Anda di halaman 1dari 19

1.

KONSEP PENYAKIT
1.1 PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Musliha, 2010).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul atau trauma
tajam (Batticaca, 2008).
1.2 ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan
yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah),
jatuh, dan pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan
benda tajam dan tembakan.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah
kecelakaan sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%)
pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi
standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala
menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala dengan tanah
atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi cedera kepala :
a. Komosio Serebri (gegar otak)
Gegar otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan
getaran keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat
pada fungsi otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10
menit yang disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda dan gejala gegar otak, yaitu hilang kesadaran, sakit
kepala berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening,
lemah, pandangan ganda.
b. Kontusio serebri (memar otak)
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat
diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak
menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh
darah dalam otak pecah dan perdarahan, pasien pingsan pada keadaan
berat dapat berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat
amnesia retrograde, amnesia pascatraumatik, dan terdapat kelainan
neurologis, tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi.
1) Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial yang dapat menyebabkan kematian.
2) Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-
Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas
dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan
kaku dalam sikap fleksi)
3) Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran
menurun hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar,
refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur),
regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
c. Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak.
Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang
arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya
arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang
tengkorak.
Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval
(masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang
semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
d. Hematoma subdural
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea.
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins)
yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di
dalam durameter atau karena robeknya arakhnoid.
Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit
kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan psikis, kesadaran
penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis seperti
hemiparesis, epilepsi, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :
1) Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan
dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
2) Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul
disekitarnya.
3) Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi
durameter. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.
Darah di dalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang
dapat mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan
membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
e. Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar
di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah hemiplegi, papil edema serta gejala-
gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, arteriografi
karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke
sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang
tidak normal.
f. Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk
rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam
keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak
amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya, yaitu :
1) Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran “biru” (Brill Hematoma atau Racoon’s Eyes),
rusaknya nervus olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai
anosmia.
2) Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur
memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus
cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah
vena (A-V shunt).
3) Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat
melintas foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga
penderita dapat mati seketika.
Tingkat keparahan cedera kepala :
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu suatu skala untuk menilai
secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang
terjadi. Ada 3 aspek yang dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening),
reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi lengan serta tungkai (motor
respons). Glasgow Coma Scale (GCS) yang dimaksud adalah :
a. Membuka mata (Eye Open)
4 : Membuka mata spontan
3 : Membuka mata terhadap perintah
2 : Membuka mata terhadap nyeri
1 : Tidak membuka mata
b. Respon Verbal (Verbal Response)
5 : Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
4 : Bingung (mampu membentuk kalimat, tetapi arti keseluruhan kacau)
3 : Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat
2 : Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang (groaning)
1 : Tidak ada suara
c. Respon motorik (Motoric Response)
6 : Menurut perintah
7 :Mengetahui lokasi nyeri
4 : Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
3 : Menjauhi rangsangan nyeri (flexion)
2 : Ekstensi spontan
1 : Tidak ada gerakan
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat
diklasifikasikan menjadi:
a. Cedera kepala ringan, bila GCS 13-15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
6) Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat
b. Cedera kepala sedang, bila GCS 10-12
1) Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
2) Amnesia paska trauma
3) Muntah
4) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
5) Kejang
c. Cedera kepala berat, bila GCS 3-9
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(Mansjoer, 2000)
1.4 PATOFISIOLOGI (PATHWAY)
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan
normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan
otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
PATHWAY Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya Terputusnya Jaringan otak


kontinuitas kontinuitas rusak (kontusio,
jaringan kulit, jaringan tulang laserasi)
otot dan vaskuler

Gangguan Perubahan
Perdarahan suplai darah Resiko Nyeri autoregulasi
Hematoma infeksi Edema serebral

Iskemia Hipokisia
Perubahan Kejang
sirkulasi CSS
Gangguan perfusi Obstruksi
Gangguan
jaringan otak jalan nafas
neurologis Perubahan
Peningkatan
fokal pola nafas
TIK
Ketidakefektifan
Defisit Ketidakefektifan bersihan jalan
Mual muntah neurologis pola nafas nafas
Papilodema

Pandanan kabur
Gangguan persepsi
Girus
Penurunan fungsi sensori
medialis
pendengaran
lobus
temporalis Nyeri kepala
tergeser

Herniasi ulkus Tonsil cerebrum tergeser Kompresi medula oblongata

Resiko tinggi gangguan


Messenfalon tertekan Resiko injuri
integritas kulit
Keterbatasan aktifitas
Gangguan kesadaran Kurangnya
Kecemasan keluarga perawatan diri
1.5 TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. IritabeL
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10.Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
1.6 KOMPLIKASI
1. Kebocoran cairan spinal : disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
biasanya terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.
2. Fistel karotis-karvenosus yang ditandai oleh trias gejala eksotalmus
kemosis dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah
cedera.
3. Kejang pasca trauma.(Smeltzer & Bare, 2002: 2215)
1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada trauma kepala
menurut Grace, Piere A. 2006:
a. CT Scan / MRI menunjukkan kontusio, hematoma, hidrosefalus, edema
serebral; mengidentifikasi luasnya lesi,perdarhan, determinan ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak. Catatan: untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injuri.
b. Pengkajian neurologis dengan GCS
c. GDA (Gas Darah Arteri) untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
d. Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
e. EEG akan memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang yang
patologis
f. Sinar X akan mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur
pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan
adanya frakmen tulang).
1.8 PENATALAKSANAAN
1. Memepertahankan A,B,C (Airway, Breathing, Cirkulation).
2. Menilai status neurologis (Disability dan exposure).

