Anda di halaman 1dari 42

Case Report Session

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217037/Desember 2018


** Pembimbing : dr. Fitriyanti ,Sp.KK,FINSDV

HERPES ZOSTER

Oleh:
Yaumil Khalida Putri, S.Ked*
G1A217037

Pembimbing:
dr. Fitriyanti ,Sp.KK,FINSDV**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

HERPES ZOSTER

Oleh:
Yaumil Khalida Putri, S.Ked
G1A217037

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

Jambi, Desember 2018


Pembimbing

dr. Fitriyanti ,Sp.KK,FINSDV

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas Case Report Session (CRS) yang berjudul “Herpes
Zoster” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis dan teman – teman
sesama koas periode ini dapat memahami tentang patogenesis, komplikasi, dan
pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Raden Mattaher Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitriyanti , Sp.KK selaku


pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya pembimbing
dalam tugas Case Report Session (CRS). Penulis menyadari bahwa laporan ini
jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih
baik kedepannya. Akhir kata, semoga tugas CRS ini bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, Desember 2018

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat ditandai adanya rasa
nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang dipersarafi serabut spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik
dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari
infeksi endogen yang menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus.1
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes. Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.2 Salah
satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.2,3,4 Ada peningkatan insidens
dari zoster pada anak – anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia
kurang dari 2 tahun.5 Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien
imunosupresif memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster
daripada individu imunokompeten pada usia yang sama.2 Immunosupresif kondisi
yang berhubungan dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk “human
immunodeficiency virus” (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan
limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.2
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih
lama pada individu immunocompromised. Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan
lesi mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta
pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.7
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik
erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.

4
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan
intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir,
beberapa dermatom atau difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada
penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita
mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri prodormal : lamanya kira –kira 2 – 3 hari,
namun dapat lebih lama.5
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi. 7
Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan
mengurangi resiko komplikasi .7 Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya,

5
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Tp Sriwijaya RT 4
Pekerjaan :-
Status Pernikahan : Menikah

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD H.
Abdul Manap pada tanggal 30 November 2018.

A. Keluhan Utama
Lepuh disertai rasa nyeri, panas dan gatal pada dada kanan sejak 3 hari
SMRS .
B. Keluhan Tambahan
- Demam, nyeri kepala, badan pegal-pegal
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
± 7 hari SMRS pasien mengeluhkan demam. demam dirasakan hilang
timbul. Demam turun ketika pasien sudah mengkonsumsi obat penurun panas.
menggigil (-), berkeringat (-), nyeri kepala (+), badan terasa lemas dan nafsu
makan berkurang. Selain itu pasien juga mengeluh seluruh badan pegal – pegal.
± 3 hari SMRS pasien mengeluhkan timbul lepuh berisi cairan pada bagian
dada kanan. lepuh tersebut berbentuk bulat dan terlihat seperti ada cairan di
dalamnya awalnya kecil seperti bintik kemerahan makin lama makin banyak,
bergerombol dan berisi cairan . Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan
rasa gatal, nyeri dan panas pada bagian dada tersebut. Nyeri seperti di tusuk dan
panas seperti di bakar. Oleh karena keluhan tersebut, pasien berobat ke dokter,
dan di berikan obat acyclovir 200 mg yang di minum 5 x 1, dan salep yang dioles

6
3x sehari. Pasien baru mengkonsumsi obat tersebut 2 hari, dan pasien mengurangi
dosis obat minum nya sendiri menjadi 3x1 karena merasa terlalu banyak.

D. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Keluhan serupa sebelumnya (-)
- Pasien mempunyai riwayat penyakit cacar pada saat pasien berusia
sekitar 12 tahun.
- Riwayat trauma fisik (-)
- Riwayat gigitan serangga (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga:


- Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien telah menikah dan tinggal bersama istri dan anak nya. Os
tidak bekerja.
2.3 Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda Vital : a. Kesadaran : Compos mentis GCS 15
b. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
c. Nadi : 88 kali/menit
d. Pernafasan : 20 kali/menit
e. Suhu : 36.7oC
f. BB : 58 kg
g. TB : 165 cm
h. IMT : 21,3 (Normal)
i. Kepala

7
a. Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor
b. THT
- Telinga : Lesi kulit (-)
- Hidung : Deviasi septum (-)
- Tenggorok : Pembesaran tonsil (-), ulkus (-)
c. Leher : Pembesaran KGB (-), lesi kulit (-)
j. Thoraks
a. Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
k. Genitalia : Tidak dilakukan
l. Ekstremitas
a. Superior : Edema (-), lesi kulit (-)
b. Inferior : Edema (-), lesi kulit (-)

B. Status Dermatologi
1. Regio Thoracal dextra

8
Regio : Thoracal dextra
Efloresensi :
Vesikel multipel, bulat, diameter terkecil 0,1cm dan terbesar 0,4cm, herpetiformis
segmental setinggi dermatom T3-T5 dextra, berbatas tegas, diatas kulit yang
eritem.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan, seharusnya dilakukan :
 Pemeriksaan Tzanck
 Pecahkan bulla, lalu dikerok kulit luarnya.
 Kerokan di fiksasi pada preparat dengan cara dilewatkan di atas api 3x.
 Rendam di alkohol 96% selama 5 menit, lalu bilas.
 Tetesi larutan giemsa (1:10) selama 30 menit. Bilas dengan air mengalir,
lalu keringkan.
 Periksa di mikroskop dengan 100x perbesaran.

