Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di dalam Kehidupan pasti ada permasalahan yang tidak bisa di elakan baik masalah
tentang urusan pribadi seseorang maupun maupun masalah yang lainya. Sebagai contoh
adalah Praktek Poligami didalam kehidupan. Berbicara tentang poligami, mungkin ini bukan
lagi merupakan pembicaraan yang baru dikenal dan mungkin bukan hal yang baru yang ada
didalam dikehidupan masyarakat, bahkan poligami merupakan warisan yang membudaya
dikehidupan manusia khususnya dalam suatu masyarakat. Akan tetapi masalah poligami
akhir-akhir ini masih saja menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai baik dikalangan
orang muslim sendiri ataupun non muslim, meski mereka sudah tahu bahwa hal itu
merupakan suatu ajaran yang harus diterima keberadaannya. Maksud dari Poligami menjadi
masalah dikalangan muslim atau orang non muslim yaitu praktek poligami sebenarnya udah
ada pada zaman dahulu kala mungkin juga terjadi pada zaman para Nabi.
Poligami atau menikahi lebih dari seorang isteri bukan merupakan masalah baru, ia telah
ada dalam kehidupan manusia sejak dulu kala di antara berbagai kelompok masyarakat di
berbagai kawasan dunia. Orang-orang Arab telah berpoligami bahkan jauh sebelum
kedatangan Islam, demikian pula masyarakat lain di sebagian besar kawasan dunia selama
masa itu. Bentuk poligami ini telah dikenal di antara orang-orang Medes, Babilonia,
Abbesinia dan Persia. Di Persia, prinsip poligami merupakan basis keluarga.
Jumlah isteri yang dapat dipunyai seorang laki-laki bergantung pada
kemampuan ekonominya. Nabi Muhammad membolehkan poligami diantara masyarakatnya
karena ia telah dipraktikkan juga oleh orang-orang Yunani yang di antaranya bahkan seorang
isteri bukan hanya dapat dipertukarkan, tetapi juga bisa diperjualbelikan secara lazim
diantara mereka. Hal serupa bisa dijumpai di Romawi pada masa Romawi Kuno, dimana
kedudukan wanita mencapai titik terendahnya. Bentuk poligami juga merupakan kebiasaan di
antara suku-suku mayarakat di Afrika, Australia serta Mormon di Amerika.
Dan poligami dalam islam ada bukan tanpa tujuan dan alasan yang pasti, seperti yang kita
ketahui bahwa semua yang telah menjadi aturan dan hukum dalam islam itu sudah ada alasan
dan hikmah yang terkadang kita kurang menyadari dan memahami.

1
Al-quran menjelaskan, bahwa manusia mempunyai naluriah dan ketertarikan terhadap
lawan jenis. Untuk memberikan jalan keluar terbaik mengenai hubungan manusia yang
berlainan jenis itu, Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui yaitu perkawinan.
Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang dilakukan oleh setiap mahluk
yang Allah jadikan secara berpasang-pasangan, sebagaimana firman Allah dalam surat Yasin
ayat 36.
Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan lebih mulia dari makhluk yang lainnya
sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya aturan dan tata cara secara khusus
sebagai landasan untuk mempertahankan kelebihan derajat yang namanya makhluk manusia
dibanding dengan jenis makhluk lainnya.
Untuk mengetahui sejauh mana kebaikan hukum perkawinan dalam Islam, perlu dilihat
antara lain bagaimana sikap Islam mengenai mnogami dan poligami, karena masih saja ada
anggapan bahwa hukum Islam, khususnya mengenai perkawinan, tidak dianggap adil
sehubungan dengan sikap Islam itu yang membolehkan pria kawin dengan wanita lebih dari
satu.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar pemikiran di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud Perkawinan dan Poligami?
b. Bagaimana pandangan Islam terhadap perkawinan dan poligami?
c. Bagaimana hukum perkawinan dan poligami dalam perundang-undangan?
d. Bagaimana hubungan poligami dengan dunia kesehatan?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
a. Definisi perkawinan dan poligami
b. Asas islam tentang perkawinan dan poligami
c. Perundangan-undangan mengenai perkawinan dan poligami
d. Poligami dan kesehatan

2
1.4 MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat berguna dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan
masyarakat terutama berkaitan dengan kesehatan reproduksi, sehingga dapat menerapkan
secara nyata sesuai tugas dan wewenang kesehatan masyarakat tentang penatalaksanaan
masalah yg didapat sehingga dapat dijadikan bekal dalam memberi wawasan yang
bermanfaat kemudian hari.

