Anda di halaman 1dari 41

rickoseptian

This WordPress.com site is the bee's knees


Skip to content
 Home
 About
succses story REZA NURHILMAN (AXL)
presiden maicih
Leave a reply
REZA NURHILMAN (AXL) presiden maicih
Maret 24, 2013
PENGUSAHA MUDA SUKSES INDONESIA –
REZA NURHILMAN (AXL)

Pengusaha muda sukses Indonesia merupakan sosok


yang melekat pada Reza Nurhilman yang akrab di
panggil “AXL”. Kerja keras dan inovasinya yang
sangat luar biasa ini menjadikan produknya menjadi
sangat fenomenal dan heboh di Indonesia. Pasar
marketing yang dibidikpun unik dan inovatif,
sangatlah mengikuti perkembangan jaman yang
memanfaatkan jejaring sosial twitter untuk media
informasi pkeberadaan produknya.

Pengusaha muda yang sukses merupakan impian


banyak remaja yang ada di Indonesia. Semoga kisah
perjalanan bisnis Reza Nurhilman bisa
menginspirasi kita semua, dan semakin membakar
semangat kita untuk berjual keras di bidang
wirausaha. Yang harapan akhirnya menjadikan
terciptanya ribuan pengusaha muda yang mandiri
dan mengharumkan nama bangsa karena bisa
membantu peluang pekerjaan bagi rakyat Indonesia.
Mari kita simak selengkapnya kisah perjalanan
Reza Nurhilman (AXL) untuk menjadi pengusaha
muda yang sukses.
Reza Nurhilman (AXL)
Tokoh yang Sukses memanfaatkan marketing melalui
media Jejaring Sosial
Biodata Owner Maicih :
1) Nama : Reza Nurhilman
2) Panggilan : Axl
3) TTL : Bandung, 29 September 1987
4) Alamat : Jl.Padaringan 40 A, Kompleks
KPAD,GegerKalong,
Bandung
5) Pendidikan : SMPN 1 Cimahi 2002
SMAN 2 Bandung 2005
Univ. Kristen Maranatha , Jur Manajemen 2009
Profil Produk
1. Keripik singkong pedas ( level 3,5,10)
2. Baso Goreng
3. Gurilem
4. Seblak
Profil Bisnis
Dengan Tagline : “ For Ichiher With Love “ maicih ingin
tampul dekat dengan para penggemarnya, selalu
memanjakan penggemarnya di seantero nusantara dengan
cita rasa yang berkualitas.
Awal Usaha :
·Dimulai pada pertengahan 2010
·Dengan modal 15 juta
·Produksi 50 bungkus per hari
·Varian awal yang keluar keripik dan gurilem
·Memproduksi level 1 sampai level 5
·Dipasarkan dengan cara kelililing
Maicih Masa Kini
·Membuat varian sampai level 10
·Demand konsumen sangat tinggi
·Kapasitas produksi hingga kini 2000 bungkus / hari
·Omset per bulan 800 – 900 Juta ( ± 30 jt / day )
·Memiliki 20-an jenderal as a marketer
·Pemasaran di Jakarta, Bandung, Jogja, Surabaya, dll
melalui jenderal
·Pegawai Produksi yang dimiliki 30-an
Belum genap setahun, ‘keripik setan’ bermerek
Maicih menjadi ikon jajanan yang fenomenal di
Bandung. Bak tersihir, saat ini banyak orang yang
penasaran akan cemilan pedas yang satu ini. Sosok
dibalik kesuksesan Maicih adalah Reza Nurhilman
atau yang akran disapa Axl. Laki-laki berumur 23
tahun inilah yang menemukan resep keripik dari
seorang nenek-nenek.Axl bertemu sosok emak-emak
(Nenek-nenek ) yang memang mempunyai resep
keripik lada atau keripik setan yang rasanya enak.
Sosok emak-emak tersebut bukan bernama Maicih.
Axl sendiri membuat nama tersebut agar lebih
nyeleneh dan mudah diingat orang. Sosok emak-
emak ini identik dengan ke-icihan. Dia pake selalu
pakai ciput. Nama aslinya bukan Mak Icih, biar
nyeleneh saja jadi beri nama Maicih. Pertemuan Axl
dengan Si Emak tersebut terjadi sekitar 3 tahun lalu
di daerah Cimahi. Menurut Axl, Emak tersebut tidak
menjual keripik setannya secara komersil. Keripik
hanya diproduksi saat momen-momen tertentu saja.
Sehingga pada tahun 2010.
Kunci sukses pada bisnis yang dilakukan Axl adalah
terletak pada bagaimana cara dia berfikir “out of the
box” . hal ini ternyata ampuh dilakukannya terbukti
dengan usaha yang ia jalani sekarang sangat menjadi
bahan perbincangan di kalangan anak muda. Orang
penasaran ingin mencoba apa itu maicih, yang
digembar-gemborkan orang di twitter. Axl suskses
karena berkat ketekunan dan keyakinan nya akan
bisnis yang ia jalankan. Menjadi sukses adalah
kewajiban dan hak setiap orang. Suskes tidak
mungkin datang sendiri , tetapi melalui sebuah
perjuangan yang gigih pantang menyerah. Suatu
kegagalan itu adalah sangat wajar , orang mengalami
kegagalan belum berarti dia menjadi orang yang
gagal total, namun sesungguhnya ada hikmah dibalik
semua itu yaitu Keberhasilan.
Strategi Pemasaran
Ini merupakan titik berhasilnya maicih dimana
dilakukan dengan strategi pemasaran yang out of the
box. Axl memanfaatkan kecanggihan teknologi masa
kini yaitu dengan media twitter dan Facebook. Axl
sengaja membuatn produknya eksklusif agar orang
penasaran. Dia tidak membuka toko seperti layaknya
kebanyakan penjual, namun dijual dengan
memanfaatkan media twitter sebagai informasi
lokasi dimana para Jenderal ( agen ) maicih mangkal
menjajakan dagangannya.
Pemasaran produk ini berbeda dengan kudapan unik
kota Bandung lainnya. Calon pelanggan hanya bisa
mengetahui dimana Maicih gentayangan tiap harinya
melalui situs microblogging Twitter. Tiap hari
@InfoMaicih akan memberi kabar di mana produk
Maicih bisa didapatkan. Tim pemasaran Maicih yang
disebut sebagai Jenderal, akan menjual produk
Maicih di lokasi-lokasi tertentu. Mulai dari kampus,
kantor atau tempat keramaian lainnya. Pendek kata,
tak ada yang abadi sebagai tempat membeli produk
Maicih. Mereka selalu mobile sesuai posisi para
jenderal. Cara pemasaran yang cukup unik ini
terbukti mendongkrak nama Maicih di jagat twitter.
Banyak yang penasaran seperti apa produk Maicih
gara-gara membaca kicauan pengguna Twitter yang
bersliweran tiap saat. Dan biasanya mereka yang
sudah merasakan kripik setan Maicih pastinya bakal
tericih-icih alias kepedasan.
Yang membuat pemasaran produk ini berbeda
dengan produk produk lainnya
Twitter Ma Icih bambangworld.blogspot.com
. Hanya dengan berkampanye lewat social media
twitter, Maicih, merek keripik pedas asal Bandung,
berhasil menaklukkan hati para Icihers. Bahkan, tak
sedikit dari mereka yang ingin naik kelas menjadi
