Anda di halaman 1dari 23

JAMUR BASIODYMICOTINA Volvariela volvacea

MIKROBIOLOGI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah Mikrobiologi Dasar

Dosen Dra. Yani Suryani, M. Si

Disusun oleh

Dede Fajar

(1147020013)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat serta
karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul JAMUR
BASIODYMICOTINA Volvariela volvacea

Kemudian penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua yang telah


mendoakan dan mendukung serta pengorbanan yang tidak mungkin terbalaskan
dan Ibu Yuni selaku dosen mata kuliah Mkrobiologi dasar yang telah
membimbing dalam penyusunan makalah ini dan juga teman teman seperjuangan
yang telah memdukung dan memberi bantuan kepada penulis Serta rasa cinta dan
hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam penyusuna
makalah ini, meskipun masih banyak kekeliruan dan ketidaksempurnaan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Bandung, Oktober 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover................................................................... Error: Reference source not found


Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Morfologi Mikroorganisme (Volvariell volvace).........................................3
2.2 Syarat hidup jamur Merang (Volvariela volvacea)........................................5
2.3 Media Tumbuh (Volvariela volvacea)...........................................................8
2.4 Analisis kedekatan (Volvariella volvacea)...............................................12
2.5 Manfaat (Volvariella volvacea)...................................................................16
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA………………………….......................................
………………19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat sekitar 30000 spesies basidiomycota yang telah diketahui, dan


37% diantaranya termasuk golongan jamur atau Fungi. Jamur dari divisio
basidiomycota memiliki 25000 spesies. Nama dari divisio ini diambil dari bentuk
diploid yang terjadi pada siklus hidupnya, yaitu basidium. Basidiomycota hidup
sebagai dekomposer pada kayu atau bagian lain tumbuhan.Kelompok fungi
basidiomycota ini sering disebut jamur oleh orang awam karena banyak jenis –
jenis yang karpusnya (tubuh buahnya) besar dan dapat dilihat dengan kasat mata.
Dalam buku Mikologi dan Dasar Terapan Oleh Indrawati Gandjar dkk. Kelompok
tersebut (yang memiliki tubuh buah besar) dipakai istilah cendawan. Banyak di
antara cendawan (mushrooms) sudah dimanfaatkan oleh manusai misalnya
Agaricus bisporus, Pleurotus flabellatus, dan Falmmulina velutipes, akan teteapi
banyak juga yang beracun, bahkan ada racun yang dapat mematikan dan terdapat
beberapa jamur basidiomycota yang dapat dimakan salah satunya adalah
Volvariella sp
Jamur Volvariella termasuk Divisi Basidiomycota, Kelas Agaricomycetes,
Ordo Agaricales, Famili Pluteaceae, Genus Volvariella, speciesnya belum
diketahui dengan pasti sehingga masih disebut Volvariella sp. Genus Volvariella
memiliki banyak species, di antaranya yaitu: V. volvacea, V. Surecta, V. Speciosa,
V. Peckii, V. Lepiotospora, V. jamaicensis, V. Hypopithys, V. Gloiocephala, dan V.
Bombycina Berdasarkan penampakan tubuh buah jamur sagu lebih menyerupai
Jamur merang (V. volvacea) dibanding dengan Volvariella species lainnya.
Desckripsi V. volvacea yaitu memiliki ukuran tudung antara 5-10 cm, tudung
berwarna keabu-abuan, panjang tungkai melebih 2 cm ukuran panjang spora 7-
10,5 μ dan penyebarannya luas .Struktur tubuh buah Jamur dari divisi
Basidiomycota terdiri atas: tudung (pileus), tungkai (stipe), basidium dan
spora. Spora berkecambah membentuk miselium monokaryotik kemudian
mengalami perjodohan membentuk miselium dikaryotik. Miselium dikaryotik
membentuk basidiocarpus (tubuh buah) yang memiliki anatomi tudung, lamella,

iv
tangkai, dan cawan. Ukuran tudung bervariasi antara species yang satu dengan
species yang lain, begitupula tungkai dan ukuran sporanya. Kandungan protein
jamur lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada
tumbuhtumbuhan lain secara umum. Menurut Osemwegie et al., (2006)
kandungan nutrisi jamur edibel yaitu protein 11,77%, karbohidrat 12,63%, dan
serat 55%. Sampai saat ini, jamur sagu belum banyak dikaji secara ilmiah, baik
dari karakteristik morfologi, nutrisi maupun dari aspek domestikasinya. Melalui
penelitian ini akan diungkapkan karakteristik morfologi tubuh buah, morfologi
mikroskopis jamur sagu dan nilai nutrisi yang membedakan dengan jamur merang
(V. volvaceae). Informasi yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk budidaya jamur sagu secara komersial.
Jamur sagu (Volvariella sp.) adalah jamur yang tumbuh secara alami di
ampas sagu yang sedang melapuk. Keberadaan jamur sagu yang tumbuh secara
alami tidak menentu dan jarang dijumpai. Masyarakat senang sekali bila menemui
jamur sagu di hutan sagu. Ini dikarenakan jamur sagu memiliki rasa yang enak,
lezat, dan kaya akan protein

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi mikroorganisme kelompok Volvariela volvacea ?
2. Apa media perantara atau media pertumbuhan dari Volvariela volvacea?
3. Bagaimana hubungan Pilogenik dari Volvariela volvacea?
4. Bagaimana pemanfaatan dari Volvariela volvacea ?

A. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui karakteristik mikroorganisme kelompok Volvariela
volvacea
2. Untuk mengetahui media perantara atau pertumbuhan dari Volvariela
volvacea
3. Untuk mengetahui hubungan pilogenik dari Volvariela volvacea
4. Untuk mengetahui pemanfaatan dari Volvariela volvacea

BAB II
PEMBAHASAN

v
2.1 Morfologi Jamur Merang (Volvariela volvacea)

Tudung jamur merang mempunyai diameter 5 – 14 cm dengan betuk


bundar telur yang kemudian menggenta atau cembung dan pada jamur yang
sangat tua kadang-kadang mendekati rata, permukaan kering, warna coklat sampai
coklat keabu-abuan, kadangkadang bergaris-garis. Bilah rapat-rapat, bebas, lebar,
putih ketika masih muda dan menjadi merah jambu jika spora menjadi dewasa.
Tangkai dengan panjang 3-8 cm, diameter 5-9 mm, biasanya menjadi gemuk
dibagian dasar, licin, putih, kuat. Cadar umumnya berupa membran, membentuk
volva seperti mangkuk tebal yang terdapat pada dasar tangkai; volva berwarna
putih kekuningan atau cokelat kotor, sering kali bercuping. Jejak spora merah
jambu. Ukuran spora 7-9 x 5-6 mikron, menjorong dan licin

Gambar 1. Bagian bagian tubuh Volvariela volvacea

Kehidupan jamur dapat menjadi jasad yang saprofit ataupun jasad yang
parasit, kalau kemudian jamur ditelaah dari segi sifat mikroba secara umum,
ternyata jamur termasuk jasad yang heterotrofik artinya untuk keperluan hidupnya
ketergantungan sumber nutrien (sumber makanan) dari sumber yang lain yang
sudah ada. Jamur Merang (Volvariella volvacea) sendiri memiliki bentuk tubuh
yang lengkap yang menyerupai tanaman yang sudah memiliki akar (rhizoid),
tangkai, dan tudung. Sebagai organisme yang tidak berklorofil Jamur Merang

vi
(Volvariella volvacea) memiliki warna agak ke coklatan yang umumnya terdiri
dari zat aromatik yang tidak mengandung N. Jamur secara umum tidak dapat
melakukan fotosintesis dengan demikian jamur tidak dapat menggunakan secara
langsung sinar matahari. Jamur memperoleh makanan dalam bentuk jadi seperti
selulosa, glukosa, lignin, dan protein.
Tahap perkembangan jamur merang dibagi menjadi tiga yaitu tahap
pertumbuhan miselium, tahap pembentukan tubuh buah dan tahap pelepasan spora
Kehidupan jamur merang berawal dari spora (basidiospora) yang kemudian akan
berkecambah membentuk hifa yang berupa benang-benang halus. Hifa ini akan
tumbuh keseluruh bagian media tumbuh,. Kemudian dari kumpulan hifa atau
miselium akan terbentuk gumpalan kecil seperti simpul benang yang menandakan
bahwa tubuh buah jamur mulai terbentuk. Simpul tersebut berbentuk bundar atau
lonjong dan dikenal dengan stadia kepala jarum (pinhead) atau primordia. Simpul
ini akan membesar dan disebut stadia kancing kecil (small button). Selanjutnya
stadia kancing kecil akan terus membesar mencapai stadia kancing (button) dan
stadia telur (egg). Pada stadia ini tangkai dan tudung yang tadinya tertutup
selubung universal mulai membesar. Selubung tercabik, kemudian diikuti stadia
perpanjangan (elongation). Cawan (volva) pada stadia ini terpisah dengan tudung
(pileus) karena perpanjangan tangkai (stalk). Stadia terakhir adalah stadia dewasa
tubuh buah. Pada stadia kancing yang telah membesar akan terbentuk bilah. Bilah
yang matang akan memproduksi basidia dan basidiospora, kemudian tudung
membesar. Pada waktu itu, selubung universal yang semula membungkus seluruh
tubuh buah akan tercabik. Tudung akan terangkat keatas karena memanjangnya
batang, sedangkan selubung universal yang sobek akan tertinggal dibawah dan
disebut cawan

vii
Gambar 2. Siklus hidup Jamur merang
2.2 Syarat hidup jamur Merang (Volvariela volvacea)

