Anda di halaman 1dari 8

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

Lapisan rongga mulut terdiri dari epitel skuamosa berlapis pada permukaannya, dengan
lapisan subepitel dibawahnya berupa jaringan ikat. Kebanyakan keganasan pada rongga mulut
berasal dari permukaan epitel dan salah satunya adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). KSS
menduduki posisi keenam dari kanker yang paling sering terjadi di dunia dan lebih dari 300,000
kasus telah didiagnosa setiap tahunnya. Kanker rongga mulut kadang-kadang didahului oleh lesi
yang dapat terlihat secara klinis sebagai lesi non-kanker yang disebut sebagai lesi
prekanker tetapi tidak seluruh kanker berasal dari lesi seperti ini.

1. Defenisi
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah suatu neoplasma invasif pada jaringan
epitel rongga mulut dengan berbagai tingkat diferensiasi yang muncul pada tempattempat
seperti jaringan mukosa mulut, alveolar, gingiva, dasar mulut, lidah, palatum, tonsil dan
orofaring. KSS cenderung untuk segera bermetastase dan meluas.
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Penyebab KSS merupakan hal yang multifaktorial yaitu tidak ada agen ataupun
faktor (karsinogen) tunggal sebagai penyebab KSS yang telah ditegaskan atau telah
diterima secara jelas. Faktor ekstrinsik sebagai penyebab yakni merupakan agen eksternal
seperti tembakau, alkohol, penyakit sipilis, dan sinar matahari. Faktor intrinsik
merupakan kondisi umum atau sistemik pasien, seperti malnutrisi ataupun anemia
defisiensi besi. Walaupun faktor-faktor lain juga signifikan, kemungkinan bahwa KSS
dapat ditularkan secara herediter, akan tetapi herediter sendiri tidak memainkan peranan
utama.13 Kebanyakan KSS dihubungkan dengan lesi prekanker, khususnya leukoplakia.
Pada pertemuan para peneliti WHO mengenai defenisi histologis lesi-lesi
prekanker, keadaan prekanker dibagi menjadi : lesi prekanker dan kondisi prekanker.
Lesi prekanker didefenisikan sebagai perubahan jaringan secara morfologis dimana
kanker kelihatannya lebih sering terjadi daripada bagian-bagian yang normal. Lesi-lesi
prekanker yang dapat berkembang menjadi KSS:
a. Eritroplasia (eritroplakia) merupakan lesi yang paling sering berkembang menjadi
displasia berat ataupun karsinoma
b. Leukoplakia yang terdiri dari proliferative verrucous leukoplakia, leukoplakia
sublingual, leukoplakia kandida, leukoplakia sipilitik.
Kondisi prekanker didefenisikan sebagai suatu keadaan umum dihubungkan dengan
peningkatan resiko terjadinya kanker secara jelas. Kondisi prekanker yaitu:
a. Aktinik keilitis
b. Liken planus: juga ada kasus displasia dengan penampakan likenoid (displasia
likenoid)
c. Discoid lupus erythematosus
d. Displasia pada pasien immunocompromised
e. Diskeratosis kongenita
f. Sindrom Paterson-Kelly (disfagia sideropenik; sindrom Plummer-Vinson)
Salah satu gambaran utama yang muncul mendahului timbulnya keganasan
adalah epitel displasia, oleh karena hal itu maka metode evaluasi lesi dan kondisi
prekanker yang berpotensi menjadi ganas dengan cara konvensional seperti pemeriksaan
mikroskopis terhadap epitel yang mengalami displasia. Telah ditunjukkan pada
penelitian-penelitian longitudinal bahwa untuk berubah menjadi ganas lesi displastik
beresiko lima belas kali lebih tinggi daripada lesi non-displastik dan tingkat keparahan
displasia bervariasi, jika makin tinggi tingkat keparahannya maka makin tinggi pula
hubungannya dengan tingkat keganasan.
3. Patogenesis
KSS muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang menyebabkan
kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang akhirnya menuju
kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan-perubahan tersebut memicu terjadinya
disregulasi sel pada batas dimana terjadinya pertumbuhan otonom dan perkembangan
yang invasif. Proses neoplastik mula-mula bermanifestasi secara intraepitel dekat
membran dasar sebagai suatu hal yang fokal, kemudian terjadi pertumbuhan klonal
keratinosit sel yang berubah secara berlebihan, menggantikan epitelium normal. Setelah
beberapa waktu atau beberapa tahun, terjadi invasi membran dasar jaringan epitel
menandakan awal kanker invasif.