“Jendral” Maicih. Efeknya, baru satu setengah
tahun, omzet Maicih menembus Rp 7 miliar per
bulan. Bagaimana cara Republik Maicih membuat
kalangan anak muda urban di Tanah Air bisa
“tericih-icih”?
Siapa sih yang gak kenal kenal dengan Maicih? Itu
loh, keripik pedas asal Bandung yang sekarang
sedang happening dan tengah “digilai-gilai” kaum
muda. “Gak gaul kalau belum tahu dan nyoba
Maicih sampai tericih-icih (tergila-gila—red),”
demikian diungkapkan para icihers, sebutan untuk
para penggemar keripik Maicih. Ruar biasa memang.
Dalam seminggu terakhir misalnya, tak kurang 3800
percakapan di Twitter membicarakan Maicih.
Ya, salah satu yang membuat unik dari Maicih
adalah sebutan atau istilah yang dilemparkan
manajemen Maicih ketika berkomunikasi dengan
para calon konsumen dan pelanggannya melalui
Twitter. Ada “Emak” (nenek) untuk pembuat keripik
Maicih dan “Cucu” untuk konsumennya. Kemudian,
ada “Jendral” untuk reseller-nya, “Icihers” sebutan
gaul penggemar Maicih, “Republik Maicih” untuk
manajemen, hingga istilah “tericih-icih” untuk
menggambarkan ketagihan akan pedasnya Maicih.
Sejak diluncurkan akhir Juni 2010 lalu, keripik
Maicih memang menjadi salah satu hot isu dan
fenomenal di kalangan anak muda urban, terutama
para peselancar dunia maya. Maklum saja, cara
memasarkan keripik Maicih memang beda dengan
keripik pedas lainnya—yang notabene sudah lebih
dulu beredar di Bandung. “Awalnya kami
memasarkan tiga varian Maicih, keripik, seblak, dan
gurilem, lewat jaringan pertemanan dan
kekeluargaan,” cerita Reza Nurhilman, pemilik
sekaligus President Keripik Maicih yang akrab
disapa Axl (baca: Axel).
Melalui jaringan kekerabatan, Axl mencoba
menciptakan isu atau word of mouth (WOM). Salah
satunya, dengan tingkat kepedasan keripik. “Keripik
yang kami jajakan memiliki tingkat kepedasan yang
berbeda. Mulai dari level satu sampai lima, dan
langsung ke level 10 yang tingkat pedasnya paling
tinggi,” lanjutnya.
Walhasil, dengan diferensiasi seperti itu, produk pun
direspon positif oleh lingkar kekerabatan Axl.
Mereka pun tak segan-segan meng-endorse keripik
Maicih lewat kicauan mereka di akun twitter
masing-masing. Dua bulan berjalan, permintaan
untuk level tiga dan lima melonjak tajam. Oleh
karena itu, produksi keripik pun lebih diperbanyak
untuk dua level tersebut.
Melihat efektivitas kicauan teman-temannya di
dunia maya, maka Axl pun memutuskan untuk fokus
hanya berkomunikasi lewat twitter @infomaicih,
facebook #maicih, dan
situs http://www.maicih.co.id. Diterangkan Axl,
jumlah follower Maicih saat ini sudah mencapai
lebih dari 354 ribu, sedangkan jumlah fanpage
mencapai 49.000-an.
Untuk itu, jangan harap Anda akan menemukan
gerai fisik Maicih. “Kami memang sengaja tidak
membangun gerai fisik. Dari sisi biaya
operasionalnya sangat tinggi. Dan yang terpenting,
gerai fisik tidak mampu menciptakan interaksi
antara brand Maicih dengan konsumen,” ungkap Axl
beralasan.
Lantas, bagaimana cara Maicih dikomunikasikan
dan dijajakan? Rupanya, Maicih punya sederet
“jendral”—sebutan untuk pasukan penjual atau
reseller Maicih. Jendral tersebutlah yang bertugas
berkicau di akun twitter mereka masing-masing
tentang lokasi-lokasi mana saja yang bakal
disambangi mobil yang membawa keripik Maicih
untuk dijajakan. Dan, tiap harinya lokasi yang
disambangi berpindah-pindah, alias nomaden.
Konsep jualan nomaden itu rupanya justru
menggelitik rasa penasaran sekaligus memicu
antusiasme konsumen. Dampaknya, tak sedikit anak-
anak muda justru menunggu-nunggu kicauan dari
para jendral Maicih plus berharap lokasi kampus
atau rumah mereka bisa disambangi mobil Maicih.
Melalui konsep nomaden itu, urai Axl, “Kami ingin
mencapai misi pertama kami, yaitu menciptakan
gengsi di dalam diri konsumen kalau bisa
mengkonsumsi Maicih. Bahkan, punya gengsi jika
bisa menjadi icihers.” Itu artinya, jika belum tahu
dan mencoba Maicih, boleh dibilang mereka belum
masuk kategori “bergaul”.
Kini, misi berikut dari Axl dan kawan-kawan adalah
menciptakan gengsi profesi seorang jendral. Menjadi
seorang jendral Maicih jelas tidak mudah. Seleksi
dilakukan sangat ketat. “Ada tiga batch yang kami
tawarkan kepada para calon jendral,” imbuhnya.
Ketiga batch itu dibedakan berdasarkan
pembelanjaan keripik Maicih.
Untuk batch pertama, nilai pembelanjaan para
jendral minimal Rp 5 juta per minggunya. Batch
dua, nilai pembelanjaan produk Maicih minimal Rp
10 juta per minggunya. Sementara batch tiga,
kategori baru, nilai pembelanjaan minimal Rp 100
juta per minggunya. “Para jendral dibebaskan untuk
berinovasi dalam memasarkan produk Maicih,”
ungkap Axl.
Selain syarat pembelanjaan, yang terpenting adalah
calon jendral Maicih harus datang ke Bandung untuk
interview dan mengikuti Akademi Jendral Maicih.
“Di sana, calon jendral di-training seputar team
work, inovasi, character building, dan soft skill
lainnya. Pendeknya, para calon jendral harus mampu
menjadi Independent Bussiness Owner (IBO),”
tegas Axl.
Jangan heran, jika para jendral Maicih dituntut untuk
inovatif memikirkan cara-cara efektif dalam
memasarkan keripik Maicih di area mereka masing-
masing. “Kami tidak men-support dana sepeser pun
untuk para jendral. Mereka sendirilah yang harus
mampu membangun brand Maicih dan
memasarkannya di wilayahnya masing-masing,” ia
menambahkan.
Axl mencontohkan, area Cirebon memiliki
karakteristik yang berbeda dengan wilayah Jakarta.
Di Cirebon, komunikasi jauh sangat efektif
menggunakan medium radio. Maka, jendral di sana
pun bekerja sama dengan sejumlah radio lokal
untuk menggelar talkshow seputar Maicih.
Sementara di Jakarta, ketika Axl diundang hadir di
salah satu program Metro TV dan Trans7,
permintaan Maicih langsung booming. “Beda lagi
dengan Bekasi. Pendekatan di sana justru sifatnya
harus personal,” tuturnya.
Kerja keras para jendral—yang merupakan anak-
anak muda kelahiran era 80-an—itu tak percuma.
