TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi.
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi
neurologist akutyang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan
terjadi secara mendadak(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya
secara cepat (dalam beberapa jam)dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang sesuai dengan daerah fokal otak yangterganggu (WHO, 1989).
Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih
dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab
selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998).
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal – hal yang harus kita
perhatikan dalam mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah :
1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global
2. Onset yang mendadak
3. Semata – mata akibat terganggunya peredaran darah di otak
karena ischemic atau perdarahan
4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian
Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang
berhubungan dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan
stroke (stroke like syndrome).Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba
karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila
karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila
gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat
disebut stroke.
3.2. Klasifikasi.
1. Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu
stroke iskemik maupun stroke hemorragik:
a. Stroke Iskemik.
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak
karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan
menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak
terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh
dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh:
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh
darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri
karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar
otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah
yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =
sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi
pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk
jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran
darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa
mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami
kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan,
serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
3
b. Stroke Hemorragik.
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya, contoh perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid,
dan perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke
hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
4
3.3. Definisi CVA Infark
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam
atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke
otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah
serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi
dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas
dapat menjadi embolus.
Pada kasus :
Pada pasien ini terjadi kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri yang
berlangsung lebih dari 24 jam serta dari hasil CT Scan kepala tanpa kontras
menunjukan bahwa CVA infark. Sehingga keadaan pasien ini mengarah ke CVA
infark atau stroke hemoragik.
5
mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi oklusi atau
emboli pada/dari pembuluh darah besar. Baik hipertensi sistolik
maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya
stroke.
Menurut The seventh report of the Joint National Committee on
prevention, detection, evaluation, dand treatment of high blood
pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I,
dan hipertensi derajat II.
b. Penyakit jantung
Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan
fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan
terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.3
Penyakit jantung tersebut antara lain:
Penyakit katup jantung
Atrial fibrilasi
Aritmia
Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)
Kelainan EKG
6
Aritmia dan gangguan repolarisasi
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark
serebri. Diduga diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih
tersebar, dan mulai lebih dini.
7
lipoprotein (a), konsumsi alkohol berlebihan, antibodi antifosfolipid,
hiperhomosisteinemia, kondisi hiperkoagulasi, terapi hormon,
kontrasepsi oral, hiperfibrinogenemia, penyalahgunaan narkoba,
migrain, dan displasia fibromuskuler.
Pada kasus :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah usia dan jenis
kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan hiperuricemia.
8
3.6. Diagnosis.
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang
diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis
untuk evaluasi dan terapi. Pemeriksaan penunjang dengan CT-Scan kepala
adalah Gold Standard untuk diagnosis CVA.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau
iskemik. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis stroke, pencitraan dengan CT-scan
yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard).
Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda
stroke :
(F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun.
(A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika
satu tangan turun dengan cepat.
(S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah.
Lihat jika ternyata pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang
tidak benar.
(T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu
sangat penting. Sangat penting untuk ke rumah sakit secepat
mungkin.
9
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan
anamnesis
10
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan “Algoritma Stroke Gadjah Mada”.
11
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan “Skor Stroke Djoenaedi“.
Tabel 3. Skor Stroke Djoenaedi
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
12
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak.
Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur
bekuan darah apapun dapat digunakan.
Cara penghitungan :
SSS=(2,5x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik)-(3 x atheroma) – 12
4. Pemeriksaan Penunjang.
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan
atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang
memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
13
3.7. Diagnosa Banding
1. Stroke perdarahan intra serebral
2. Encephalopathy hypertensive
3. Trauma kepala
4. Tumor otak
5. Encephalopathy metabolic
3.8. Penatalaksanaan
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran
14
darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade
iskemik.
Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan
upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA
adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis
0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus
kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat
ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam,
sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan
dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform
consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
15
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berisiko
terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan
heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10
hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain
aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat
jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25
mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin,
cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x
75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine.