1.5 METODE PENULISAN


Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metodi library research atau metode
kepustakaan. Selain itu, penulis memanfaatkan beberapa literature yang ada seperti mencari
dari media massa atau media elektronik seperti internet.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFENISI
2.1.1 Perkawinan
Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut
Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami
isteri; nikah, perkawinan adalah pernikahan. Di samping itu menurut hornby (1957),
marriage : the union of two persons as husband and wife. Ini berarti bahwa perkawinan
adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri.Menurut Undang-Undang Perkawinan,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan merupakan salah suatu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan
terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula
dalam hal perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan,
maka sudah selayaknya merekapun juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena
perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu
tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu
kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2004).

2.1.2 Poligami
Kata poligami secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu polus yang berarti
banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila digabungkan berarti suatu perkawinan yang
banyak atau lebih dari seorang. Menurut bahasa Indonesia, poligami adalah suatu sistem
perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis di waktu
yang bersamaan.

4
2.2 ASAS ISLAM TENTANG PERKAWINAN DAN POLIGAMI
2.2.1 Asas Islam tentang perkawinan
a. Asas kesukarelaan
Asas kesukarelaan merupakan asas terpenting perkawinan Islam. Kesukarelaan itu tidak
hanya harus terdapat antara kedua calon suami isteri, tetapi juga antara kedua orang tua
kedua belah pihak
b. Asas persetujuan
Asas persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis dari asas pertama tadi.
Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan, dan merupakan sudah ada persetujuan dari
calon suami-isteri dalam melangsungkan perkawinan.
Perkawinan yang tidak disetujui oleh para pihak dapat dibatalkan oleh Pengadilan

c. Asas kebebasan
Asas kebebasan memilih pasangan. Seseorang berhak untuk memilih atau menentukan
pasangan hidupnya.
HR Ibnu Abbas tentang Jariyah yang dinikahi dengan laki-laki yang tidak disenanginya,
dan Rasulullah memberikan pilihan kepadanya untuk melanjutkan perkawinannya atau
membatalkannya
d. Asas kemitraan suami-isteri
Asas kemitraan suami-isteri dengan tugas dan fungsi yang berbeda karena perbedaan
kodrat (sifat asal, pembawaan). (Q.S. an-Nisa (4) : 43 dan al-Baqarah (2) ayat 187.
Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami-isteri memiliki tugas dan fungsi yang
berbeda untuk mencapai tujuan perkawinan
1. Suami menjadi kepala keluarga,
2. Istri menjadi kepala dan penanggung jawab pengaturan rumah tangga.
e. Asas untuk selama-lamanya
Asas untuk selama-lamanya menunjukkan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk
melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup (Q.s. ar-
Rum (30) : 21).

5
f. Asas kebolehan atau mubah
Asal hukum melakukan perkawinan jika di hubungkan dengan al-ahkam al-khamsah
adalah kebolehan atau ibahah.
Q.S. An-Nisa (4): Ayat (1) Ayat (3): Ayat (24)
Namun kebolehan ini dapat berubah menjadi sunnah, meningkat menjadi wajib atau
dapat juga turun menjadi makruh ataupun haram. Perubahan ini dapat terjadi karena
berubahnya illah.
g. Asas kemaslahatan hidup
Tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan suatu keluarga dalam rumah tangga yang
ma’ruf (baik), sakinah (tentram), mawaddah (saling mencintai), dan rahmah (saling
mengasihi).
Q.S An Nisa:1
h. Asas menolak mudharat dan mengambil manfaat
Tujuan perkawinan adalah mencegah melakukan perbuatan yang keji dan munkar.
i. Asas kepastian hukum
Hadits Rasul: Perkawinan harus diumumkan dengan mengadakan walimah . Perkawinan
harus dicatat dan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Isbath Nikah di Pengadilan
Agama. Rujuk dibuktikan dgn kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dari Pegawai Pencatat
Nikah. Putusnya perkawinan karena perceraian dibuktikan dengan putusan Pengadilan
j. Asas personalitas keislaman
wanita non-muslim dilarang dinikahi oleh laki-laki muslim begitupula wanita Muslim
dilarang melangsungkan perkawinan dengen pria yang tidak beragama Islam
k. Asas monogami terbuka
Q.S.an-Nisa’ (4) ayat 3: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya) maka nikahilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat tapi jika kamu khawatir tidak
akan berlaku adil maka nikahilah seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang
kamu miliki yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.
Q.S. 4:127:”Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. Katakanlah,
Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka dan apa yang dibacakan kepadamu
dalam al Qur’an (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim yang tidak kamu