Kini, Maicih sudah sampai seantero Indonesia, dari
Aceh hingga Papua. Bahkan, Maicih juga sudah
menjangkau mancanegara. Sebut saja Jepang dan
Singapura. Tak mengherankan, dengan modal awal
yang hanya Rp 15 juta, kini omzet Maicih
membengkak. Per bulan, omzet Maicih—yang
didapat dari pembelanjaan keripik para jendral—
sudah menembus Rp 7 miliar.
“Untuk jendral batch dua, tak sedikit pembelanjaan
mereka tiap minggunya Rp 200 juta-Rp 300 juta.
Kontribusi tertinggi memang masih di kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Jogja, dan
Semarang,” ia mengaku.
Lantas, berhasilkah Axl pada misi keduanya:
membangun gengsi menjadi jendral Maicih?
Jawabannya, jelas berhasil. Ini dibuktikan dengan
membludaknya anak-anak muda yang ingin menjadi
jendral Maicih. “Dalam sehari, lebih dari seribu
orang yang ingin mendaftar menjadi jendral Maicih.
Dan, ada dari kalangan artis muda yang sudah
menjadi jendral Maicih,” terang Axl.
Namun, Axl mengaku tidak bisa sembarangan
menerima para jendral. Lantaran, di tangan para
jendral-lah reputasi dan nasib brand Maicih
digantungkan. Selain reseller, para jendral juga
menjadi endorser sekaligus talker brand Maicih.
Oleh karena itu, seleksi para jendral dilakukan
sangat ketat. “Selain harus memiliki mindset
Independent Bussiness Owner dan lulus Akademi
Jendral Maicih, kami lebih mendahulukan wilayah-
wilayah yang masih kosong pemain dan memiliki
potensial market,” jelasnya.
Setelah sukses dibincangkan di jejaring sosial serta
diliput banyak media elektronik, cetak, maupun
online, diakui Axl, Maicih mulai kedatangan
kompetitor. Di daerah asalnya di Bandung, tak
kurang dari 30 brand keripik—dengan jenis varian
yang serupa—mulai agresif memasarkan produknya.
Oleh karena itu, Axl mengaku, tidak bisa tinggal
diam. Dalam waktu dekat, tepat di awal tahun 2012,
diungkapkan Axl, “Kami akan re-packaging dan
meluncurkan varian baru, seblak keju.” Jika saat ini
kemasan Maicih masih terlihat biasa, bahkan
terkesan jadul (jaman dulu—red), tahun depan akan
segera berganti. Untuk re-packaging dan peluncuran
varian baru itu, saat ini Axl dan tim sedang
menggodok konsep event-nya.
Tak cukup, Republik Maicih pun akan jauh lebih
agresif menjadi pembicara di acara seminar atau
workshop, menjadi narasumber di media elektronik,
cetak, maupun online, hingga menggelar program
corporate social responsibility. Bahkan, untuk
menunjukkan bahwa Maicih adalah sang pionir, tak
segan-segan Republik Maicih memasang reklame
Maicih di papan bilboard akbar di wilayah Bandung.
(Dwi Wulandari – Majalah MIX-
MarketingCommunications, Desember 2011)
Hasil pemasaran dari keripik “MAICIH”
Produk Maicih hasil kerja sama Reza (pemilik
keripik “MAICIH”) dan kawan-kawan bersama
warga setempat. Penduduk di sebuah kampung di
Bandung, Jawa Barat, membuat kripik ini dibantu
sejumlah orang. Ibu Ade, ditunjuk Reza menjadi
mitra produksi rumahan maicih. Mereka mencari
cara bagaimana mengemas jajaran kampung yang
tradisional ini agar bisa naik kelas. Berkat
pemasaran yang dikemas secara professional dengan
metode gentayangan dimana pembeli yang mencari
keripik, Ibu Ade merasakan perubahan yang
signifikan. Penjualan yang dahulu hanya 100 biji
tapi setelah sekarang sudah bermitra dengan maicih,
sehari sekarang mencapai 2.000 per bungkus. Dalam
sebulan omzet yang dikantongi bisa mencapai Rp
800 juta sampai Rp 900 juta. Di mana sehari saja,
bisa mencapai keuntungan Rp 30 juta.
Cerita Dibalik sukses Maicih
Keripik pedas sering diidentikan dengan makanan
kampung. Produk popular ini biasanya gampang
ditemukan di warung dan dijual secara eceran.
Namun, ada pula keripik pedas yang dapat dipesan
melalui jejaring sosial Twitter atau Facebook. Reza
Nurhilman, menyulap keripik pedas biasa menjadi
keripik pedas yang dicari-cari oleh banyak
konsumen. Dengan brand Maicih, keripik produksi
Reza sedang digandrungi oleh masyarakat Bandung,
terutama anak muda.
Nama brand Maicih diambil dari kisah masa lalu
yang selalu teringat olehnya, “Maicih itu terlahir
waktu saya masih kecil. Biasanya, kalau saya
dibawa mama ke pasar, suka ada ibu-ibu tua pake
ciput dengan baju alakadarnya. Setiap belanja dia
ngeluarin dompet, bonus dari toko emas yang ada
resletingnya untuk masukin receh. Mama saya
bilangnya itu dompet Maicih”.
Ungkapnya.Beberapa tahun lalu, ia ketemu ibu-ibu
yang sosoknya menyerupai Maicih dalam
memorinya. Ibu-ibu paruh baya yang pakaiannya
tradisional membuat bumbu kripik pedas. Kemudian
ia terinspirasi untuk membuat brand Maicihdan
ternyata orang lain sangat menyukainya, karena
nyeleneh dan unik.
Maicih mampu diproduksi 75 ribu bungkus per
minggu. Pada semua varian dari kripik, jeblak,
gurilem. Dan, selalu habis. Ia mematok harga maicih
di daerah Bandung, keripik level 3-5, gurilam dan
jeblak itu Rp11 ribu, untuk keripik yang level 10
Rp15 ribu. Di luar Bandung, keripik level 3-5,
gurilam dan jeblak Rp15 ribu, yang level 10 itu
Rp18 ribu.
Memilih rasa pedas karena memberikan efek
kecanduan untuk yang mencobanya. Namun
konsumen tidak perlu khawatir karena dalam
komposisi Maicih tidak memakai bahan pengawet
dan bisa awet sampai delapan bulan. Rasa pedas
Maicih dari rempah pilihan dan cabai yang segar.
Dan produk ini sangat baik untuk kesehatan, fungsi
jantung, dan detoksifikasi. Keripik Maicih juga enak
dimakan pakai nasi, atau dicampur di lotek, mi
rebus. Maicih lebih enak kalau dikombinasikan
dengan makanan-makanan lainnya.
Awalnya, pemasaran Maicih melalui teman-teman
saja yang bertestimoni di media sosial twitter.
Kemudian ia lebih fokus untuk memasarkannya.
“Mereka yang sudah merasakan Maicih punya
testimoni masing-masing. Jadi, saya tidak usah
capek-capek promosi. Dengan Twitter, promosi
seperti bola salju, terus membesar.” Ujarnya. Alasan
pemasaran hanya melalui Twitter dan Facebook.
Selain gratis, promosi di Twitter bisa menjadi gong
karena kekuatan marketingnya dibuat orang-orang
