Anda di halaman 1dari 26

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi.
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi
neurologist akutyang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan
terjadi secara mendadak(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya
secara cepat (dalam beberapa jam)dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang sesuai dengan daerah fokal otak yangterganggu (WHO, 1989).
Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih
dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab
selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998).
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal – hal yang harus kita
perhatikan dalam mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah :
1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global
2. Onset yang mendadak
3. Semata – mata akibat terganggunya peredaran darah di otak
karena ischemic atau perdarahan
4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian
Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang
berhubungan dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan
stroke (stroke like syndrome).Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba
karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila
karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila
gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat
disebut stroke.
3.2. Klasifikasi.
1. Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu
stroke iskemik maupun stroke hemorragik:
a. Stroke Iskemik.
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak
karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan
menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak
terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh
dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh:
 Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh
darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri
karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar
otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
 Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah
yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =
sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi
pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium).
 Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk
jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran
darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
 Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa
mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
 Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami
kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan,
serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

3
b. Stroke Hemorragik.
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya, contoh perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid,
dan perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke
hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

2. Berdasarkan Waktu Terjadinya :


 TIA.
Didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang
disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang
terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta
meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
 RIND.
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam.
 Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, gejala neurologik
yang makin lama makin berat.
 Complete stroke.

3. Berdasarkan Lokasi Lesi Vaskuler :


a. Sistem karotis
 Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
 Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
 Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral
 Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b. Sistem vertebrobasiler
 Motorik : hemiparese alternans, disartria
 Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
 Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo,
diplopia

4
3.3. Definisi CVA Infark
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam
atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke
otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah
serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi
dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas
dapat menjadi embolus.

Pada kasus :
Pada pasien ini terjadi kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri yang
berlangsung lebih dari 24 jam serta dari hasil CT Scan kepala tanpa kontras
menunjukan bahwa CVA infark. Sehingga keadaan pasien ini mengarah ke CVA
infark atau stroke hemoragik.

3.4. Faktor Resiko


Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang
dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi
(nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya
adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus,
merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis
arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara
lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.
 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a. Hipertensi
Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan
perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi

5
mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi oklusi atau
emboli pada/dari pembuluh darah besar. Baik hipertensi sistolik
maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya
stroke.
Menurut The seventh report of the Joint National Committee on
prevention, detection, evaluation, dand treatment of high blood
pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I,
dan hipertensi derajat II.

Klasifikasi Tekanan Sistolik Diastolik


Darah (mmhg) (mmhg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100

b. Penyakit jantung
Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan
fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan
terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.3
Penyakit jantung tersebut antara lain:
 Penyakit katup jantung
 Atrial fibrilasi
 Aritmia
 Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)
 Kelainan EKG

Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat


menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
 Edema pulmonal neurogenik
 Penurunan curah jantung

6
 Aritmia dan gangguan repolarisasi

c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark
serebri. Diduga diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih
tersebar, dan mulai lebih dini.

Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita


diabetes mellitus pria dan empat kali lebih banyak pada penderita
wanita dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus
pada umur dan jenis kelamin yang sama.
d. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal
ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan
untuk semua tipe stroke terutama stroke infark dan perdarahan
subarachnoid. Merokok mendorong terjadinya aterosklerosis yang
selanjutnya memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.
e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam
urat, serta kurang olahraga.
 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Riwayat keluarga
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara
langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa faktor
risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan
kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama
jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada
usia 65 tahun.
b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku.

Faktor risiko yang belum terbukti adalah penyakit jantung, ruptur


katup mitral, ateroma arkus aorta, inaktivitas fisik, pola diet buruk,

7
lipoprotein (a), konsumsi alkohol berlebihan, antibodi antifosfolipid,
hiperhomosisteinemia, kondisi hiperkoagulasi, terapi hormon,
kontrasepsi oral, hiperfibrinogenemia, penyalahgunaan narkoba,
migrain, dan displasia fibromuskuler.

Pada kasus :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah usia dan jenis
kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan hiperuricemia.

