menit

40 menit

2. Tikus diinjeksi dengan teofilin 10 mg/KgBB


Perlakuan Rx kornea Rx Balik D. Pupil Uji Uji renang
badan rotarod(menit) (menit)
20 menit

40 menit

Pembahasan dan kesimpulan


Bahas dan simpulkan apa yang saudara amati pada praktikum ini

Paraf
LEMBAR EVALUASI

1. Apakah yang dimaksud obat perangsang susunan sistem saraf pusat?


……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
………………………………………
2. Sebutkan 2 contoh obat dan mekanismenya sehingga dapat merangsang ssp!
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

Paraf
PERCOBAAN VII
UJI TOKSISITAS AKUT

A. Tujuan
1. Tujuan utama adalah untuk menetapkan potensi ketoksikan akut, yakni kisaran
dosis letal atau dosis toksis obat terikat pada 1 jenis hewan uji atau lebih
2. Selain itu juga untuk menilai berbagai gejala toksik yang timbul.adanya efek toksik
yang khas dan mekanisme yang memerantarai kematian.

B. Dasar teori
Uji toksikologi secara umum dibagi menjadi dua golongan yaitu ujiketoksikan
tak khas dan uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas ialah uji toksikologi yang
dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spectrum efek toksik sesuatu senyawa
pada aneka ragam jenis hewan uji.termasuk dalam uji ketoksikan tak khas meliputi uji
ketoksikan akut, sub akut/sub kronis dan kronis.uji ketoksikan khas ialah uji
toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek toksik yang khas
sesuatu senyawa atas fungsi organ, atau kelenjar tertentu pada aneka ragam subjek
atau hewan uji. Termasuk dalam uji ketoksikan khas meliputi, uji reproduksi,uji kulit
dan mata serta perilaku hewan uji.

Uji Ketoksikan Akut


Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam
waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal.batasan waktu singkat disini
ialah rentang waktu selama 24 jam setelahpemberian senyawa. Uji ketoksikan akut
dapat ditakrifkan sebagai uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diberikan dan
pengamatannya dilakukan 24 jam
Sasaran :
 Tolak ukur kuantitatif : kisaran dosis letal atau toksik
 Tolak ukur kuantitatif : kisaran dosis letal atau toksik
 Tolak ukur kualitatif : gejala toksik,wujud, mekanisme efek toksik
Tolak ukur kuantitatif yang paling sering digunakan untuk menyatakan kisaran
dosis toksis atau letal adalah dosis letal menyatakan kisaran dosis toksis atau letal
adalah dosis letal menyatakan kisaran dosis toksik tengah (LD50),dosis toksis tengah
(TD50) yaitu suatu besaran yang diturunkan secara statistic,guna menyatakan dosis
tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek
toksik yang berarti pada 50% hewan uji semakin kecil harga LD50 atau TD50 berarti
semakin besar potensi koteksikan akut racun.
Beberapa metode yang sering digunakan untuk menghitung harga LD50
1. Metode grafik lifhfiled dan wilcoxon
2. Metode kertas grafik probit logaritma (miller-tainter)
3. Metode rata-rata bergerak Thompson-well
4.Menurut Farmakope Indonesia
Yang kesemuanya didasarkan pada kekerabaan antara dosis dan % hewan yang
menunjukkan respon.
Contoh perhitungan harga LD50 menurut F1 :
𝐥𝐨𝐠 𝑳𝑫𝟓𝟎 = 𝒂 − (𝒃(∑ 𝑷𝒊 − 𝟎, 𝟓))
A = logaritma dosis terendah yang menyebabkan jumlah kematian 100% tiap
kelompok
B= beda logaritma dosis yang berurutan
Pi= jumlah hewan yang mati menerima dosis i dibagi dengan jumlah hewan
seluruhnya yang menerima dosis

Syarat :
1. Menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap
2. jumlah hewan uji/biakan jaringan tiap kelompok harus sama
3. dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek 0-100%

C. Alat dan bahan


a. Alat :
1. spuit injeksi dan jarum
2. beker glass
3. labu takar
4. batang pengaduk
5.cawan porselin
6.timbangan ohause
7. kotak kaca
b. Bahan :
1. CMC Na
2. propanolol
3.Aqua dest
4. Hewan uji : Mencit galur swiss usia 2-3 bulan