yang beli Maicih. Orang yang belum tahu Maicih
akan bertanya dan mereka yang nge-tweet soal
Maicih akan dengan antusias menjelaskan.
Strategi itu sukses. Keripiknya menjadi barang
buruan. Konsumen harus mengantre berjam-jam
demi mendapatkan keripik superpedas itu. Bahkan,
antrean pernah memanjang hingga satu kilometer.
Mereka rela mengantre walau hujan badai. Di setiap
kota juga ngantre. Sekarang Jenderal-jenderal punya
fans dan komunitasnya masing-masing.
Waktu awal-awal, ia masih memakai sistem cash on
delivery (COD), ia mau mengantar walau satu
bungkus. Waktu itu Ia percaya, “Sekarang saya
ngejar-ngejar konsumen, tapi nanti suatu waktu
konsumen yang ngejar-ngejar saya.” Dan, sekarang
terbukti. Karena, memang pemasaran addicted.
Ia tidak mempunyai karyawan yang banyak, untuk
segi pekerja itu sendiri sekitar 10 orang termasuk
bagian packing, masak, pembuat bumbu, dan
distribusi. Selebihnya agen, yang disebut jenderal
maicih. Ia membuat bahasa marketing dengan
nuansa yang berbeda supaya lebih menarik.
Menurutnya, kalau saya sebutnya, “ya ini agen
maicih,” sepertinya kurang keren. Kalau disebut
agen, seperti agen minyak dan kurang menjual.
Bukan bermaksud mendeskritkan pekerjaan diluaran
sana. Disebut jenderal agar value-nya bertambah,
karena produk saya cuma keripik. Kami juga punya
menteri perhubungan, yang megang jalur distribusi
dan penjualan ke luar pulau. Ia seperti ingin
membangun kerajaan sendiri.
Syarat untuk menjadi jenderal orang yang menjadi
jenderal dipilih yang memiliki intelektual baik, dan
berkompeten. Dari segi SDM, kami nggak hanya
asal menerima jenderal, tetapi ada proses interview
dan training. Kualitas mereka harus yang terbaik.
Jenderal bukan karyawan tapi mitra usaha. Mereka
membeli lisensi untuk izin usaha. Jadi istilahnya,
mereka adalah distributor atau agen resmi yang
menjual kripik Maicih. Jadi bisa dipertanggung
jawabkan.
Karena banyak yang mengatasnamakan Maicih atau
memakai nama maicih dengan cara yang tidak baik.
Banyak konsumen yang dirugikan karena tertipu.
Sementara maicih yang asli itu hanya diinfokan oleh
akun twitter @infomaicih dan yang hanya dijual
oleh para jenderal.
Training jenderal seputar caracter building,
knowledge, sikap, serta bagaimana menyikapi bisnis
ini ke konsumen. Karena, mereka tidak hanya
menjual keripik, tetapi juga education. Ia sendiri
sering sharing knowledge di training. Dengan
mengikuti training mereka akan siap menjadi
pengusaha dari segi mental. Mereka tidak hanya jual
beli putus, tapi juga bisa dibilang independent
bussiness owner (IBO). Jadi, merasa sebagai pemilik
Maicih di kotanya masing-masing. Dan setiap bulan
ia dan para jenderalnya mengevaluasi penjualannya
dengan mengadakan event-event.
Harapan kedepannya, ia ingin pemasaran tidak
hanya nasional tetapi go internasional. Sekarang
sudah masuk sampai singapura dan jepang. Tetapi
masih sistem kirim, jendralnya para TKI di sana.
Anak-anak muda itu harus jauh lebih yakin. Jika
ingin menekuni sesuatu harus konsisten dan
antusias. Kita harus yakin dan semangat jika kita
mempunyai cita-cita dan tujuan. Untuk menuju
puncak itu memang tidak mudah, tidak semudah
membalikkan telapak tangan, tapi ketika kita
mengejarnya dengan yakin dan percaya, pasti akan
tercapai.
Namanya berkibar di dunia maya berkat strategi
pemasaran lewat jejaring sosial Twitter. Ketenaran
keripik pedas Maicih menimbulkan rasa penasaran
bagi mereka yang belum mencoba, dan rasa
ketagihan bagi mereka yang sudah. Maicih ingin
mengangkat jajanan kampung untuk bisa ‘naik kelas.
Bungkus keripiknya saat itu pun masih sederhana,
polos tanpa sablonan logo. Berapa pun jumlah
pesanan keripik, ia akan mengantarnya sendiri.
Awalnya, Axl memasarkan keripik pedas Maicih
dengan lima level atau tingkat kepedasan, mulai dari
level 1 hingga 5. Setelah dua bulan, tes pasar
menunjukkan bahwa keripik level 3 dan 5 adalah
yang paling laris. Kini, dua level keripik itulah yang
diproduksi massal.
Januari 2011, Maicih kembali berinovasi dengan
menciptakan keripik Maicih edisi spesial, level 10.
Ada orang-orang yang merasa tertantang, wah, level
5 ternyata kurang pedas dan mencari yang lebih.
Berkat inovasi marketing cerdasnya itu, kini Maicih
diproduksi sekitar 2.000 bungkus per hari untuk
semua varian produknya. Ia memberi harga satu
bungkus keripiknya sebesar Rp11 ribu. Axl pun
ketiban rezeki, bisa meraih keuntung an per hari
antara Rp1,5 juta hingga Rp 2 juta. Tentu saja
penghasilan itu lebih besar jika dibandingkan dengan
gaji pejabat selevel menteri sekalipun. Mimpi Axl
untuk terus memopulerkan Maicih pun tak
tanggung-tanggung. Pemasaran luar kota akan
diprioritaskan. Karena di Bandung sudah cukup
happening, jadi kita akan ke luar kota, luar pulau,
bahkan luar negeri. Kita mengenal Sumedang
dengan tahu, Bandung dengan peuyeum. Axl ingin
Bandung juga bisa dikenal sebagai kota asal Maicih.
Pada bulan mei 2011 , tepatnya tanggal 07 mei 2011
maicih melaunching produk terbarunya yaitu seblak,
sejenis krupuk pipih pedas, dengan varian level yang
berbeda-beda. Axl akan terus melakukan inovasinya
tetapi dengan tidak meninggalkan ciri khas
mengangkat camilan kelas rendahan menjadi
berkelas dan diminati orang banyak. Kemungkinan
pada masa mendatang akan muncul produk-produk
lain yang lebih Inovatif lagi. (Sumber :
bambangsulistio.web.id)
Wow..wow sungguh luar biasa,
perjalanan pengusaha muda sukses Indonesia ini
pantang menyerah, pekerja keras dan sangatlah
inovatif. Besar harapan saya agar semua pembaca
bisa menambah ide-ide baru dan memperkuat usaha
masing-masing untuk bisa lebih berkembang dan
maju lagi. Semangat kewirausahaan ini semoga bisa
mewabah dan menular bagi generasi muda lainnya
sehingga majulah bangsa ini dengan banyaknya
bermunculan para pengusaha muda yang Sukses di
Indonesia, Amin. Jaga selalu semangat
kewirausahaan kita, salam sukses!

Posted by habib on July 12th, 2011

Maicih mampu mengantongi omzet


penjualan Rp4 miliar per bulan.
Dunia digital membuka peluang bisnis menggiurkan:
menjadi kaya raya tanpa perlu menunggu rambut
beruban. Bukan hanya bagi mereka yang mencipta
aplikasi digital, tapi juga mereka yang
memanfaatkan aplikasi tersebut.
Simak saja kisah Reza Nurhilman. Dengan
keterbatasan dana membangun usaha, pemuda 23
tahun ini meraih sukses tak terkira berkat dunia
maya. Ia memanfaatkan situs jejaring sosial seperti
Facebook dan Twitter sebagai media pemasaran.
Reza atau akrab disapa Axl adalah pemilik
usaha keripik pedas ‘Maicih’, yang sempat
membuat heboh remaja Bandung. Hanya setahun
setelah meluncurkan usahanya di Twitter, ia mampu
mengantongi omzet penjualan Rp4 miliar per
bulan.
Berangkat dengan modal sekitar Rp15 juta, ia
membuat permainan yang memancing penasaran
Facebookers dan Tweeps. Ia merancang lokasi
penjualan berpindah-pindah setiap hari, yang hanya
dapat diketahui dengan melihat
statusFacebook (#maicih) atau Tweet Maicih
(@infomaicih).
Strategi itu sukses. Keripiknya menjadi barang
buruan. Konsumen harus mengantre berjam-jam
demi mendapatkan keripik superpedas itu. Bahkan,
antrean pernah memanjang hingga satu kilometer.
“Strategi pemasaran sengaja saya pilih berpindah-
pindah sehingga orang penasaran untuk selalu
mengetahui di mana keripik Maicih nongkrong,”
ucapnya.
Di tengah kesibukannya sebagai Presiden Maicih
yang memimpin puluhan Jenderal Maicih,
mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas
Maranatha itu menyempatkan berbincang dengan
VIVAnews di kampusnya, Bandung, beberapa waktu
lalu. Berikut petikan wawancaranya:
Kapan usaha Maicih berdiri?
29 Juni 2010. Baru setahun, jadi masih bayi lah ya