3.5. Gejala klinis.


Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat
dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed
stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam
sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke
in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi
dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti
sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun
tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:
• Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
• Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
• Kesulitan menelan.
• Kesulitan menulis atau membaca.
• Kehilangan koordinasi.
• Kehilangan keseimbangan.
• Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan
keterampilan motorik.
• Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti
penurunan sensasi, baal atau kesemutan.
• Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

8
3.6. Diagnosis.
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang
diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis
untuk evaluasi dan terapi. Pemeriksaan penunjang dengan CT-Scan kepala
adalah Gold Standard untuk diagnosis CVA.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau
iskemik. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis stroke, pencitraan dengan CT-scan
yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard).
Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda
stroke :
 (F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun.
 (A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika
satu tangan turun dengan cepat.
 (S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah.
Lihat jika ternyata pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang
tidak benar.
 (T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu
sangat penting. Sangat penting untuk ke rumah sakit secepat
mungkin.

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka


langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang
mana, stroke hemoragis atau stroke iskemik.Untuk keperluan tersebut,
pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan
hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti
tertulis pada tabel di bawah ini.

9
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan
anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan


tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain
dengan:

10
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan “Algoritma Stroke Gadjah Mada”.

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

11
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan “Skor Stroke Djoenaedi“.
Tabel 3. Skor Stroke Djoenaedi

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%

12
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak.
Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur
bekuan darah apapun dapat digunakan.

c. Penetapan jenis stroke berdasarkan “Skor Stroke Siriraj”.


Tabel 4. Skor Stroke Siriraj(SSS)

Cara penghitungan :
SSS=(2,5x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik)-(3 x atheroma) – 12

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang.
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan
atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang
memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
 jenis patologi
 lokasi lesi
 ukuran lesi
 menyingkirkan lesi non vaskuler

13
3.7. Diagnosa Banding
1. Stroke perdarahan intra serebral
2. Encephalopathy hypertensive
3. Trauma kepala
4. Tumor otak
5. Encephalopathy metabolic

3.8. Penatalaksanaan
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran

14
darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade
iskemik.
Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi

Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan
upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA
adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis
0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus
kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat
ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam,
sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan
dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform
consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.

- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)


Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi
trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko
untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi
atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard
baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah
heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian
sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral,
Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor
trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin
dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis
dengan melihat INR pasien.

15
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berisiko
terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan
heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10
hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain
aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat
jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25
mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin,
cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x
75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine.

- Proteksi neuronal/sitoproteksi
diharapkan dapat memotong kaskade iskemik sehingga mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan
cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat
terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis
asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta
analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7
penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500
– 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka
kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows
2 – 14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti tidak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan
4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr
peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu
ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12
jam.
16
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek
anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream
adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi
pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek
“upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial
Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi
dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide
Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan
anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30
– 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik
yang bermakna.

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

3.9. Komplikasi
Banyak pasien mendapat kelemahan fisik yang tersisa dan disertai dengan nyeri
dan spastisitas. Tergantung dari tingkat keparahan gejala dan seberapa banyak
bagian tubuh yang terlibat, kelemahan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan
untuk berjalan, untuk berdiri dari kursi, untuk makan sendiri, untuk menulis atau
menggunakan computer, untuk menyetir, dan aktivitas lainnya.

3.10. Prognosis
Lebih dari 75% pasien dapat bertahan hidup pada serangan stroke pertama
selama tahun pertama, dan lebih dari separuh bertahan di bawah 5 tahun. Banyak
penderita pasca stroke dapat kembali ke fungsi mereka sebelumnya, tetapi 25%
lainnya memiliki disability ringan dan 40% memiliki disability sedang-berat.
Risiko untuk rekurensi dari stroke ini sendiri sangat tinggi pada minggu-minggu
pertama dan bulan pertama setelah stroke. Tetapi sekitar 25% pasien yang memiliki

17
serangan stroke pertama kali, akan mendapat serangan kembali dalam 5 tahun
kemudian.

Faktor risiko untuk terjadi rekurensi stroke:


 Usia yang tua
 Adanya bukti arteri yang terblok (riwayat penyakit jantung koroner, penyakit
arteri carotid, penyakit arteri perifer, stroke iskemik, atau TIA).
 Stroke hemoragik atau embolik
 Diabetes
 Alkoholisme
 Penyakit katup jantung
 Fibrilasi atrial

Rehabilitasi Medik Pada Penderita stroke

Rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk memperoleh fungsi


penyesuaian diri secara maksimal atau usaha mempersiapkan penderita cacat
secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya.

Tujuan rehabilitasi medik bagi penderita pasca stroke adalah :


1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.
2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan
aktivitas sosial.
3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari.

Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke


o Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang
tersisa. Aktifitasnya antara lain : posisi tidur , latihan luas gerak sendi, stimulasi
elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.
o Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan
aktifitas kegiatan sehari-hari / activity of daily living (ADL).