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
dapat meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal,
dan Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan
fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik.
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan
cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital
(Marilyn, E Doengoes. 2000).
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :
1) Perubahan kesehatan, letargi
2) Hemiparase, quadrepelgia
3) Ataksia cara berjalan tak tegap
4) Masalah dalam keseimbangan
5) Cedera (trauma) ortopedi
6) Kehilangan tonus otot, otot spastik
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Perubahan darah atau normal (hipertensi)
2) Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan
fungsi.
e. Makanan/ cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
f. Neurosensoris
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal
pada ekstremitas.
Tanda :
1) Perubahan kesadaran bisa sampai koma
2) Perubahan status mental
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
4) Wajah tidak simetri
5) Genggaman lemah, tidak seimbang
6) Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
7) Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
g. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
koma.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernapasan
Tanda :
1) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas
berbunyi stridor, terdesak
2) Ronki, mengi positif
i. Keamanan
Gejala : trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda :
1) Fraktur/ dislokasi
2) Gangguan penglihatan
3) Gangguan kognitif
4) Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis
5) Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j. Interaksi Sosial
Tanda : afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak
3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan
penumpukan sputum
4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dgn penurunan kesadaran
(soporos-coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien
6. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx. Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan

Tidak efektifnya Mempertahan- Independent:


pola napas kan pola napas
sehubungan yang efektif 1. Hitung 1. Pernapasan yang cepat dari
dengan depresi melalui pernapasan pasien dapat menimbulkan
pada pusat ventilator. pasien dalam alkalosis respiratori dan
napas di otak. satu menit pernapasan lambat
meningkatkan tekanan Pa Co2
dan menyebabkan asidosis
Kriteria respiratorik.
evaluasi
Penggunaan 2. Untuk memberikan ventilasi
otot bantu napas 2. Cek yang adekuat dalam
tidak ada, pemasangan
pemberian tidal volume.
sianosis tidak tube
ada atau tanda-
tanda hipoksia 3. Sebagai kompensasi ter-
3. Observasi ratio
tdk ada dan gas perangkapnya udara ter-hadap
inspirasi dan
darah dalam gangguan pertukaran gas.
ekspirasi pada
batas-batas
fase ekspirasi
normal.
biasanya 2 x
lebih panjang
dari inspirasi
4. Keadaan dehidrasi dapat
4. Perhatikan mengeringkan sekresi/cairan
kelembaban paru sehingga menjadi kental
dan suhu dan meningkatkan resiko
pasien infeksi.

5. Cek selang 5. Adanya obstruksi dapat


ventilator menimbulkan tidak ade
setiap waktu kuatnya pengaliran volume
(15 menit) dan menimbulkan penyebaran
udara yang tidak adekuat.
6. Siapkan ambu 6. Membantu memberikan
bag tetap ventilasi yang adekuat bila ada
berada di dekat gangguan pada ventilator.
pasien
Independent:
Tidakefektifnya Mempertahan- 1. Kaji dengan 1. Obstruksi dapat disebabkan
kebersihan jalan kan jalan napas ketat (tiap 15 pengumpulan sputum,
napas dan mencegah menit) perdarahan, bronchospasme
sehubungan aspirasi kelancaran atau masalah terhadap tube.
dengan jalan napas.
penumpukan Kriteria
sputum Evaluasi 2. Evaluasi 2. Pergerakan yang simetris dan
pergerakan suara napas yang bersih
Suara napas indikasi pemasangan tube
dada dan
bersih, tidak yang tepat dan tidak adanya
auskultasi dada
terdapat suara penumpukan sputum.
(tiap 1 jam ).
sekret pada
selang dan
bunyi alarm 3. Lakukan 3. Pengisapan lendir tidak selalu
karena pe- pengisapan rutin dan waktu harus dibatasi
ninggian suara lendir dengan untuk mencegah hipoksia.
mesin, sianosis waktu kurang
tidak ada. dari 15 detik
bila sputum
banyak. 4. Meningkatkan ventilasi untuk
4. Lakukan semua bagian paru dan
fisioterapi dada memberikan kelancaran aliran
setiap 2 jam. serta pelepasan sputum.

Gangguan Kebutuhan Independent :


pemenuhan dasar pasien
ADL dapat ter-penuhi 1. Berikan 1. Penjelasan dapat mengu-rangi
sehubungan dgn secara adekuat. penjelasan tiap kecemasan dan meningkatkan
penurunan kali melakukan kerja sama yang dilakukan
kesadaran tindakan pada pada pasien dengan kesadaran
(soporos-coma) pasien. penuh atau menurun.
Kriteria hasil :
Kebersihan 2. Beri bantuan 2. Kebersihan perorangan,
terjaga, untuk eliminasi, berpakaian, mandi,
kebersihan memenuhi membersihkan mata dan kuku,
lingkungan ter- kebersihan diri. mulut, telinga, merupakan
jaga, nutrisi kebutuhan dasar akan
terpenuhi sesuai kenyamanan yang harus
dengan dijaga oleh perawat untuk
kebutuhan, meningkatkan rasa nyaman,
oksigen mencegah infeksi dan
adekuat. keindahan.
3. Berikan 3. Makanan dan minuman
bantuan untuk merupakan kebutuhan sehari-
memenuhi hari yang harus dipenuhi
kebutuhan untuk menjaga kelangsungan
nutrisi dan perolehan energi. Diberikan
cairan. sesuai dengan kebutuhan
pasien baik jumlah, kalori, dan
waktu.

4. Jelaskan pada 4. Keikutsertaan keluarga


keluarga diperlukan untuk men-jaga
tindakan yang hubungan klien - keluarga.
dapat Penjelasan perlu agar keluarga
dilakukan dapat memahami peraturan
untuk menjaga yang ada di ruangan.
lingkungan
yang aman dan
bersih.

5. Berikan
bantuan untuk 5. Lingkungan yang bersih dapat
memenuhi mencegah infeksi dan
kebersihan dan kecelakaan.
keamanan ling-
kungan.
Kecemasan Kecemasan Independent:
keluarga keluarga dapat
sehubungan berkurang 1. Bina hubungan 1. Untuk membina hubungan
keadaan yang saling percaya. terapeutik perawat-keluarga.
kritis pada pa- Kriteri evaluas Dengarkan dengan aktif dan
sien. : empati, keluarga akan merasa
diperhatikan.
Ekspresi wajah
tidak 2. Beri penjelasan
2. Penjelasan akan mengu-rangi
menunjang tentang semua
kecemasan akibat
adanya kece- prosedur dan
ketidaktahuan. Berikan
masan. tindakan yang
kesempatan pada keluarga
Keluarga akan dilakukan
untuk bertemu dengan klien.
mengerti cara pada pasien.
Mempertahankan hubungan
berhubungan pasien dan keluarga.
dgn pasien. 3. Semangat keagamaan dapat
3. Berikan
Pengetahuan mengurangi rasa cemas dan
dorongan spiri-
keluarga me- meningkatkan keimanan dan
tual untuk
ngenai keadaan, ketabahan dalam menghadapi
keluarga.
pengobatan dan krisis.
tindakan
meningkat.

Potensial Gangguan Independent:


gangguan integritas kulit
integritas kulit tidak terjadi 1. Kaji fungsi 1. Untuk menetapkan
sehubungan motorik dan kemungkinan terjadinya lecet
dengan sensorik pasien pada kulit.
immobilisasi, dan sirkuasi
tidak perifer
adekuatnya
sirkulasi perifer.
2. Kaji kulit 2. Keadaan lembab akan
pasien setiap 8 memudahkan terjadinya
jam : palpasi kerusakan kulit.
pada daerah
yang tertekan.

3. Dalam waktu 2 jam


3. Ganti posisi
diperkirakan akan terjadi
pasien setiap 2
penurunan perfusi ke jaringan
jam. Berikan
sekitar. Maka dengan
posisi dalam
mengganti posisi setiap 2 jam
sikap anatomi
dapat memperlancar sirkulasi
dan gunakan
tersebut. Dengan posisi
tempat kaki
anatomi maka anggota tubuh
untuk daerah
tidak mengalai gangguan,
yang menonjol.
khususnya masalah sirkulasi
/perfusi jaringan. Mengalas
bagian yang menonjol guna
mengurangi penekanan yang
mengakibatkan lesi kulit.

4. Meningkatkan sirkulasi dan


4. Pertahankan elastisitas kulit dan
kebersihan dan mengurangi kerasakan kulit.
kekeringan
pasien :
massage
dengan lembut
di atas daerah
yang menonjol
setiap 2 jam
sekali.
5. Pertahankan
alat-alat tenun 5. Dapat mengurangi proses
tetap bersih penekanan pada kulit dan
dan tegang. menjaga kebersihan kulit.
6. Kaji daerah 6. Sebagai bagian untuk
kulit yang lecet memperkirakan tindakan
untuk adanya selanjutnya.
eritema, keluar
cairan setiap 8
jam.

7. Berikan
7. Untuk mencegah bertambah
perawatan kulit
luas kerusakan kulit.
pada daerah
yang rusak /
lecet setiap 4 -
8 jam dengan
menggunakan
H2O2.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 .
Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II.
Jakarta : EGC.
Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.
Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8.
Volume 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai