Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

Guillain-Barre Syndrome

ANAMNESA (17 JULI 2017)


Diperoleh dari keluarganya

Identitas
 Nama : An. H
 Umur : 17 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Gusung Makamur
 Pekerjaan : Pelajar
 Masuk RS :17-07-2017
 No RM : 230978

Keluhan Utama:
Kelemahan pada kedua kaki.

Riwayat Penyakit Sekarang: (allo anamnesa dan auto anamnesa )


An. H datang ke Poli Saraf RSUD kota Makassar diantar oleh orangtuanya
dalam keadaan sadar dengan keluhan kelemahan pada kedua kaki dan selalu
terjatuh jika berjalan. Ibunya mengatakan keluhan tersebut mulai disadari sejak 2
minggu yang lalu.. Keluhan dirasakan semakin memberat saat anaknya terjatuh.
Keluhan dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat. Sebelumnya
pasien belum memeriksakan diri ke dokter ataupun meminum obat untuk
keluhannya. Pasien tidak mengeluh adanya pusing, mual, muntah, demam ini atau
pun semingguan ini, Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat demam sekitar 4 minggu yll.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat trauma sebelumnya disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat sakit kencing manis disangkal
 Riwayat stroke disangkal
 Riwayat demam diakui
 Riwayat diare disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluhan serupa disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat sakit kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi


 Pasien tinggal dirumah Bersama orang tuanya
 Untuk pengobatan biaya ditanggung oleh orang tua, orang tua bekerja

Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : Tidak ada keluhan
Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Sistem respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : Kedua tungkai tidak bisa digerakkan
Sistem integumentum : Sensasi peraba berkurang pada kedua tungkai
Sistem urogenital : Tidak ada keluhan

Resume Anamnesa:

2
An. H datang ke Poli Saraf RSUD kota Makassar diantar oleh orangtuanya
dalam keadaan sadar dengan keluhan kelemahan pada kedua kaki dan selalu
terjatuh jika berjalan. Ibunya mengatakan keluhan tersebut mulai disadari sejak 2
minggu yang lalu. Keluhan dirasakan semakin memberat saat anaknya terjatuh.
Keluhan dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat. Sebelumnya
pasien belum memeriksakan diri ke dokter ataupun meminum obat untuk
keluhannya. Pasien tidak mengeluh adanya pusing, mual, muntah. Pasien baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat demam sekitar 4 minggu yll.

PEMERIKSAAN (Dilakukan pada tanggal 26 November 2013)


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6
Tanda Vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 76x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,2oC
Kepala : Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+,
reflek kornea +/+
Leher : Limfonodi tak membesar,
Dada : Paru: sonor, vesikuler diseluruh lap. paru, suara
tambahan (-). Jantung: Konfigurasi kesan dalam batas
normal, SI-II tunggal, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : thimpany seluruh lapang abomen
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Ekstremitas : Edema (-), atrofi otot (-), vulnus ekskoriatum di
punggung tangan kanan, siku tangan kanan, dengkul
kanan, mata kaki kiri

Status Neurologis:

3
Sikap Tubuh : Simetri
Gerakan Abnormal : (-)
Cara Berjalan : Tidak bisa dinilai
Kepala : Mesocephal

Nervi Cranialis Kanan Kiri


NI Daya Penghidu N N
N II Daya Penglihatan N N
Medan Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III Ptosis (-) (-)
Gerakan Mata B B
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
N IV Strabismus Divergen (-) (-)
Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
NV Menggigit (+) (+)
Membuka Mulut (+) (+)
Sensibilitas Muka N N
Refleks Cornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan Pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan N N
N VIII Mendengar Suara Berbisik (+) (+)
Mendengar Detik Arloji (+) (+)
Tes Rinne Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Weber Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Schwabach Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

4
Nervi Cranialis Kanan Kiri
N IX Arkus Faring N N
Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang N N
Refleks Muntah (+) (+)
Suara Sengau (-) (-)
Tersedak (-) (-)
NX Denyut Nadi 76 x / menit 76 x / menit
Arkus Faring N N
Bersuara N N
Menelan (+) (+)
N XI Memalingkan Kepala (+) (+)
Sikap Bahu N N
Mengangkat Bahu (+) (+)
Trofi Otot Bahu Eutrofi Eutrofi
N XII Sikap Lidah Ditengah
Artikulasi N
Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah Simetris
Trofi Otot Lidah Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi Lidah (-)