Activity of daily living adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang secara rutin
setiap hari.

Activity of daily living memilki fungsi sebagai berikut:


a. mengembangkan keterampilan-keterampilan pokok untuk memelihara dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi.
b. untuk melengkapi tugas-tugas pokok secara efisien dalam kontak sosial sehingga
dapat diterima lingkungan.

18
c. meningkatkan kemandirian.

Tabel Activity of Daily Living

Jenis Rehabilitasi Medik


1. Fisioterapi

Latihan mobilisasi

19
Untuk fisioterapi pasif, perubahan posisi badan dan ekstremitas dilakukan
setiap dua jam untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota
badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur atau kekakuan.

A. Pelaksanaan Mobilisasi dini pada posisi tidur


Pada posisi terlentang, posisi kepala, leher dan punggung harus
lurus. Letakkan bantal dibawah yang lumpuh, sehingga bahu
terangkat ke atas, siku dan perelangan tangan agak ditinggikan.
Letakkan bantal dibawah paha yang lumpuh, lutut agak ditekuk.

Miring kesisi yang sehat. Bahu yang lumpuh menghadap ke


depan, lengan yang lumpuh memeluk bantal. Kaki yang lumpuh
diletakkan didepan, dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut
ditekuk.

Miring kesisi yang lumpuh. Lengan yang lumpuh


menghadap ke belakang, pastikan bahu pasien tidak
memutar secara berlebihan. Tungkai agak ditekuk, tungkai
yang sehat menyilang diatas tungkai yang lumpuh dengan diganjal bantal.

B. Latihan gerakan Sendi (range of motion)


Latihan gerak sendi aktif adalah pasien
menggunakan ototnya untuk melakukan gerakan. dilakukan
3 rangkaian dan dilakukan 2 kali sehari

Latihan gerak sendi pasif adalah perawat menggerakkan anggota


gerak dan memerintahkan keikutsertaan penderita agar terjadi gerakan
penuh

20
2. Terapi Berjalan
Penderita stroke pertama – tama harus diajarkan pola
berjalan yang benar dengan cara terapi rehabilitasi
konvensional.

Penderita stroke juga bisa mendapatkan pelatihan menggunakan treadmill


untuk meningkatkan pemulihan dan kemampuan untuk berjalan dengan baik.
Bentuk pelatihan treadmill untuk pasien stroke dimaksudkan untuk
meningkatkan kecepatan berjalan.
normal lancar
3. Terapi bicara

Penderita stroke sering mengalami gangguan


bicara dan komunikasi. Ini dapat ditangani oleh
speech therapist dengan cara:
 Latihan pernapasan ( pre speech training )
berupa latihan napas, menelan, meniup, latihan
gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
 Latihan di depan cermin untuk latihan
gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-kata.
 Pelaksana terapi adalah tim medik dan
keluarga.

21
4. Psikoterapi

Hal ini dapat dijalani dengan menjalani kehidupan


santai dan rileks dan bagi keluarga dianjurkan untuk
terapi mengikutkan penderita dalam diskusi dan
pengambilan keputusan agar penderita merasa
bahwa dia masih dihargai dalam keluarga.

5. Hidroterapi

Air hangat adalah satu media terapi yang bisa


menyembuhkan penyakit stroke. Hal ini
digunakan sebagai prinsip dari hidroterapi.
Efeknya membuat tubuh bisa bergerak lancar,
memperlancar peredaran darah dan
memberikan ketenangan.

Rehabilitasi pasien stroke dimulai sesegera mungkin setelah hemodinamik


pasien stabil sesuai kondisi pasien sehingga dapat membantu memaksimalkan
kualitas hidup pasien pasca serangan stroke, baik dalam aktifitas sehari-hari (ADL),
adaptasi dengan lingkungannya, mencegah komplikasi, serta edukasi kepada
keluarga pasien agar memberikan dukungan bagi perbaikan kondisi pasien.
Intervensi rehabilitasi pada stroke secara khusus, ditujukan untuk:
1. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
2. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan
fungsional yang paling optimal
3. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
Intervensi rehabilitasi medik yang dapat diberikan, antara lain:
 Okupasi terapi, terfokus pada latihan dalam ADL, termasuk makan,
minum, mandi, menulis, dan lain-lain
 Fisio terapi, terfokus pada latihan perpindahan, mobilisasi, dan
kegiatan-kegiatan gross motor lainya.
 Terapi wicara, untuk pasien yang mengalami gangguan dalam
berbicara dan menelan.

22
 Petugas sosiomedik, memotivasi dan melakukan konseling keluarga
pasien untuk selalu menjalankan home program atau pun program di
RS.
 Ortesa protesa, pemakaian kursi roda, walkers, dll.
 Psikoterapi, untuk memberikan dukungan pada kondisi psikis pasien,
karena pada pasien stroke biasanya terdapat kondisi psikis yang tidak
stabil, depresi, dll (Garrison dan Susan, 2006).

Berikut ini merupakan pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke:


Hari 1-3 (di sisi tempat  Kurangi penekanan pada daerah
tidur) yang sering tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5 o Evaluasi ambulasi


o Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Hari 7-10  Aktifitas berpindah


 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan

2-3 minggu o Team/family planning


o Therapeuthic home evaluation

3-6 minggu  Home program


 Independent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu o Follow up


o Review functional abilities

BAB 4
METODE PENELITIAN

23
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengaplikasikan tindakan
Rehab Medis sederhana terhadap pasien - pasien CVA atau post CVA di wilayah kerja
Puskesmas Dupak, Kota Surabaya. Penelitian ini bersifat observational analytic. Pada
peneilitian ini tindakan rehab medis di wilayah kerja Puskesmas Kalibaru Kulon,
Kabupaten Banyuwangiakan dikaji banding berdasarkan syarat-syarat tindakan rehab
medik sederhana sesuai peran Puskesmas, sehingga pada penelitian ini digunakan
rancangan penelitian berupa cross-sectional study. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah tindakan terhadap pasien CVA atau Post CVA di wilayah kerja
Puskesmas Kalibaru Kulon, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah
syarat-syarat tindakan Rehab Medik sederhana yang dikaji banding.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan kerja Puskesmas Dupak di Kecamatan Dupak,
Kota Surabaya. Serta dilakukan studi banding terhadap tindakan rehab medis
sederhana pada pasien post CVA di kawasan kerja Puskesmas Dupak di Kecamatan
Dupak, Kota Surabaya.

4.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian di kawasan kerja Puskesmas Dupak di Kecamatan Dupak, Kota
Surabaya dilakukan pada tanggal 8 November 2016, sedangkan studi banding
terhadap tindakan rehab medis sederhana pada pasien post CVA di kawasan kerja
Puskesmas Dupak di Kecamatan Dupak, Kota Surabaya dilakukan pada tanggal 8
November 2016.

4.3 Masalah dan Indikator Rehab Medis Post CVA


4.3.1 Masalah

24
Masalah yang dinilai dalam penelitian ini adalah tindakan selama ini yang
diberikan terhadap pasien CVA maupun post CVA di wilayah kerja Puskesmas Dupak
pada umumnya dan kriteria tindakan rehab medis sederhana terhadap pasien post
CVA di Puskesmas Dupak pada khususnya.

4.3.2 Kriteria Rehabilitasi Medis Post CVA


 Fase Awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi
yang tersisa.
Aktifitasnya antara lain : posisi tidur , latihan luas gerak sendi, stimulasi
elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.
 Fase Lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi
dan aktifitas kegiatan sehari-hari / activity of daily living (ADL).

4.4 Instrumen Penelitian


 Data pasien CVA dan post CVA dari Puskesmas Kalibaru Kulon
 Hasil studi / kaji banding terhadap kriteria Rehab Medis sederhana pada pasien
post CVA

4.5 Pengumpulan Data


4.5.1 Sumber Data
Jenis data yang didapatkan adalah data primer dan sekunder. Data primer dari
penelitian ini diambil langsung di tempat penelitian, sedangkan data sekunder dari
penelitian ini diambil dari data yang berkaitan dengan kriteria rehab medis sederhana
pada pasien post CVA yang diperoleh dari berbagai referensi.

4.5.2 Cara Pengumpulan Data

25
Penelitian ini merupakan studi observational analytic. Pada penelitian ini
dilakukan dengan melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan pada pasien post CVA
yang ada di kawasan kerja Puskesmas Kalibaru Kulon.

4.7 Alur Kerangka Kerja Penelitian

Menentukan masalah

Menentukan metode penelitian dan analisa data

Melakukan indikator

Menetukan instrumen

Pengumpulan dan pengolahan data

Analisa data

Kesimpulan

Gambar 4.2 Alur Kerja Penelitian

4.8 Analisa Data


Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam penulisan penelitian ini, penulis
menggunakan metode analisis deskriptif yaitu metode dengan menyusun data yang
diperoleh kemudian diinterpretasikan dan dianalisis sehingga memberikan informasi
bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

26

Anda mungkin juga menyukai