Modal awal?
Kalau diakumulasikan di awal, modal yang dipakai
cuma Rp15 juta. Itu untuk bahan baku, dan membuat
tungku penggorengan. Karena kami tidak
menggoreng pakai kompor, jadi rasanya pasti beda.
Omset saat ini?
Setiap bulan terus meningkat, dari omset yang hanya
sedikit menjadi banyak. Saat ini, omset sebulan
sudah menyentuh Rp4 miliar, dengan rata-rata per
minggu lebih Rp750 juta.
Kemampuan produksi?
Sekarang itu produksinya sudah sampai 75 ribu
bungkus per minggu. Itu semua varian dari kripik,
jeblak, gurilem. Dan, selalu habis.
Butuh berapa banyak bahan?
Kalau gurilem dan jeblak pake tepung tapioka jadi
literan. Kalau keripik satu ton itu bisa jadi 4.000
bungkus. Seminggunya bisa produksi sampai 25 ribu
bungkus. Suplier kami juga bingung, kok
permintaan kami bisa lebih banyak dari pada pabrik-
pabrik besar, hehehe …
Harga jualnya?
Regulasi di Bandung, keripik level 3-5, gurilam dan
jeblak itu Rp11 ribu, untuk keripik yang level 10
Rp15 ribu. Di luar Bandung, keripik level 3-5,
gurilam dan jeblak Rp15 ribu, yang level 10 itu
Rp18 ribu.
Nama Maicih darimana?
Maicih itu terlahir waktu saya masih kecil. Biasanya,
kalau saya dibawa mama ke pasar, suka ada ibu-ibu
tua pake ciput dengan baju alakadarnya. Setiap
belanja dia ngeluarin dompet, bonus dari toko emas
yang ada resletingnya untuk masukin receh. Mama
saya bilangnya itu dompet Maicih.
Beberapa tahun lalu, saya ketemu ibu-ibu yang
sosoknya menyerupai Maicih dalam memori saya.
Ibu-ibu paruh baya yang pakaiannya tradisional.
Ternyata dia bisa bikin bumbu kripik pedas. Lalu,
saya bikin brand Maicih. Ternyata bisa bikin orang
lain suka, karena nyeleneh.
Jadi ibu-ibu itu yang buat?
Dulu. Sekarang kami sudah kelola semua. Dulu
merger, kalau sekarang kami sudah punya pabrik
sendiri, managemen, produksi, pemasaran pure kami
kelola sendiri.
Kenapa memilih rasa pedas?
Emang sih ada risiko bolak-balik kamar mandi di
awal kali coba, tapi kalau sudah biasa nyoba mah
nggak akan, hehehe..
Kami memilih rasa pedas karena memberikan efek
kecanduan apalagi untuk lidah orang Indonesia.
Lagipula, produk ini sangat baik untuk kesehatan,
fungsi jantung, dan detoksifikasi. Karena, rasa pedas
Maicih dari rempah pilihan dan cabe tentunya, kami
juga tidak pake bahan pengawet. Tapi, tetap bisa
tahan sampai delapan bulan.
Keripik Maicih juga enak dimakan pake nasi, atau
dicampur di lotek, mi rebus. Memang lebih enak
kalau dikombinasikan dengan makanan-makanan
lainnya.
Alasan pakai sosial media sebagai media
pemasaran?
Awalnya, pemasaran Maicih melalui temen-teman
saja. Temen SMA saya waktu itu beli, trus dia nge-
tweet, “Maicih enak yah.” Ya udah saya lalu fokus
ke Twitter, running aja.
Ada banyak alasan kenapa pemasarannya hanya
melalui Twitter dan Facebook. Selain gratis, promosi
di Twitter bisa jadi gong karena kekuatan
marketingnya dibuat orang-orang yang beli Maicih.
Orang yang belum tahu Maicih akan bertanya dan
mereka yang nge-tweet soal Maicih akan dengan
antusias menjelaskan.
Mereka yang sudah merasakan Maicih punya
testimoni masing-masing. Jadi, saya tidak usah
capek-capek promosi. Dengan Twitter, promosi
seperti bola salju, terus membesar.
Ada pengalaman buruk?
Paling cuma antrean yang panjang. Mereka rela
mengantre walau hujan badai. Di setiap kota juga
ngantre. Sekarang Jenderal-jenderal punya fans dan
komunitasnya masing-masing.
Waktu kami launching produk gurilam di Braga
Cafe. Mungkin kalau MURI tahu pasti dapet rekor
antrean terpanjang karena antrean pada saat itu
sampai satu kilometer, dari jam 5 sore sampai 11
malem.
Mengapa pakai konsep jualan nomaden?
Kalau buka toko tetap takutnya malah habis, pas
orang jauh-jauh datang. Mereka kan tahunya pusat
Maicih di Bandung. Pas habis, nanti kami didemo
lagi. heheheh …
Waktu awal-awal, saya sih masih pake sistem cash
on delivery (COD), jadi dianterin, mau satu bungkus
pun saya anterin. Waktu itu saya percaya, “Sekarang
saya ngejar-ngejar konsumen, tapi nanti suatu waktu
konsumen yang ngejar-ngejar saya.” Dan, sekarang
terbukti. Karena, memang addict sih yah.
Takut jadi euforia sesaat karena keunikan
penjualan?
Nggak, karena beda mungkin ya. Kalau
dibandingkan sama produk yang sempat fenomenal
lainnya seperti salah satu es krim yang lagi ‘hits’.
Dari segi rasa, kalau orang penasaran sama produk
tersebut pas dicoba sudah ilang penasarannya karena
manis. Kalau pedas kan addict. Itulah seninya.
Akan ada penambahan rasa atau modifikasi
rasa?
Prosesnya tidak sederhana. Sebelum membuat
produk baru, kita harus lihat dulu antusias konsumen
akan seperti apa. Jadi, sekarang masih fokus ke tiga
varian ini.
Kami fokuskan dulu ke kuantitas, menstabilkan
kuntitas di skala nasional. Karena, masih banyak
penduduk yang belum mencoba. Jadi, secara
keseluruhan kami belum kuat, masih harus
menguatkan network. Pokoknya, di setiap kota di
Indonesia harus ada Maicih.
Takut ditiru?
Kalau dari segi bumbu mah sulit. Tapi, kalau yang
niru sekarang banyak. Kripik Maicih abal-abal ada
sampai 30 produk. Yang pleset-plesetin banyak, ada
‘Bukan si Emak’, ‘Maican’. Tapi saya tidak ambil
pusing lah. Saya fokusin di produksi sama rasa saja.
Kami juga tidak hanya menjual keripik, tapi juga
membangun network. Kami memantau produk dari
Twitter karena kalau dari Twitter itu kan mudah
mengetahui keluhan konsumen. Biasanya, keluhan
konsumen itu, permintaan tempat penjualan. Jadi
kami juga harus reset tempat. Ada data base untuk
tempat yang belum ada Macih.
Takut ada reseller yang jual lebih mahal?
Pernah ada yang melakukannya. Jadi sekarang,
penjualan ke konsumen kami batasi karena takut ada
penimbunan dan mark up. Tidak kesampaian jadi
Jenderal terus dijual dengan harga sesukanya. Jadi,
dijatahnya tergantung kultur di kotanya masing-
masing. Biasanya sih ada batasnya 5-10 bungkus.
Usaha Maicih dibantu berapa karyawan?
Kalau karyawan sendiri tidak terlalu banyak, untuk
segi pekerja itu sendiri paling sekitar 10-an termasuk
bagian packing, masak, pembuat bumbu, dan
distribusi. Selebihnya agen, yang kami sebut
Jenderal Maicih.
Kenapa agennya disebut Jenderal?
Nah, itu sebenarnya hanya marketing mix. Saya
membuat bahasa marketing dengan nuansa yang
berbeda supaya lebih menarik. Kalau saya sebutnya,
“Ya ini agen Maicih,” sepertinya kurang keren.
Kalau disebut agen, seperti agen minyak dan kurang
menjual. Bukan berarti mendeskritkan pekerjaan di
luaran sana.
Saya sebut Jenderal agar value-nya bertambah,
karena produk saya cuma keripik. Kami juga punya
Menteri Perhubungan, yang megang jalur distribusi
dan penjualan ke luar pulau. Saya seperti ingin
membangun kerajaan sendiri.