Leher : Kaku kuduk (-), Meningeal Sign (-)

Ekstremitas : G B B K 5 5 RF + +

T T 4 4 + +

RP - - Tn N N Tr E E Cl - / -

5
- - N N E E
+ +
Sensibilitas : - -

Fungsi Vegetatif : BAK : tidak ada gangguan


BAB : tidak ada gangguan

Dagnosis Sementara
Diagnosis Klinik : Paraparese
Diagnosis topik : Saraf perifer extremitas inferior
Diagnosis etiologik : Guillain-Barre Syndrome

Pemeriksaan penunjang : (rencana)



Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Pemeriksaan EMG

Lab darah rutin

Radiologi

Diagnosa Akhir
Diagnosis Klinik : Paraparese
Diagnosis topik : Radiks sentralis atau dorsalis
Diagnosis etiologik : Guillain-Barre Syndrome

Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan terapi :
- KAEN 3b 8 tts/menit
- Neurosanbe 1 amp/24 jam/ IV
- Metilprednisolone 125 mg 1/3 amp/8 jam/IV

Prognosis
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Disability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia ad bonam
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distitution : Dubia ad bonam
6
Guillain Barre syndrome ( GBS )

Definisi

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan

tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri

dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang

7
sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,

otonom, maupun susunan saraf pusat.

Etiologi

Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena

hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini

disebut demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh

saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan

inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh

karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy (AIDP). Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi

pada GBS sampai saat ini belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan

tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS

didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus,

coxsackievirus, influenzavirus, echovirus, cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan

HIV. Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi yang disebabkan

oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis, Mycoplasma

pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan , Mycobacterium

Tuberculosa. Vaksinasi. Infeksi ini biasanya terjadi 2 – 4 minggu sebelum

timbul GBS .

Patofisiologi

8
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain

memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen

tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses

pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa

teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan

bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh

mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa

infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali

dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan

destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada

axon. Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat

mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya

untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls

sensoris dari seluruh bagian tubuh.

Gejala klinis

GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,

parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat

ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.

Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.

Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan

menyebar secara progresif , dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke

ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi

mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid.

9
Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial

diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan dan

bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. Gejala

yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada

extremitas distal. Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat

menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi

atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang

tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat. 11) Hipertensi terjadi pada 10

– 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari pasien. Kerusakan

pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan

dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy.

Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk

mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan

bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur

(blurred visions).

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang

bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan

menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya

kelemahan pada otot otot intercostal. Refleks patologis seperti refleks

Babinsky tidak ditemukan.

10
Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar
protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini
oloeh Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis.
Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak
memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi
pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada
pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm3 .

Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir
minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya
perbaikan.

Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya
keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang
F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan
dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial
aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi
saraf motorik.

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan
kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan
memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini
dapat terlihat pada 95% kasus GBS.

Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada
stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological

and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)

Gejala utama

11
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu


2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4
Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf


Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetri


2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata

Penatalaksanaan


Observasi tanda tanda vital

Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa
diberikan medikamentosa. 1)

12

Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek
lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang
paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah
munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg
BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif,
ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia adalah kontraindikasi
dari PE.

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto
antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang
kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells
patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu
setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari.
Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg.

Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan
fleksibilitas otot setelah paralisa.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau

cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi,

trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan

kontraktur pada sendi.

Prognosis

13

95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya
sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan
postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.

Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang
disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.

14
Daftar Pustaka

1. Sidharta, priguna. 1998. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat :


Jakarta
2. Inawati. SINDROM GUILLAIN BARRE (GBS). Departemen
Patologi Anatomi FK. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

3. http://www.guillainbarresyndrome.net/

15

Anda mungkin juga menyukai