 Hasil (+) jika ditemukan sel datia berinti banyak.

2.4 Diagnosis Banding


- Herpes Zoster
- Varicella
- Herpes Simplex
2.5 Diagnosis Kerja
Herpes Zoster

9
2.6 Tatalaksana
- Non medikamentosa :
 Menjaga kebersihan tangan
 Kuku di potong pendek
 Pakaian tetap kering dan bersih
 Lepuh jangan dipecahkan
 Istirahat cukup
 Menjelaskan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
- Medikamentosa :
 Oral
Acyclovir 5 x 800 mg diberikan selama 7 hari
Asam Mefenamat 500 mg tab 3x1
 Topikal
Salicyl talk 2 %
2.7 Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan Tzanck
Kultur Virus
direct imunofluorescence
2.8 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer.(2)

3.2 Sinonim

Dampa, cacar ular (2), shingles (3,4,5)

3.3 Epidemiologi

Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela. Kadang – kadang varisela ini berlangsung subklinis.
Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara
aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.(2)

Virus varicella-zoster menyebabkan dua sindrom yang berbeda. Infeksi


primer muncul sebagai varicella (cacar atau), penyakit ini menular dan biasanya
terjadi pada anak-anak. Reaktivasi virus varicella-zoster laten di serabut ganglia
dorsalis menyebabkan erupsi kulit yang disebut "herpes zoster" (atau "shingles").
Penurunan virus-specific cell-mediated immune(CMI) responses terjadi alamiah
pada proses penuaan yang menyebabkan immunosuppressive illness atau
perawatan medis, yang meningkatkan terjadinya shingles.(6)

Lebih dari 90 persen orang dewasa di Amerika Serikat memiliki bukti


serologis terinfeksi virus varicella-zoster dan beresiko untuk terjadinya herpes
zoster. Kejadian tahunan herpes zoster adalah sekitar 1,5 sampai 3,0 kasus per
1000 orang. Sebuah kejadian 2,0 kasus per 1000 orang akan diartikan terdapat
lebih dari 500.000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat. Bertambahnya usia
adalah faktor risiko utama untuk terjadinya herpes zoster, kejadian herpes zoster
pada orang tua dari usia 75 tahun melebihi 10 kasus per 1000 orang/ tahun.
Selama hidup risiko terkena herpes zoster diperkirakan 10 sampai 20 persen. (6)

11
Faktor risiko herpes zoster diperantarai oleh cell mediated immunity
(CMI). Pasien dengan penyakit neoplastik (khususnya kanker
lymphoproliferative), pengguna obat imunosupresif (termasuk kortikosteroid),
dan penerima transplantasi organ berada di risiko tinggi untuk terjadinya herpes
zoster. Namun, hal yang mendasari terjadinya kanker tidak dibenarkan pada orang
sehat yang mengalami herpes zoster. (6)

Herpes zoster terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi di antara orang-
orang yang seropositif untuk human immunodeficiency virus (HIV) dari kalangan
mereka yang seronegatif. Sebuah studi longitudinal menunjukkan suatu kejadian
29,4 kasus herpes zoster per 1000 orang-tahun di antara HIV-seropositif orang,
seperti dibandingkan dengan 2,0 kasus per 1000 orang-tahun di antara HIV-
seronegatif kontrol. Karena herpes zoster mungkin terjadi pada orang yang
terinfeksi HIV yang dinyatakan asimtomatik, pengujian serologi mungkin tepat
pada pasien tanpa faktor risiko jelas untuk herpes zoster (Misalnya, orang sehat
yang lebih muda dari usia 50 tahun). (6)

3.4 Etiologi

(4)

12
Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air)
dan zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifi kasi dan
terbukti memiliki variasi geografis. (4)

3.5 Patogenesis

Selama perjalanan dari varicella, VZV lewat melalui lesi di kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal sampai
serabut saraf sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus membentuk infeksi
laten yang bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi paling sering pada
dermatom dimana ruam varicella terbanyak yang diinervasi oleh saraf oftalmikus
dari ganglia sensoris trigeminal dari T1 ke L2(3)

Walaupun virus laten di ganglia mempertahankan potensi untuk


infektivitas penuh, reaktivasi bias sewaktu-waktu dan jarang, infeksi virus tdak
tampak saat fase laten. Mekanisme yang terlibat dalam reaktivasi VZV laten tidak
jelas, namun reaktivasi telah dikaitkan dengan immunosupresi, stres emosional,
iradiasi dari sumsum tulang belakang, keterlibatan tumor, serabut ganglion
dorsalis, atau struktur yang berdekatan, trauma lokal, manipulasi bedah tulang
belakang , dan sinusitis frontalis (sebagai endapan zoster oftalmica). Yang paling
penting adalah penurunan kekebalan seluler VZV spesifik yang terjadi dengan
bertambahnya usia (3)

VZV juga dapat mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit yang


jelas. Jumlah kecil yang dilepaskan antigen virus selama reaktivasi tersebut,
diharapkan dapat merangsang dan mempertahankan system kekebalan tubuh
VZV. (3)

Ketika kekebalan seluler VZV spesifik berada pada beberapa tingkat kritis,
reakticasi virus tidak terkandung lagi. Virus berkembang biak dan menyebar di
dalam ganglion, menyebabkan nekrosis neuronal dan peradangan parah, sebuah
proses yang sering disertai dengan neuralgia parah. Infeksi VZV kemudian
menyebar secara antidromikal menuruni saraf sensorik, menyebabkan neuritis
parah, dan dilepaskan dari saraf sensorik yang berakhir di kulit, di mana ia
menghasilkan karakteristik dari vesikel zoster. Penyebaran infeksi ganglionic

13
proksimal sepanjang akar saraf posterior ke meninges dan hasil serabut di
leptomeningitis lokal, pleocyosis cairan serebrospinal, dan myelitis segmental.
Infeksi motor neuron di kornu anterior dan radang akun akar saraf anterior untuk
palsi lokal yang mungkin menyertai erosi kulit, dan infeksi berkelanjutan dalam
sistem saraf pusat (SSP) dapat mengakibatkan komplikasi herpes zoster
(meningoenchepalitis, myelitis melintang).(3)

Varicella dan herpes zoster A. Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer
varicella-zoster virus (VZV) virus menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV
tetap dalam fase laten dalam ganglia untuk kehidupan C. Indiviual dengan
fungsi kekebalan tubuh berkurang, VZV aktif kembali dalam ganglia
sensoris, turun melalui saraf sensorik, dan direplikasi di kulit.(3)

Patogenesa Nyeri pada Herpes Zoster dan Postherpetic Neuralgia

Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Didahului dengan gejala ini
dan umumnya disertai ruam, dan gejala ini sering berlanjut walau ruam sudah
sembuh, dengan komplikasi yang dikenal sebagai postherpetic neuralgia (PHN).
Sejumlah mekanisme yang berbeda tetapi tumpang tindih tampaknya terlibat
dalam patogenesis nyeri pada herpes zoster dan PHN.(3)

Cedera pada saraf perifer dapat memicu sinyal rasa nyeri pada saraf di
ganglion aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nosiseptif yang lebih terasa

14
nyeri di kulit. Rilis yang berlebihan dari pengeluaran asam amino dan
neuropeptida yang disebabkan oleh rentetan berkelanjutan dari impuls afferent
selama fase akut dan prodormal pada herpes zoster kemungkinan dapat
menyebabkan cedera eksitotoksik dan hilangnya hambatan interneuron di sumsum
tulang belakang. Kerusakan neuron di sumsum tulang belakang, ganglion dan
saraf perifer, adalah penting dalam patogenesis PHN. Kerusakan saraf aferen
primer dapat menjadi aktif secara spontan dan peka terhadap rangsangan perifer
dan simpatis. Aktivasi nosiseptor yang berlebihan dan impuls ektopik mungkin,
menurunkan sesitivitas SSP. penambahan dan perpanjangan rangsangat pada pusat
itu berbahaya. Pada klinis, ini dinamakan allodynia (nyeri dan / atau sensasi yang
tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh rangsangan yang biasanya tidak
menyakitkan (sentuhan ringan) dengan rangsang sensori sedikit atau tidak ada
sama sekali. (3)

Perubahan anatomi dan Fisiologi bertanggung jawab terhadap


manifestasi PHN yang dibentuk di awal perjalanan dari hepes zoster. Hali ini akan
menjelaskan korelasi antara keparahan nyeri awal dan adanya nyeri prodormal
dengan perkembangan selanjutnya dari PHN, dan kegagalan terapi antivirus untuk
mencegah PHN. (3)

15
Patognesis PHN(3)

3.6 Gejala klinis

Terbagi menjadi tiga stadium antara lain : (7)

 Stadium prodromal :
Biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena
disertai dengan panas, malaise dan nyeri kepala.

 Stadium erupsi :
Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari
akan timbul gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus, sedangkan kulit
diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain adalah

16
sama sedangkan usia lesi dengan gerombolan lain adalah tidak sama. Lokasi lesi
sesuai dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis tengah dari tubuh.

 Stadium krustasi :
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2
minggu. Sering terjadi neuralgi pasca herpetica terutama pada orang tua yang
dapat berlangsung berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.(7,8)

Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi – lesi baru
yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan
saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan
ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut.
Hiperestesi pada daerah yang terkena member gejala yang khas. Kelainan pada
muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan
ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).(2)

17
Dermatome Tubuh(10)

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus


trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang
kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. (2)

Dermatome Wajah(11)

18
(3)

Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan


otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. (2)

(3)

Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang
singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.(2)

Herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental


ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang
soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada

19
orang yang kondisi fisikny sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma
malignum.(2)

Neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi dalam kehidupan sehari –hari. Kecenderungan ini dijumpai pada
orang yang mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun.(2)

3.7 Diagnosis

Teknik yang sama digunakan untuk mendiagnosis varicella dan digunakan


untuk mendiagnosa herpes zoster juga. Tampilan klinis seringkali cukup untuk
menegakkan diagnosis, dan pada hapusan Tzanck dapat mengkonfirmasi
kecurigaan klinis.(5,6,9). Namun, lokasi atau penampilan dari lesi kulit mungkin
atipikal (terutama di immunocompromised pasien) sehingga membutuhkan
konfirmasi laboratorium. (6)

Kultur virus adalah dimungkin, tetapi virus varicella-zoster itu labil dan
relatif sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct
imunofluorescence lebih sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki
tambahan keuntungan dari biaya yang lebih murah dan waktu yang lebih cepat.
Seperti kultur virus, direct imunofluorescence assay dapat membedakan infeksi
virus herpes simplex dengan infeksi virus varisela-zoster. Polymerase-chain-
reaction techniques yang berguna untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di
cairan dan jaringan.(6)