Setiap jenis jamur memerlukan syarat tumbuh yang berbeda-beda. Jamur


merang merupakan jamur yang tumbuh didaerah tropika dan membutuhkan suhu
dan kelembaban yang cukup tinggi berkisar antara 30-38 ºC dalam krudung atau
kumbung. Kelembaban relatif yang diperlukan adalah berkisar antara 80% sampai
dengan 85% serta kebutuhan pH media tumbuh akan berkisar antara pH 5,0 sd pH
8,0. Secara alami, jamur dapat tumbuh pada pada musim tertentu dalam satu
tahun. Hal ini terjadi karena ketergantungan hidupnya pada suhu tertentu.
Menurut kemampuan pada suhu tertentu, jamur terbagi dalam tiga golongan, yaitu
psikrofilik, mesofilik, dan termofilik. Jamur psikrofilik merupakan jamur yang
tumbuh pada kisaran 0º- 30 ºC dengan suhu optimum sekitar 15º C. Jamur
mesofilik merupakan jamur yang tumbuh pada kisaran suhu 25-37º C dengan suhu
optimum sekitar 30º C. Sementara jamur termofilik merupakan jamur yang
tumbuh pada kisaran suhu tinggi, yaitu 40-75º C, dengan suhu optimum sekitar
55º C.
Selain suhu, kelembaban merupakan faktor yang paling berpengaruh
dalam pertumbuhan jamur. Umumnya jamur akan tumbuh dengan baik pada

viii
keadaan udara yang lembab. Hal ini erat hubungannya dengan kebutuhan jamur
akan air, baik dalam bentuk air maupun uap air. Sekitar 88-90 % berat segar tubuh
buah terdiri dari air Faktor lingkungan lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan
jamur adalah senyawa beracun dan radiasi. Senyawa beracun terutama logam
berat seperti raksa (Hg), Pb, Cu, Ag, Zn, dan Li. Denga kadar rendah sekalipun
senyawa ini dapat mempengaruhi kegiatan sel. Radiasi seperti cahaya gelombang
pendek (sinar
ultraviolet/UV, sinar infa merah dan sinar gamma) mempunyai daya rusak yang
tinggi bagi sel-sel jamur dan dapat menyebabkan kematian sel jamur, perubahan
genetik, paling tidak akan menghambat pertumbuhan. Namun ada juga beberapa
spesies menyukai habitat yang cukup cahaya, tetapi tetap dengan kelembaban
yang tinggi
Observasi Jamur Sagu Endemik Papua. Saat observasi dilakukan, kami
menemukan jamur sagu tumbuh di hamparan ampas sagu dihutan sagu di Distrik
Yapen Selatan, Desa Warari. Bentuk dan morfologi jamur sagu yang ditemukan di
Desa Warari tidak beragam. Atas dasar kesamaan bentuk dan morfologi dapat
diinformasikan bahwa jamur sagu yang ada di Kabupaten Yapen hanya satu jenis
yang merupakan genus dari Volvariella sp. Penampilan morfologi jamur sagu
yang ditemukan di Kabupaten Yapen disajikan pada Gambar 2. Penampilan
morfologi jamur sagu dibandingkan dengan penampilan morfologi dari berbagai
species dari genus Volvariella yang telah diidentifikasi dan diberi nama (Kuo,
2008) ternyata jamur sagu berbeda dengan V. volvacea dan V. gloiocephala (Tabel
1) serta species dari genus Volvariella lainnya, sehingga diduga jamur sagu
merupakan species tersendiri di antara berbagai macam species jamur edibel dari
genus Volvariella. Untuk lebih memastikan bahwa jamur sagu berbeda dengan
species dari genus Volvariella masih perlu dilakukan analisis DNA dengan
menggunakan berbagai macam marker molekuler. Jamur sagu yang dijumpai di
hamparan ampas sagu di lokasi penelitian terdiri atas beberapa fase pertumbuhan
yaitu fase kancing, telur, elongasi, dan matang. Chang (1983) membagi menjadi
enam fase perkembangan basidiocarp yaitu fase Pinhead (primordia), Tinybutton
(kancing kecil), button (kancing), egg (telur), elongation (pemanjangan), dan

ix
mature (matang). Selanjutnya Li (1982) mengungkapkan bahwa fase
perkembangan basidiocarp dari Devisi Basidiomycota terdiri atas empat fase yaitu
fase kancing, telur, elongasi, dan maturiti. Berdasarkan pengalaman masyarakat,
jamur sagu dapat dimakan dari semua stadia pertumbuhan basidiocarp yang
disebutkan oleh Li (1982) karena masyarakat saat berburuh jamur sagu di hutan
sagu memetik jamur sagu yang dijumpai dari semua stadia pertumbuhan untuk
dijadikan lauk pauk.

