Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cedera kepala traumatik merupakan penyebab utama disabilitas. Terdapat beberapa cara

untuk memprediksi hasil akhir saat pasien datang ke rumah sakit. Beberapa faktor prognostik

saat pasien datang ke rumah sakit antara lain, reaksi pupil, Glasgow Coma Scale (GCS), jumlah

leukosit, hasil computerized tomography (CT) scan, telah diteliti dalam banyak penelitian untuk

memprediksi hasil akhir pada pasien dewasa dengan cedera kepala traumatik. Identifikasi awal

dari faktor prediktor pada pasien cedera kepala berat tersebut signifikan baik bagi klinisi.

Trauma memicu kaskade kompleks dari kejadian pasca trauma, yang dapat dibagi

menjadi hemodinamik, metabolik, neuroendokrin, dan respon imun yang memicu proses

patofisiologis yang multifokal.

Peran katekolamin dan kortikosteroid telah dilaporkan dalam literatur, tapi inflamasi

yang dipicu oleh mikroglia dan limfosit setelah trauma kepala juga berperan penting.

Katekolamin meningkatkan leukosit dengan melepaskan sel ke dalam sirkulasi. Kortikosteroid

meningkatkan jumlah neutrofil dengan melepas sel dari penyimpanan di bone marrow ke dalam

darah dan dengan mencegah perpindahan dari sirkulasi ke dalam jaringan.

Blood brain barrier (BBB) terbuka saat trauma dan tertutup sekitar 60 menit pasca

trauma. Setelah trauma, mikroglia berespon selama 60 menit pertama pasca trauma. Sel

mikroglia mengekspresikan antigen Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas I dan II,

dan antigen ini dapat mempresentasikan limfosit di sekitar Kelenjar Getah Bening (KGB), dan
2

memicu aktivitas limfosit yang bersikulasi pada sistem saraf pusat (SSP). Penemuan ini

menunjukkan bahwa sel mikroglia mempunyai peran penting dalam memicu dan

mempertahankan respon imun pada trauma kepala.

Mekanisme lainnya dimana leukosit dapat dihubungkan dengan kerusakan otak adalah

ruptur pembuluh darah kecil yang diikuti oklusi fisiologis. Leukosit lebih susah berubah bentuk

dibandingkan eritrosit, dan gradien tekanan yang lebih besar diperlukan untuk memasukkan

mereka ke dalam kapiler dengan diameter yang kecil. Di bawah kondisi dengan tekanan perfusi

yang kurang, kapiler dapat berperan seperti saringan dan menahan leukosit sehingga

meningkatkan jumlah leukosit. Setelah ditempatkan, leukosit membentuk area yang kontak

dengan endotelium, dan mungkin tidak bisa lepas setelah tekanan perfusi kembali menjadi

normal. Oklusi mekanis kapiler dapat menjadi lebih jelas sebagai hasil pelepasan sejumlah

sitotoksik kimiawiyang memicu peningkatan interaksi leukosit-endotelial.

Pemeriksaan darah rutin lengkap merupakan pemeriksaan laboratorium klinis yang

tersering dimintakan. Leukositosis, peningkatan jumlah leukosit yang bersirkulasi, pertama kali

dikemukakan oleh Virchow dan Andral pada pertengahan abad 19, merupakan fenomena umum

pada cedera kepala.

Tren jumlah leukosit terkini memperingatkan dokter tentang adanya kemungkinan sepsis

dan melihat respon terapi. Cedera kepala traumatik berhubungan dengan peningkatan kadar

katekolamin. Dimana katekolamin bertanggungjawab dalam pelepasan penyimpanan leukosit

(neutrofil) saat kortikosteroid menyebabkan penurunan jumlah leukosit (neutrofil) dari sirkulasi.

Pembengkakan otak setelah trauma kepala bisa disebabkan oleh respon inflamasi karena

produksi sitokin intraserebral dan peningkatan leukosit sebagai hasil dari efek langsung pada
3

permeabilitas vaskuler dan aktivasi leukosit. Leukositosis berhubungan dengan hasil akhir yang

buruk, dimana sering ditemukan pada pasien dengan cedera kepala berat.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah peningkatan jumlah leukosit pada cedera kepala traumatik yang akut dapat

digunakan memprediksi prognosis?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum :

Membuktikan peningkatan jumlah leukosit awal pada cedera kepala traumatik dapat

digunakan memprediksi prognosis.

1.3.2.Tujuan khusus :

1. Membuktikan terdapat peningkatan jumlah leukosit awal pada cedera kepala traumatik

dapat digunakan memprediksi prognosis pada cedera kepala yang akut baik pada cedera

kepala yang ringan, sedang, maupun yang berat.

2. Melihat jumlah peningkatan leukosit awal yang dapat menunjukkan baik prognosis yang

baik dan yang buruk pada cedera kepala traumatik.


4

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi mengenai prediksi

prognosis pasien dengan cedera kepala traumatik dengan tingkat cedera kepala ringan,

sedang, maupun berat.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk penelitian lebih lanjut

mengenai memprediksi prognosis, dan pengelolaan penderita cedera kepala traumatik.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Cedera kepala traumatik merupakan penyebab utama disabilitas, dan merupakan masalah

kesehatan publik global yang utama. Cedera kepala traumatik adalah trauma pada kepala

disebabkan tenaga mekanik dari luar kepala yang dapat menyebabkan kerusakan fisik sementara

ataupun menetap, fungsi kognitif, dan psikososial yang berhubungan dengan penurunan

kesadaran. Tingkat keparahan cedera kepala diklasifikasikan menurut nilai Glasgow Coma Scale

(GCS), sebagai ringan (13–15), sedang (9–12) , dan berat (3–8).1,2,3

Tabel 1. Glascow Coma Scale


6

Pasien yang selamat sering mengalami kelainan kognitif, mood, dan sikap. Biaya

kerugian yang disebabkan disabilitas yang disebabkan cedera kepala traumatik adalah hilangnya

masa produktif kehidupan selama beberapa tahun dan membutuhkan perawatan yang lama atau

bahkan seumur hidup. Di dunia, diperkirakan sekitar 10 juta kasus cedera kepala serius dapat

menyebabkan perawatan di rumah sakit, disabilitas jangka panjang atau seumur hidup, atau

kematian. Di Amerika Serikat (AS), rerata 1,4 juta kasus cedera kepala per tahun, termasuk 1

juta kunjungan ke unit gawat darurat, 235.000 yang dirawat inap, dan 50.000 kematian. Dalam

beberapa laporan di AS, diperkirakan sekitar 5,3 juta orang mengalami disabilitas, kerusakan,

keluhan, atau cacat yang disebabkan cedera kepala traumatik. Di Uni-Eropa juga ditemukan

disabilitas yang disebabkan cedera kepala traumatik sekitar 6,2 juta orang.4,5

2.1. Insidensi Cedera Kepala Traumatik

Seperti pada umumnya, kejadian cedera kepala sangat bervariasi tergantung pada usia,

jenis kelamin, dan lokasi geografis. Kebanyakan laporan yang diterbitkan berasal dari negara-

negara berkembang.1,2,6

Dalam kebanyakan kasus, resiko cedera kepala traumatik sangat tinggi pada populasi

anak-anak, dewasa muda, dan lanjut usia. Untuk kombinasi kunjungan di IGD, rawat inap, dan

kematian, anak-anak usia 0–4 tahun, dan remaja usia 15–19 tahun lebih sering mengalami cedera

kepala traumatik dibandingkan dengan dari kelompok usia yang lainnya. Dan, cedera kepala

traumatik di AS mempunyai penyebaran yang luas, dengan puncak tertinggi kejadian pada

dewasa muda usia 15–24 tahun dan terendah pada lanjut usia (>60 tahun). Untuk yang dirawat

inap, insidensi cedera kepala traumatik tertinggi pada yang berusia ≥75 tahun. Dalam penelitian

kunjungan ke rumah sakit terkait cedera kepala traumatik di Inggris, 30% merupakan anak-anak
7

usia <15 tahun. Diantara mereka yang mengunjungi IGD di Inggris dengan cedera kepala,

insidensi tertinggi merupakan laki-laki di perkotaan usia 15–19 tahun. Menurut penelitian

European Brain Injury Consortium (EBIC), pasien yang mengunjungi pusat bedah saraf di 12

negara Eropa median usianya adalah 38 tahun, dengan kasus terbanyak pada laki-laki.4,5

Mayoritas penelitian menunjukkan laki-laki lebih banyak mengalami cedera kepala.

Secara keseluruhan, laki-laki 2 kali lebih banyak mengalami cedera kepala traumatik

dibandingkan perempuan. Menurut penelitian di Eropa dan Amerika Utara, rasio laki-

laki:perempuan di Swedia sebanyak 1,2:1; dan di Spanyol sebanyak 2,7:1. Laki-laki di negara

berkembang memiliki resiko lebih tinggi mengalami cedera kepala traumatik dibandingkan pada

negara maju. Dalam penelitian di Afrika Selatan, rasio laki-laki:perempuan adalah 4,8:1. Dalam

penelitian di Inggris terkait kunjungan kasus cedera kepala traumatik ke rumah sakit, 72%

merupakan laki-laki. Dalam penelitian EBIC tentang cedera kepala berat, 74% merupakan laki-

laki. Menurut Traumatic Coma Data Bank, terdapat 77% pasien laki-laki dengan cedera kepala

berat traumatik. Laki-laki 3 kali lebih sering mengalami kematian karena cedera kepala

traumatik.4,5

2.2. Etiologi Cedera Kepala Traumatik

Penyebab tersering cedera kepala traumatik disebabkan kecelakaan lalu lintas (KLL),

terjatuh, tertimpa, atau terpukul, olahraga, atau aktivitas rekreasi. Mayoritas laporan

menunjukkan KLL menjadi penyebab tersering cedera kepala traumatik, diikuti kejadian

terjatuh. Dalam penelitian di Inggris, 21%–60% kasus cedera kepala traumatik disebabkan KLL

(terendah di Norwegia dan Inggris sebanyak 21%, dan tertinggi di Swedia dan Spanyol sebanyak

60%); 15%- 62% disebabkan karena terjatuh (15% di Italia, 62% di Norwegia). Sebuah
8

penelitian di Glasgow, Skotlandia, menyebutkan tindak kekerasan (28%) menjadi penyebab

kedua tersering setelah terjatuh (46%). Telah diperkirakan bahwa di Uni-Eropa, 40% cedera

kepala traumatik disebabkan KLL, dan 37% disebabkan karena terjatuh, 7% disebabkan tindak

kekerasan, dan 16% disebabkan oleh penyebab lainnya.4,5

Disadari adanya keterkaitan antara mekanisme cedera dan cedera kepala traumatik

dengan usia, jenis kelamin, kepemilikan kendaraan, tempat tinggal di perkotaan, dan faktor

sisioal-ekonomi. Faktor lainnya bisa termasuk karena efek samping obat, berkurangnya

penglihatan/pendengaran, reaksi yang lambat, keseimbangan dan mobilitas yang terganggu.

Dalam penelitian cedera kepala traumatik pada anak-anak, penyebab tersering yang melibatkan

anak adalah sebagai pejalan kaki (36%), terjatuh (24%), kecelakaan bersepeda (10%),

kecelakaan kendaraan bermotor (9%), dan kekerasan (6%). Penelitian di Inggris tentang cedera

kepala minor pada dewasa, penyebab tersering adalah kekerasan (30%–50%), KLL (25%), dan

terjatuh (22%–43%). Dilaporkan bahwa alkohol mungkin terlibat dalam 65% kasus cedera

kepala traumatik. Dalam penelitian di AS, KLL sebanyak 50%, terjatuh sebanyak 23%–30%, dan

kekerasan sebanyak 20% dalam kasus cedera kepala traumatik. Di AS, luka tembak di kepala

menjadi penyebab kasus cedera kepala traumatik yang sering saat ini daripada KLL, dengan

kasus fatal sebanyak 90%. Dalam penelitian di Kanada, KLL sebanyak 43%, dan kekerasan

sebanyak 11% dari kasus cedera kepala traumatik. Penelitian EBIC tentang cedera kepala

traumatik yang mengunjungi unit bedah saraf (dengan GCS ≤12), 51% merupakan KLL, 12%

karena terjatuh, dan 5% karena kekerasan. Pada penelitian CRASH, KLL sebanyak 64%, dan

terjatuh sebanyak 13% menjadi penyebab cedera kepala traumatik.4,5


9

2.3. Hasil Akhir Cedera Kepala Traumatik

Penting untuk diketahui bahwa pasien cedera kepala traumatik mungkin tidak dapat

selamat sebelum mencapai rumah sakit atau mungkin tertunda untuk diantar ke pusat kesehatan,

dengan kedatangan baik ke bangsal bedah saraf maupun ICU. Setelah mengunjungi rumah sakit,

mereka mungkin tidak selamat atau diperbolehkan pulang, atau ke fasilitas rehabilitasi, atau ke

ruang perawatan jangka panjang. Beberapa penelitian pada cedera kepala traumatik antara lain

oleh Kagan R. J. et al (1994), Fekhry et al (2004), Shameem Ahmed et al (2009), dan

Subramanian A. et al (2012).1,4,5,7

Angka mortalitas adalah jumlah kematian dari cedera kepala traumatik dalam populasi

dalam periode waktu tertentu dibagi jumlah keseluruhan populasi yang ada (biasanya

ditunjukkan dalam per 100.000 populasi). Angka mortalitas ini bervariasi di setiap negara. Di

Inggris, angka mortalitas cedera kepala traumatik sebanyak 6–10 per 100.000 populasi/tahun. Di

Perancis, dilaporkan angka mortalitas sekitar 22 per 100.000. di Uni-Eropa, angka mortalitas

cedera kepala traumatik bervariasi mulai dari yang terendah di Jerman sebanyak 9,4 per 100.000,

hingga tertinggi di Ravenna, Italia sebanyak 24,4 per 100.000, dengan rerata keseluruhan sekitar

15 per 100.000 populasi/tahun. Di AS, angka mortalitas keseluruhan sebanyak 20–30 per

100.000 dengan setengahnya mengalami kematian diluar rumah sakit. Pada area Bronx di New

York dilaporkan sebanyak sebanyak 28 per 100.000. pada orang dewasa di Johannesburg, Afrika

Selatan, dilaporkan angka mortalitas yang tinggi sebanyak 138 per 100.000 laki-laki, dan 24 per

100.000 perempuan, dengan 20% kematian.4,5


10

2.4. Prediksi Hasil Akhir pada Cedera Kepala Traumatik

Sangat mungkin untuk memakai pendekatan ini untuk membuat model prognostik pada

cedera kepala traumatik. Guidelines untuk menilai kualitas prognostik di pusat kesehatan

diterbitkan pada beberapa tempat. Variasi anatomi, fisiologi, dan demografi digunakan dalam

model tergantung dalam setting, dan fungsi yang diperlukan.4,5

Terdapat beberapa cara untuk memprediksi hasil akhir saat pasien mengunjungi rumah

sakit. Beberapa faktor prognostik, seperti GCS awal, jumlah leukosit awal, CT scan, telah diteliti

dalam beberapa penelitian untuk memprediksi hasil akhir pada pasien cedera kepala traumatik

dewasa. Trauma memicu kaskade kompleks pasca trauma dapat dibagi dalam hemodinamik,

metabolik, neuroendokcrin, dan respon imun yang memicu proses patofisiologis.4,5,7,8,9

2.5. Pemeriksaan Laboratorium Cedera Kepala Traumatik

Setelah pasien stabil dan pemeriksaan fisik neurologis dilakukan, pemeriksaan

diagnostik lainnya dapat dilakukan. Pasien dengan cedera kepala traumatik tidak memerlukan

pemeriksaan darah tambahan yang lainnya menurut panel standar pemeriksaan pasien trauma.

Pemeriksaan toksik urin dan pemeriksaan kadar alkohol dalam darah penting bagi semua pasien

yang mengalami penurunan kesadaran, sebab depresi apapun pada SSP dapat menyebabkan

gangguan kesadaran.7,9

Diantara parameter laboratorium lainnya, pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis

telah dipelajari pada pasien trauma. Peningkatan leukosit dan subpopulasinya, khususnya

granulosit neutrofil, telah ditemukan setelah trauma. Leukositosis, peningkatan jumlah leukosit

yang bersirkulasi pertama kali dideskripsikan oleh Virchow dan Andral pada pertengahan abad
11

19 (Lawerence et al., 2007) merupakan fenomena yang umum pada cedera kepala. Beberapa

penelitian telah mempelajari nilai prognostik dari jumlah leukosit awal atau hasil pemeriksaan

serial jumlah leukosit (Rainer et al, 1999; Chang et al, 2003; Lam et al, 2011).7,10,11,12

Cedera menyebabkan respon dari seluruh sel sistem imun dimana sitokin dan produk

metabolik lainnya yaitu leukosit yang aktif dapat memicu resistensi pasien atau kerusakan yang

menekan fungsi organ dan menyebabkan inflamasi sistemik.7,12,13 Sebagai respon jaringan

terhadap trauma, granulosit neutrofil teraktivasi dan dapat menimbulkan kelainan respon imun.

Respon imun yang berlebih dapat menjadi faktor resiko utama berkembangnya systemic

inflammatory response syndrome (SIRS) dan dapat menyebabkan gagal organ pasca trauma

(Pillay et al 2007).12 Inflamasi mempengaruhi produksi leukosit normal dengan memicu

lymphopoiesis menghasilkan granulopoiesis, respon yang mengaktifkan neutrofil setelah

infeksi. Leukositosis pada trauma karena neutrophilia, disebabkan karena pergeseran neutrofil,

dan bukan karena peningkatan produksi bone marrow atau pelepasan sel imatur atau batang.

Fenomenanya adalah masa hidup yang singkat, berlangsung hanya beberapa menit hingga jam

(Abramson & Beckz, 2000, Santucci et al, 2008).7,13,14 Diduga, pasien dengan trauma yang berat

mempunyai tingkat leukosistosis yang tinggi bila dibandingkan dengan pasien dengan trauma

yang lebih ringan (Santucci et al., 2008). Terdapat penelitian tentang peningkatan leukosit dan

trauma, termasuk cedera kepala. Beberapa penelitian yang meneliti hubungan perubahan leukosit

dan cedera kepala antara lain Keskil et al (1994), Rovlias dan Kotsou (2001), Czigner A. et al

(2007), Gurkanlar D. et al (2009), dan Subramanian A. et al (2012). Pengenalan neutrofil

teraktivasi yang cepat dan dapat dipercaya dapat dipergunakan sebagai biomarker prognostik

untuk mengidentifikasi pasien trauma dengan resiko buruk.12


12

Cedera kepala traumatik berhubungan dengan peningkatan kadar katekolamin (Clifton et

al, 1981, Hortangl et al, 1980, Rosner et al, 1984, Gürkanlar et al, 2009). Katekolamin

bertanggungjawab dalam pelepasan simpanan neutrofil saat kortikosteroid menekan neutrifil dari

sirkulasi. Katekolamin meningkatkan leukosit dengan melepaskan sel ke dalam sirkulasi.

Kortikosteroid meningkatkan jumlah neutrofil dengan melepas sel dari penyimpanan di bone

marrow ke dalam darah dan dengan mencegah perpindahan dari sirkulasi ke dalam jaringan

(Boggs, 1967, Gürkanlar et al, 2009). Pembengkakan otak setelah truma kepala bisa jadi

disebabkan respon inflamasi sebab produksi sitokin dan peningkatan adhesi leukosit sebagai

hasil dari efek langsung pada permeabilitas vaskuler dan aktivasi leukosit (Dietrich et al, 2004,

Fee et al, 2003, Gourin & Shackford, 1997, Juurlink, 2000, Lenzlinger, 2001, Gurkanlar et al,

2009). Teori lain dari leukositosis setelah trauma bisa dijelaskan sebagai berikut: pada cedera

pasca trauma, sel tubuh, mikroglia menjadi hipertropik selama 60 menit pertama, sementara

BBB terbuka saat trauma dan menutup sekitar 60 menit pasca cedera (Bednar et al., 1997,

Gürkanlar et al., 2009). Sel mikroglia mengekspresikan antigen MHC kelas I dan II, dan antigen

ini dapat mempresentasikan limfosit pada KGB regional dan memicu aktivitas limfosit yang

bersirkulasi pada sistem SSP (Capps, 1896, Kakarieka, 1997, Neil- wyer & Cruickshank 1974,

Rovlias & Kotsou, 2001, Gürkanlar et al, 2009). Sel mikroglia memainkan peran dalam induksi

dan mempertahankan respon imun setelah cedera kepala traumatik (Czigner et al, 2007,

Gürkanlar et al, 2009). Mekanisme alternatif dimana leukosit dapat dihubungkan dengan

kerusakan serebral adalah ruptur pembuluh darah mikro. Leukosit lebih susah berubah bentuk

dibandingkan eritrosit, dan gradien tekanan yang lebih besar diperlukan untuk memasukkan

mereka ke dalam kapiler dengan diameter yang kecil. Di bawah kondisi dengan tekanan perfusi

yang kurang, kapiler dapat berperan seperti saringan dan menahan leukosit sehingga
13

meningkatkan jumlah leukosit. Setelah ditempatkan, leukosit membentuk area yang kontak

dengan endotelium, dan mungkin tidak bisa lepas setelah tekanan perfusi kembali menjadi

normal (Hallenbeck, 1986, Janoff, 1965, Suval, 1987, Yamakawa, 1987, Gürkanlar et al, 2009).

Oklusi mekanis kapiler dapat menjadi lebih jelas sebagai hasil pelepasan sejumlah sitotoksik

kimiawiyang memicu peningkatan interaksi leukosit-endotelial (Harlan & Winn, 2007,

Gürkanlar et al, 2009).7,13

Sebagai tambahan, jumlah leukosit dan diferensiasi, analisis hematologi terbaru

memungkinkan melihat parameter morfologi yang berhubungan dengan leukosit. Parameter ini

dipergunakan dengan analisis hematologi untuk melihat diferensiasi leukosit dan memungkinkan

analisis karakteristik morfologi sejumlah besar leukosit dalam satu kali pemeriksaan. Potensi

parameter ini ditunjukkan dalam diagnosis dan prediksi hasil akhir dengan beragam kondisi

klinis (Leckie et al, 2000; Leckie et al, 2004; Chaves et al, 2005; Chaves et al, 2006; Silva et al,

2006; Bagdasaryan et al, 2007; Velthove et al, 2009; Campuzano-Zuluaga et al, 2010;

Furundarena et al, 2010; Lee et al, 2010; Mardi et al, 2010; Charafeddine et al, 2011; Inaba et al,

2011; Celik et al, 2012; Zhu et al, 2012).12

Jumlah leukosit yang tinggi meskipun non spesifik tapi telah dipergunakan secara

spesifik sebagai indikator prognostik pada infark miokardial dan sebagai prediktor kadar plasma

urinary oestrogen pada perempuan yang mendapatkan penatalaksanaan gonadotropik untuk

infertilitas (Hughes, 1963, Cruichshank, 1970, 1972).7,13 Jumlah leukosit dipertimbangkan

sebagai biomarker proses inflamasi yang berkontribusi pada cedera vaskuler dan aterosklerosis

(Mehta et al., 1998, Alexander, 1994, Ruggiero et al., 2007). Jumlah leukosit secara langsung

berperan dalam penyakit kardiovaskuler dan mortalitas (Coller, 2005, Ruggiero et al., 2007) atau
14

hanya sebagai marker negatif resiko kardiovaskuler yang masih kontroversial (Loimaala et al,

2006, Smith et al, 2003, Ruggiero et al, 2007).4

Menurut penelitian Rovlias et al, jumlah leukosit awal dapat disajikan sebagai parameter

tingkat keparahan cedera kepala traumatik dan sebagai prediktor tambahan hasil akhir neurologis

pada pasien cedera kepala traumatik berat. Jumlah leukosit tinggi terkait dengan kondisi klinis

yang buruk di awal, dan mortalitas tinggi pada cedera kepala traumatik menurut Keskil et

al.4,10,11
15

BAB III

KERANGKA TEORI, KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori

CEDERA KEPALA
TRAUMATIK

INFLAMASI

LEUKOSIT
OSIS

PROGNOSIS

3.2. Kerangka Konsep

LEUKOSIT
AWAL SETELAH Prognosis
CEDERA KEPALA
TRAUMATIK

3.3. Hipotesis

1. Terdapat peningkatan jumlah leukosit pada pemeriksaan darah rutin awal pada pasien cedera

kepala traumatik.
16

2. Peningkatan jumlah leukosit pada pemeriksaan darah rutin awal terkait dengan prognosis

pasien cedera kepala traumatik.


17

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif, dengan desain cross sectional.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1. Populasi

Seluruh data pasien yang mengalami cedera kepala traumatik yang dibawa ke IGD RSUP

Dr. Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, periode Januari – Juni 2014.

4.2.2. Sampel

Sampel penelitian dipisahkan menurut kriteria inklusi dan eksklusi. Dan data yang diolah

adalah kelompok data yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi :

1. Pasien dengan cedera kepala traumatik tanpa cedera yang lain karena trauma yang sama.

2. Pasien dengan data pemeriksaan laboratorium leukosit awal di IGD RSUP Dr. Kariadi,

Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, periode Januari – Juni 2014

Kriteria eksklusi :

1. Pasien dengan cedera kepala traumatik disertai cedera lain karena trauma yang sama
18

2. Pasien yang tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium leukosit awal di IGD RSUP Dr.

Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, periode Januari – Juni 2014

3. Pasien dengan mati batang otak, luka tembus, infeksi, dan penyakit yang memungkinkan

peningkatan jumlah leukosit selain karena trauma yang sama (, infark miokardial,

prosedur operasi, dll).

4.3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dan pengolahan data dilakukan di RSUP Dr. Kariadi, Semarang, Jawa

Tengah, Indonesia, periode Juli 2014.

4.4. Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis data

meliputi uji hipotesis dan analisis deskriptif. Analisis deskriptif jumlah limfosit, disajikan dalam

bentuk tabel rerata, SD, median, dan grafik box plot.

Desain randomized lengkap (One-way Anova) digunakan untuk membandingkan grup-

grup dengan jumlah leukosit, dan tes Post-Hoc digunakan sebagai prosedur tes untuk seluruh

pairwise comparisons. Analisis data dilakukan dengan software SPSS Ver. 17.0 for Windows.

4.5. Prosedur pengumpulan data

Seluruh data pasien yang mengalami cedera kepala traumatik yang dibawa ke IGD RSUP

Dr. Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, periode Januari – Juni 2014. Kemudian data

dikelompakkan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Dan data yang digunakan adalah data yang

memenuhi kriteria inklusi.


19

Pasien dibagi ke dalam 3 grup menurut nilai Glasgow Coma Scale (GCS). Grup I: cedera

kepala ringan, dengan nilai GCS antara 14-15. Group II: cedera kepala sedang, dengan nilai GCS

antara 9-13. Dan Grup III: cedera kepala berat, dengan nilai GCS antara 3-8.

Pasien dibagi juga kedalam 2 grup, berdasarkan hasil akhirnya. Grup I: Meninggal, grup

II: Selamat. Pasien juga dibagi ke dalam 3 grup menurut lama rawat inapnya, dimana kami

mengeksklusi pasien dengan hasil akhir meninggal terlebih dahulu. Grup I: lama rawat inap ≤ 1

hari, grup II: lama rawat inap 2-7 hari, dan grup III: lama rawat inap >7 hari.

Jumlah leukosit pasien dihitung pada awal, pada saat yang sama dengan pemeriksaan

klinis awal, yaitu saat awal pasien mengunjungi IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang-Jawa Tengah-

Indonesia.

Pasien-pasien tersebut mendapatkan operasi ataupun dirawat di intensive care unit (ICU),

sesuai hasil pemeriksaan klinis dan radiologis dengan CT Scan dan foto röntgen cranium. Hasil

akhir seluruh pasien terhubung dengan kesembuhan atau mortalitas, dan lama rawat inapnya.
20

BAB V

HASIL PENELITIAN

Sebanyak 61 pasien cedera kepala traumatik yang mengunjungi IGD RSUP Dr. Kariadi

Semarang-Jawa Tengah-Indonesia periode Januari – Juni 2014 diikutsertakan dalam penelitian

ini. Rentang usia antara 3 tahun hingga 76 tahun, dan rerata usianya adalah 35,1 tahun.

Tabel 2. Distribusi Pasien Cedera Kepala Traumatik Yang Dikelola di IGD


RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Januari-Juni 2014
21

Jumlah Leukosit dan GCS

Tabel 3. Leukosit VS GCS

Gambar 1. Mann Whitney Jumlah Leukosit VS GCS

Nilai GCS sangat terkait erat dengan jumlah leukosit. Nilai rerata jumlah leukosit adalah

12,55x106/L pada Grup I, 16,51x106/L pada Grup II, and 20,01x106/L for Grup III. Terdapat

korelasi yang signifikan antara cedera kepala berat dan jumlah leukosit (p<0,05). Terdapat

perbedaan bermakna jumlah leukosit antara Grup I dan Grup III (p<0,05).
22

Jumlah Leukosit dan Hasil Akhir

Tabel 4. Leukosit VS Hasil Akhir

Gambar 2. Jumlah Leukosit dan Hasil Akhir (Selamat dan Meninggal) (p<0,05)

Terdapat perbedaan bermakna dari jumlah leukosit yang tinggi pada pasien yang

meninggal dibandingkan dengan yang selamat (p<0,05), pada yang meninggal (rerata jumlah

leukosit 25,37x106/L, dengan SD 6,215x106/L). Pasien dengan jumlah leukosit yang rendah
23

memiliki hasil akhir yang lebih baik. Penelitian ini memiliki mortalitas keseluruhan sebesar

16.39%, dan sebanyak 83.33% dari keseluruhan mortalitas tersebut terjadi pada cedera kepala

berat.

Jumlah Leukosit dan Lama Rawat Inap

Lama rawat inap mulai dari 1 hari hingga 15 hari. Kami mengeksklusi yang meninggal,

periode lama rawat inap kemudian dibagi menjadi 3 grup. Grup I, lama rawat inap 1-2 hari; Grup

II, lama rawat inap 3-7 hari; Grup III, lama rawat inap >7 hari. Tidak terdapat korelasi yang

bermakna antara jumlah leukosit awal dan lama rawat inap (p>0,05).

Gambar 3. Jumlah Leukosit dan Lama Rawat Inap (p>0,05)


24

BAB VI

PEMBAHASAN

Cedera kepala traumatik merupakan penyebab utama disabilitas. Terdapat beberapa cara

untuk memprediksi hasil akhir saat pasien datang ke rumah sakit. Beberapa faktor prognostik

antara lain GCS awal, jumlah leukosit, CT scan, saat pasien datang, telah diteliti dalam beberapa

penelitian untuk memprediksi hasil akhir pasien cedera kepala traumatik dewasa. Trauma

berperan sebagai pemicu dari kaskade kompleks pasca trauma yang dapat dibagi dalam

hemodinamik, metabolik, neuroendokrin, dan respon imun memicu proses patofisiologis.

Telah banyak penelitian tentang peningkatan leukosit dan trauma, termasuk cedera

kepala. Beberapa penelitian tentang perubahan jumlah leukosit dan cedera kepala antara lain oleh

Keskil et al (1994), Rovlias dan Kotsou (2001), Czigner A. et al (2007), Gurkanlar D. et al

(2009), dan Subramanian A. et al (2012). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hubungan

antara peningkatan jumlah leukosit dan tingkat keparahan serta hasil akhir pasien dengan cedera

kepala. Dalam penelitian ini, jumlah leukosit yang tinggi berhubungan dengan cedera kepala

berat (leukosit ≥18.00x106/L ±SD7.431, rerata 20.01x106/L±SD7.431). Perbedaan antara cedera

kepala ringan dengan cedera kepala berat ditemukan signifikan, dimana p<0.05.

Beberapa penelitian tentang mortalitas pada cedera kepala dilakukan antara lain oleh

Kagan R. J. et al (1994), Fekhry et al (2004), Shameem Ahmed et al (2009), dan Subramanian A.

et al (2012). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan korelasi antara leukositosis dan

mortalitas. Pada penelitian ini, ditunjukkan hubungan leukositosis dengan mortalitas pada pasien

cedera kepala. Jumlah leukosit yang tinggi pada pasien yang meninggal dan pada pasien yang

selamat didapatkan signifikan secara statistik, dimana p<0,05. Pada pasien yang meninggal,
25

jumlah leukosit >25,37x106/L, dengan rerata jumlah leukosit 62,15x106/L. Pasien dengan jumlah

leukosit yang meningkat sedikit mempunyai hasil akhir yang baik. Pada penelitian ini,

keseluruhan mortalitas adalah 16,39%, dan sebanyak 83,33% dari keseluruhan mortalitas terjadi

pada cedera kepala berat. Pada penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya korelasi antara

jumlah leukosit dan lama rawat inap pada pasien cedera kepala traumatik, dimana p>0,05.

Penelitian prospektif dengan populasi yang lebih besar diperlukan untuk mengevaluasi

peran jumlah leukosit sebagai prediktor prognosis pada cedera kepala traumatik. Serta, untuk

mengetahui apakah penghitungan jumlah leukosit dapat dikombinasi dengan hasil pemeriksaan

yang lain untuk membuat algoritma untuk membuat diagnosis yang lebih sensitif atau spesifik.
26

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Leukositosis pada pasien cedera kepala traumatik saat pertama kali datang di IGD dapat

digunakan memprediksi prognosis, dimana:.

1. Pada cedera kepala traumatik berat rerata jumlah leukosit 20,01x106/L ± SD 7,431.

2. Terdapat perbedaan bermakna antara jumlah leukosit pada cedera kepala ringan dan

berat, dimana p<0,05

3. Mortalitas didapatkan pada pasien dengan jumlah leukosit ≥18.00x106/L, dengan

rerata jumlah leukosit 25,37x106/L; SD 6,214x106/L.

4. Terdapat perbedaan bermakna dari jumlah leukosit antara pasien yang selamat dan

yang tidak selamat, dimana p<0,05

5. Lama rawat inap pasien cedera kepala traumatik yang makin panjang bila jumlah

leukosit lebih tinggi, dimana korelasinya signifikan dengan p>0,05.

7.2. Saran

1. Dibutuhkan penelitian prospektif lainnya dengan populasi yang lebih banyak untuk

mengevaluasi lebih lagi peran leukositosis untuk memprediksi prognosis pasien

cedera kepala traumatik.


27

2. Dibutuhkan penelitian prospektif lainnya untuk melihat kemungkinan jumlah leukosit

dapat dikombinasi dengan hasil pemeriksaan lainnya yang dapat digunakan sebagai

algoritma dengan sensitivitas atau spesivitas yang lebih baik.


28

DAFTAR PUSTAKA

1. Shameem Ahmed S, Khan Shabbir, Agrawal Deepak, Sharma B. S. (2009). Out come in
head injured patients : experience at a level 1 trauma centre. Indian Journal of
Neurotrauma, 2009; 6 (2):119-122
2. Smith Jennifer A, Mosley Jr Thomas H, Turner Stephen T, Kardia Sharon L. R. Shared
Genetic Effects among Measures of Cognitive Function and Leukoaraiosis. InTech. 2012
3. Manvelyan Hovhannes M. Cerebral blood flow in experimental and clinical
neurotrauma: quantitative assessment. InTech. 2012
4. Whitfield Peter C, Thomas Elfyn O, Summers Fiona, Whyte Maggie, Hutchinson Peter J.
Head injury : a multidisciplinary approach. Cambridge University Press. 2009
5. Suarez Jose I. Critical care neurology and neurosurgery. New Jersey. 2004
6. Algattas Hanna, Huang Jason H. Traumatic brain injury pathophysiology and treatments:
early, intermediate, and late phases post-injury. Int. J. Mol. Sci. 2014, 15, 309-341
7. Subramanian A, Agrawal D, Pandey R M, Nimiya M, and Albert V. Brain injury–
pathogenesis, monitoring, recovery, and management : the leukocyte count, immature
granulocyte count, and immediate outcome in head injury patients. Intech Books and
Journals, 2012; 1 (7): 139-152
8. Gürkanlar D, Lakadamyali H, Ergun T, Yilmaz C, Yücel E, Altinörs N. Predictive value
of leucocytosis in head trauma. Turkish Neurosurgery, 2009; 19 (3): 211-215
9. Lingsma Hester F, Roozenbeek Bob, Steyerberg Ewout W, Murray Gordon D, Maas
Andrew I. R. Early prognosis in traumatic brain injury: from prophecies to predictions.
Neurology, 2010. 9: 543 – 554
10. Keskil S, Baykaner MK, Ceviker N, Aykol Ş. Head trauma and leucocytosis. Acta
Neurochir (Wien), 1994; 131:211-214
11. Rovlias A, Kotsou S. The blood leucocyte count and its prognostic significance in severe
head injury. Surg Neurol, 2001; 55:190-196
12. Lam Siu W, Leenen Luke P. H, van Solinge Wouter W, Hietbrink Farco, Huisman
Albert. Comparison between the prognostic value of the white blood cell differential
count and morphological parameters of neutrophils and lymphocytes in severely injured
patients for 7-day in-hospital mortality. Biomarkers. 2012
13. Paladino Lorenzo, Subramanian R. A,Bonilla Elisabeth, Sinert Richard H. Leukocytosis
as prognostic indicator of major injury. Western Journal of Emergency Medicine. 2010
14. Czigner A, Mihaly A, Farkas O, Buki A, Krisztin-Peva B, Dobo E, Barzo P. Kinetics of
the cellular immune response following closed head injury. Acta Neurochir (Wien), 2007;
149:281-289
15. European Society of Intensive Care Medicine. Brain injury : organ specific problems.
2013
29

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Ca se Summa ries

Umur
GCS N Mean St d. Deviation Median Minimum Maximum
Berat 13 31.23 12.904 33.00 18 55
Sedang 18 31.17 13.925 30.00 8 56
Ringan 82 34.30 19.879 30.00 1 76
Total 113 33.45 18.303 30.00 1 76

Te sts of Norm ality


a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-W ilk
GCS St atist ic df Sig. St atist ic df Sig.
Umur Berat .200 13 .163 .869 13 .051
Sedang .142 18 .200* .952 18 .454
Ringan .131 82 .001 .946 82 .002
*. This is a lower bound of the true signific anc e.
a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Umur Based on Mean 4.749 2 110 .011
Based on Median 3.364 2 110 .038
Based on Median and
3.364 2 101.050 .038
with adjusted df
Based on trimmed mean 4.597 2 110 .012
30

Total pasien,total pasien laki2, total pasien perempuan


Je nis kela mi n * GCS Crosstabulation

GCS
Berat Sedang Ringan Total
Jenis kelamin Laki-laki Count 9 13 50 72
Ex pec ted Count 8.3 11.5 52.2 72.0
% within GCS 69.2% 72.2% 61.0% 63.7%
% of Total 8.0% 11.5% 44.2% 63.7%
Perempuan Count 4 5 32 41
Ex pec ted Count 4.7 6.5 29.8 41.0
% within GCS 30.8% 27.8% 39.0% 36.3%
% of Total 3.5% 4.4% 28.3% 36.3%
Total Count 13 18 82 113
Ex pec ted Count 13.0 18.0 82.0 113.0
% within GCS 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 11.5% 15.9% 72.6% 100.0%

Chi-Square Te sts

As ymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.001a 2 .606
Lik elihood Ratio 1.026 2 .599
Linear-by-Linear
.713 1 .399
As soc iation
N of Valid Cases 113
a. 1 c ells (16.7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The
minimum expected count is 4.72.

Rata2 rawat inap:


Mortalitas:
Rata2 Leukosit dengan derajat berat TBI berdasarkan GCS:

Ca se Summa ries

Leukosit
GCS N Mean St d. Deviation Median Minimum Maximum
Berat 13 19.2662 7.60766 22.0000 5.36 29.80
Sedang 18 15.6678 7.67547 13.8500 8.40 40.60
Ringan 82 11.0941 3.30765 10.4500 4.50 24.10
Total 113 12.7628 5.59995 11.2000 4.50 40.60
31

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
GCS Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Leukos it Berat .251 13 .025 .916 13 .223
Sedang .184 18 .111 .784 18 .001
Ringan .105 82 .025 .920 82 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Leukos it Based on Mean 13.114 2 110 .000
Based on Median 8.515 2 110 .000
Based on Median and
8.515 2 55.538 .001
with adjusted df
Based on trimmed mean 12.616 2 110 .000

Ranks

GCS N Mean Rank


Leukos it Berat 13 84.81
Sedang 18 72.11
Ringan 82 49.27
Total 113

Test Statisticsa,b

Leukos it
Chi-Square 17.761
df 2
As ymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: GCS

Berat x sedang
Ranks

GCS N Mean Rank Sum of Ranks


Leukos it Berat 13 19.35 251.50
Sedang 18 13.58 244.50
Total 31
32

Test Statisticsb

Leukos it
Mann-Whitney U 73.500
Wilcoxon W 244.500
Z -1.742
As ymp. Sig. (2-tailed) .081
Exact Sig. [2*(1-tailed a
.082
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: GCS

Berat x ringan
Ranks

GCS N Mean Rank Sum of Ranks


Leukos it Berat 13 72.46 942.00
Ringan 82 44.12 3618.00
Total 95

Test Statisticsa

Leukos it
Mann-Whitney U 215.000
Wilcoxon W 3618.000
Z -3.444
As ymp. Sig. (2-tailed) .001
a. Grouping Variable: GCS

Sedang x ringan
Ranks

GCS N Mean Rank Sum of Ranks


Leukos it Sedang 18 68.03 1224.50
Ringan 82 46.65 3825.50
Total 100

Test Statisticsa

Leukos it
Mann-Whitney U 422.500
Wilcoxon W 3825.500
Z -2.832
As ymp. Sig. (2-tailed) .005
a. Grouping Variable: GCS
33

Rata2 Leukosit dengan lama rawat inap pasien TBI:


Ca se Summa ries

Lama perawatan
GCS N Mean St d. Deviation Median Minimum Maximum
Berat 13 3.77 6.044 .00 0 15
Sedang 18 5.56 4.382 4.50 0 15
Ringan 82 2.99 2.269 2.50 1 11
Total 113 3.49 3.381 3.00 0 15

Te sts of Norm ality


a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-W ilk
GCS St atist ic df Sig. St atist ic df Sig.
Lama perawat an Berat .426 13 .000 .650 13 .000
Sedang .165 18 .200* .915 18 .104
Ringan .205 82 .000 .819 82 .000
*. This is a lower bound of the true significanc e.
a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Lama perawatan Based on Mean 24.634 2 110 .000
Based on Median 5.754 2 110 .004
Based on Median and
5.754 2 33.976 .007
with adjusted df
Based on trimmed mean 20.956 2 110 .000

Ranks

GCS N Mean Rank


Lama perawatan Berat 13 37.27
Sedang 18 74.53
Ringan 82 56.28
Total 113

Te st Stati sticsa,b

Lama
perawatan
Chi-Square 10.210
df 2
As ymp. Sig. .006
a. Kruskal W allis Tes t
b. Grouping Variable: GCS
34

Leukosit dan hidup mati


Case Summaries

Leukosit
Outcome N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
Mati 10 25.3700 6.21469 23.4000 18.00 40.60
Hidup 103 11.5388 3.73240 10.6200 4.50 24.10
Total 113 12.7628 5.59995 11.2000 4.50 40.60

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Outcome Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Leukos it Mati .224 10 .169 .826 10 .030
Hidup .103 103 .009 .925 103 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Ranks

Outcome N Mean Rank Sum of Ranks


Leukosit Mati 10 107.15 1071.50
Hidup 103 52.13 5369.50
Total 113

Test Statisticsa

Leukos it
Mann-Whitney U 13.500
Wilcoxon W 5369.500
Z -5.071
As ymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Outcome

Anda mungkin juga menyukai