20
Tzanck smear dan Direct Immunoflouscene assay(6)

Herpes simplex zosteriform bisa dengan hasil positif untuk Tzanck smear,
namun jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri substansialnya kurang.
Persiapan selain Tzanck, uji DFA lebih disukai untuk kultur virus, karena cepat,
identifikasi jenis virus, dan memiliki hasil yang lebih akurat. Bila dibandingkan
pada VZV, Tzanck smear adalah 75% positif (sampai dengan 10% false-positif
(6)

dan variabilitas yang tinggi, tergantung pada keterampilan edema interseluler dan
intraseluler.(5)

Bagian atas dari dermis, dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
perivaskular limfosit dan leukosit polimorfonuklear, Limfosit atipikal mungkin
juga ditemukan. Sebuah vaskulitis leukocytoclastic mendasari kesan infeksi VZV
selama HSV. Inflamasi dan perubahan degeneratif juga dicatat dalam serabut
ganglia posterior dan serabut saraf dorsalis yang terkena. Lesi sesuai dengan
sistem persarafan dari ganglon saraf yang terkena, dengan nekrosis sel-sel saraf.(5)

3.8 Diagnosis banding

Herpes Simpleks Definisi : Penyakit akut yang ditandai dengan


timbulnya vesikula yang berkelompok diatas dasar
eritema, berulang,(3)mengenai permukaan mukokutaneus.
Etiologi : Disebabkan oleh virus herpes simplex.

21
Gejala klinis :Lesi primer didahului gejala prodromal
berupa rasa panas ( terbakar ) dan gatal. Setelah timbul
lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot.
Predileksi : mukosa

Status dermatologi : berupa vesikel yang mudah


pecah, erosi, ulcus dangkal bergerombol di atas dasar
eritema dan disertai rasa nyeri. Predileksi pada wanita
antara lain labium mayor, labium minor, klitoris,
vagina, serviks dan anus. Pada laki-laki antara lain di
batang penis, glans penis dan anus. Ekstragenital yaitu
hidung, bibir, lidah, palatum dan faring.(9)

(3)

Varisella Definisi : vesikula yang tersebar, terutama menyerang


anak-anak, bersifat mudah menular
Etiologi : virus Varisela zoster.
Predileksi : Paling banyak di badan, kemudian muka,
kepala dan ekstremitas.
Gejala Klinis : Pada stadium prodomal timbul banyak
makula atau papula yang cepat berubah menjadi
vesikula, yang umur dari lesi tersebut tidak sama. Kulit
sekitar lesi eritematus. Pada anamnesa ada kontak
dengan penderita varisela atau herpes zoster. Khas pada
infeksi virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi
(delle) yaitu vesikula yang ditengah nya cekung

22
kedalam. Distribusinya bersifat sentripetal.(7)

(3)

Dermatitis Kontak Definisi : Dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit


Alergika
dengan bahan yang bersifat sebagai alergen. Disini ada
riwayat alergi dan merupakan paparan ulang.
Predileksi : Seluruh tubuh
Status dermatologis : Dapat akut, subakut dan kronis.
Lesi akut berupa lesi polimorf yaitu tampak makula
yang eritematus, batas tidak jelas pada efloresensi dan
diatas makula yang eritematus terdapat papul, vesikel,
bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif.(9)

(3)

Dermatitis Definisi : Dermatitis yang bersifat kronis dan rasa gatal


herpetivormis
yang sangat dengan kekambuhan yang tinggi.
Status dermatologi : berupa berupa lesi polimorf yang
bergerombol pada dasar yang eritematus.

23
Predileksi : pada kepala, kuduk, lipatan ketiak bagian
belakang, sakrum, bokong dan lengan bawah.
Distribusinya simetris, akut dan polimorf.(9)

(3)

Dermatitis Definisi : Dermatitis venenata adalah kelainan akibat


Venenata
gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi
terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
arthropoda penyerang
Predileksi : Seluruh tubuh
Status Dermatologis : Berupa eritema, edema, panas,
nyeri, bisa berbentuk papula, pustule, maupun krusta. (9)
Terdapat 2 macam lesi yang diakibatkan oleh gigitan
serangga, yaitu : (1)
a. Nodul eritematus, akibat serangga memasukkan
(menyuntikkan) bahan – bahan berbahaya ke dalam
kulit yang menyebabkan keradangan.
b. Dermatitis kontak iritan, akibat cairan yang
dikeluarkan serangga waktu berbenturan /
bersentuhan dengan kulit.

24
((3)

3.9 Penatalaksanaan

Umum
1. Analgetika : Metampiron sehari 4 x 1 tablet
2. Bila ada infeksi sekunder :
- Erytromycin 250-500 mg sehari 3 x 1 tablet
- Dicloxacillin 125-250 mg sehari 3 x 1 tablet
3. Lokal :

25
- Bila basah : kompres larutan garam
- Bila erosi : salep sodium fusidate
- Bila kering : bedak salycil 2%

Khusus
1. Acyclovir
 Dosis: dewasa : 800 mg sehari 5 kali selama 7-10 hari
Anak : 20 mg/kgBB sampai 800 mg sehari 4 kali
Acyclovir tidak dapat menghilangkan neuralgi pasca herpetik
2. Neuralgia pasca herpetik
 Aspirin : 500 mg sehari 3 kali.
 Anti depresan trisiklik : Amitriptylin 50- 100 mg/hari
- Hari pertama : 1 tablet (25mg)
- Hari kedua : sehari 2 kali satu tablet
- Hari ketiga : sehari 3 kali satu tablet
 Carbamazepine:200mg sehari 1-2 kali ( untuk trigeminal
neuralgia).
3. Herpes zoster ophtalmicus perlu konsul ke spesialis mata atau dapat
diberikan:
- acyclovir salep mata 5 kali setiap 4 jam
- dan juga ofloxacin atau ciprofloxacin obat tetes mata
o hari 1 dan 2 : 1 tetes/2-4 jam,
o hari 3-7 :1 tetes 4 kali/hari.(7,8)
Pencegahan
Pemberian vaksin varicella virus vaccine (oka strain)
Indikasi :
- usia tua (>60 tahun)
- pasien imunokompromais dengan penyakit kronik (7)

26
3.10 Komplikasi

 Neuralgia paska herpetik.


Adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah penyakitnay sembuh. Neuralgia ini dapat
berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Nyeri bisa
dirasakan terus-menerus atau hilang timbulndan bisa semakin memburuk
pada malam hari atau jika terkena panas maupun dingin. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 %
dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka
semakin tinggi persentasenya.(9)
 Infeksi sekunder.
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.(2)
 Kelainan pada mata.
Disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster pada cabang pertama
pada nervus trigeminus (N. Ophtalmicus) sehingga menimbulkan
kelainan pada mata. Selain itu, virus dapat menyerang cabang kedua
(N.Maxilaris) dan cabang ketiga (N.Mandibularis) yang menyebabkan

27
kelainan kulit pada daerah persarafannya. Kelainan yang muncul dapat
berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan
neuritis optic.(9)
 Ramsay Hunt Sindrom
Paralisa wajah akut yang disertai dengan vesikel-vesikel virus
herpes zoster pada kulit telinga, liang telinga ataupun keduanya,
diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan nervus optikus, sehingga
memberikan gejala paralisa otot muka ( paralisa bell ), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat ;persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea juga terdapat gangguan pengecapan.
Herpes zoster ini terjadi bila mengenai ganglion genikulatum.(9)

 Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu
sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan.(2)

28
3.11 Prognosis

Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi


usia tua risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat
menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan
higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan
parut yang timbul akan menjadi sedikit.(2,9)

29
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien Tn. M datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD H. Abdul Manap
tanggal 30 November 2018 dengan keluhan utama Timbul lepuh-lepuh berisi
cairan, berwarna kemerahan terasa nyeri, panas dan gatal pada dada kanan sejak
±3 hari SMRS . Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja Herpes Zoster. Hal ini
diperoleh dengan dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis, didapatkan pasien laki-laki 59 tahun, pasien mengeluhkan
timbul lepuh-lepuh berisi cairan pada bagian dada kanan. Lepuh tersebut
berbentuk bulat dan terlihat seperti ada cairan di dalamnya awalnya kecil seperti
bintik kemerahan makin lama makin banyak, bergerombol dan berisi cairan.Hal
ini sesuai dengan teori dimana lesi herpes zoster berupa timbul eritema yang
dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang
eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih, dan daerah yang paling
sering terkena adalah daerah torakal dan biasanya mengenai umur lebih sering
pada orang dewasa.2

7 hari SMRS pasien juga mengeluhkan demam. Demam dirasakan hilang


timbul. Demam turun ketika pasien sudah mengkonsumsi obat penurun panas.
menggigil (-), berkeringat (-), nyeri kepala (+), badan terasa lemas dan nafsu
makan berkurang. Selain itu pasien juga mengeluh seluruh badan pegal – pegal.
Hal ini menunjukkan pasien sebelumnya mengalami gejala prodromal yang
merupakan gejala khas dari infeksi virus herpes, gejala prodromal berupa gejala
sistemik maupun lokal, gejala sistemik berupa demam, pusing dan malaise,
sedangkan gejala lokal berupa nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya.1-6
Riwayat menderita varisela (+) pada umur 12 tahun. Hal ini sesuai dengan
penyebab herpes zoster yaitu merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik umum keadaan pasien baik dan tidak ada kelainan. Dari
pemeriksaan dermatologi dijumpai pada regio Thoracal dextra ditemukan vesikel
berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa berbentuk bulat dengan

30
diameter terkecil 0,1 cm, dan terbesar 0,4 cm, segmental setinggi persarafan
dermatom T3-T5 dextra ,multipel, konfluens herpetiformis, berbatas tegas,
konsistensi lunak, fluktuasi (+).
Menurut kepustakaan, penyakit herpes zoster ini, ruamnya berupa eritema
yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit
yang eritematosa dan edema.1-6 Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi
keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang-kadang
vesikel mengandung darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat
pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan
berupa sikatriks. Berdasarkan tempat predileksi herpes zoster yaitu daerah yang
1-6
paling sering terkena adalah daerah torakal. Pada kasus ini sama seperti herpes
zoster yaitu di daerah dada kanan setinggi dermatom torakal T3-T5.5

Pemeriksaan penunjang pada penderita ini tidak dilakukan karena


keterbatasan waktu pemeriksaan dan sarana yang kurang memadai. Pemeriksaan
penunjang yang dianjurkan berupa pemeriksaan percobaan Tzanck dapat
ditemukan sel datia berinti banyak.1-6

Adapun differensial diagnosis kelainan kulit penderita ini yaitu : Herpes


simpleks biasanya disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis)
tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Infeksi virus herpes
simpleks berlangsung dalam 3 tingkat yaitu infeksi primer, fase laten dan infeksi
rekurens. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan berat kira-kira 3 minggu dan
sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, dan anoreksia, dan
dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis
yang sering dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab
dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya
sembuh tanpa sikatriks. Tempat predileksi virus herpes simpleks terbagi dua yaitu
tipe I di daerah pinggang ke atas terutama daerah mulut dan hidung, dan tipe II
daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.1,2 Pada kasus ini keluhannya
mirip dengan herpes simpleks yaitu eritema yang dalam waktu singkat menjadi

31
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Tetapi
tempat predileksinya berbeda, pada herpes simpleks predileksinya di daerah mulut
dan hidung serta daerah genital. Sedangkan pada kasus ini kelainan terdapat di
daerah dada dan punggung dan sesuai dengan dermatom saraf.