Morfologi Jamur Sagu. Karakter morfologi jamur sagu yang ditemukan


di Desa Warari, Kecamatan Yapen Selatan, Kabupaten Yapen disajikan pada Tabel
2 dan analisis mikroskopis spora dan hifa jamur sagu disajikan pada Tabel 3.
Adanya organ volvas pada pangkal stipe jamur sagu merupakan penciri utama
bahwa jamur sagu termasuk genus Volvariella. Ciri utama jamur dari genus
Volvariella yaitu adanya organ yang berbentuk selaput tipis yang menyelimuti
bagian pangkal stipe dan merupakan pembungkus tubuh buah jamur saat masih
muda yang disebut Volvas (Li, 1982; Landecker, 1990; & Moncalvo et al., 2002).
Data Tabel 2 menunjukkan bahwa jamur sagu memiliki struktur tubuh buah yang
cukup besar yaitu memiliki panjang stipe antara 7,5-12,5 cm dengan ratarata 10,5
cm, diameter stipe antara 0,3-0,7 cm dengan rata-rata 0,44 cm, diameter pileus
(tudung) antara 8-12 cm dengan rata-rata 10,1 cm. Jamur edible yang memiliki
kemiripan dengan jamur sagu yaitu V. Volvacea dan V. gloiocephala. Ukuran
tubuh buah jamur sagu berbeda dengan jamur merang. Menurut Kuo (2008) V.
volvacea memiliki ukuran pileus antara 5-10 cm. Selanjutnya Chang (1983)

x
mengungkapkan bahwa panjang stipe jamur merang sekitar 5-8 cm dengan
diameter 0,5-1,5 cm

2.3 Media Tumbuh (Volvariela volvacea)


Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme
lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. Untuk memperoleh
makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan
miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena
jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat yang
menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat
itu diperoleh dari lingkungannya. Merang atau bahan-bahan lain sejenisnya seperti
kardus bekas, gunanya sebagai substrat untuk menempel miselia dan sumber
nutrisi terutama sumber C/energi Untuk kehidupan dan perkembangannya, jamur
merang memerlukan sumber nutrien atau makanan dalam bentuk unsur unsur
seperti karbohidrat, nitrogen, fosfor, belerang, kalium, kapur (Ca), karbon serta
beberapa unsur lainya. Mineral ini dapat kita tambahkan kedalam media dalam
bentuk larutan garam atau senyawa-senyawa lainnya, seperti pupuk kandang,
dedak, CaCO3, SP36, Urea. Campuran media yang digunakan didalam penelitian
ini berbagai macam, seperti TKKS, jerami, kardus, pupuk kandang, pupuk
organik, kapur, urea, SP36, tepung beras ketan, kangkung, arang sekam serta
dedak. Kandungan tandan kosong kelapa sawit adalah 45, 80% selulosa, dan
26,00% hemiselulosa Kandungan unsur hara yang terdapat dalam tandan kosong
kelapa sawit sekitar 0,4%N, 0,029 sampai 0,05 % P2O5 0,15 sampai 0,2% K2O
Pupuk kandang terdiri dari dua komponen asli yaitu padat dan cair dengan
perbandingan 3:1. unsur hara yang terdapat didalam pupuk kandang berkadar rata-

xi
rata 0,5% N, 0,25% P2O5, dan 0,5% K2O. Kadar unsur hara yang terdapat dalam
kotoran ayam adalah: 55% H2O, 1% N, 0,8% P2O5, dan 0,4% K2O
Dedak sebagai campuran media tanam berfungsi sebagai nutrisi dan
sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen. Karbon digunakan sebagai sumber
energi utama, sedangkan nitrogen berfungsi untuk membangun miselium dan
membangun enzim–enzim yang disimpan dalam tubuhnya. Dedak yang
disarankan adalah yang masih baru dan tidak berbau apek atau tengik Dedak
mengandung senyawa organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur merang
seperti Nitogen 3,5%, Phospor 2.7 %, Kalium 0.8%, Magnesium 1%, lignin 19%,
dan selulosa 29 % Kapur digunakan untuk menjaga keasaman media dan
berfungsi sebagai sumber mineral
Ada beberapa bahan yang harus ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
jamur dan menunjang pertumbuhannya diantaranya, arang sekam berfungsi
menstabilkan suhu tempat tumbuhnya jamur dan kangkung berfungsi
meningkatkan suhu dalam media. Menurut seorang pakar jamur merang di
Shanghai, China, jamur merang mengabsorpsi karbohidrat dan mineral dari
rumput-rumputan yang melapuk. Rumput rumputan terutama jerami mengandung
banyak zat gula dan mineral (N, P, K dan sebagainya). Selama proses fermentasi,
bahan organik karbohidrat dan mineral dapat diambil dalam jumlah besar. Begitu
terjadi pelapukan jerami, dengan cepat kandungan senyawa organiknya segera
akan tersedia dan dapat digunakan jamur untuk pertumbuhannya Kandungan air
didalam substrat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
miselia jamur. Terlalu sedikit air pertumbuhan dan perkembangan akan terganggu
atau terhenti sama sekali. Juga terlalu banyak air, miselia akan membusuk dan
mati Ketebalan media rak yang biasa digunakan untuk budidaya jamur merang
adalah 20 cm
Pada pengamatan Riduwan dkk (2013) menyatakan bahwa Hasil sidik
ragam menunjukan bahwa interaksi hanya terjadi pada variabel pengamatan bobot
segar badan buah antara perlakuan ketebalan media dengan perlakuan sistem
penebaran bibit. Data pada Tabel 2 menunjukkan hubungan interaksi antara
perlakuan ketebalan media dengan perlakuan sistem penebarn bibit. Perlakuan

xii
ketebalan media tanam 15 cm (K0), ketebalan 20 cm (K1) dan ketebalan 30 cm
(K3) memiliki hasil bobot segar badan buah yang tidak berbeda nyata pada sistem
penebaran bibit secara disebar dan sistem penebaran bibit secara dicampur.
Sedangkan pada perlakuan ketebalan media 25 cm (K2) dapat meningkatkan hasil
pada perlakuan sistem penebaran bibit secara dicampur. Pada pengamatan
ketebalan media tanam terjadi perbedaan yang nyata pada variabel pengamatan
lama masa panen , jumlah badan buah dan jumlah badan buah total dan
pengelompokan badan buah berdasarkan diameter >3 cm dan 2-3 cm. Sedangkan
perlakuan sistem penyebaran bibit hasil beda nyata hanya terjadi pada variabel
pengamatan lama masa panen.
Tabel 2 Interaksi ketebalan media terhadap sistem penebaran bibit pada bobot
segar badan buah

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh interaksi antara faktor ketebalan


media dan sistem penebaran bibit terhadap tanaman jamur merang terjadi hanya
pada bobot segar badan buah. Pada pengamatan bobot segar badan buah diketahui
bahwa perlakuan ketebalan media 25 cm (K2) dengan sistem penebaran bibit
secara dicampur (B1) menghasilkan bobot segar badan buah lebih tinggi jika
dibandingkan dengan perlakuan sistem penebaran bibit secara disebar (B0).
Sedangkan pada perlakuan ketebalan media 15 cm (K0), ketebalan media 20 cm
(K1) dan ketebalan media 30 cm (K3) dengan sistem penebaran bibit secara
disebar (B0) maupun dicampur (B1) menghasilkan bobot segar badan buah jamur
merang tidak berbeda nyata.
Tabel 3 rata-rata wartu Panen pertama dan Diamater badan buah

xiii
Pada penelitian Abbas dkk, (2012) menyatakan Pertumbuhan Hifa pada
Media Biji-bijian (media spawn). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
perlakuan biji-bijian yang dicobakan dapat menginduksi pertumbuhan hifa-hifa
atau miselium. Tingkat kecepatan pertumbuhan miselium pada tiap-tiap media
yang digunakan bervariasi. Perlakuan yang dapat menginduksi pertumbuhan
miselium paling cepat yaitu perlakuan 9 (biji sorgum, yang ditambah 10% tepung
sagu dan 0,5% kapur), dan perlakuan sepuluh (Biji Sorgum yang ditambah 10%
tepung sagu dan 1% kapur) hanya diperlukan waktu 3 hari untuk menutup seluruh
permukan media dengan miselium (Tabel 4). Biji sorgum telah banyak digunakan
dan dilaporkan sebagai media tumbuh miselia yang baik pada berbagai macam
jamur
edibel. sorgum dapat menginduksi pertumbuhan miselium pada jamur Coprinus
sinerius, Pleurotas flabellatus dan Volvariella volvacea dengan baik.
Bahwa biji gandum juga dapat digunakan sebagai spawn medium pada
berbagai macam jamur. Perlakuan yang paling lambat menutup semua permukaan
media dengan miselium yaitu perlakuan 3 (kacang merah yang ditambah 10%
tepung sagu dan 0,5% kapur), dan perlakuan 7 (kedelai yang ditambah 10%
tepung sagu dan 0,5% kapur). Penampilan pertumbuhan miselium pada media
biji-bijian disajikan pada Gambar 4. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa biji-
bijian (kacang hijau, kacang merah, jagung, kedelai, dan sorgum) dapat digunakan
sebagai media tumbuh miselium untuk menghasilkan biakan induk jamur sagu.
Hasil analisis statistik menunjukkan antara satu perlakuan dengan perlakuan
lainnya terdapat perbedaan yang nyata dalam hal kecepatan pertumbuhan
miselium, hal itu diduga disebabkan oleh komposisi kandungan nutrisi masing-
masing biji-bijian yang digunakan berbeda antara satu dengan lainnya. Hal yang

xiv
serupa juga dilaporkan oleh Beausejour (1999), yaitu menjumpai perbedaan
pertumbuhan miselium pada media biji gandum dan rye. Media biji-bijian yang
paling sesuai dan sangat cocok untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan miselium adalah biji sorgum. Hal yang serupa juga diamati oleh
Mshandete dan Cuff (2008), pada tiga macam genus jamur edibel Pada dasarnya
untuk tujuan usaha jamur sagu, biji-bijian dari sereal atau legumapa saja yang
mudah diperoleh dapat digunakan sebagai media tumbuh untuk menghasilkan
biakan induk jamur sagu.
2.4 Analisis kedekatan Volvariella volvacea
Analisis Phylogenomic menyandingkan Volvariella volvacea dan
13 jamur lain mengungkapkan kedekatan evolusi terdekat dengan
Agaricus bisporus dan Coprinopsis cinerea (waktu divergensi dari 221
juta tahun yang lalu [MYA]) dan Schizophylum commune (252 MYA)
Gambar 4. Jumlah pengurangan dalam Volvariella volvacea keluarga
gen adalah 907, lebih tinggi dari jumlah rata-rata jamur jerami yang
lain (567) dan pembusukan kayu jamur (399) (Gambar S2). Hal ini
menunjukkan bahwa penurunan jumlah gen terjadi selama evolusi
Volvariella volvacea. Menariknya, lima keluarga besar gen (> 160 gen)
(dalam total 1.154 gen) hadir dalam genom Volvariella volvacea
dibandingkan dengan 2 (452 gen) di Agaricus bisporus 3 (570 gen) di
C. cinerea dan 2 (655 gen) di S. commune (Gambar S3). Kami
menyarankan bahwa fungsi beberapa keluarga gen di Volvariella
volvacea dapat ditingkatkan selama evolusi untuk adaptasi dengan
niche berkembang tertentu. Selanjutnya, pada skala genomik,
persentase urutan asam amino kesamaan lebih besar dari 80% hanya
dalam 257 pasang protein dalam Volvariella volvacea, hampir sama
dengan 255 pasangan dalam Coprinopsis cinerea, tetapi jauh lebih
rendah dari 468 pasangan dalam A. bisporus dan 383 pasangan di
S.commune (Gambar S4).

xv
Gambar 4 Phylogenomic tree showing the evolutionary distance of V. volvaceawith different
fungal species.
Scan BLASTx dari genom V. volvacea V23-1 menggunakan
homeodomain basidiomycete (HD) gen sebagai query, diidentifikasi
VVO_04854 dan VVO_05004 gen (ditunjuk vv-HD1-V23-1 dan vv-HD2-
V23-1) terletak 271 bp terpisah pada perancah 07. Kedua protein HD
dikodekan, menunjukkan kesamaan yang tinggi untuk homolognya di
Basidiomycetes bipolar, Agaricus bisporus dan Pholiota nameko, dan
Basidiomycetes tetrapolar, Coprinopsis cinerea dan Schizophylum
commune Tampaknya V. volvacea memiliki A kawin jenis lokus tunggal
yang terdiri dari dua gen HD. Perbandingan wilayah genomik mengapit
V. volvacea A lokus jenis kawin dengan yang sesuai daerah di A.
bisporus, Pleurotus nameko dan Coprinopsis cinerea menyatakan
synteny yang sangat dilestarikan (Gambar 3). Ketika sepasang primer
spesifik (VVmipF11 dan VVmipR13), berdasarkan urutan sekitarnya
kawin dengan tipe A lokus di regangan V23-1 (A1 lokus), yang
digunakan untuk memperkuat A lokus dari V23-18-tunggal-spora isolat
( A2 locus), dua gen, ay-HD1-V23-18 dan vv-HD2-V23-18 (nomor
Aksesi: JX157875) diidentifikasi dalam lokus A2. HD1 dan HD2 protein
yang dikodekan 48% dan 49% mirip dengan yang sesuai

xvi
Gambar 05 Comparison of the genomic structure of A mating type locus and its
flanking region among C. cinerea, A. bisporus, V. volvacea and P. nameko.
Tiga gen, VVO_01536, VVO_09012 dan VVO_09031 (ditunjuk vv-rcb1,
ay-rcb2, ay-rcb3, masing-masing), terletak 72 dan 4 kb terpisah pada perancah 24,
diidentifikasi oleh pencarian Ledakan bertujuan mengenali homolognya gen
feromon-reseptor seperti . Urutan protein dideduksi dari ay-rcb1, ay-rcb2 dan gen
vv-rcb3 mirip dengan reseptor feromon lain dan berisi struktur 7-transmembran,
yang merupakan karakteristik dari reseptor feromon di Basidiomycetes dengan
tipe kawin B lokus [31]. Namun, meskipun data ini mengindikasikan B lokus jenis
kawin, urutan dari lokus putatif dan daerah mengapit menunjukkan synteny
miskin bila dibandingkan dengan Basidiomycetes lainnya. Selanjutnya, gen yang
mengkode prekursor feromon, yang diperlukan untuk fungsi B kawin faktor [31],
tidak jelas di wilayah mengapit dari vv-rcb1, ay-rcb2 dan gen ay-rcb3. Urutan
DNA dari set kedua gen tiga feromon-reseptor-seperti, diperkuat dengan
menggunakan bilangan prima dari jenis kawin lokus B diduga di regangan V23-18
(yang kompatibel dengan V23-1), identik dengan yang sesuai urutan di V23- 1.
Oleh karena itu, gen feromon-reseptor seperti di V. volvacea mungkin tidak

xvii
mengatur kompatibilitas kawin dengan cara yang sama seperti pada bipolar jamur
Coprinellus disseminatus [32] dan P. nameko [33].
Penanda molekuler untuk tipe A kawin gen diidentifikasi menggunakan
dua pasang primer-gen tertentu (A1168F dan A1168R untuk lokus A1, dan
A2217F dan A2217R untuk lokus A2) dirancang sesuai dengan urutan alel di
kawin tipe A lokus. Tanda tersebut dapat digunakan untuk membedakan isolat
spora tunggal homokaryotic dan heterokaryotik (SSIS), dan lebih efektif daripada
pengamatan mikroskopis atau SCAR (sequencing Ditandai Amplified Region)
spidol. Sebanyak 124 SSIS berasal dari galur V23 dipisahkan menjadi tiga
kelompok berdasarkan kehadiran A1 dan / atau A2 lokus sebagai berikut:
kelompok A1 (35 SSIS, 28,2%), A2 kelompok (66 SSIS, 53,2%) dan kelompok
A1A2 (23 SSIS, 18,6%). The 18,6% kejadian heterokarion lebih tinggi dari yang
ditemukan di antara SSIS berasal dari V. volvacea ketegangan Pingyou No 1
(7.14%) [34] tetapi jauh lebih rendah dari yang dilaporkan antara SSIS diambil
dari strain H (77%, 23/30) dan K (75%, 15/30) [9]. Budidaya buatan jangka
panjang dan / atau sampel uji yang lebih besar dapat menjelaskan insiden rendah
heterokarion antara SSIS strain V23 dan Pingyou No 1. Namun demikian,
kehadiran kedua homokaryon dan heterokarion antara SSIS berasal dari V23
sepenuhnya konsisten dengan pengamatan sebelumnya [ 9], [34]. Selanjutnya,
sesuai dengan data sebelumnya diperoleh dengan H dan K strain V. volvacea [9],
tes budidaya yang dilakukan dalam penelitian ini melibatkan 12 SSIS ditugaskan
untuk kelompok A1A2 dan 14 ditunjuk homokaryotic SSIS menegaskan bahwa
hanya mantan mampu buah. Delapan heterokarion diperoleh dengan
menyeberangi SSIS milik A1 dan A2 kelompok, tujuh mayat buah yang
dihasilkan, menunjukkan bahwa tipe A kawin gen dalam V. volvacea mengatur
kompatibilitas kawin seperti di jamur lain menunjukkan reproduksi seksual
bipolar.
Analisis filogenetik menunjukkan bahwa protein HD bipolar dikodekan
oleh A tipe kawin gen dalam V. volvacea dan Basidiomycetes lainnya berasal dari
protein HD leluhur terkait dengan basidiomycete tetrapolar , Ustilago maydis
( Gambar 06 ) , mendukung klaim sebelumnya [ 35 ] , [ 36 ] bahwa sistem bipolar

xviii
berevolusi dari rekan-rekan tetrapolar . Pohon filogenetik juga menunjukkan
hubungan yang erat antara V. volvacea , A. bisporus , C. disseminatus dan P.
nameko . Kehilangan B kawin fungsi faktor V. volvacea berkorelasi dengan
inaktivasi gen reseptor - seperti feromon [ 32 ] , [ 37 ] .

Gambar 06. Phylogenetic tree constructed from the amino acid sequence alignments of
homeodomain mating-type protein homologs of V. volvacea and various basidiomycete fungi.
Meskipun V. volvacea sering digambarkan sebagai homothallic utama ,
pertentangan ini masih menjadi subyek perdebatan [ 38 ] , [ 39 ] , [ 40 ] . Data
filogenetik disajikan di sini mendukung gagasan bahwa V. volvacea , seperti A.
bisporus [ 41 ] , adalah pseudo- homothallic . Sistem seperti ini mengurangi
kemungkinan keluar - berkembang biak dan meningkatkan potensi perkawinan
sedarah . Ini tidak mendorong polimorfisme genetik , tapi memastikan frekuensi
tinggi diri kesuburan dan berbuah untuk transfer efektif gen yang diperlukan
untuk berkembang di ekologi tertentu (misalnya 30-35 ° C ) .
2.5 Manfaat Volvariella volvacea
Budidaya jamur ini tidak sulit. Panen dilakukan terhadap tubuh buah yang
belum sepenuhnya berkembang (masih kuncup), meskipun tubuh buah yang telah
membuka payungnya pun masih bisa dikonsumsi walaupun harnga jualnya
menurun. Jamur merang mempunyai rasa enak, gurih, dan tidak mudah berubah
wujudnya jika dimasak, sehingga digunakan untuk berbagai macam masakan,
seperti mi ayam jamur, tumis jamur, pepes jamur, sup dan capcay. Sentra produksi
jamur merang di Indonesia terdapat di Dataran Tinggi Dieng. Di negara-

xix
negara Asia yang membudidayakannya, jamur merang dijual dalam bentuk segar.
Di daerah beriklim sejuk hanya tersedia jamur merang kalengan.
Kandungan Nutrien Jamur sagu Komposisi dan kandungan nutrisi jamur
sagu sangat berbeda dengan kandungan nutrisi jamur merang dan jamur edibel
lainnya dalam genus Volvariella. Nutrisi yang dikandung Jamur sagu per 100
gram berat basah yaitu sebanyak 4,00 gram protein, 2,99 gram karbohidrat, 0,19
gram lemak, 11,53 mg Ca, 0,31 gram P, dan 165,05 mg K (Tabel 4). Jamur sagu
memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu hampir dua kali lipat kandungan
protein jamur merang, tetapi jamur sagu memiliki kadar lemak yang sangat rendah
yaitu sekitar 20 kali lebih kecil dibanding dengan kandungan lemak jamur merang
(Tabel 4). Kandungan lemak yang rendah dari jamur sagu, sehingga baik
dikonsumsi oleh orang menghindari makanan yang berlemak tinggi.
Tabel 4. Komposisi kandungan nutrisi jamur sagu dan jamur merang