4. Gambaran Klinis
KSS mempunyai gambaran klinis yang bervariasi, yakni sebagai berikut
a. Lesi Eksofitik
Karsinoma eksofitik adalah suatu bentuk masa lesi yang berbentuk seperti nodul,
jamur, papilla dan verruciform. Warnanya bervariasi dari merah sampai putih,
tergantung pada jumlah keratinisasi permukaan epitel dan juga berdasarkan fibrosis
pada jaringan ikat dibawahnya sebagai respon invasi tumor. Masa terasa keras
(indurated), dan jika kanker telah menyebar ke jaringan otot ataupun tulang, masa
tumor terasa cekat kepada jaringan sekitar, gambaran ini umumnya terjadi pada
mukosa bukal dan tepi lateral lidah.
b. Lesi Endofitik
Karsinoma endofitik biasanya ulseratif. Hal ini berdasarkan pada ketidakmampuan
epitelium karsinomatosa untuk menciptakan suatu unit structural yang stabil dan
utuh. Karsinoma tipe ini menunjukkan suatu penekanan, bentuk yang tidak teratur,
zona utama yang ulseratif dengan tepi bergerigi. Tepian bergerigi terbentuk ketika
tumor menyerang ke jaringan di bawah dan sebelah lateralnya, dengan demikian
penarikan tepi epitelial yang berdekatan dengan ulser.
c. Lokasi Lesi
1) Vermilion bibir
Ciri dari karsinoma pada vermilion bibir yakni berkerak, kasar, ulserasi yang
lama yang biasanya berukuran kurang dari satu sentimeter. Tumor
dikarakteristikkan dengan laju pertumbuhan yang lambat, dan kebanyakan
pasien telah menyadari akan area yang bermasalah sekitar 12-16 bulan sebelum
diagnosis dibuat.
2) Intraoral
Tempat yang paling umum pada kanker intraoral yakni lidah, biasanya pada
lateral posterior dan permukaan ventral. Dua pertiga karsinoma lingual muncul
tidak disertai rasa nyeri, masa atau ulser yang lama pada tepi posterior lateral
lidah.
3) Orofaringeal
Karsinoma pada palatum lunak dan mukosa orofaringeal pada dasarnya
mempunyai gambaran klinis seperti karsinoma anterior, kecuali lokasinya yang
berada di posterior sehingga pasien tidak waspada terhadap kehadirannya yang
menyebabkan tertundanya diagnosis. Ukuran tumor biasanya lebih besar
daripada karsinoma anterior, dan diagnosis proporsi kasus metastase servikal dan
metastase jauh lebih tinggi.
5. Diagnosis dan Perawatan
Untuk menegakkan diagnosis yang tepat pada kasus KSS klinisi harus waspada terhadap
ulser tunggal dengan bercak kemerahan atau keputihan, khususnya jika ulser ini menetap
dan tidak sembuh lebih dari tiga minggu karena hal tersebut kemungkinan merupakan
manifestasi dari kegananasan.3 Untuk itu perlu dilakukan suatu pemeriksaan yang tepat
sesuai prosedur dan selanjutnya dilakukan perawatan yang tepat.
a. Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa KSS antara lain :
1) Biopsi lesi
2) Fine Needle Aspiration pada kedua limfonodus servikal
3) Radiografi rahang (seringnya pantomografi putar), walaupun tidak adekuat
untuk mengetahui adanya invasi sampai ke tulang.
4) Radiografi toraks. Hal ini penting sebagai pemeriksaan pra-anastesi, khususnya
pasien yang diketahui mempunyai penyakit paru dan saluran pernapasan serta
untuk menunjukkan saluran lymph, tulang rusuk dan juga tulang belakang.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computed Tomography (CT) kepala
dan leher serta tempat yang dicurigai metasatase jauh dan MRI leher untuk
menggambarkan luas metastase nodus servikal. Beberapa unit pemeriksaan rutin
dada dan abdomen. MRI khususnya berguna untuk menentukan penyebaran
tumor, keterlibatan tulang, metastase nodus
6) Elektrokardiografi
7) Pemeriksaan darah
b. Perawatan
Prinsip utama perawatan kanker yaitu untuk mengobati pasien. Pilihan perawatan
berdasarkan pada tipe sel dan tingkat diferensiasi, tempat dan ukuran lesi primer,
status limfonodus, ada tidaknya keterlibatan tulang, kemampuan untuk mendapatkan
tepi pembedahan yang adekuat, ada tidaknya metastase, kemampuan untuk
memelihara fungsi orofaring, termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan estetis, status
medis dan mental pasien, ketersediaan bantuan terapi keseluruhan, perkiraan yang
seksama mengenai kemungkinan komplikasi dari masing-masing terapi, pengalaman
dokter bedah dan radioterapis, pilihan pribadi dan kerjasama pasien. Jika lesi tidak
sembuh dengan terapi inisial, pilihan untuk perawatan menjadi terbatas, dan
kemungkinan untuk sembuh menjadi berkurang.