Varisela merupakan infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang


menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di sentral tubuh. Keluhan varisela biasanya berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung,
timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorf..
Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.1,2 Pada kasus ini keluhannya sama
dengan varisela yaitu berupa vesikel-vesikel yang banyak, tetapi pada kasus ini
vesikelnya tersusun berkelompok, sedangkan pada varisela vesikelnya tersusun
terpisah satu sama lainnya. Tempat predileksinya terutama di daerah badan dan
kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat
menyerang selaput lender mata, mulut, dan saluran nafas bagian atas. Sedangkan
pada kasus ini kelainan hanya terdapat di dada dan punggung setinggi dermatom
torakal T3-T5.1-7

Pengobatan medikamentosa pada herpes zoster diberikan secara topikal


dan sistemik. Pengobatan topikal tergantung stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel
agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik. Sedangkan untuk pengobatan
sistemik diberikan antiviral, obat yang biasa diberikan yaitu asiklovir dan
modifikasinya misalnya valasiklovir. Pada pasien ini diberikan pengobatan secara
sistemik dan topikal, obat sistemik yaitu diberikan anti virus asiklovir 5 x 800 mg
sehari selama 7 hari.8-10 Pada pasien ini diberi asiklovir karena mekanisme
kerjanya menghambat enzim DNA polymerase virus, asiklovir segera diubah
menjadi asiklo-guanosin monofosfat oleh enzim timidin kinase virus, kemudian
diubah lagi menjadi asiklo-guanosin trifosfat (asiklo-GTP), asiklo-GTP bergabung

32
dengan DNA virus yang akan mengakibatkan terhentinya aktifitas enzim DNA
polymerase.8,9 Kemudian secara topikal diberikan bedak salisil 2 % dengan tujuan
protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder,
juga diberikan terapi simptomatik seperti asam mefenamat sebagai analgetik,
paracetamol sebagai antipiretik dan vitamin B12. Pengobatan secara umum
dengan menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya, disarankan
kepada pasien agar cukup istirahat, kemudian pasien disarankan banyak makan
makanan yang bergizi seperti sayur dan buah-buahan.

Prognosis pada kelainan kulit ini umumnya baik selama pengobatan


dilakukan secara dini dan terkontrol.1,2

33
BAB V
KESIMPULAN
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer. Dengan gejala Mula-mula timbul papul atau
plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari akan timbul gerombolan vesikel
diatas kulit yang eritematus, sedangkan kulit diantara gerombolan tetap normal.
Lokasi lesi sesuai dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis tengah
dari tubuh.Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi – lesi baru
yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan
saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan
ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut.
Hiperestesi pada daerah yang terkena member gejala yang khas..

Dalam pengobatan Herpes Zoster, selain pengobatan farmakologi, juga


penting untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang faktor pencetus dan
faktor resiko untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah penyakit berulang.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsoe, Emmy, Menaldi, et al, 2007, Penyakit Kulit Yang Umum di


Indonesia, Hal. 68, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Djuanda Prof, Kosasih, Wiryadi, et al, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Hal. 110 – 112 Penyakit Virus oleh Ronny P. Handoko, Jakarta, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

3. Wolff, Goldsmith, Katz, et al, 2008, Fitz Patrick’ Dermatology in General


Medicine Seventh Edition Volumes 1&2 Chapter 194 (pages 1885 – 1889),
United States of America, The McGraw – Hill Companies

4. Burns, Tony, Breathnach, Cox, et al, 2010, Rook’s textbook of Dermatology


Eight Edition Volume 1 Chapter 33 (pages 33.22), Wiley Blackwell
5. D.James.William, et al, 10th edition © 2006, Saunders Elsevier, Andrews’
Diseases of the Skin Clinical Dermatology, (pages 372 – 377) Philadelphia,
Pennsylvanian, USA

6. Gnann, John W, Witley, Richard J, 2002, Journal of Herpes Zoster, New


England, New England Journal of Medicine

7. Barakbah, Pohan, Sukanto, et al, 2007, Atlas Penyakit Kulit & Kelamin
cetakan kedua Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Hal 14-19,
Surabaya, Airlangga University Press

8. Murtiastutik. Dwi, 2005, Pedoman Diagnostik Dan Terapi RSU Dr. Soetomo
edisi III, hal 56-58, Surabaya
9. Abdullah. Benny, Kurniawan. Ovaldo, dr, SpKK, 2009, Dermatologi
Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit, Surabaya : Pusat Penerbitan
dan Percetakan Universitas Surabaya hal: 86-90
10. http://drugline.org/medic/term/dermatome/
11. http://zizaidermatology.wordpress.com/2012/02/19/shingles-part-1-viral-
phases/

35
DISKUSI

1) Bagaimana varicella bisa menjadi herpes zoster dan menyebabkan lesi?

Infeksi primer VZV 90% terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 10
tahun dan 5% pada usia di atas 15 tahun. Pada anak imunokompetan gejala klinis
biasanya ringan, dapat sembuh sendiri dan jarang terjadi komplikasi. Pada
sebagian individu, infeksi VZV tidak menimbulkan gejala klinis.

Manusia akan terinfeksi oleh VZV ketika virus berkontak dengan mukosa
traktus respiratorius bagian atas atau konjungtiva. Varicella zoster virus tersebut
bisa berasal dari sekret mukosa traktus respiratorius bagian atas, cairan vesikel
penderita varisela atau cairan vesikel penderita herpes zoster. Dari mukosa traktus
respiratorius bagian atas VZV menuju kelenjar limfe regional dan mengalami
replikasi pertama.

Viremia primer

Di kelenjar limfe regional virus mengalami replikasi pertama di sel-sel


mononukleus darah perifer / PBMCs, diikuti dengan fase viremia primer dimana
VZV dalam jumlah yang sedikit menyebar melalui aliran limfe dan darah ke
seluruh bagian tubuh untuk selanjutnya mengalami replikasi kedua di liver, limfa
atau sel mononukleus dalam jumlah yang lebih banyak. Masa inkubasi ini
biasanya berlangsung selama 2 minggu.

Varicella zoster virus dimusnahkan oleh sel sistim retikuloendotelial, yang


merupakan tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi. Infeksi virus
dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh alami dan respon imun
didapat yang timbul.

Pada sebagian besar individu replikasi virus tidak dapat diatasi oleh sistim
pertahanan tubuh yang belum berkembang. Sehingga terjadi viremia sekunder
dalam jumlah virus yang lebih banyak.

Skema viremia primer

36
Viremia sekunder

Viremia sekunder terjadi setelah virus yang bertambah banyak dan


menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam dan malaise. Pada
viremia sekunder virus terutama menyebar ke kulit, mukosa dan neuron ganglion
dorsalis untuk menjadi infeksi laten. Varicella zoster virus dibawa ke kulit oleh
sel mononukleus darah perifer yang sudah terinfeksi VZV sebelum muncul lesi di
kulit. Di kulit VZV mengalami replikasi pada sel endotel kapiler, fibroblas, epitel
kulit dan menimbulkan vaskulitis di pembuluh darah kecil, degenerasi sel-sel
epitel kulit yang bermanifestasi sebagai lesi varisela.

Respon imun alami dan didapat menghambat berlanjutnya viremia


sekunder ini, sehingga menghambat berkembangnya lesi di kulit, timbulnya
varisela yang luas dan varisela pada organ viseral seperti paru yang dikenal
dengan varisela pneumonia. Respon imun seluler yang berperan dalam
menghambat penyebaran VZV adalah natural killer cells, dengan cara membunuh
sel yang terinfeksi oleh VZV. Terjadinya komplikasi varisela mencerminkan
gagalnya sistim imun dalam menghentikan replikasi dan penyebaran virus.

37
Skema viremia sekunder

Infeksi laten Varicella zoster virus

Selama penyembuhan varisela, Varicella zoster virus menjadi laten di


nervus kranialis seperti nervus trigeminal, fasialis dan di serabut ganglion
posterior medula spinalis. Pada sebagian besar individu virus ini menjadi laten
seumur hidup. Perjalanan virus ke ganglion sensoris diduga dengan cara
hematogenik, transport neuronal retrograde atau keduanya. Selama infeksi laten di
serabut ganglion posterior ini tidak menimbulkan apoptosis sel saraf, karena pada
infeksi laten tidak terjadi inflamasi sehingga tidak merusak sel-sel neuron.

Pada fase laten ini VZV tidak infeksius dan sebagian besar ekspresi gen
VZV tidak ditemukan pada sel neuron dari ganglion dorsalis yang merupakan
tempat infeksi laten VZV. Sehingga virus tidak bisa dideteksi dan dibersihkan
oleh sistim imun. Sistim imun yang berperan dalam mempertahankan keadaan
laten ini adalah sistim imun seluler.

Hanya beberapa material genetik VZV yang diekspresikan di ganglion


posteriror. Gen-gen yang biasa ditemukan pada fase ini adalah gen 21, 29, 62, dan
63. Gen-gen tersebut umumnya ditemukan dalam sitoplasma neuron ganglion
dorsalis. Kadang-kadang juga ditemukan di sel-sel satelit ganglion seperti sel

38
Schwann dan astrosit. Berbeda pada fase reaktivasi, gen-gen tersebut terdapat di
dalam nukleus sel neuron yang terinfeksi VZV. Gen 63 berfungsi sebagai protein
yang menekan apoptosis neuron selama fase laten. Gen 62 berfungsi sebagai
regulator transkripsi ketika gen tersebut berada di dalam nukleus pada fase
reaktivasi. Tidak adanya gen-gen regulator transkripsi lainnya menyebabkan tidak
terjadi replikasi VZV selama fase laten.

Komponen genetik VZV terdapat ekstrakromosomal dalam bentuk yang


tidak infeksius. Hal ini berbeda dengan retrovirus, dimana komponen genetiknya
terdapat di DNA sel host. Sebagian besar penelitian memperlihatkan bahwa
komponen DNA virus berada di dalam sitoplasma sel neuron serabut saraf baik
nervus trigeminal ataupun di neuron serabut ganglion posterior. Pada infeksi ini
ditemukan sedikit perubahan morfologi tanpa disertai peradangan pada neuron-
neuron tersebut.

2) Kapan pemberian kortikosteroid pada pasien herpes zoster?


Korttikosteroid sistemik diindikasikan pada penderita Sindrom Ramsay
Hunt. Penggunaan kortikosteroid dapat dipertimbangkan pada herpes
zoster yang disertai dengan nyeri hebat dengan tujuan menghambat
inflamasi yang terjadi pada ganglion sensorik sehingga dapat mengurangi
lamanya nyeri pada fase akut. Tetapi pengguanaan kortikosteroid pada
fase ini masih di perdebatkan.

3) Pemeriksaan anjuran untuk Herpes Zoster?


 Pemeriksaan Tzanck
 Kultur virus
 Direct immunofluorescence Assay

4) Jelaskan mengapa bisa terjadi neuralgia pascaherpetik?


Nyeri kronis yang menetap pada herpes zoster disebut neuralgia paska
herpetik, didefinisikan dengan nyeri yang menetap setelah lesi kulit sembuh atau
yang menetap lebih dari 4 minggu, tanpa melihat derajat perbaikan.

39
Tidak seperti nyeri yang menyertai kerusakan jaringan akut dimana pada
NPH tidak ditemukan kelainan biologik. Nyeri pada herpes merupakan hasil dari
aktifitas jaras spinotalamikus dan pontin hipotalamik. Nyeri ini adalah suatu
bentuk nyeri neuropati yang disebabkan oleh kerusakan pada sistim saraf. Sensasi
nyeri tersebut merupakan hasil dari proses komplek sensorik pada level tertinggi
di susunan saraf pusat.

Dari pemeriksaan neuropatologi ditemukan adanya inflamasi akut oleh


herpes zoster yang maksimal pada serabut ganglion posterior. Inflamasi akut ini
menyebabkan nyeri pada suatu dermatom kemudian meluas ke perifer sepanjang
saraf sensorik dan kadang-kadang ke bagian proksimal saraf sensorik dan motorik
dari dermatom yang terkena. Replikasi VZV di sel neuron ganglion posterior
menimbulkan inflamasi dan kerusakan pada sel tersebut, sehingga terjadi
peningkatan sensitifitas dan respon yang berlebihan pada nosireseptor / reseptor
taktil yang dikenal dengan sensitisasi perifer. Pada proses inflamasi ini terjadi
pelepasan sitokin-sitokin yang ikut memperberat kerusakan neuron. Nyeri pada
herpes tidak disebabkan oleh kuatnya rangsangan pada reseptor sensorik, tetapi
disebabkan oleh gangguan fungsi transmisi pada serat saraf sensorik setelah
rangsangan taktil pada nosireseptor di kulit.

5) Bagaimana cara melakukan pemeriksaan Tzanck?


 Pecahkan bulla, lalu dikerok kulit luarnya.
 Kerokan di fiksasi pada preparat dengan cara dilewatkan di atas api
3x.
 Rendam di alkohol 96% selama 5 menit, lalu bilas.
 Tetesi larutan giemsa (1:10) selama 30 menit. Bilas dengan air
mengalir, lalu keringkan.
 Periksa di mikroskop dengan 100x perbesaran.
 Hasil (+) apabiladitemukan sel datia berinti banyak

6) Vitamin apa yang dapat diberikan pada pasien dengan herpes zoster?

40
Vitamin C: Membantu mencegah wabah HSV-1 saat diminum dalam
waktu 48 jam sejak timbulnya ruam atau gatal di lokasi lesi.
Vitamin D: Memerangi herpes dan ruam herpes zoster, tingkat vitamin D
yang lebih tinggi berhubungan dengan lebih banyak antibodi terhadap
HSV-2.

7) Bagaimana tatalaksana pada herpes zoster?

Umum
1. Analgetika : Metampiron sehari 4 x 1 tablet
2. Bila ada infeksi sekunder :
- Erytromycin 250-500 mg sehari 3 x 1 tablet
- Dicloxacillin 125-250 mg sehari 3 x 1 tablet
3. Lokal :
- Bila basah : kompres larutan NaCl 0,9%
- Bila erosi : salep sodium fusidate
- Bila kering : bedak salycil 2%

Khusus
4. Acyclovir
 Dosis: dewasa : 800 mg sehari 5 kali selama 7-10 hari
Anak : 20 mg/kgBB sampai 800 mg sehari 4 kali
Acyclovir tidak dapat menghilangkan neuralgi pasca herpetik
5. Neuralgia pasca herpetik
 Aspirin : 500 mg sehari 3 kali.
 Anti depresan trisiklik : Amitriptylin 50- 100 mg/hari
- Hari pertama : 1 tablet (25mg)
- Hari kedua : sehari 2 kali satu tablet
- Hari ketiga : sehari 3 kali satu tablet
 Carbamazepine:200mg sehari 1-2 kali ( untuk trigeminal
neuralgia).
6. Herpes zoster ophtalmicus perlu konsul ke spesialis mata atau dapat

41
diberikan:
- acyclovir salep mata 5 kali setiap 4 jam
- dan juga ofloxacin atau ciprofloxacin obat tetes mata
o hari 1 dan 2 : 1 tetes/2-4 jam,
o hari 3-7 :1 tetes 4 kali/hari.

42

Anda mungkin juga menyukai