Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang di butuhkan oleh

manusia dalam mempertahanankan keseimbangan fisiologi maupun psikologi.

Salah satunya adalah kebutuhan oksigen. Oksigen adalah salah satu komponen

gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan

kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh

dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas.

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan

manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolisme sel

tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berarti bagi tubuh,

salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan

untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan

baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan tugas

perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan

manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi

berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut. Oleh

karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan

sangat vital bagi tubuh.

Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem

pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem

respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali

1
individu tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan

dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang

menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini,

individu merasakan pentingnya oksigen.

Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya

oleh perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat

adalah suatu keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Status kesehatan

dipengruhi oleh faktor biologik, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor

biologik merupakan faktor yang berasal dari dalam individu atau faktor

keturunan misalnya pada penyakit alergi (Mansjoer, 2013).

Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas

karena bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat

progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible.

Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hamper setiap hari disertai

pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu

tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan

anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara

(Mansjoer, 2013).

Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas

karena bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat

progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible.

2
Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai

pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu

tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan

anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara

(Mansjoer, 2013).

PPOK merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang

menyebabkan 26.000 kematian/tahun di Inggris. Prevalesinya adalah ≥

600.000. Angka ini lebih tinggi di negara maju, daerah perkotaan, kelompok

masyarakat menengah ke bawah, dan pada manula (Davey,2002:181). The

Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan jumlah penderita PPOK

sedang berat di negaranegara Asia Pasific mencapai 56,6 juta penderita dengan

angka pravalensi 6,3 persen (Kompas,2006). merupakan salah satu dari

kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan

masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan

hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko seperti faktor pejamu yang

di duga berhubungan dengan kejadian PPOK semakin banyaknya jumlah

perokok kususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam

ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.

Data badan kesehatan dunia ( WHO ) menunjukkan bahwa pada tahun

1990 PPOK menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia

sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke 3 setelah penyakit

kardiovaskuler dan kanker. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati

3
urutan keempat sebagai penyebab kematian. Prevalensi terjadinya kematian

akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada tahun 2010

sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011). Di America Serikat di butuhkan dana

sekitar 32 juta US$ dalam setahun dalam menanggulangi penyakit ini ,dengan

jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal.

Hasil survey penyakit tidak menular oleh direktorat jenderal PPM dan Pl di 5

rumah sakit provinsi di Indonesia (jawa barat, jawa tengah, jawa timur,

lampung dan sumatra selatan) pada tahun 2014 , menunjukkan PPOK

menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma

brokial (33%), kangker paru (30%) dan lainya (2%) (depkes RI 2014).

Menurut RISKESDAS Provinsi Jawa Tengah (2013) Prevalensi

penderita penyakit PPOK di Provinsi Jawa Tengah menurut hasil survey

penyakit tidak menular menududuki urutan kedua tertinggi setelah penyakit

Asma Bronkhial (4,3%) sedangkan penderita PPOK prevalensinya 3,4%. .

Oleh karena itu penulis menulis makalah yang berjudul “Asuhan keperawtan

PPOK” diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui

tentang penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal

bagi pasien PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat

dalam pencegahan PPOK.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan pada latar belakang, maka

rumusan masalah pada laporan studi kasus ini antara lain :

1. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan oksigenasi

penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di RSUP dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi salah satu penugasan laporan kelompok case study

presentation yang ada pada stase Keperawatan Dasar Profesi Ners

Universitas Alama Ata Yogyakarta Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan

oksigenasi diagnosa medis PPOK

b. Menentukan masalah keperawatan sesuai dengan kebutuhan pada klien

dengan gangguan oksigenasi diagnosa medis PPOK

c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

oksigenasi diagnosa medis PPOK

d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai perencanaan pada klien

dengan gangguan oksigenasi diagnosa medis PPOK

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan

oksigenasi diagnosa medis PPOK

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar

manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,

untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau

sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka

akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan

biasanya pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan

kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan

metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai

organ atau sel.

Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc

oksigen setiap hari atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam

mempertahakan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan

fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas

mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan

pembuangan CO². Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan

dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah

untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil

menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium.

6
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan suatu kondisi

irreversible yang berkaitan dengan dipsnue saat beraktifitas dan penurunan

masuk serta keluarnya udara paru-paru (Smeltzer and Bare, 2015). PPOK

juga merupakan suatu istilah digunakan untuk sekelompok penyakit paru

yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi

terhadap aliran udara sebagai patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit

yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah

bronkitis kronis, emfisema paru dan asma bronkial (Price & Wilson ,

2016).

Bronkitis kronis adalah suatu gangguan klinis yang ditandai

dengan pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus

dimanifestasikan sebagai batuk kronis dan pembentukan mukus mukoid

ataupun mukopurulen sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-

kurangnya 2 tahun berturut-turut. Definisi ini mempertimbangkan bahwa

penyakit-penyakit seperti bronkiektasis dan tuberkulosis paru juga

menyebabkan batuk kronis dan produksi sputum tetapi keduanya tidak

termasuk dalam kategori ini.

Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkin paru

yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris, serta

destruksi dinding alveolar. Sedangkan asma merupakan suatu penyakit

yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakeobronkial

terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai

penyempitan saluran-saluran nafas secara periodik dan reversible akibat

7
bronkospasme, oedem mukosa dan hipersekresi mukus (Price & Wilson,

2016). Asma tidak termasuk kedalam PPOK, meskipun pada sebagian

referensi memasukkan asma dalam kelompok PPOK. Asma merupakan

sumbatan saluran napas yang intermitten dan mempunyai penanganan

berbeda dengan PPOK. Hiperresponsif bronkial didefinisikan sebagai

perubahan periodik pada Forced Expiratory Volume dalam waktu 1 detik

(FEV1), dapat ditemukan pula pada PPOK walaupun biasanya dengan

magnitude yang lebih rendah dibanding pada asma. Perbedaan utama

adalah asma merupakan obstruksi saluran napas reversible, sedangkan

PPOK merupakan obstruksi saluran napas yang bersifat permanen atau

irrebersible.

Dalam hal patofisiologi asma dan PPOK juga berbeda. Peradangan

akut asma dari hasil produksi eosinofil, sementara peradangan PPOK

terutama melibatkan produksi neutrofil dan makrofag yang terjadi selama

bertahun-tahun. Namun demikian, pengendalian asma kronis yang buruk

pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan struktur dan obstruksi

saluran napas yang permanen, sehingga dalam kasus seperti ini asma telah

berevolusi menjadi PPOK tanpa adanya riwayat merokok. Orang yang

terpapar agen berbahaya seperti asap rokok dapat mengalami keterbatasan

aliran udara yang intermitten ataupun menetap (campuran antara seperti

asma ataupun seperti PPOK).

8
Pada pasien PPOK sendiri mungkin memiliki fitur seperti asma

terdapat pola inflamasi campuran dengan eosinofil yang meningkat.

Berdasarkan alasan inilah sebagian ilmuwan tidak memasukkan asma

dalam kelompok PPOK (American Thoracic Society, 2015).

Penggolongan asma yang tidak termasuk PPOK juga ditegaskan oleh

World Health Organization (WHO 2014) dalam International Statistical

Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10), yang

menyampaikan bahwa asma tidak termasuk dalam PPOK kecuali asma

karena obstruktif. Serangan asma akut, asma karena alergi dan non alergi,

ataupun status asmatikus merupakan chronic lower respiratory disease

yang berdiri sendiri diluar PPOK.

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan penyakit saluran

pernafasan obstruktif kronis (chronic obstructive airway disease (COAD)

adalah istilah yang bisa saling menggantikan. Gangguan progresif lambat

kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau

sedikit reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel

pada asma. (Patrick Davey, 2015).

B. Etiologi

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami

gangguan oksigenasi menurut yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,

deformitas tulang dan dinding dada, nyeri, cemas, penurunan

energi,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal,

kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis

9
kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli

dan faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit PPOK yaitu

lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko

tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau didalam kota. Genetik:

defisiensi α1-antitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya

PPOK dini.

C. Klasifikasi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan

trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang

masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat

obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan

tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan

pengeluaran mukus.

Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang

terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain

kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi

seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas

miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas.

WHO melalui Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease (GOLD) melakukan pengklasifikasian terhadap PPOK, sebagai

berikut:

10
1. Klasifikasi Tingkat Keparahan Berdasarkan Spirometri

Spirometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur fungsi paru,

diperlukan untuk mendiagnosis dan memberikan gambaran keparahan

patofisologi yang disebabkan oleh PPOK. Berdasarkan pengukuran

fungsi paru dengan menggunakan spirometri, PPOK diklasifikasikan

sebagai berikut:

Tahap Keterangan

Tahap I : Mild FEV1/FVC < 0,70


FEV1 ≥ 80% predicted

Tahap II : Moderate FEV1/FVC < 0,70


50% ≤ FEV1< 80% predicted

Tahap III : Severe FEV1/FVC < 0,70


30% ≤ FEV1< 50% predicted

Tahap IV: Very Savere FEV1/FVC < 0,70


FEV1< 30% predictedor FE1<
50% predicted plus chronic
respiratory predicted plus chronic
respiratory

Ket: FEV1: Forced Expiratory Volume dalam 1 detik.

FVC: Forced Vital Capacity

2. Tahapan penyakit PPOK

WHO mengklasifikasikan penyakit PPOK berdasarkan tahapan

penyakitnya sebagai berikut:

Tahap Keterangan

Tahap I : Mild  Keterbatasan aliran udara ringan


FEV1/FVC< 0,70 FEV1 ≥ 80%
 Gejala batuk kronis
 Sputum produktif

11
 Pasien tidak menyadari adanya
penurunan fungsi paru

Tahap II : Moderate  Keterbatasan aliran udara buruk


FEV1/FVC < 0,70; 50% ≤ FEV1<
80%
 Batuk kronis
 Sputum produktif
 Sesak nafas saat aktifitas
 Pasien mulai mencari pelayanan
kesehatan karena keluhannya

Tahap III : Severe  Keterbatasan aliran udara buruk


FEV1/FVC < 0,70; 30% ≤ FEV1<
50%
 Batuk kronis
 Sputum produktif
 Sesak nafas sangat berat
 Mengurangi aktifitas, kelelahan
 Eksaserbasi berulang
 Mengurangi kualitas hidup

Tahap IV : Very Savere  Keterbatasan aliran udara sangat


buruk FEV1/FVC < 0,70; 30% ≤
FEV1< 50% ditambah kegagalan
nafas kronis
 Gagal nafas (PaO2: <60 mmHg,
dengan atau tanpa Pa CO2 . 50 mmHg
 Batuk kronis
 Sputum produktif
 Sesak nafas sangat berat
 Eksaserbasi beralang
 Mengurangi kualiatas hidup
 Terjadi komplikasi gagal jantung
 Mengancam nyawa

12
D. Faktor Risiko

1. Faktor Fisiologi

a. Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.

b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi

saluran napas bagian atas.

c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan

transport O2 terganggu.

d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu

hamil, luka, dan lain-lain.

e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada

kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit

kronik seperti TBC paru.

2. Faktor Perkembangan

a. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.

b. Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.

c. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan

dan merokok.

d. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang

aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-

paru.

e. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan

kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru

menurun.

13
3. Faktor Perilaku

a. Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan

ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat

oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan

arterioklerosis.

b. Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

c. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah

perifer dan koroner.

d. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake

nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin,

alcohol, menyebabkan depresi pusat pernapasan.

e. Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat

E. Tanda Gejala

Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda

gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot

nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping

hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, nafas

dengan mulut, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-

posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda

dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi

gangguan oksigenasi.

Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu

takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia,

14
kebingungan, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman),

hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi,

irama dan kedalaman nafas.

F. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan

trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang

masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat

obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan

tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan

pengeluaran mukus.

Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang

terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain

kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi

seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas

miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas.

Pada pasien PPOK merokok dapat menyebabkan hipertropi

kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan produksi mukus, menyebabkan

batuk produktif. Pada bronkitis kronis (batuk produktif > 3 bulan/tahun

selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil.

Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara

distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,

terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga

terjadi sesak nafas. Dengan berkembangnya penyakit kadar CO2

15
meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia. Jika

oksigen tambahan menghilangkan hipoksemia, dorongan pernafasan juga

mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal nafas.

G. Komplikasi

1. Insufisiensi pernapasan

2. Atelektasis

3. Pneumoni

4. Pneumotorak

5. Hipertensi paru

6. Masalah sistemik

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gangguan oksigenasi,

pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui

adanya gangguan oksigenasi yaitu:

a. Pemeriksaan fungsi paru untuk mengetahui kemampuan paru

dalam melakukan pertukaran gas secara efisien.

b. Pemeriksaan gas darah arteri untuk memberikan informasi tentang

difusi gas melalui membrane kapiler alveolar dan keadekuatan

oksigenasi.

c. Oksimetri untuk mengukur saturasi oksigen kapiler

d. Pemeriksaan sinar X dada untuk pemeriksaan adanya cairan,

massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.

16
e. Bronkoskopi untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau

sampel sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.

f. Endoskopi untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.

g. Fluoroskopi untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal:

kerja jantung dan kontraksi paru.

h. CT-SCAN untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk menghilangkan atau

mengurangi obstruksi yang terjadi seminimal mungkin agar secepatnya

oksigenasi dapat kembali normal. Keadaan ini diusahakan dan

dipertahankan untuk menghindari perburukan penyakit. Secara garis besar

penatalaksanaan PPOK dibagi menjadi 4 kelompok, sebagai berikut:

1. Penatalaksanaan umum

Penatalaksanaan umum meliputi pendidikan pada pasien dan keluarga,

menghentikan merokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi,

menciptakan lingkungan yang sehat, mencukupi kebutuhan cairan,

mengkonsumsi diet yang cukup dan memberikan imunoterapi bagi

pasien yang punya riwayat alergi.

2. Pemberian obat-obatan

a. Bronkodilator : Bronkodilator merupakan obat utama untuk

mengurangi/mengatasi obstruksi saluran nafas yang terdapat pada

penyakit paru obstruktif. Obat-obatan golongan bronkodilator

adalah obat-obat utama untuk manajemen PPOK. Bronkodilator

17
golongan inhalasi lebih disukai terutama jenis long acting karena

lebih efektif dan nyaman, pilihan obat diantarnya adalah golongan

β2 Agonis, Antikolinergik, Teofilin atau kombinasi. (GOLD, 2006;

Sharma, 2010)

b. Antikolinergik : Golongan antikolinergik seperti Patropium

Bromide mempunyai efek bronkodilator yang lebih baik bila

dibandingkan dengan golongan simpatomimetik. Penambahan

antikolenergik pada pasien yang telah mendapatkan golongan

simpatomimetik akan mendapatkan efek bronkodilator yang lebih

besar (Sharma, 2010).

c. Metilxantin : Golongan xantin yaitu teofilin bekerja dengan

menghambat enzim fosfodiesterase yang menginaktifkan siklik

AMP. Pemberian kombinasi xantin dan simpatomimetik

memberikan efek sinergis sehinga efek optimal dapat dicapai

dengan dosis masing-masing lebih rendah dan efek samping juga

berkurang. Golongan ini tidak hanya bekerja sebagai bronkodilator

tetapi mempunyai efek yang kuat untuk meningkatkan

kontraktilitas diafragma dan daya tahan terhadap kelelahan otot

pada pasien PPOK (Sharma, 2010).

d. Glukokortikosteroid : Glukokortikosteroid bermanfaat dalam

pengelolaan eksaserbasi PPOK, dengan memperpendek waktu

pemulihan, meningkatkan fungsi paru dan mengurangi hipoksemia.

Disaxmping itu Glukokortikosteroid juga dapat mengurangi risiko

18
kekambuhan yang lebih awal, kegagalan pengobatan dan

memperpendek masa rawat inap di RS (GOLD, 2016).

e. Obat-obat lainnya : Vaksin, Alpha-1 Antitripsin, Antibiotik,

Mukolitik, Agen antioksidan, Imunoregulator, Antitusif,

Vasodilator, Narkotin (Morfin), Terapi oksigen, Rehabilitasi.

3. Penatalaksanaan Fisik

Fisioterapi dada dan teknik pernapasan, teknik utama pernapasan yang

dapat dilakukan yaitu Pursed lip breathing : pasien menghirup nafas

melalui hidung sambil menghitung sampai 3 (waktu yang dibutuhkan

untuk mengatakan “smell a rose”). Hembuskan dengan lambat dan rata

melalui bibir yang dirapatkan sambil mengencangkan otot-otot

abdomen (merapatkan bibir meningkatkan tekanan intratrakeal,

menghembuskan udara melalui mulut memberikan tahanan lebih

sedikit pada udara yang dihembuskan). Hitung hingga 7 sambil

memperpanjang ekspirasi melalui bibir yang dirapatkan yang

dibutuhkan untuk menagatakan ‘blow out the candle”. Sambil duduk

dikursi lipat tangan diatas abdomen, hirup nafas melalui hidung sambil

menghitung hingga 3, membungkuk kedepan dan hembuskan dengan

lambat melalui bibir yang dirapatkan sambil menghitung hingga 7.

Pernafasan bibir akan memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan

tekanan jalan nafas selama ekspirasi sehingga mengurangi jumlah

udara yang terjebak dan jumlah tahanan jalan nafas.

19
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN OKSIGENASI PENDERITA PPOK

A. Pengkajian

1. Biodata : Identitas Pasien, Identitas penanggung jawab, Keluhan utama,

Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit dahulu, Riwayat penyakit

keluarga, Pola fungsi kesehatan, Pemeriksaan Fisik

B. Klasifikasi data

1. Data Subyektif :

a. KLien mengatakan sesak napas

b. Klien mengatakan batuknya berdahak

c. Klien mengatakan berat badannya menurun

d. Klien mengatakan kurang nafsu makan

e. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas

f. Klien mengatakan sesak bertambah saat beraktivitas

g. Klien mengatakan cemas

h. Klien selalu bertanya tentang penyakitnya

2. Data Obyektif :

a. Suara paru ronkhi

b. Klien nampak batuk berdahak

c. Frekuensi napas cepat

d. Klien bernapas menggunakan otot – otot pernapasan

e. Klien nampak batuk

f. Porsi makan tidak dihabiskan

20
g. Badan tampak kurus

h. Berat badan menurun

i. Nampak aktivitas dibantu

j. Klien nampak sesak saat beraktivitas

k. Klien nampak gelisah

l. Klien selalu bertanya

C. Analisa data

D. Prioritas Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis

adalah :

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus yang

berlebihan

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor fisiologis (batuk).

4. Intoleransi aktifitas beruhungan dengan penurunan energi cadangan,

kelemahan.