Kerajaan sendiri, maksudnya?


Kami bukan konglomerasi, bukan PT besar, kami
punya sistem sendiri. Kami ingin buat Republik Icih
(RI). Ada menteri-menterinya. Selain Menteri
Perhubungan, Menteri Pangan (produksi), Menteri
Keuangan yang mengurus database, input, omset,
dan outputnya, ada juga Panglima Jenderal.
Panglima Jendral itu adalah Jenderal pertama yang
merupakan sahabat SMA saya. Beliau ini yang
mengurus semua restock semua Jenderal di seluruh
Indonesia. Sekarang juga kami sudah punya
gudangnya sendiri, Alhamdulillah.
Syarat menjadi Jenderal?
Orang yang menjadi Jenderal dipilih yang memiliki
intelektual baik, dan berkompeten. Dari segi SDM,
kami nggak hanya asal menerima Jenderal, tetapi
ada proses interview dan training. Kualitas mereka
harus yang terbaik.
Jenderal bukan karyawan tapi mitra usaha. Mereka
membeli lisensi untuk izin usaha. Jadi istilahnya,
mereka adalah distributor atau agen resmi yang
menjual kripik Maicih. Jadi bisa
dipertanggungjawabkan.
Karena banyak yang mengatasnamakan Maicih atau
memakai nama Maicih dengan cara yang tidak baik.
Banyak konsumen yang dirugikan karena tertipu.
Sementara Maicih yang asli itu hanya diinfokan oleh
akun twitter @infoMaicih dan yang hanya dijual
oleh para Jenderal.
Training Jenderal itu tentang apa saja?
Seputar caracter building, knowledge, sikap, serta
bagaimana menyikapi bisnis ini ke konsumen.
Karena, mereka tidak hanya menjual keripik, tetapi
juga education.
Saya sendiri sering sharing knowledge di training.
Saya yang mengurus training, jadi mereka juga siap
sebagai pengusaha dari segi mental. Mereka tidak
hanya jual beli putus, tapi juga bisa dibilang
independent bussiness owner (IBO). Jadi, merasa
sebagai pemilik Maicih di kotanya masing-masing.
Biasanya, setiap bulan, kami (saya dan para
Jenderal) evaluasi perkembangan penjualan, atau
bikin event.
Sekarang sudah berapa Jenderal?
Sudah ada sekitar 80-an di seluruh Indonesia. Mulai
Februari 2011, sudah ada Jenderal di luar pulau
Jawa. Ada di Papua, juga di dekat Nabire, dan
Kalimantan.
Mereka tetap dituntut ke Bandung dulu sebelum
mulai jualan. Kalau nggak, ya tidak satu visi.
Mereka harus tahu dulu knowledge-nya seperti apa,
mereka nggak hanya jual beli putus gitu, mereka
harus ada loyalitasnya.
Kalau di Jabotabek, si Jenderal malah harus ke
Bandung minimal sebulan sekali dan maksimal
seminggu sekali. Jenderal-jenderal yang datang ke
Bandung, biasanya mengambil barang sekaligus
evaluasi, atau membuat setting penjualan di kotanya,
objetive breakdown, atau bagaimana caranya dia
menangani kasus per kasus saat dia memasarkannya.
Rekrutmen Jenderal pakai sistem angkatan. Kemaren
itu batch 1, sekarang kami sudah mulai membuka
batch 2. Kalau yang dulu, termasuk Jenderal sepuh
itu temen-temen saya, sekarang sudah benar-benar
open public.
Lisensi jadi Jenderal itu seperti apa?
Mereka harus membeli izin usaha sekali seumur
hidup. Izin usaha ini membuat dia resmi sebagai
jenderal. Lisensinya itu hanya sekitar Rp300-an ribu.
Tapi, di awal mereka harus mengambil all varian
minimal 3.000 bungkus, berarti Rp30 juta. Biasanya
sih 3.000 bungkus sudah pasti habis seminggu.
Kenapa memilih bisnis makanan?
Jika kita ingin bangun usaha lebih baik fokus di
bagian primer yaitu sandang, pangan, papan. Usaha
sandang sebenarnya menjanjikan tapi di Bandung
kan sudah banyak dan saya tidak punya skill disana.
Selain itu, usaha sandang tidak ada repeat order
karena konsumen kalau tidak beli, ya tidak akan
mati.
Kalau bisnis papan seperti rumah, real estate, sangat
menjanjikan karena setiap orang butuh tempat
berteduh dan berlindung. Tapi, saya tidak punya
modal. Kalau di pangan, tentu sangat menjanjikan.
Kita mau buka restoran apa saja pasti laku. Tinggal
bagaimana cara kita mempromosikan dan
menyajikan produk yang berkualitas.