6
memberikan sesuatu (mas kawin) yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin
menikahi mereka dan (tentang) anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan Allah
menyuruh kamu agar mengurus anak-anak yatim secara adil dan kebajikan apapun yang
kamu kerjakan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.

2.2.2 Azas Islam Tentang Poligami

Saat ini, poligami dihujat habis-habisan. Bahkan dahulu ada Undang-Undang yang
melarang pegawai negeri berpoligami. Bahkan di sebuah surat kabar “Republika” memuat
rancangan hukum Agama yang melarang poligami.

Seorang suami, dilarang berpoligami. Sementara masyarakat umum membolehkan suami


tersebut berselingkuh dan berzinah dengan puluhan bahkan mungkin ratusan wanita atau
pelacur selama hidupnya. Pada saat yang sama, kelompok sekuler, justru melindungi, dan
mempromosikan perzinahan baik perselingkuhan maupun pelacuran. Acara yang mengobral
pornografi, kumpul kebo, pelacuran, ditayangkan di mana-mana, sementara kondom dan obat
kuat juga dipromosikan secara terbuka.Istilah “Pelacur” dirubah jadi “Pekerja Seks
Komersial”, sehingga para pelacur yang kerjanya Cuma “mengangkang” dianggap sedang
“bekerja.” Bukankah lebih baik jika para pelacur itu menjadi istri ke 2 atau ke 3, daripada
harus melacur melayani 2-3 pria setiap malam dengan resiko berbagai penyakit kelamin dan
AIDS serta anaknya lahir tanpa bapak. Oleh karena itu sesungguhnya Poligami lebih baik
daripada berselingkuh atau berzinah dengan pelacur. Poligami itu halal, sementara selingkuh
atau pelacuran itu haram.

Poligami dalam pandangan islam merupakan praktik yang diperbolehkan (tidak larang
namun tidak dianjurkan). Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang
istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-
Nisa ayat 3), “dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki”.

Ayat di bawah yang sering digunakan dalil untuk menolak poligami juga sebetulnya
membolehkan poligami:

7
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An Nisaa:129).

Pada ayat di atas, Allah menegaskan bahwa manusia tidak akan dapat adil secara
sempurna kepada istri-istrinya. Meski demikian bukan berarti melarang poligami, tapi
menyuruh manusia agar tidak terlalu condong pada yang dicintai dan membiarkan yang lain
terlantar. Adil yang dimaksud adalah adil dalam hal pemberian nafkah lahir dan batin.

Akan tetapi jika poligami yang dilakukan seorang suami membawa unsur-unsur
kedzaliman, kekerasan, ketidak-adilan, pelecehan, pemaksaan, dan penindasan terhadap
isteri-isterinya maka hal tersebut dilarang oleh Rasulullah s.a.w. (Musdah, 1999:7) Oleh
karena itu, Rasulullah s.a.w. melakukan pengaturan dengan persyaratan pokok yaitu,
Pertama, membatasi jumlah isteri dalam poligami yang semula tidak terbatas menjadi paling
banyak hanya empat isteri saja. Kedua, memiliki kesanggupan melaksanakan keadilan dalam
melakukan poligami.

Rasulullah melakukan poligami, tetapi beliau tidak merestui menantunya berpoligami.