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
diharapkan dapat memotong kaskade iskemik sehingga mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan
cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat
terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis
asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta
analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7
penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500
– 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka
kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows
2 – 14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti tidak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan
4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr
peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu
ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12
jam.
16
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek
anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream
adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi
pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek
“upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial
Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi
dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide
Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan
anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30
– 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik
yang bermakna.
3.9. Komplikasi
Banyak pasien mendapat kelemahan fisik yang tersisa dan disertai dengan nyeri
dan spastisitas. Tergantung dari tingkat keparahan gejala dan seberapa banyak
bagian tubuh yang terlibat, kelemahan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan
untuk berjalan, untuk berdiri dari kursi, untuk makan sendiri, untuk menulis atau
menggunakan computer, untuk menyetir, dan aktivitas lainnya.
3.10. Prognosis
Lebih dari 75% pasien dapat bertahan hidup pada serangan stroke pertama
selama tahun pertama, dan lebih dari separuh bertahan di bawah 5 tahun. Banyak
penderita pasca stroke dapat kembali ke fungsi mereka sebelumnya, tetapi 25%
lainnya memiliki disability ringan dan 40% memiliki disability sedang-berat.
Risiko untuk rekurensi dari stroke ini sendiri sangat tinggi pada minggu-minggu
pertama dan bulan pertama setelah stroke. Tetapi sekitar 25% pasien yang memiliki
17
serangan stroke pertama kali, akan mendapat serangan kembali dalam 5 tahun
kemudian.
Activity of daily living adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang secara rutin
setiap hari.
18
c. meningkatkan kemandirian.
Latihan mobilisasi
19
Untuk fisioterapi pasif, perubahan posisi badan dan ekstremitas dilakukan
setiap dua jam untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota
badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur atau kekakuan.
20
2. Terapi Berjalan
Penderita stroke pertama – tama harus diajarkan pola
berjalan yang benar dengan cara terapi rehabilitasi
konvensional.
21
4. Psikoterapi
5. Hidroterapi
22
Petugas sosiomedik, memotivasi dan melakukan konseling keluarga
pasien untuk selalu menjalankan home program atau pun program di
RS.
Ortesa protesa, pemakaian kursi roda, walkers, dll.
Psikoterapi, untuk memberikan dukungan pada kondisi psikis pasien,
karena pada pasien stroke biasanya terdapat kondisi psikis yang tidak
stabil, depresi, dll (Garrison dan Susan, 2006).
BAB 4
METODE PENELITIAN
23
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengaplikasikan tindakan
Rehab Medis sederhana terhadap pasien - pasien CVA atau post CVA di wilayah kerja
Puskesmas Dupak, Kota Surabaya. Penelitian ini bersifat observational analytic. Pada
peneilitian ini tindakan rehab medis di wilayah kerja Puskesmas Kalibaru Kulon,
Kabupaten Banyuwangiakan dikaji banding berdasarkan syarat-syarat tindakan rehab
medik sederhana sesuai peran Puskesmas, sehingga pada penelitian ini digunakan
rancangan penelitian berupa cross-sectional study. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah tindakan terhadap pasien CVA atau Post CVA di wilayah kerja
Puskesmas Kalibaru Kulon, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah
syarat-syarat tindakan Rehab Medik sederhana yang dikaji banding.
24
Masalah yang dinilai dalam penelitian ini adalah tindakan selama ini yang
diberikan terhadap pasien CVA maupun post CVA di wilayah kerja Puskesmas Dupak
pada umumnya dan kriteria tindakan rehab medis sederhana terhadap pasien post
CVA di Puskesmas Dupak pada khususnya.
25
Penelitian ini merupakan studi observational analytic. Pada penelitian ini
dilakukan dengan melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan pada pasien post CVA
yang ada di kawasan kerja Puskesmas Kalibaru Kulon.
Menentukan masalah
Melakukan indikator
Menetukan instrumen
Analisa data
Kesimpulan
26