1) Pembedahan
Dalam pemilihan perawatan bedah, perlu diketahui indikasi serta tujuan
penanganan terhadap KSS. Adapun indikasi pembedahan antara lain :
a) Tumor yang telah melibatkan tulang
b) Efek samping pembedahan diharapkan lebih kecil daripada radiasi
c) Tumor yang kurang sensitif terhadap radiasi
d) Tumor rekuren pada daerah yang sebelumnya telah menerima terapi radiasi.
e) Pada kasus paliatif untuk mengurangi ukuran tumor
Pada beberapa kasus dengan keterlibatan tulang alveolar yang minimal,
mandibulektomi parsial dapat membiarkan terpeliharanya kontinuitas mandibula.
Diseksi leher dapat digunakan pada sisa perawatan kanker yang rekuren di leher.
Eksisi lesi displastik dan malignan dapat disempurnakan dengan terapi laser.
Terapi laser untuk lesi ini ditolerir dengan baik dan biasanya menurunkan waktu
perawatan di rumah sakit tetapi memiliki kekurangan yaitu terbatasnya perkiraan
mengenai tepi pembedahan untuk konfirmasi secara histopatologis. Manajemen
lanjutan pembedahan meliputi pendekatan baru pembedahan dan pembedahan
baru untuk rekonstruksi, seperti vaskularisasi flap, rekonstruksi mikrovaskular
bebas dan anastomose neurologis dari cangkokan bebas. Rekonstruksi dengan
menggunakan implan ossenintegrasi bertujuan untuk memberikan prostesis yang
stabil dan estetis yang lebih tinggi dan hasil fungsional. Kemampuan untuk
menempatkan implan pada tulang yang disinari merupakan pilihan untuk
rehabilitasi.
2) Radioterapi
KSS biasanya radiosensitif, dan mempunyai lesi awal dengan tingkat kesembuhan
yang tinggi. Pada umumnya, tumor yang lebih berdiferensiasi maka mempunyai
kecepatan daya respon yang lebih kecil terhadap radioterapi. Tumor eksofitik dan
yang teroksigenasi dengan baik lebih radiosensitif, sedangkan tumor besar yang
invasif dengan fraksi pertumbuhan yang kecil memunyai respon yang lebih
sedikit. KSS yang dibatasi oleh mukosa mempunyai daya sembuh lebih tinggi
dengan radioterapi, akan tetapi penyebaran tumor sampai ke tulang mengurangi
kemungkinan penyembuhan dengan radioterapi. Metastase servikal yang kecil
dapat dikendalikan hanya dengan radioterapi saja, walaupun keterlibatan servikal
nodus yang lebih lanjut lebih baik diatasi dengan terapi kombinasi. Untuk
mendapatkan efek terapetik, radioterapi diberikan dengan pembagian harian.
Hiperfraksionasi radiasi (biasanya dosis dua kali sehari) digunakan secara luas
untuk mengurangi komplikasi kronik yang timbul walaupun komplikasi akut lebih
parah. Efek biologis radioterapi tergantung pada jumlah dosis yang diberikan
perhari, total waktu perawatan, dan dosis total.
Radioterapi mempunyai keuntungan dalam perawatan karsinoma in situ karena
mencegah pembuangan jaringan, dan dapat digunakan sebagai pilihan perawatan
pada tumor T1 dan T2. Radiasi dapat diberikan pada lesi yang terlokalisasi dengan
menggunakan teknik implant (brakiterapi) atau pada regio kepala dan leher
dengan menggunakan eksternal beam radiation. Terapi external beam dapat
memberikan cara tertentu untuk melindungi jaringan normal yang berbatasan
dengan tumor yang tidak terlibat. Inovasi pada radioterapi meliputi IMRT,
menggunakan pancaran radiasi dengan berbagai intensitas, yang memberikan
kemampuan untuk menyesuaikan dengan dosis yang diresepkan terhadap bentuk
dan jaringan target dalam tiga dimensi, mengurangi dosis untuk jaringan normal
sekitarnya. IMRT idealnya cocok untuk malignansi pada kepala dan leher yang
dekat dengan struktur yang penting seperti batang otak, chiasm optik, dan kelenjar
ludah. Concurrent Chemotherapy and Radiotherapy (CCRT) dan IMRT menjadi
standard perawatan pada KSS. CCRT meningkatkan laju penyembuhan tetapi
dihubungkan dengan peningkatan toksisitas yang menyertainya.