Hal ini terkait dengan sikap adil yang harus dilakukan dalam berpoligami, yang tidak semua
orang akan mampu melakukannya, termasuk Ali bin Abi Thalib, padahal ia telah teruji
keimanannya dan ternilai kesalihannya, namun sebagai manusia biasa ia tidak akan mampu
menjalankan keadilan sebagaimana yang dilakukan Rasulullah s.a.w. Firman Allah dalam al-
Quran menyebutkan, “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
katung”.(4:129, an-Nisa). Dalam suasana ketidak-adilan, bagaimana bisa tercapai tujuan
perkawinan tersebut, yaitu kesejahteraan spiritual dan material, atau terpenuhinya kebutuhan
lahir dan batin dalam perkawinan itu.

Dalam Islam, poligami harus dilakukan dengan adil dan baik. Semua istri harus dinafkahi
dengan baik dan adil. Suami selain harus menyediakan rumah yang layak bagi setiap istrinya

8
juga harus bergilir mendatangi rumah setiap istrinya dengan adil. Allah tidak mungkin
membolehkan poligami jika manusia memang tidak bisa melakukannya. Allah juga
mengancam bahwa pelaku poligami yang tidak adil di hari kiamat nanti akan berjalan dengan
kepala yang miring.

Sedangkan terkait alasan melakukan poligami guna untuk meniru perilaku Nabi, juga
sangat tidak dapat diterima, karena seorang Nabi, seperti Nabi Muhammad SAW, memang
sosok manusia pilihan yang tidak dapat ditiru-tiru oleh umatnya. Meniru kebiasaan dan
perilaku beliau secara wajar mungkin dapat diterima sebagai anjuran sunah nabi, namun
meniru secara an sich dan berlebihan tidaklah wajar. Hal ini dapat dijelaskan oleh Allah
SAW dalam surah Al-Ahzab ayat 50, yang menyatakan: “Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami
telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba
sahaya yang engkau miliki, termasuk apayang engkau peroleh dalam peperangan yang
dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-
laki bapakmu, anak-anakperempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan
dari saudaralaki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang
turut hijrah bersamamu, dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi
kalau Nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang
Mukmin. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri
mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitanbagimu. Dan
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Jadi sebenarnya, sebagian besar tradisi agama
di dunia (terutama Islam),berpendapat bahwa bukan teks agama (secara normatif) yang
menjadi sebab masalah ketidak adilan dan kesetaraan gender antara suami/pria dan
istri/wanita, namun lebih kepada penafsirannya. Julia Cleves Mosse, dalam penelitiannya
meneliti hampir semua teks kitab suci, termasuk Al-Qur’an. Berkesimpulan bahwa agama
menawarkan kemungkinan pembebasan dan perbaikan terhadap posisi wanita (istri) baik
dalam ranah privat/keluarga maupun publik/masyarakat . Bahkan dalam ranah publik,
seorang istri/wanita pun dapat berperan dalam menjalankan kekuasaan. Dalam tradisi
masyarakat Islam, wanita memberi sumbangan penting terhadap sufisme dan ilmu
keagamaan seperti yang dipraktekkan oleh Rabbiatul Adawiyah pada jaman kekhalifahan
Islam Timur di Bahdad (Irak)

9
2.3 PERUNDANG-UNDANGAN PERKAWINAN DAN POLIGAMI
Berdasarkan UU No. 1/1974 tentang perkawinan, maka Hukum Perkawinan di Indonesia
menganut asas monogami, baik untuk pria maupun untuk wanita (pasal 3 (1) UU No.
1/1974). Hanya apabila dikendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari
yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang.
Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun
diizinkan oleh pihak-pihak bersangkutan, hanya dapat dilakukan, apabila dipenuhi berbagai
persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
Masalah poligami dalam kompilasi hukum Islam disebutkan pada pasal 55 :
1. Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat
orang istri.
2. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap
istri dan anak-anaknya.
3. Apabila syarat utama yang disebutkan pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami
dilarang beristri dari seorang.

Selanjutnya pada pasal 56 disebutkan :


1. Suami yang beristri lebih dari satu orang, harus mendapat izin dari pengadilan
agama.
2. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari
Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kemudian pada pasal 57 disebutkan Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada
seorang suami yang akan berisitri lebih dari seorang apabila :
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajban sebagai istri.
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Istri tidak dapat menghasilkan keturunan.