E. Rencana Tindakan Keperawatan

TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI


NO Dx. KEP
HASIL KEPERAWATAN

1. Ketidak NOC: NIC :

efektifan a. Respiratory status: Ventilation assistance

bersihan Ventilation 1. Berikan O2 1-2l/mnt,

jalan nafas b. Respiratory status: metode nasal kanul

21
berhubunga Airway patency 2. Anjurkan pasien untuk

n dengan Setelah dilakukan tindakan istirahat dan napas dalam

mucus yang keperawatan selama 1x24 jam, 3. Posisikan pasien untuk

berlebihan pasien menunjukkan jalan memaksimalkan ventilasi

nafas bersih dibuktikan 4. Lakukan fisioterapi dada

dengan kriteria hasil: jika perlu

 Pasien mampu melakukan 5. Keluarkan secret dengan

nafas dalam batuk

 Pasien mampu 6. Anjurkan batuk efektif

mengeluarkan dahak 7. Auskultasi suara nafas,

 Menunjukkan jalan nafas catat adanya suara

yang paten (klien tidak tambahan

merasa tercekik, irama 8. Monitor status

nafas, frekuensi pernafasan hemodinamik

dalam rentang normal, 9. Pertahankan hidrasi yang

tidak ada suara nafas adequat untuk

abnormal) mengencerkan secret

10. Jelaskan pada pasien dan

keluarga tentang

penggunaan peralatan: O2,

Suction, Inhalasi

11. Kolaboraasi dengan dokter

pemberian obat

bronkodilator.

22
2. Ketidakefe NOC NIC

ktifan Pola a. Respiratory status: Airway Management

Nafas Ventilation a. Buka jalan nafas, gunakan

berhubunga b. Respiratory status: Airway teknik chin lift atau jaw

n dengan patency thrust bila perlu

hiperventila c. Vital sign status b. Posisikan pasien untuk

si paru Setelah dilakukan tindakan memaksimakan ventilasi

keperawatan selama 1x24 jam c. Identifikasi pasien perlunya

diharapkan pola nafas teratur pemasangan alat jalan nafas

dengan kriteria Hasil : buatan

 Mendemontrasikan batuk d. Pasang mayo bila perlu

efektif dan suara nafas e. Lakukan fisioterapi dada jika

yang bersih, tidak ada perlu

sianosis dan dyspneu f. Keluarkan secret dengan

(mampu mengeluarkan batuk atau suction

sputum, mampu bernafas g. Auskultasi suara nafas, catat

dengan mudah, tidak ada adanya suara tambahan

pursed lips) h. Lakukan suction pada mayo

 Menunjukan jalan nafas i. Monitor respirasi dan status

yang paten (klien tidak O2

merasa tercekik irama Oxygen Therapy

nafas,frekuensi pernafasan a. Bersihkan mulut, hidung

dalam rentang normal dan secret trakea

tidak ada suara nafas b. Monitor aliran oksigen

abnormal c. Pertahankan posisi pasien

23
 Tanda vital dalam rentang d. Onservasi adanya tanda

normal (tekana darah nadi tanda hipoventilasi

pernafasan) e. Monitor adanya kecemasan

pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

a. Monitor TD, nadi, suhu, dan

RR

b. Catat adanya fluktuasi

tekanan darah

c. Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk atau berdiri

d. Monitor frekuensi dan irama

pernafasan

e. Monitor suara paru

f. Monitor pola pernafasan

abnormal

g. Monitor suhu, warna, dan

kelembaban kulit

h. Monitor sianosis perifer

3. Gangguan NOC: NIC

Pola Tidur a. Sleep Sleep Enhancement

berhubunga b. Fatigue: Disruptive effects 1. Jelaskan pentingnya tidur

n dengan Setelah dilakukan tindakan yang adekuat

faktor keperawatan selama 2x24 jam 2. Ciptakan lingkungan yang

fisiologis diharapkan pola tidur terjaga nyaman

24
(batuk) dengan kriteria hasil: 3. Kolaborasi pemberian obat

 Pola tidur teratur tidur

 Kualitas tidur terjaga 4. Diskusikan dengan pasien

dan keluarga tentang teknik

tidur pasien

5. Monitor waktu makan dan

minum dengan waktu tidur

4. Intoleransi NOC: NIC:

Aktifitas Activity Tolerance Activity Therapy

berhubunga Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu klien untuk

n dengan keperawatan selama 3x24 jam mengidentifikasi aktivitas

penurunan diharapkan aktivitas dapat yang mampu dilakukan

energi toleran dengan kriteria hasil: 2. Bantu untuk memilih

cadangan,  Saturasi oksigen diatas aktivitas konsisten yang

kelemahan 95% sesuai dengan kemampuan

 Nadi 60-70x/mnt fisik, psikologi dan social

 RR 14-20x/mnt 3. Bantu untuk

 TD sekitar 110/70mmHg mengidentifikasi aktivitas

 Warna kulit tidak pucat yang sesuai

 Status respirasi: pertukaran 4. Bantu klien untuk

gas dan ventilasi adekuat. membuat jadwal latihan

diwaktu luang

5. Bantu pasien/keluarga

untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam

25
beraktifitas

6. Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi

diri dari penguatan

7. Monitor respon fisik,

emosi, sosial dan spiritual

26
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN

OKSIGENASI PENDERITA PPOK DI RUANG MELATI 2 RSUP

SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

A. IDENTITAS KLIEN

Nama Klien : Tn. S

Umur : 58 Tahun

Pendidikan : SMP

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : krangan, geneng, gatak, sukoarjo

Status Perkawinan : Kawin

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Tanggal MRS : 20-042018

Tanggal Pengkajian : 23-04-2018

No RM : 1035097

B. Keluhan Utama

Klien mengatakan sesak nafas dan batuk.

27
C. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien dibawa ke IGD RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten pada pukul

09.20 dengan keluhan sesak nafas, batuk, dan lemas, observasi TTV: TD =

160/100 mmHg, HR = 101 Kali Permenit, RR= 36 Kali permenit, Suhu =

36,2°C di IGD mendapat therapy infuse RL 20 tpm, Nebulizer birotek dan

atrofen, injeksi ranitidine 2 x 10 mg, inj ceftriaxone 1 gram, dan O2 3 liter

permenit.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluarga pasien mengatakan pasien pernah menderita penyakit yang sama

tahun 2016, pasien perokok aktif, pasien memiliki riwayat hipertensi,

Diabetes Mellitus, dan Asma ± 2 tahun.

E. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang memiliki

riwayat penyakit yang diderita pasien.

F. Genogram

28
Keterangan :
= Laki- laki = Tinggal Serumah
= Perempuan = Meninggal
= Menikah = Pasien
= Garis Keturunan

A. Pola pengkajian Gordon

1. Pola penatalaksanaan kesehatan / presepsi sehat

Keluarga pasien mengatakan ketika sehat pasien mampu melakukan

aktifitas seperti biasanya. Pasien selalu kontrol ke rumah sakit dan

ketika sakit pasien selalu memeriksakan dirinya kerumah sakit.

2. Pola Nutrisi dan metabolic

 Pola makan

Sebelum sakit Saat Sakit

Frekuensi : 3 kali sehari Frekuensi : 3 kali sehari

Jenis : Nasi, sayur, lauk Jenis : Bubur, sayur, lauk

Porsi : 1 porsi selalu dihabiskan Porsi : 1 porsi dihabiskan

Pantangan : Makanan yang terlalu Klien mendapatkan diit nutrisi

asin

 Pola Minum

Sebelum sakit Selama Sakit

Frekuensi = 6-8 gelas perhari Frekuensi = ± 2 gelas perhari

29
Jenis = Air putih Jenis = Air putih

Jumlah = ± 1500 cc Jumlah = 700 ml

Pantangan : Tidak ada Pantangan : Klien tidak

diperbolehkan minum terlalu banyak.

3. Pola Eliminasi

 Buang Air Besar

Sebelum Sakit Saat Sakit

Frekuensi : 1-2x sehari Frekuensi : 1x sehari

Konsistensi : Lunak Konsistensi : Lunak

Warna : Kuning kecoklatan Warna : Kuning Kecoklatan

Keluhan : Tidak ada Keluhan : Tidak ada

 Buang Air Kecil

Dirumah Di rumah sakit

Frekuensi : ± 3 kali sehari Frekuensi : 1-5x= kali sehari

Warna : Kuning Warna : Kuning keruh

Produksi : Klien tidak mengukur Produksi : ± 700

Pancaran : Lemah Pancaran : Lemah

Keluhan : Tidak Ada Keluhan : Tidak ada

30
4. Pola aktivitas dan latihan

Sebelum Sakit Selama Sakit

AKTIVITAS 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4

Bernapas √ √

Berpakaian √ √

Toilet √ √

Berjalan √ √

Makan Minum √ √

Skor : 0 = Mandiri

1 = Alat bantu

2 = Dibantu orang lain

3 = dibantu orang lain dan alat

4 = Tergantung / tidak mampu

5. Pola tidur dan istirahat

Keterangan Sebelum Sakit Selama Sakit

Jumlah jam tidur 1-2 jam Klien mengatakan sulit

siang untuk tiidur karena batuk

dan sesak

Jumlah jam tidur 6 - 7 jam 5 jam

malam

Gangguan tidur Tidak ada Klien mengatakan saat

malam hari tidak dapat

tertidur karena batuk dan

31
sesak, pasien sering

terbangun 3 kali di malam

hari, pasien tidur selama 5

jam sehari

6. Pola Perseptual

 Sebelum sakit : Klien mampu berkomunikasi dengan baik dan

suara jelas klien tidak mengalami gangguan pengecapan,

pendengaran, perubahan penciuman dan penglihatan

 Saat sakit : Klien mengatakan sulit dalam berbicara karena sesak,

tidak mengalami gangguan panca indra semua masih berfungsi

dengan baik.

7. Pola persepsi Diri

 Sebelum sakit :

- Citra tubuh : Klien merasa dirinya sehat dan tidak mengalami

cacat fisik

- Identitas diri : Klien seorang laki-laki berusia lanjut

- Ideal diri : Klien mengalami tidak mengalamai masalah

- Harga diri : Klien tidak mengalami gangguan rendah diri

 Saat sakit :

- Citra tubuh : Klien merasa tidak mampu untuk jalan sempurna

seperti sebelum sakit

- Identitas diri : Klien adalah seorang laki-laki berusia lanjut

32
- Ideal diri :Klien ingin segera sembuh dan dapat berkumpul

bersama keluarganya

- Harga diri : Klien mengatakan ingin segera sembuh dan dapat

melakukan aktifitasnya seperti biasa tanpa harus bergantung

dengan alat dan bantuan orang lain

8. Pola peran hubungan

Tn. S berperan sebagai kepala rumah tangga, saat klien dirumah sakit

tanggung jawab diberikan pada anaknya. Selama di rumah sakit pasien

kooperatif dalam interaksi dengan tenaga medispun baik.

9. Pola reproduksi dan seksualitas

Klien tidak ada masalah dengan pola reproduksinya, klien memiliki 3

orang anak perempuan dan 1 anak laki-laki

10. Pola managemen koping-stress

Klien mengatakan cemas dengan penyakitnya, dan pasien dan keluarga

selalu bertanya-tanya tentang sakit yang diderita pasien. Klien

mengalihkan stresnya dengan menganggap bahwa sakitnya adalah

cobaan dari yang maha kuasa, klien mencoba untuk selalu bertawakal

dengan beristigfhar, dan klien menyerahkan semua pengobatannya

kepada petugas medis.

11. Pola nilai dan keyakinan

Klien beragama islam

Sebelum sakit : Klien melakukan ibadah sesuai dengan agamanya

seperti sholat, mengaji, berpuasa dan sebagainya

33
Saat sakit : Klien tetap melaksanakan ibadahnya yaitu shalat 5 waktu.

dan klien selalu berdoa untuk kesembuhan penyakitnya.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Klien lemas

2. Tingkat kesadaran : Compos Mentis

3. GCS : E = 4, V= 5, M= 6

4. Tanda Vital : TD = 160-100 mmHg, HR = 101 Kali Permenit,

RR=36 Kali permenit, Suhu = 36,2°C

5. Pemeriksaan head to toe

Kepala : Mesochepal, rambut beruban, bersih, tidak ada ketombe,

tidak ada nyeri tekan

Mata : Kedua mata sembab, kedua kelopak mata bawah terlihat

hitam, kedua mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, tidak menggunakan alat bantu

Leher : Simetris, kaku kuduk tidak ada, tidak ada pembesaran

kelenjar thyroid

Hidung : lubang hidung simetris, tidak ada polip, bersih, tidak ada

sekret, dan dapat mencim bau dengan baik

Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen, tidak menggunakan

alat bantu pendengaran.

Thoraks : inspeksi : simetris, terlihat meninggikan bahu untuk

bernafas, pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi : vokal

fremitus sama kanan dan kiri, auskultasi : bunyi nafas mengi, ronkhi

34
pada paru bagian kanan dan wheezing pada paru bagian kiri, perkusi :

bunyi pekak pada paru-paru

Jantung : inspeksi : simetris, ictus kordis tidak tampak, palpasi : ictus

cordis teraba, teratur dan tidak terlalu kuat, perkusi : bunyi pekak,

tidak ada pelebaran, auskultasi : bunyi jantung murni, tidak ada suara

tambahan

Abdomen : inspeksi : simetris, tidak ada luka bekas operasi,

auskultasi : peristalik usus 8 x/menit, perkusi : timpani, palpasi : tidak

ada nyeri tekan.

Genetalia : bersih, tidak terpasang kateter.

Ekstrimitas : ekstrimitas atas kanan dapat bergerak bebas, kekuatan

4/4. Kiri : terpasang infuse RL 20 tpm. Ektrimitas bawah tidak ada

odema, pasien bergerak terbatas

C. Data Penunjang

1. Pemeriksaan Laboraturium

Pemeriksaan: Hematologi ( Paket Darah Otomatis ), tanggal 21-04-

2018/19.19

Pemeriksaan Hasil Interpretasi

Hemoglobin 15,8 g/dl Normal

Leukosit 15,0 103/ ul High

Hematokrit 46% Normal

Eritrosit 6,3 106/ul High

Trombosit 310 103/ul Low

35
MCV 73 Fl Low

MCH 25 pg Low

MCHC 34 g/dl Normal

Netrofil 84,50 % High

Limfosit 7,00 % Low

Monosit 8.20 % High

Eosonofil 0.10 % Low

Basofil 0.20 % Normal

Kimia Klinik (Kimia Rutin dan Lipid)

Pemeriksaan Hasil Interpretasi

Gula Darah Sewaktu 131 mg/dl High

Ureum 32,2 mg/dl Normal

Creatinin 0,81 mg/dl Normal

Sgot 17 U/L Normal

SGPT 17 U/L Normal

Elektrolit Kimia dan Sero Imunulogi

Pemeriksaan Hasil Interpretasi

Kalium 4,68 mmol/dL Normal

Natrium 130,9 mmol/dL Low

Chlorida 92,4 mmol /dL Low

HbsAg Negatif Negatif

36
2. Pemeriksaan Thoraks

Hasil : Cardiomegaly dengan peningkatan corakan vaskular pulmo,

infitrat pedollar bilateral dan perikardial dextra.

D. Terapi Obat

Terapi yang diperoleh pasien pada tanggal 20-24 April 2018

Nama Obat Komposisi Indikasi Dosis

Ambroxol Ambroksol penyakit saluran 3 x 30mg

hidroklorida pernapasan akut

dan kronis yang

disertai sekresi

bronkial yang

abnormal

Salbutamol Salbutamol menghilangkan 3 x 2mg

gejala sesak napas

pada penderita

asma bronkial,

bronkitis asmatis

dan emfisema

pulmonum

Furosemid Furosemide Untuk 3 x 40mg

membunag cairan tablet

berlebih didalam

tubuh

37
Inj.Ceftriaxone Ceftriaxone Infeksi saluran 2 X 1gr

kemih dan infeksi

intra abdomen

Inj.Ranitidin Ranitidine Untuk ulkus 3 X 25mg

deudenum, ulkus

gaster jinak,

esofagitis refluks

Aminophilin Aminofilin Untuk 1 x 1 ½

meringankan dan mg

mengatasi

serangan asma

bronchial

Inj.Methilprednisolo Methiprednisolon Abnormalitas 3 x 30mg

ne 125 mg fungsi

adrenokortikal

Birotek Fenoterol HBr Asma bronkial & 4 x 1

keadaan lain

dengan

penyempitan

saluran nafas

yang reversibel

Atrofen Ipratropium Br Sebagai 4x1

bronkodilator

38
untuk terapi

pemeliharaan

bronkospasme

yang

berhubungan

dengan PPOK,

E. Analisa Data

Analisa Data Etiologi Masalah

DS : Sekret yang Ketidakefektifan bersihan

- Klien mengatakan sesak nafas berlebihan jalan nafas

DO :

- Keadaan umum : Lemah

- Pasien Sesak

- Pasien batuk disertai dengan sputum

- pasien terlihat kesulitan berbicara

- Pasien terlihat meninggikan bahu

untuk bernafas

- inspeksi : simetris, terlihat

meninggikan bahu untuk bernafas,

pengembangan dada kanan dan kiri

sama, palpasi : vokal fremitus sama

kanan dan kiri, auskultasi : bunyi

39
nafas mengi, ronkhi pada paru bagian

kanan dan wheezing pada paru

bagian kiri, perkusi : bunyi pekak

pada paru-paru

- terpasang O2 3 liter permenit

- TTV : TD=160/100 mmHg, HR =100

Kali Permenit, RR= 36 Kali

permenit, Suhu=36,2°C

- Leukosit 15,0 103 / ul

DS : Kelemahan Intoleransi aktivitas

- Pasien mengatakan lemah setelah

melakukan aktivitas sehari-hari karena

sesak

DO :

- pasien lemah

- pasien dibantu keluarga melakukan

aktivitas seperti untuk ambulasi atau

berpindah tempat, mandi dan toileting

- score ADL 10 : Ketergantungan

Sdang

- TTV : TD=160/100 mmHg, HR =100

Kali Permenit, RR= 36 Kali

permenit, Suhu=36,2°C

40
DS : Gangguan Gangguan Pola tidur

- Pasien mengatakan kesulitan untuk Fisiologis (batuk)

tidur karena batuk

- Pasien mengatakan sering terbangun

tiba-tiba saat tidur

DO :

- pasien sering terbangun saat tidur di

malam hari, pasien terbangun 4 kali di

malam hari, pasien tidur selama 5 jam

sehari

- Mata tampak menghitam

DS : Kurangnya sumber Ansietas

- Pasien mengatakan cemas dengan informasi

sakit yang diderita

DO :

- Pasien tampak cemas, bingung

- Keluarga Pasien sering bertanya

tentang penyakitnya

- Kontak mata buruk

- Tampak gemetar

- Proses berpikir terpecah

- Tampak takut

- Tampak bingung

41
-ssssTTV : TD=160/100 mmHg, HR

=100 Kali Permenit, RR= 36 Kali

permenit, Suhu=36,2°C

F. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang

berlebihan

2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan

3. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan gangguan fisiologis (batuk)

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

42

Anda mungkin juga menyukai