3) Kemoterapi
Kemoterapi digunakan sebagai terapi awal sebelum dilakukan terapi lokal,
bersama dengan radioterapi (CCRT), dan kemoterapi pembantu setelah perawatan
lokal. Tujuan kemoterapi yakni untuk mengurangi tumor awal dan memberikan
perawatan dini pada mikrometastaste. Efek toksik kemoterapi meliputi mukositis,
nausea, muntah, dan penekanan sumsum tulang. Obat-obatan utama kemoterapi
itu sendiri maupun untuk terapi kombinasi yaitu antara lain methotrexate,
bleomycin, Tasol dan turunannya, turunan platinum (cisplatin dan carboplatin),
dan 5-fluorouracil. Protokol kemoterapi dan radioterapi yang dilakukan
bersamaan, saat ini telah menjadi standard sebagai perawatan pada stadium tiga
dan empat dengan prognosis yang buruk apabila dirawat dengan pembedahan.
Sebagai perawatan untuk keganasan yang lainnya, obat-obatan kemoterapi yang
baru telah dipelajari sebagai tambahan atau pengganti obat-obatan yang lama.
Obat-obatan kombinasi percobaan yang menargetkan jalur yang berbeda-beda,
seperti bevazicumb dan erlotinib, juga telah disempurnakan dengan hasil yang
menjanjikan. Obat-obatan seperti capecitabine menawarkan suatu cara lain pada
pasien yang secara jelas terkena efek samping dari kemoterapi standard. Interferon
alfa 2b efektif sebagai terapi pembantu terapi konvensional pasien imunosupresi.
4) Kombinasi Pembedahan dan Radioterapi
Keuntungan radioterapi seperti potensi untuk membasmi sel-sel tumor yang
teroksiogenasi dengan baik pada perifer tumor dan untuk mengatur penyakit
regional subklinis. Pembedahan lebih ditekankan pada pengaturan masa tumor
yang berproses secara relatif pada sel-sel hipoksik yang radio-resisten dan tumor
yang melibatkan tulang. Terapi kombinasi dapat menghasilkan keselamatan yang
baik pada kasuskasus tumor tingkat lanjut dan pada tumor yang menunjukkan
tingkah laku biologis yang agresif. Keuntungan dari radioterapi preoperatif yaitu
destruksi sel-sel tumor perifer, potensi pengendalian penyakit subklinis, dan
kemungkinan mengubah lesi yang tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi.
Kerugiannya meliputi, penundaan pembedahan dan penundaan penyembuhan
pasca operasi. Kemoradioterapi pasca operasi dapat digunakan untuk merawat sel-
sel yang tersisa pada pembedahan dan untuk mengendalikan penyakit subklinis.

5) Terapi Gen
Terapi gen didefenisikan sebagai transfer gen untuk tujuan mengobati
penyakit pada manusia, meliputi transfer materi genetik yang baru sebagai
manipulasi materi genetik yang ada. Hal ini bermanfaat khususnya untuk sel-sel
kanker, yang didominasi onkogen yang teraktivasi. Pengunaan terapi gen pada
perawatan kanker yakni untuk merawat penyakit yang rekuren dan terapi
pembantu, misalnya pada pembedahan. Berdasarkan pada persyaratannya yakni
injeksi secara langsung, KSS merupakan target yang cocok karena kebanyakan
lesi primer ataupun yang rekuren dapat dicapai dengan injeksi. Ada beberapa
strategi umum yang digunakan pada terapi gen untuk merawat KSS, yaitu:
a) penambahan gen supresor tumor (terapi gen tambahan)
b) penghilangan gen tumor yag tidak sempurna (terapi gen eksisi)
c) penurunan regulasi gen yang terlihat yang menstimulasi pertumbuhan tumor
(RNA antisense)
d) perbaikan penjagaan imun (imunoterapi)
e) aktivasi obat-obatan yang mempunyai efek kemoterapetik (terapi gen
”suicide”)
f) pengenalan virus yang menghancurkan sel-sel tumor sebagai bagian dari
siklus replikasi
g) pengiriman gen-gen yang resisten terhadap obat ke jaringan normal sebagai
perlindungan dari kemoterapi
h) pengenalan gen yang menghambat angiogenesis tumor

Anda mungkin juga menyukai