10
Untuk memperoleh izin dari Pengadilan Agama, disamping persyaratan yang disebutkan
pada pasal 55 ayat (2), ditegaskan lagi oleh pasal 58 ayat (1), yaitu :
1. Adanya persetujuan istri
2. Adanya kepastian, bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan
anak-anak mereka.

2.4 POLIGAMI DAN KESEHATAN


Poligini (yang umum dikenal dengan poligami) atau seorang pria yang memiliki istri
lebih dari satu tentunya memang memiliki keterkaitan dengan kesehatan dirinya secara
umumnya maupun kesehatan reproduksi dari pasangan tersebut.

Poligami dalam segi kesehatan memang memiliki beberapa efek seperti meningkatnya
kemungkinan penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk di dalamnya HIV
karena memiliki pasangan seksual lebih dari satu.

Satu dari delapan orang di Mozambique terinfeksi HIV dan para ahli percaya bahwa
tradisi pria memiliki banyak istri merupakan faktor utama penyebaran dari infeksi ini.
Prevalensi HIV pun juga menyebar di Papua dengan faktor penyebab yang sama.

Riset yang juga dilakukan oleh The Medical Research Council (UK); Rockefeller
Foundation, menyebutkan bahwa wanita yang memiliki suami yang beristri lebih dari satu
akan memiliki faktor risiko 3 kali lebih besar dalam terinfeksi herpes genital dibandingkan
pasangan yang monogami. Hal ini mengindikasikan bahwa wanita yang memiliki risiko
tinggi terkena infeksi herpes dipengaruhi oleh pernikahannya. Atau dalam kata lain,
dipengaruhi oleh pengalaman seksual dari suaminya.

Poligami sendiri juga akan meningkatkan populasi penduduk dikarenakan sang istri-istri
dapat hamil atau memiliki anak dalam waktu yang bersamaan. Hal ini menyebabkan seorang
pria yang memiliki lebih dari satu istri tentunya akan dapat memiliki anak lebih banyak
dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki satu istri.

Terlepas dari semua itu, poligami merupakan bentuk pernikahan yang memang
merupakan pilihan hidup seseorang. Kehidupan pribadi dan keputusan untuk menjalankan
poligami sendiri akan berserah kepada masing-masing keluarga karena secara hukum di

11
Indonesia maupun secara agama (Islam), poligami bukan sesuatu yang dilarang. Namun
memang tentunya baik faktor tanggung jawab, faktor kesehatan, dan faktor-faktor lainnya
dapat menjadi salah satu pertimbangan sebelum seorang pria memutuskan untuk berpoligami

Poligami terhadap Kesehatan Reproduksi Wanita.

Resiko Poligami terhadap penularan penyakit kelamin antara lain :

1. Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks). Berganti-ganti pasangan seksual. Suami atau
pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia dibawah 18
tahun, berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita
kanker serviks. Pemakain DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
2. Siphilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh kuman gonokokus yang
sangat menular dan ditularkan lewat hubungan seksual.
3. Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan
tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva). Penyakit ini dapat ditularkan
melalui hubungan seksual.
4. HIV-AIDS, penyakit ini kini berada pada posisi pertama di kalangan ibu rumah
tangga. Melampaui angka kejadian pada PSK.
5. Genital herpes hanya dapat ditularkan langsung melalui kontak seksual, termasuk ke-
genital-genital, mulut-ke-genital, atau kontak dengan partner yang terinfeksi.
Sesekali, kontak oral-genital herpes mulut dapat menyebar ke alat kelamin (dan
sebaliknya). Individu dengan herpes aktif atau luka di sekitar mulut mereka atau di
alat kelamin mereka hanya terlibat dalam seks, melalui vagina atau anus.
6. Condyloma Acuminata atau dalam bahasa awam dikenal dengan nama Kutil di
daerah sekitar kelamin dan atau biasa disebut juga Jengger Ayam semakin mudah
ditemui dalam kehidupan sehari - hari. Condyloma Acuminata ini biasa dikaitkan
dengan STD / PMS (Sexual Transmited Diseases / Penyakit Menular Seksual)
disebabkan oleh virus DNA golongan Papovavirus, yaitu: Human Papilloma
Virus (HPV).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Poligami adalah perkawinan dengan lebih dari satu istri dan praktek ini sudah merupakan
salah satu tradisi lama dalam kehidupan social manusia, bahkan usia poligami ini sama
dengan usia peradaban manusia itu sendiri, buktinya orang-orang terdahulu di cina, inggris,
afrika dan dinegara-negara lain, bahkan Nabi-nabi sebelum nabi Muhammad diutus mereka
sudah terbiasa dengan praktek poligami, seperti halnya Nabi Ibrahim beliau punya dua orang
istri yang bernama Sarah dan Hajar, juga Nabi Ya’qub beliau juga mempraktekkan poligami
beliau mempunya dua pendamping hidup yang bernama Lia dan Rahel.