D. Cara kerja
1. Mencit (n=30) ditimbang, dan dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing 5 ekor.
2. Binatang diberi obat-obat berikut secara intraperitoneal :
a. Kelompok contoh diberikan CMC Na 0,5%
b. Kelompok I : propanolol dosis I
c. Kelompok II : propanolol dosis II
d. kelompok III : propanolol dosis III
e. kelompok IV : propanolol dosis IV
f. kelompok V : propanolol V
3. Dilakukan pengamatan gejala –gejala klinik dan kematian selama 24 jam
4. Pengaturan jumlah kematian hewan uji
5. Dihitung nilai LD50 menurut F1 dan tabel probit.
Pengamatan Gejala Klinis Dalam Uji Ketoksikan Akut
Pengamatan klinik kegiatan motorik : perubahan frekuensi dan pergerakan alami

N Pengamatan tanda-tanda Organ,jaringan atau


O system yang
dipengaruhi
1. Penurunan atau peningkatan pada kegiatan Somatomotor,SPP
motorik spontan, keanehan,grooming daya
penggerak
2. Sifat tidur : hewan uji tampak mengantuk,tapi SSP pusat tidur
dapat dibangunkan oleh rangsangan aktivitas
normal.
3. Hilangnya reflex balik badan dan hilangnya SSP.sensorik,
keseimbangan tubuh . neuromuskular
4. Anastesia :hilangnya reflek balik badan dan SSP,sensorik
respon nyeri
5 Catalepsy : hewan uji cenderung tetap diam dan SSP,sensorik,
respom nyeri. neuromukular,autonom,
6. Ataxia : ketidakmapuan untuk mengendalikan dan SSP,sensorik,SSP,sensori
mengkoordanasikan gerakan pada saat hewan uji k,neuromuscular
berjalan tanpa kelenturan, epraxia,paresis atau
kelenturan.
7. Daya penggerak yang luar biasa : SSP,sensorik,
kejang,berjalan,mengayuh,melompat dan postur
tubuh rendah .
8. Tiarap : bergerak dan bersandar pada perut Neuromuscular
9. Tremor : gemetar dan bergetar elibatkan anggota SSP,
badan atau seluruh tubuh Autonom,neuromuskular.
10 Faskulasi : melibatkan gerakan otot,terlihat
. dipunggung,bahu,kaki belakang dan cakar

Data Perubahan Perilaku Selama 3 jam


Perilaku
Kelompok Mencit
A B C D E F G

Keterangan :
a : mengaruk hidung dan tubuh + gejala toksik jarang
b : berdiri dengan dua kaki belakang ++ gejala toksik sedang
c : aktivitas menurun +++ gejala toksik sering
d : pernafasan cepat dan dangkal - tidak ada gejala toksis
e : memanjangkan tubuh
g : gemetar
Tabel probit dengan berbagai persentanse kematian hewan uji
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV
Persentase Probit
kematian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
3,5 3,5 3,6
0 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45
2 9 6
4,0 4,0 4,1
10 3,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,96 4,01
5 8 2
4,3 4,4 4,4
20 4,16 4,19 4,33 4,26 4,29 4,33 4,36
9 2 5
4,6 4,6
30 4,48 4,53 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64
7 9
4,9 4,9
40 4,75 4,80 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90
2 5
5,1 5,2 5,2
50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15
8 0 3
5,4 5,4 5,5
60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41
4 7 0
5,7 5,7 5,8
70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71
4 7 1
6,1 6,1 6,2
80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08
3 8 3
6,8 7,0 7,3
90 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75
8 5 3

Penggolongan potensi ketoksikan akut menurut criteria loomis


Potensi ketoksikan akut dosis
Luas biasa toksik <1 mg/kg
Sangat toksik 1-50 mg/kg
Cukup toksik 50-500 mg/kg
Sedikit toksik 500-5000 mg/kg
Praktis tidak toksik 5-15 g/kg
Relative kurang berbahaya >15 g/kg
(loomis; 1978 : 22)
LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI
…………………………………………..

Disusun Oleh:
Nama :
NIM :
Kelompok :
Pembimbing :

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PRODI FARMASI
STIKES ‘AISYIYAH PALEMBANG
2017

Anda mungkin juga menyukai