Latar belakang usaha?


Saya itu lulus SMU di tahun 2005, empat tahun saya
menganggur, dalam artian tidak kuliah. Saya baru
kuliah itu 2009. Dalam empat tahun menganggur,
saya jual beli barang seperti elektronik, pupuk.
Semua saya jual. Akhirnya saya punya produk yang
tepat dan kendaraan yang tepat.
Saya lahir dari tiga bersaudara, anak paling bungsu,
dari ekonomi keluarga yang biasa-biasa saja. Waktu
lulus SMU itu, ekonomi keluarga benar-benar drop,
jadi saya memutuskan untuk menunda kuliah karena
tidak mau membebani orangtua. Saya tidak memiliki
figur seorang ayah, jadi mama saya banting tulang,
kerja keras untuk menghidupi tiga orang anaknya.
Saya tidak tega membebani lagi dengan biaya
kuliah. Jadi selama empat tahun mulai agak berhasil
apalagi dengan adanya Maicih.
Jadi, jatuh bangunnya saya ini, sebelum saya
memulai bisnis Maicih. Baru pas Maicih, mungkin
momen dan waktunya tepat. Saya percaya Tuhan itu
memberikan rezeki pada umatnya tidak terlalu cepat
dan tidak terlalu terlambat. Tepat pada waktunya.
Banyak orang yang mencibir mungkin tidak tahu
kerja keras saya dalam membentuk bisnis ini. Sudah
biasa. Jadi ya sudah tebal muka.
Mungkin kalau Maicih ini dipegang orang lain tidak
akan sebesar ini. Banyak orang yang melihat teknik
pemasaran Maicih ini, tapi sebenarnya poinnya itu
ada di leadership, bagaimana membuat tim ini jadi
loyal. Dari omset yang hanya sedikit menjadi
banyak. Omset sebulan aja sudah 4 milyar, mana ada
orang yang percaya kalau dulu saya seperti itu.
Pandangan 5-10 tahun ke depan?
Saya ingin pemasaran tidak hanya nasional tetapi go
internasional. Sekarang sudah masuk sampai
Singapura dan Jepang. Tapi sistemnya dikirim.
Jendralnya TKI di sana. Kuantitasnya juga sudah
lumayan walaupun nggak sebanyak di nasional,
karena ongkos kirimnya juga mahal banget.
Saya juga ingin menjadi perusahaan multinasional
karena kalau kuantitasnya sudah cukup besar saya
ingin jadi PT. Tapi walaupun sudah jadi PT bukan
berarti bisa dapet produk Maicih di mini market
karena kami akan tetap menjaga sifat eksklusif si
Maicih ini. Jadi, tetep Jenderal Jenderal yang
memasarkannya.
Sebenarnya sih intinya supaya jendral-jendral ini
bisa sejahtera sama-sama. Untuk itu, saya juga sudah
memikirkan akan membuat Maicih Cafe dan di
franchais kan. Menu makanannya untuk konsumen
menengah ke bawah dan menengah ke atas.
Mungkin, pizza pakai Maicih.
Tapi, di sana tidak akan menjual kripik per bungkus.
Yang jual kripik Maicih bungkusan tetap Jenderal.
Konsumen tinggal menikmati menu makanan di
sana. Jadi, Jenderal-nya sekarang nabung. Ya, rata-
rata Jenderal punya pemasukan Rp10 juta per bulan.
Kalau mereka sudah punya tabungan cukup mereka
dapat membeli franchais Maicih Cafe ini.

Tips anak muda untuk berbisnis?


Anak-anak muda itu harus jauh lebih yakin. Jika
ingin menekuni sesuatu harus konsisten, ngotot, dan
antusias. Kita harus semangat kalau kita punya
sesuatu, kita harus yakin. Untuk menuju puncak itu
memang tidak mudah, tidak semudah kita
membalikkan telapak tangan, tapi ketika kita
mengejarnya dengan yakin dan percaya, pasti akan
tercapai.
Maicih berawal dari impian, jadi kerja keras untuk
mencapai impian tersebut itu harus. Tidak mungkin
kita hidup selalu bergantung pada orang lain. (eh)
Advertisements
Report this ad
Report this ad
Share this:
 Twitter
 Facebook

This entry was posted in Uncategorized on April 21,
2013.
Post navigation
← tugas 1 Ide kewirausahaan →
Leave a Reply
zzz

Create a free website or blog at WordPress.com.


 Follow

Anda mungkin juga menyukai