Dan poligami ini sangat cocok dipraktekkan dalam kehidupan manusia dengan beberapa
alasan yang sangat rasional salah satunya bahwa populasi wanita yang ada didunia ini lebih
banyak dibandingkan pria.

Dalam berbagai masalah ini (yang mengganggu stabilitas antara pria dan wanita) maka
mau-tak-mau kita harus memilih salah satu jalan dari beberapa jalan berikut ini:

1. Pria harus puas dengan satu istri dalam segala hal dan para janda harus tetap sendiri
hingga akhir hayatnya dan memberangus seluruh kebutuhan fitri, biologis dan afeksinya.
2. Pria memiliki satu istri sah secara hukum, namun dapat melakukan hubungan bebas dan
seksual dengan para wanita yang tidak bersuami.
3. Orang-orang yang mampu mengelola hidupnya lebih dari satu istri dan dari sudut
pandang jasmani, harta dan moralitas tidak bermasalah bagi istri-istrinya, juga memiliki
kemampuan untuk menjalankan secara utuh keadilan di antara para istri dan anak-
anaknya, agar diberikan izin kepada mereka untuk memilih lebih dari satu istri.

Selain itu Poligami juga mempunyai dampak yang tidak bagus buat pelaku Poligami antara
lain sebagai berikut :

1. Dampak hukum, Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (pernikahan yang tidak
dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga pernikahan
dianggap tidak sah oleh negara, walaupun pernikahan tersebut sah menurut agama. Pihak

13
perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu pernikahan dianggap tidak ada,
seperti hak waris dan sebagainya.
2. Dampak kesehatan,Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami atau istri
menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus
HIV/AIDS.

3.2 SARAN
Penulis dapat memberikan beberapa sarang sbb :

1. Seorang laki-laki atau suami yang hendak melakukan poligami hendaknya melihat
kemampuan pada dirinya sendiri.
2. Memang poligami diperbolehkan oleh islam, tetapi dengan alasan tertentu yang sudah
sebutkan dipembahasan sebelumya dan itu termasuk sunah, tetapi jika kita berpoligami
tidak dengan alasan apapun yang penting dan hanya sekedar ingin melakukan sunah nabi,
hal demikian itu tidak termasuk sunah.
3. Menurut saya seharusnya departemen agama memberikan persyaratan poligami dengan
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Atas izin istri.
b. Jika seorang istri tidak bisa memberikan keturunan.
c. Jika seorang istri memiliki penyakit .

14
DAFTAR PUSTAKA

Ali Hasan, M. 1998. Masail Fiqyah al-Haditsah.PT.Raja Grafindo. Jakarta


http://www.academia.edu/3515448/Poligami_Perspektif_Islam_dan_Hukum_Positif. Diakses 28
desember 2015 pukul 23.30 WIB
Idris Ramulyo, Muhammad.1996. Hukum Perkawinan Islam.Bumi Aksara. Jakarta
Prawirohamidjojo, R.Soetojo. 1998. Pluralisme dalam Perundang-Undangan Perkawinan di
Indonesia.Airlangga University Press
Rahman Ghozali, Abdul.2003.Fiqih Munakahat.Prenada. Jakarta
Zuhdi, Masjuk.1993.Masail Fiqhiyah.PT.Midas Surya Grafindo. Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai