Anda di halaman 1dari 9

MEKANISME BERSIN

Bersin adalah respon tubuh yang dilakukan oleh membran hidung ketika mendeteksi adanya bakteri
dan kelebihan cairan yang masuk ke dalam hidung, sehingga secara otomatis tubuh akan menolak bakteri itu.
Syaraf-syaraf yang terdapat di hidung dan mata itu sebenarnya saling bertautan, sehingga pada saat kita
bersin, maka secara otomatis mata kita akan terpejam. Hal ini untuk melindungi saluran air mata dan kapiler
darah agar tidak terkontaminasi oleh bakteri yang keluar dari membran hidung.Pada saat kita bersin, secara
refleks maka otot-otot yang ada di muka kita menegang, dan jantung kita akan berhenti berdenyut. Setelah
selesai bersin maka jantung akan kembali lagi berdenyut alias berdetak kembali.
Bersin adalah respon tubuh yang dilakukan oleh membran hidung ketika mendeteksi adanya bakteri
dan kelebihan cairan yang masuk ke dalam hidung, sehingga secara otomatis tubuh akan menolak bakteri
tersebut. Bersin juga dapat timbul akibat adanya peradangan (rhinosinusitis), benda asing, infeksi virus, atau
reaksi alergi. Reaksi alergi tersebut muncul karena paparan terhadap bahan alergen.
Selain karena alergi, gejala pada hidung tersebut disebabkan bahan-bahan nonalergi yang ditimbulkan
faktor lingkungan. Di antaranya, perubahan udara, temperatur, suhu, kelembapan, tekanan udara, atau
bahan-bahan kimia dari obat-obat atau kosmetik tertentu. Mungkin juga akibat polusi udara karena asap
kendaraan dan lingkungan industri. Kepantasan udara yang dilepaskan ketika bersin bisa mencapai 160
km/jam.Bersin sebetulnya berguna menjaga agar hidung tetap bersih (cleansing effect). Udara yang
mengembus kuat dengan tekanan tinggi dari paru-paru mendorong keluar melalui hidung dan mulut. Refleks
bersin itu bisa terjadi berulang-ulang, sehingga diharapkan pem bersihan bisa maksimal.
Diposkan oleh Rambadi di 21:09

PATOFISIOLOGI ASMA
Definisi
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat 
berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa
penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai
rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil,
limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa
tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)
Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu penyakit peradangan
(inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas
yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme
bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M. Black,1996).
Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan
yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel.
Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
 Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
(Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh
melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel
tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel
Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk 
berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor
untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang
lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut 
belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut 
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini
yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A),
Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut 
ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar
dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi
apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau -bauan yang tajam dan lainnya
baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus
disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah
besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper
reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat 
dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan meta kolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit 
bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara
patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil
serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya
pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya
penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus
.Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka
terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH)
dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.

 Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)


Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat 
beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta
tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan
saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal
aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas
adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak 
nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang
dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim
adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini
kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari
mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka
fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas.
Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
 Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut i nspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi
(Lorraine M.wilson,1995).
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari
hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan b erakir pada bronkiolus terminalis.
Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus
alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997).
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang
bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga
proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat,
bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar
serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang
hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau
ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara
inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai
faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%(Lorraine M.
Wilson, 1995).
Asna dutabdau dengan mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada berjala atau kronis, sebagai
akibat adanya bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan kematian terus meningkat, dan meskipun telah
dilakukan penelitian intensif, dasar penyebabnya masih belum diketahui. Namun terdapat 3 kelainan pada
asma : sumbatan jalan napas yang sebagian reversible, inflamasi jalan napasserta hiperrespins jalan napas
etrhadap berbagai rangsang. Adanya kaitan dengan alergi telah lama diketahui, dan kadar IgE plasma
seringkali meningkat. Protein yang dilepaskan dari eosinofil pada reaksi inflamasi dapat merusak epitel
saluran napas dan ikut berperan pada hiperrespons. Eosinofil dan sel mast melepaskan leukotrien yang
menyebebakan bronkokonstriksi. Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik pada saluran napas mungkin ikut 
berperan, dan didapatkan bukti adanya defisiensi VIP, suatu bronkodilator. Serangan asma lebih berat saat 
larut malam dan dini hari, karena seperti telah diuraikan sebelumnya, saat itu merupakan periode konstriksi
maksimal irama sirkadian tonun bronkus. Udara dingin dan latihan fisik, yang keduanya biasanya
menyebabkan brokokonstriksi, juga memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya dicegah oleh
penghambat sintesis atau kerja leukotrien. Rseptpr adrenergik- b memperantarai bronkodilatasi, dan
pengobatan dengan inhalasi agonis adrenergik-b merupaka terapi standar ams. Reseptor muskarinik 
memperantarai bronkokonstriksi, dan obat penghambat muskarinik kolinergik juga digunakan untuk 
pengobatan asma. Obat tambahan lain yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan
produk sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi.
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan p ernafasan
dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan
laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah
bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak,
(Syaifuddin,1997).
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring
merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara
pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat 
menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang
berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa
melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan
sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 1995).
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan
panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain
dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel
bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing
yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos
dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian v ertebra
torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri
disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat 
jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , le bih besar dan lebih vertikal dari yang kiri.
Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari
9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,(Syaifuddin,1997).
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang t idak mengandung alveoli
(kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung
sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran p enghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini
mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya
strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,(Lorraine M. Wilson,1995).
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris
terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan
asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses
pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada
alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan
mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar
karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra
pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) m enjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama
tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama
dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat vol ume
torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar pa ru,(Lorraine M. Wilson,1995).
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-
kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang
lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari
oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada
karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke al veoli,(John Gibson,1995).
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghanta ran oksigen dari kapiler ke jaringan m elalui
transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam
plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida
ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat 
dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Ka rena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh
total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke
cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan
jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing.
Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel m engalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial
karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir
dari cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995).
Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35 – 7,45.
Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan
fungsi maupun tambahnya produksi CO2jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan
perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO 2 atau CO2 yang diproduksi
oleh jaringan lebih banyak d ibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius
adalah suatu keadaan Pa CO 2 turun akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ).
Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam
lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang
masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut 
dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL -2 )
untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan
sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru m enjadi
rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan
menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan
dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (
SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan
timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik sal uran nafas yang besar ataupun yang kecil
yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya
edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa
dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut m enimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi
yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan
terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B.
1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan
asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus
spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat -obatan
serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme
non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang
bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih ,
ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai
dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul.
Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai
mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi
memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir
tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun
ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan
menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor
pencetus adalah :
(1) Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma,
misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih
kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
(2) Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus
yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma
dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
(3) Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma, karena banyak orang
yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan
mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih
menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).
(4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat 
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga
atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan
asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah
olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah
raga.
(5) Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin,
salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
(6) Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang
mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
(7) Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru,
1991).

Dampak yang Ditimbulkan Oleh Asthma Bronkiale


Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale adalah :
Sistem Pernafasan

1. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi, pemanjangan

ekspirasi

2. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas).
a. Pernafasan cuping hidung.
b. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
c. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
d. Faal paru terdapat penurunan FEV1.
Sistem Kardiovaskuler
1. Takikardia
2. Tensi meningkat 
3. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu inspirasi).
4. Sianosis
5. Diaforesis
6. Dehidrasi
Psikologis

1. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah.

2. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.

3. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness.

Sosial

1. Ketakutan berinteraksi dengan orang lain.

2. Gangguan berkomunikasi

3. Inappropiate dress

4. Hostility toward others

Hematologi
1. Eosinofil meningkat > 250 / mm 3

2. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang lain.

3. Penurunan Immunoglobulin A (IgA)

Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik 
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat 
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor p encetus, termasuk 
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik 
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis
800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek 
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapa t diberikan
secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau
D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).

Anda mungkin juga menyukai

  • Sok
    Sok
    Dokumen11 halaman
    Sok
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Sok
    Sok
    Dokumen11 halaman
    Sok
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Sok
    Sok
    Dokumen11 halaman
    Sok
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Dsadsadsadasdasdsa
    Dsadsadsadasdasdsa
    Dokumen5 halaman
    Dsadsadsadasdasdsa
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Definisi Dan Gejala Klinis Edema Paru
    Definisi Dan Gejala Klinis Edema Paru
    Dokumen6 halaman
    Definisi Dan Gejala Klinis Edema Paru
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • MATI
    MATI
    Dokumen10 halaman
    MATI
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Maldy Ngorok
    Maldy Ngorok
    Dokumen16 halaman
    Maldy Ngorok
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Definisi Dan Gejala Klinis Edema Paru
    Definisi Dan Gejala Klinis Edema Paru
    Dokumen6 halaman
    Definisi Dan Gejala Klinis Edema Paru
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Bab I PDF
    Bab I PDF
    Dokumen9 halaman
    Bab I PDF
    Nurjannah Harahap
    Belum ada peringkat
  • Dsadsadsadasdasdsa
    Dsadsadsadasdasdsa
    Dokumen5 halaman
    Dsadsadsadasdasdsa
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Definisi Rhinitis
    Definisi Rhinitis
    Dokumen15 halaman
    Definisi Rhinitis
    Nuris Zaman
    100% (1)
  • MEKANISME BERSIN
    MEKANISME BERSIN
    Dokumen9 halaman
    MEKANISME BERSIN
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Rhinitis Alergik
    Rhinitis Alergik
    Dokumen7 halaman
    Rhinitis Alergik
    Andika Anjani Agustin
    Belum ada peringkat
  • MATI
    MATI
    Dokumen10 halaman
    MATI
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Ingus
    Ingus
    Dokumen6 halaman
    Ingus
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Inflamasi Pada Hidung Dan Sinus Paranasa
    Inflamasi Pada Hidung Dan Sinus Paranasa
    Dokumen113 halaman
    Inflamasi Pada Hidung Dan Sinus Paranasa
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • Rhinitis Alergik
    Rhinitis Alergik
    Dokumen7 halaman
    Rhinitis Alergik
    Andika Anjani Agustin
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    Vando Evando
    Belum ada peringkat
  • S1 2013 288685 Chapter1
    S1 2013 288685 Chapter1
    Dokumen18 halaman
    S1 2013 288685 Chapter1
    Yanasta Yudo Pratama
    Belum ada peringkat
  • Ricky
    Ricky
    Dokumen1 halaman
    Ricky
    Vando Evando
    Belum ada peringkat