Bila data pada Tabel 4 dikonversi ke persen berat kering dengan


berpatokan pada selisih antara kadar air dan berat segar, maka didapat persentase
kandungan lemak jamur sagu sebasar 2,54%, karbohidrat 39,97%, dan protein
53,48%. kadar nutrisi jamur merang mengandung 12,63% karbohidrat dan 11,77%
protein. kadar protein jamur merang sebesar 25,9% dan lemak 2,4% sedangkan
Abbas (2010) mengungkapkan bahwa kandungan protein jamur merang sebesar
1,8%, karbohidrat sebesar 12-48%, dan lemak sebesar 0,3% dari berat basah.
Berdasarkan data tersebut, kandungan lemak, protein, dan karbohidrat jamur sagu
lebih tinggi dibanding dengan jamur merang. Berdasarkan analisis kandungan
protein beberapa jenis jamur menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi di antara

xx
beberapa jenis jamur edibel yaitu jamur kancing (Agaricus campestris) yang
memiliki kandungan protein tertinggi yaitu sebesar 33,2% dari berat kering
(Abbas, 2010). Jadi dapat diungkapkan bahwa jamur sagu memiliki kandungan
protein paling tinggi di banding dengan jamur edibel lainnya yang telah dianalisis
dan dipublikasikan. Kandungan Kalsium (Ca) mendekati 2 kali lipat kandungan
kalsium jamur merang dan kandungan Kalium (K) sekitar tiga kali lebih rendah
dibanding kandungan K jamur merang. Untuk kandungan fosfor hampir sama
dengan kandungan fosfor jamur merang, tetapi jamur sagu masih lebih tinggi
dibanding dengan jamur merang (Tabel 4). Fakta data hasil analisis kandungan
nutrien jamur sagu memperkuat dugaan bahwa jamur sagu berbeda dengan jamur
merang dan jamur edibel lainnya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jamur Merang (Volvariella volvacea) sendiri memiliki bentuk tubuh yang
lengkap yang menyerupai tanaman yang sudah memiliki akar (rhizoid), tangkai,
dan tudung. Sebagai organisme yang tidak berklorofil Jamur Merang (Volvariella

xxi
volvacea) memiliki warna agak ke coklatan yang umumnya terdiri dari zat
aromatik
Analisis Phylogenomic membandingkan Volvariella volvacea dengan 13
jamur lain mengungkapkan kedekatan evolusi terdekat dengan jamur
Agaricus bisporus dan Coprinopsis cinerea. Kadar nutrisi jamur merang
mengandung 12,63% karbohidrat dan 11,77% protein. Selanjutnya Widyastuti
(2005) mengungkapkan bahwa kadar protein jamur merang sebesar 25,9% dan
lemak 2,4% sedangkan Istimewa (2008) mengungkapkan bahwa kandungan
protein jamur merang sebesar 1,8%, karbohidrat sebesar 12-48%, dan lemak
sebesar 0,3% dari berat basah.

DAFTAR PUSKATA
Abbas, B. Florentina, H. L., Eko, A. M. 2010. Karakteristik Jamur sagu (Volvariella
volvace) Endemik Papua. Jurnal Natural Indonesia 13 (2).

xxii
Bao, D. 2013. Sequencing and Comparative Analysis of the Straw Mushroom
(Volvariella volvacea) Genome. Journal international. 2(1).
Chen, S., Wei, G., John, A. B. 2004. Molecular cloning of a new laccase from the edible
straw mushroom Volvariella volvacea: possible involvement in fruit body
development. Journal international FEMS Microbiology Letters 230 171 (176).
Morse, H. M. K.1986. Protein Utilization by basiodimycota. Journal international
Trans. Br. my col, Soc. 86 (4).
Riduwan, M., Didik, H., Muhammad, N. 2013. Pertumbuhan dan hasil jamur Merang
(Volvariella volvace) pada berbagai sistem penebaran bibit dan ketebalan media.
Jornal produksi tanaman 1(1).
Shaujun, D., Jie, C., Rui, Z., Fei, Z. 2007. Molecular cloning, and characterization of a
modular acetyl xylan esterase from the edible straw mushroom Volvariella
volvacea. Juornal International FEMS Microbiol Lett 304–310.
Wood., Morse. 1987. Production, regulation and relase of extraseluler proteinase
activity in Basiodymicota fungi. Journal international Trans. Br. mycol. Soc. 88
(2), 221-227.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai