Anda di halaman 1dari 146

METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN

RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE


CRITICAL MEMBER
(Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri)

STEEL TRUSS UPPERSTRUCTURE BRIDGE ASSESMENT


METHOD WITH FRACTURE CRITICAL MEMBER
APPROACH
(Case Study in Jembatan Bandar Kota Kediri)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Gelar Magister Teknik

Disusun oleh:
ER WIE N A SM AR A
S 9 4 10 08 00 8

MAGISTER TEKNIK SIPIL


KONSENTRASI
TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
TESIS

METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN


RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE
CRITICAL MEMBER
(Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri)

Disusun oleh:

E R W I E N A SM A R A
S 941008008

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Tim Pembimbing:
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I S. A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D. .................... ......................


NIP. 19690501 199512 1 001

Pembimbing II Agus Setya Budi, S.T., M.T. .................... ....................


NIP. 19700909 199802 1 001

Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

Prof. Dr. Ir. SOBRIYAH, MS.


NIP. 19480422 198503 2 001

ii
METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN
RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE
CRITICAL MEMBER
(Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri)

Disusun oleh:

E R W I E N A SM A R A
S 941008008

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis


Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada hari Jumat, tanggal 27 Januari 2012

Dewan Penguji :
Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Kusno Adi Sambowo, S.T., Ph.D. ...........................


NIP. 19691026 199503 1 002

Sekretaris Ir. Ary Setyawan, M.Sc.(Eng)., Ph.D. ...........................


NIP. 19661204 199512 1 001

Penguji I S. A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D. ...........................


NIP. 19690501 199512 1 001

Penguji II Agus Setya Budi, S.T., M.T. ...........................


NIP. 19700909 199802 1 001

Mengetahui:

Direktur Program Ketua Program Studi


Pascasarjana Magister Teknik Sipil

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S.
NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19480422 198503 2 001

iii
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Erwien Asmara
NIM : S941008008

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

METODE PENILAIAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN


RANGKA BAJA DENGAN PENDEKATAN FRACTURE
CRITICAL MEMBER
(Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis
tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka,

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari gelar tersebut.

Surakarta, Januari 2012


Yang membuat pernyataan

Erwien Asmara

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat


menyelesaikan tesis dengan judul Metode Penilaian BANGUNAN ATAS Jembatan
Rangka Baja dengan Pendekatan Fracture Critical Member (Studi Kasus : Jembatan
Bandar Kota Kediri) dapat diselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Wilayah II Semarang, Kementerian


Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.

4. Bupati Kediri melalui Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kabupaten


Kediri, dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kediri yang telah memberikan
ijin Tugas Belajar kepada penulis.

5. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Dr. Ir. Ary Setyawan, M.Sc.(Eng), selaku Sekertaris Program Studi Magister
Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing
Akademis.

7. S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Pembimbing Utama.

8. Agus Setya Budi, S.T., M.T., selaku Pembimbing Pendamping.

9. Segenap Dosen, Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Magister
Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu
penulis selama kegiatan perkuliahan.

10. Kedua orangtuaku Mochtar Hadi dan Suprapti, Istriku tercinta, Herlina
Wijayanti, dan kedua anakku tersayang, Kholila Nusantara Fath dan M. Hafizh
Nusantara Fath yang terus memberikan do’a, semangat dan dukungan baik
moril maupun materiil dalam menyelesaikan pendidikan ini.

v
11. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2010, yang
selama ini memberikan masukan, bantuan dan dorongan.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan
dan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Atas bantuan yang telah Bapak/Ibu berikan semoga mendapat balasan yang
setimpal dari Allah S.W.T. Amin.

Surakarta, Januari 2012


Penulis,

Erwien Asmara

vi
ABSTRAK

ERWIEN ASMARA, NIM S-941008008, 2012, Metode Penilaian Bangunan Atas


Jembatan Rangka Baja dengan Pendekatan Fracture Critical Member (Studi Kasus :
Jembatan Bandar Kota Kediri), Tesis, Pembimbing I: S. A. Kristiawan, S.T., M.Sc.,
Ph.D., Pembimbing II: Agus Setya Budi, S.T., M.T., Program Studi Magister Teknik
Pemeliharaan dan Rehabilitasi Bangunan Sipil, Program Pasca Sarjana, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.

Jembatan Bandar adalah jembatan rangka baja callender hamilton B-15A yang
terdiri 3 bentang dengan panjang tiap bentang 50,29 m. Keselamatan umum, usia jembatan
(38 tahun), paparan cuaca, kepadatan lalu lintas dan kelebihan beban kendaraan menjadi
alasan penting untuk pemeriksaan dan penilaian jembatan. Komponen jembatan yang apabila
terjadi kegagalan/patah akan mengakibatkan kegagalan jembatan secara keseluruhan disebut
fracture critical member (FCM). Metode penilaian di Indonesia belum memperhatikan
aspek FCM.
Penelitian ini memodelkan struktur Jembatan Bandar dengan SAP2000. Menyusun
metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM. Melakukan
penilaian pada Jembatan Bandar dengan metode tersebut dan metode BMS, 1993. Hasil
penilaian dibandingkan dengan analisa kelelahan material untuk menentukan waktu
pemeriksaan selanjutnya. Selanjutnya diusulkan konsep rehabilitasi dan pemeliharaannya.
Hasil penelitian menunjukan batang FCM pada Jembatan Bandar terdiri atas 6
batang tarik diagonal bagian tepi yaitu D2, D4, D6, D17, D19, D20; dan batang bawah
yaitu BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7, BC8, BC9, BC10 dan BC11. Metode
penilaian jembatan dengan pendekatan FCM terdiri dari tahap penyaringan 6 kriteria dan
tahap penilaian 9 kriteria, menghasilkan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya berentang
waktu antara 6 bulan sampai dengan 72 bulan. Hasil penilaian pada Jembatan Bandar
menghasilkan penilaian dengan kondisi terdapat kerusakan ringan dan memperoleh nilai 95
poin dengan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya 24 bulan. Waktu pemeriksaan
selanjutnya hasil analisis fatik adalah 55 bulan dan sisa umur fatik adalah 9 tahun. Waktu
pemeriksaan yang disarankan adalah 24 bulan. Rehabilitasi dan pemeliharaan yang
diperlukan pada Jembatan Bandar adalah pemeriksaan batang FCM saat mulai timbul
retak akibat fatik; penggantian landasan; penambalan beton; pengecekan, pengencangan
dan penggantian baut; serta adanya pemeliharaan rutin.

Kata Kunci: Callender Hamilton, penilaian jembatan, fracture critical member, fatik.

vii
ABSTRACT

ERWIEN ASMARA, NIM S-941008008, 2012, Steel Truss Upperstructure Bridge


Assesment Method with Fracture Critical Member Approach (Case Study in Jembatan
Bandar Kota Kediri), Thesis, The First Commision of Supervision: S. A. Kristiawan,
S.T., M.Sc., Ph.D., The Second Commision of Supervision: Agus Setya Budi, S.T.,
M.T., Rehabilitation and Maintenance Civil Engineering Departemen, Post Graduate
Program, University of Sebelas Maret, Surakarta

Bandar Bridge is B-15A callender hamilton steel truss bridge, with 3 span of 50,29
meter length each. Public safety, bridge age ( 38 years), exposure to weather, traffic density
and overload vehicle are the important reason for bridge inspection and assessment. Bridge
component whose failure would probably cause a portion of or the entire bridge to collapse
is called as fracture critical member ( FCM). The Indonesian assessment method has not
noticed FCM aspect.
This study is modeling bridge strucutre with sap2000 software. Develop assesment
method with FCM approach. To do assesment Bandar Bridge with this method and BMS,
1993. The assesment result is comparing with fatique analysis to determine next
examination period. Next, purpose his maintenance and rehabilitation concept.
The research result showed FCM chord in Bandar Bridge is 6 side diagonal chord
D2, D4, D6, D17, D19, D20; and bottom chord BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7,
BC8, BC9, BC10 and BC11. The steel truss upperstructure assesment with FCM approach
method consited 6 criteria screening phase and 9 criteria assesment phase, and generate
further examination period between 6 months to 72 months. The Bandar Bridge assesment
result light damaged obtain and get 95 poin that means 24 months next examination period.
The fatique analysis result 55 months next examination period, and 9 years remaining fatique
life. The next examination advice is 24 months. The required maintenance and rehabilitation
on Bandar Bridge is checks FCM chord when the fatique crack appear; the replacement of
the foundation; Patching concrete; checks, tightening and bolts replacement; and required
periodic maintenance.

Keywords: Callender Hamilton, bridge assesment, fracture critical member, fatique.

viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena


berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
Metode Penilaian Bangunan Atas Jembatan Rangka Baja dengan Pendekatan
Fracture Critical Member (Studi Kasus : Jembatan Bandar Kota Kediri). Tesis ini
sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Program Pascasarjana
pada bidang keahlian Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tesis ini mengangkat permasalahan tentang metode penilaian jembatan
rangka baja dengan pendekatan fracture crtical member (FCM) dengan studi kasus
Jembatan Bandar Kota Kediri untuk menghindari keruntuhan secara tiba-tiba akibat
kegagalan komponen FCM.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, tetapi penulis berharap bahwa tesis ini dapat bermanfaat dan mampu
menambah khasanah keilmuan.

Surakarta, Januari 2012


Penulis,

Erwien Asmara

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii
DAFTAR NOTASI ............................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
1.5 Batasan Masalah ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .......................... 6
2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 6
2.2 Landasan Teori................................................................................................ 8
2.2.1 Definisi Jembatan ................................................................................ 8
2.2.2 Jembatan Callender Hamilton .............................................................. 8
2.2.2.1 Pembebanan ......................................................................... 8
2.2.2.2 Tipe Jembatan Callender Hamilton. ..................................... 9
2.2.2.3 Konsep/Filosofi Jembatan .................................................. 10
2.2.2.4 Bahan Jembatan ................................................................. 11
2.2.3 Pemeriksaan Jembatan ....................................................................... 11

x
2.2.4 Pembebanan pada Jembatan ............................................................... 11
2.2.4.1 Aksi dan beban tetap. ......................................................... 12
2.2.4.2 Beban lalu lintas ................................................................ 13
2.2.4.3 Aksi lingkungan ................................................................. 19
2.2.5 Kombinasi Pembebanan pada Jembatan ............................................. 22
2.2.5.1 Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan ...................... 23
2.2.5.2 Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit ............................. 23
2.2.6 Fracture Critical Member ................................................................... 25
2.2.7 Redundancy ....................................................................................... 26
2.2.8 Mekanisme Kegagalan ....................................................................... 29
2.2.9 Analisa Kelelahan Material ................................................................ 29
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 33
3.1 Jembatan Bandar Kota Kediri ........................................................................ 33
3.2 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 35
3.3 Langkah-Langkah Penelitian ......................................................................... 35
3.4 Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 38
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................ 39
4.1 Pemodelan Struktur ....................................................................................... 39
4.1.1 Data Teknis Jembatan ........................................................................ 39
4.1.2 Pembebanan Jembatan Bandar ........................................................... 42
4.1.2.1 Aksi dan Beban Tetap ........................................................ 42
4.1.2.2 Aksi transien ...................................................................... 43
4.1.2.3 Beban Lingkungan ............................................................. 47
4.1.2.4 Kombinasi Pembebanan ..................................................... 49
4.1.3 Memasukkan Data Teknis dan Pembebanan pada SAP2000 ............... 49
4.1.3.1 Setting Awal Software ....................................................... 49
4.1.3.2 Inputan Geometri Jembatan. ............................................... 50
4.1.3.3 Inputan Material dan Frame ............................................... 51
4.1.3.4 Inputan Pembebanan dan Kombinasi Beban ....................... 51
4.1.3.5 Analisis Struktur. ................................................................. 51
4.1.4 Hasil Pemodelan ................................................................................ 52
4.1.5 Penentuan Batang FCM ..................................................................... 53

xi
4.2 Rumusan Metode Penilaian FCM .................................................................. 55
4.2.1 Metode Acuan ................................................................................... 55
4.2.1.1 Tahap Penyaringan............................................................. 55
4.2.2.2 Tahap Penilaian ................................................................. 56
4.2.2 Metode Penilaian FCM yang Disesuaikan .......................................... 62
4.2.2.1 Tahap Penyaringan............................................................. 62
4.2.2.2 Tahap Penilaian. ................................................................ 64
4.3 Pemeriksaan dan Penilaian Jembatan Bandar ................................................. 68
4.3.1 Penilaian dengan BMS 1993 .............................................................. 68
4.3.2 Penilaian dengan Metode Penilaian FCM ........................................... 71
4.4 Analisa Kelelahan ......................................................................................... 72
4.4.1 Menentukan batang kritis fatik. .......................................................... 73
4.4.2 Menentukan Variasi Tegangan ........................................................... 73
4.4.3 Jumlah Kendaraan yang lewat. ........................................................... 75
4.4.4 Akumulasi Kerusakan Fatik dan Umur Fatik. ..................................... 77
4.5 Pemilihan Waktu Pemeriksaan Selanjutnya ................................................... 80
4.6 Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan .......................................................... 81
4.6.1 Perawatan dan Pemeliharaan Batang FCM ......................................... 81
4.6.1.1 Perbaikkan Akibat Retak Fatik. .......................................... 82
4.6.1.2 Akumulasi Fatik pada Beban Standar. ................................ 83
4.6.2 Karat pada Landasan .......................................................................... 85
4.6.3 Kerusakan pada Beton ....................................................................... 88
4.6.4 Baut yang Longgar atau Hilang .......................................................... 90
4.6.5 Sampah dan kerusakan kecil. ............................................................. 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 93
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 93
5.2 Saran ............................................................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 95
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.01 Berat Isi untuk Beban Mati (SNI T-02-2005)........................................ 12


Tabel 2.02 Faktor Beban Berat Sendiri (SNI T-02-2005) ....................................... 13
Tabel 2.03 Faktor Beban Mati Tambahan (SNI T-02-2005) .................................. 13
Tabel 2.04 Jumlah Lajur Lalu-Lintas Rencana (SNI T-02-2005) ............................ 14
Tabel 2.05 Temperatur Jembatan Rata-rata Nominal (SNI T-02-2005)................... 19
Tabel 2.06 Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur (SNI T-02-
2005).................................................................................................... 20
Tabel 2.07 Kecepatan Angin Rencana (SNI T-02-2005) ........................................ 22
Tabel 2.08 Koefisien Seret (SNI T-02-2005).......................................................... 22
Tabel 2.09 Kombinasi Beban untuk Keadaan Batas Daya Layan (SNI T-02-
2005).................................................................................................... 23
Tabel 2.10 Kombinasi Beban Umum pada Batas Daya Kelayanan dan Ultimit
(SNI T-02-2005) .................................................................................. 24
Tabel 4.01 Spesifikasi Bahan Baja sesuai BS 449 (Pedoman 013/BM/2008) ........ 40
Tabel 4.02 Berat Sendiri Struktur Jembatan Bandar. .............................................. 42
Tabel 4.03 Beban Mati Tambahan Jembatan Bandar .............................................. 43
Tabel 4.05 Hasil Ekstrem pada Pemodelan Jembatan CH ....................................... 53
Tabel 4.06 Hasil Pemodelan akibat kegagalan suatu batang ................................... 54
Tabel 4.08 Hasil penilaian jembatan CH tahap penilaian ........................................ 60
Tabel 4.09 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya (Michael J. Parr,
et all, 2010) .......................................................................................... 61
Tabel 4.10 Metode penilaian FCM yang diusulkan ................................................ 66
Tabel 4.11 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya ................................... 68
Tabel 4.12 Penilaian Level 3 Jembatan Bandar. ..................................................... 69
Tabel 4.13 Penilaian Level 2 Jembatan Bandar. ..................................................... 70
Tabel 4.14 Penilaian Level 1 Jembatan Bandar. ..................................................... 70
Tabel 4.15 Penilaian Jembatan Bandar dengan Pendekatan FCM ........................... 71
Tabel 4.16 Beban Kendaraan Berat pada Jalur Pantura (Iwan Zarkasi, 2007) ......... 74

xiii
Tabel 4.17 Variasi Tegangan pada batang kritis akibat berbagai tipe
kendaraan. ............................................................................................ 75
Tabel 4.18 Data Jumlah Kendaraan yang Lewat Jembatan Bandar. ........................ 76
Tabel 4.19 Jumlah kendaraan Nasional mulai tahun 1973 - 2025 ........................... 76
Tabel 4.20 Prediksi Jumlah kendaraan yang lewat Jembatan Bandar tahun
1973 – 2015. ........................................................................................ 77
Tabel 4.21 Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Tahun 2011. ......... 79
Tabel 4.22 Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Bulan Juli
2016. .................................................................................................... 80
Tabel 4.23 Akumulasi Kerusakan Fatik Tahun 2011 - 2020. .................................. 80
Tabel 4.24 Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II (Dirjen
Perhubungan Darat, 2008) .................................................................... 83
Tabel 4.25 Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III (Dirjen
Perhubungan Darat, 2008) .................................................................... 84
Tabel 4.26 Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II ......... 84
Tabel 4.27 Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III ........ 85

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.01 Tampak Depan Tipikal Jembatan CH (Pedoman 013/BM/2008). ....... 10


Gambar 2.02 Beban Lajur “D” (SNI T-02-2005) .................................................... 15
Gambar 2.03 Penyebaran Pembebanan ”D” Arah Melintang ( SNI T-02-2005) ...... 16
Gambar 2.04 Pembebanan Truk “T” (SNI T-02-2005) ............................................ 17
Gambar 2.05 Faktor Beban Dinamis untuk BGT dan Pembebanan Lajur ”D”
(SNI T-02-2005) .................................................................................. 18
Gambar 2.06 Pembebanan untuk Pejalan Kaki (SNI T-02-2005) ........................... 19
Gambar 2.07 Gradien Perbedaan Temperatur (SNI T-02-2005) ............................. 21
Gambar 2.08 Jembatan dengan Banyak Balok Girder (FHWA, 2006) ..................... 27
Gambar 2.09 Jembatan dengan Bentang Menerus (FHWA, 2006) .......................... 28
Gambar 2.10 Internal Redundancy pada Besi Profil I yang Dikeling (FHWA,
2006).................................................................................................... 28
Gambar 2.11 Internal Redundancy pada Besi Profil Kotak yang Dikeling
(FHWA, 2006) ..................................................................................... 28
Gambar 2.12 Kurva Hubung S-N (SKSNI T 03-2005) ............................................ 30
Gambar 3.01 Peta Sekitar Jembatan Bandar ............................................................ 34
Gambar 3.02 Kondisi Lalu Lintas di Jembatan Bandar. .......................................... 34
Gambar 3.03 Bagan Alir Penelitian. ....................................................................... 38
Gambar 4.01 Tampak Samping Jembatan (Pedoman 013/BM/2008). ...................... 41
Gambar 4.02 Bagian Rangka Atas dan Bawah Jembatan (Pedoman
013/BM/2008). ..................................................................................... 41
Gambar 4.03 Setengah Potongan Ujung Jembatan (Pedoman 013/BM/2008). ......... 41
Gambar 4.04 Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat. ........................................... 44
Gambar 4.05 Alternatif Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat. .......................... 44
Gambar 4.06 Penyebaran Pembebanan ”D”Arah Melintang (SNI T-02-2005) ........ 44
Gambar 4.07 Pembebanan untuk Pejalan Kaki ( SNI T-02-2005) ........................... 46
Gambar 4.08 Gradien Temperatur Jembatan Bandar ( SNI T-02-2005)................... 47
Gambar 4.09 Gambar 3D Geometri Jembatan pada SAP2000. ................................ 50
Gambar 4.10 Gambar Jalur Lalu Lintas Jembatan pada SAP2000. .......................... 51
Gambar 4.11 Tampilan Running Model telah Selesai ............................................. 52

xv
Gambar 4.12 Deformasi pada Model Struktur pada SAP2000. ............................... 52
Gambar 4.13 Gaya Normal pada Model Struktur pada SAP2000. ........................... 52
Gambar 4.14 Gaya Normal akibat beban berjalan pada SAP2000. ......................... 52
Gambar 4.15 Batang FCM secara umum pada JCH 50,29 m. .................................. 54
Gambar 4.16 Batang Kritis Fatik pada JCH 50,29 m. .............................................. 73
Gambar 4.17 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005) .................................................. 78
Gambar 4.18 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005) .................................................. 78
Gambar 4.19 Kerusakan pada Landasan ................................................................. 85
Gambar 4.20 Dongkrak Khusus untuk Mengangkat Jembatan
(www.enerpac.com) ............................................................................. 86
Gambar 4.21 Konstruksi Landasan Jembatan CH. .................................................. 87
Gambar 4.22 Kerusakan pada Beton Lantai ............................................................ 89
Gambar 4.23 Ilustrasi Perbaikkan Kerusakan pada Beton Lantai ............................ 89
Gambar 4.24 Hubungan Antar Baja dengan Baut yang Longgar ............................. 90
Gambar 4.25 Penumpukan Sampah ........................................................................ 91

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Gambar Desain Jembatan Callender Hamilton


Lampiran B Perhitungan Beban untuk Input SAP2000
Lampiran C Gaya Batang Hasil Pemodelan SAP2000
Lampiran D Gambar Diagram Gaya Hasil Pemodelan SAP2000
Lampiran E Cara Penomoran Batang
Lampiran F Data Jumlah Kendaraan tahun 1973 – 2009 di Indonesia
Lampiran G Perhitungan Rata-rata Pertumbuhan Kendaraan
Lampiran H Hasil Survei Kendaraan yang Lewat Jembatan
Lampiran I Penilaian Jembatan Bandar Dengan Metode BMS, 1993.
Lampiran J Analisis Fatik Sesuai Beban Standar.

xvii
DAFTAR NOTASI

α = koefisien muai baja.


s = nilai yang diberikan Kurva Hubung S-N.
 = faktor reduksi kekuatan fatik.
 = akumulasi kerusakan fatik.
AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Officials
Ab = luas ekuivalen penampang samping jembatan.
ADTTSL = Average Daily Truck Traffic Standard.
AHP = Analysis Hieracry Proces.
AWS = American Welding Society.
B = lebar jembatan secara keseluruhan.
BGT = beban garis terpusat.
BMS = Bridge Management System.
BTR = beban terbagi rata.
BS = British standard.
CH = Callender Hamilton .
CIF = constraint induced fracture.
CoRe = Commonly Recognized
CW = koefisien seret.
d = tinggi bangunan atas.
Es = nilai modulus elastisitas baja.
f* = batas variasi tegangan rencana.
f1 , f3 , f5 = nilai yang diberikan Kurva Hubung S-N untuk tiap kategori detil.
fc = batas kekuatan fatik yang direduksi.
FBD = faktor beban dinamis.
FCM = fracture critical member.
FHWA = Federal Highway Asociation.
fy = tegangan leleh.
g = percepatan gravitasi.
HEC-RAS = Hydrologic Engineering Center River Analysis System
HPS = high perfomance steel.

xviii
JCH = jembatan Callender Hamilton.
L = panjang total jembatan yang dibebani.
Lav = panjang bentang rata-rata.
LE = panjang efektif.
Lmax = panjang bentang maksimum.
LRFD = load and resistance factor design
MN/DOT = Minnesota Departemen of Transportation.
n1 = jumlah lajur lalu-lintas rencana.
NBI = National Bridge Inventory
nsc = jumlah siklus tegangan.
nr = junlah siklus tegangan fc.
p = intensitas gaya.
PMA = beban Mati Tambahan.
PMS = berat Sendiri.
q = intensitas beban BTR.
SAP 2000 = Structure Analysis Program 2000.
SNI = Standar Nasional Indonesia.
TET = beban akibat temperatur.
TEW1 = beban angin.
TTD = beban lajur “D” .
TTB = gaya rem.
TTBTe = beban jalur tengah.
TTBTp = beban jalur tepi.
TTP = pembebanan untuk pejalan kaki.
Vw = kecepatan angin.

xix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya transportasi yang didorong oleh pertambahan penduduk yang


pesat akan medorong meningkatnya gerak perpindahan manusia dari satu tempat ke
tempat yang lain. Kejadian ini juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan sarana
dan prasarana transportasi yang memadai juga ikut meningkat. Banyak daerah di
Indonesia yang dipisahkan oleh sungai. Dengan kondisi tersebut maka diperlukan
sarana penghubung antara daerah satu dengan yang lain. Salah satu solusi sarana
penghubung tersebut adalah jembatan.
Jembatan sebagai prasarana transportasi banyak dilalui oleh kendaraan dan
manusia. Sehingga keamanan jembatan akan menyangkut keselamatan banyak orang.
Selain itu kondisi jembatan yang berada diluar (tidak terlindungi), terkena hujan dan
pengaruh cuaca mempercepat terjadinya kerusakan. Kendaraan di Indonesia yang
melalui jembatan juga cenderung memuat barang yang melebihi ketentuan, hal
tersebut mempercepat terjadinya kerusakan pada jembatan. Dari aspek-aspek tersebut
diatas pengelola jembatan harus dapat menjamin keamanan dan keselamatan
jembatan. Berdasarkan uraian diatas pemeliharaan dan pemeriksaan jembatan harus
mendapat perhatian untuk menjamin kelaikannya.
Pemeriksaan dan penilaian jembatan dengan pendekatan Fracture Critical
Member (FCM) diperlukan karena ada sebagian komponen jembatan yang apabila
terjadi kegagalan/patah akan mengakibatkan kegagalan jembatan secara keseluruhan.
Komponen tersebut disebut komponen FCM. Pada saat pemeriksaan jembatan,
komponen-komponen FCM harus mendapat perhatian lebih dibandingkan komponen
non FCM.
Saat ini pemeriksaan jembatan yang ada di Indonesia masih mengacu pada
Panduan Pemeriksaan Jembatan dari Bridge Management System (BMS) yang
diterbitkan Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik
Indonesia pada tahun 1993. Di dalam panduan tersebut penilai komponen masih
secara global belum memperhatikan FCM. Sehingga kerusakan komponen FCM

1
2

maupun non FCM akan mendapat nilai yang sama. Metode penilaian bangunan
jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM, yang selanjutnya disingkat dengan
metode penilaian FCM, akan melengkapi metode pemeriksaan BMS, 1993. Pedoman
No. 013/BM/2008 Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton
(CH) Direktorat Jenderal Bina Marga juga belum menyangkut pemeriksaan dan
penilaian dengan pendekatan FCM. Batang-batang masih belum dikategorikan
batang FCM dan batang non FCM.
Pemeriksaan dan penilaian jembatan dengan pendekatan FCM diusulkan oleh
Michael J. Parr, et all, 2010. Metode tersebut didasarkan pada pengalaman dan
penelitian di Amerika Serikat yang mempunyai situasi dan kondisi yang berbeda
dengan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penyesuaian agar dapat diterapkan di
Indonesia.
Kelelahan material (fatik) merupakan suatu kondisi kegagalan suatu struktur
yang disebabkan oleh perulangan beban, walaupun beban tersebut dibawah tegangan
ijinnya. Terjadinya fatik pada struktur maka akan menimbulkan retak dan kemudian
mencetus terjadi patah. Fatik merupakan penyebab terbesar dalam keruntuhan
struktur jembatan baja. Oeme P, 1989 dalam B. Kuhn Et all, 2008 mengatakan
bahwa 38,3% penyebab utama keruntuhan jembatan baja adalah kelelahan fatik.
Oleh sebab itu pada penelitian ini metode dengan pendekatan FCM dicoba untuk
dibandingkan dengan analisa kelelahan material (fatik).
Kota dan Kabupaten Kediri dilintasi oleh Sungai Brantas. Pada saat ini di
Kediri terdapat 4 jembatan umum dan 1 jembatan di atas bendung. Kondisi kelima
jembatan tersebut : satu jembatan rusak (tidak dapat dilalui); dua jembatan untuk
kendaraan ringan dan; dua jembatan yang dapat dilalui kendaraan berat. Jembatan
yang dapat dilalui kendaraan berat adalah Jembatan Bandar dan Jembatan Semampir.
Keduanya dikelola oleh Badan Pelaksanaan Jalan Nasional di Kediri.
Jembatan Bandar perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan terletak di dekat
perempatan jalan dan berjenis rangka baja. Perempatan jalan tersebut sering terjadi
kemacetan sehingga banyak kendaraan yang berhenti diatas jembatan untuk
menunggu antrean. Jembatan Bandar dibangun pada tahun 1973 sehingga sudah
mencapai umur 38 tahun. Selain itu Jembatan Bandar yang bertipe rangka baja perlu
mendapat perhatian lebih, hal tersebut dikarenakan jembatan rangka baja mudah
3

terjadi karat dan retakan dibandingkan dengan jembatan tipe beton. Kondisi tersebut
akan memperpendek umur layan dan mempercepat kerusakan jembatan.
Pada saat ini kondisi Jembatan Bandar secara visual telah mengalami
pengecatan ulang. Apabila kita berada di tengah bentang, dan ada kendaraan berat
yang lewat, maka sangat terasa goyangan/lendutan yang terjadi. Perlu pemeriksaan
terhadap kondisi Jembatan Bandar.
Berdasarkan uraian diatas perlu diadakan penelitian mengenai metode
penilaian bangunan atas jembatan rangka baja studi kasus Jembatan Bandar Kota
Kediri.

1.2 Rumusan Masalah

Memperhatikan pentingnya jembatan dalam sistem transportasi, maka


jembatan perlu untuk diperiksa dan dipelihara. Pemeriksaan dan penilain jembatan
dengan metode BMS yang diterapkan di Indonesia saat ini masih belum
memperhatikan FCM. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan metode
penilaian FCM. Metode yang diusulkan merupakan adaptasi dari penelitian Michael
J. Parr, et all, 2010. Dari hasil pemeriksaan dicoba dibandingkan dengan analisa
kelelahan material pada struktur. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Bagaimana pengkategorian rangka batang pada Jembatan Bandar dengan
pendekatan FCM?
2) Bagaimana rumusan metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja
dengan pendekatan FCM?
3) Bagaimana hasil penilaian Jembatan Bandar dengan menggunakan metode
penilaian FCM?
4) Kapan waktu pemeriksaan selanjutnya dan sisa umur hasil analisis kelelahan
material pada Jembatan Bandar?
5) Berapa jangka waktu pemeriksaan selanjutnya pada Jembatan Bandar?
6) Apabila terdapat kerusakan/kekurangan bagaimana konsep rehabilitasi Jembatan
Bandar?
4

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk bisa menjawab semua permasalahan diatas yang terkait dengan


pemeriksaan jembatan dengan pendekatan FCM, maka disusun tujuan penelitian ini
sebagai berikut:
1) Mengetahui pengkategorian batang pada Jembatan Bandar dengan pendekatan
FCM.
2) Mengetahui rumusan metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja
dengan pendekatan FCM.
3) Mengetahui hasil penilaian Jembatan Bandar dengan menggunakan metode
tersebut..
4) Mengetahui kapan waktu pemeriksaan selanjutnya dan sisa umur hasil analisis
kelelahan material pada Jembatan Bandar
5) Mengetahui jangka waktu pemeriksaan selanjutnya pada Jembatan Bandar.
6) Mengetahui konsep rehabilitasi Jembatan Bandar apabila terdapat
kerusakan/kekurangan.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara garis besar penelitian ini bermanfaat secara ilmiah dan praktis. Manfaat
ilmiah adalah manfaat untuk keperluan ilmu pengetahuan. Manfaat praktis terkait
untuk keperluan praktis di lapangan. Manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1) Manfaat Ilmiah:
- Sebagai kajian tentang pemeriksaan dan penilaian bangunan atas jembatan rangka
baja dengan pendekatan FCM;
- Sebagai masukan terhadap pemeriksa, pengelola dan enggineer mengenai
pemeriksaan bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM;
- Rumusan metode penilaian FCM dapat diusulkan untuk melengkapi metode
pemeriksaan jembatan BMS, 1993.
2) Manfaat Praktis:
- Pengelola jembatan mengetahui kondisi Jembatan Bandar dengan pendekatan
FCM;
5

- Pengelola dapat merencanakan kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan Jembatan


Bandar;

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan metode penilaian FCM. Agar


masalah dapat dikaji dan dibahas secara mendalam, maka perlu diberi batasan
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan dan penilaian jembatan hanya dilakukan pada bangunan atas dan
tidak meninjau pada sistem lantai jembatan.
2) Penentuan jenis dan tingkat kerusakan dilakukan secara visual.
3) Pemodelan struktur menggunakan software SAP2000.
4) Lalu lintas kendaraan yang lewat selama masa layan jembatan mempunyai
karakter yang sama ketika survei dilakukan.
5) Setiap kendaraan menimbulkan satu siklus tegangan pada batang yang ditinjau.
6) Rumusan awal penilaian dengan pendekatan FCM didasarkan pada penelitian
Michael J. Parr, et all, 2010; dan
7) Konsep rehabilitasi didasarkan pada Pedoman No. 013/BM/2008 Penanganan
dan Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton (CH) Direktorat Jenderal Bina
Marga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Jembatan merupakan prasarana penting dalam sistem jaringan jalan.


Keselamatan umum yang melewati jembatan, kondisi jembatan yang tidak
terlindungi dan muatan kendaraan yang cenderung melebihi ketentuan merupakan
faktor penyebab terjadinya kerusakan dini pada jembatan. Dari faktor di atas menjadi
kewajiban dari pengelola untuk memeriksa dan memelihara jembatan agar didapat
kinerja yang layak.
Studi tentang penilaian jembatan telah banyak dilakukan. Studi tersebut
diantaranya dilakukan oleh Ferry Hariman dkk, 2007 yang mengevaluasi dan
memprogram pemeliharaan jembatan dengan metode Bridge Management System
(BMS) dengan studi kasus empat jembatan di Propinsi D.I. Yogyakarta. Dari hasil
penelitian tersebut 1 jembatan masuk kategori kritis dan 3 jembatan berkategori
rusak berat, untuk kemudian diajukan skala prioritas penanganan dan rehabilitasinya.
Selain itu ada juga penilaian kondisi jembatan dengan metode NYSDOT (studi
kasus 3 jembatan di Kota Kendari) yang dilakukan oleh Marsuki M dkk, 2009.
Dalam penelitian tersebut dibandingkan antara penentuan prioritas penanganan
dengan metode NYSDOT dan metode menggunakan AHP. Kesimpulan yang diambil
metode NYSDOT sama dengan menggunakan AHP yaitu dari ketiga jembatan yang
ditinjau, jembatan yang paling kritis adalah jembatan Pasar Baru, utamanya pada
komponen sambungan dan permukaan jembatan.
Penilaian struktur atas jembatan gelagar baja komposit pascabanjir studi kasus
Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri dilakukan Endah Ambarwati, 2008. Metode
penilaian jembatan yang digunakan adalah BMS, 1993 kemudian dibandingkan
antara kapasistas ekisting dan kapasitas ijin. Berdasarkan evaluasi kondisi tersebut
disarankan konsep perbaikkannya.
Penelitian Dedy Hamdani, 2008 meneliti struktur bawah jembatan gelagar baja
komposit pascabanjir studi kasus Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri. Pada
studi tersebut dilakukan analisis hidrologi dan dengan bantuan software HEC-RAS

6
7

dimodelkan akibat banjir terhadap struktur bawah jembatan. Kemudian dianalisis


kapasitas struktur pilar, stabilitas pondasi dan scouring yang terjadi. Berdasarkan
pemodelan dan analisis tersebut disarankan konsep alternatif perbaikkan.
Studi mengenai metode penilaian jembatan dengan pedekatan FCM
diantaranya dilakukan oleh Michael J. Parr, et all, 2010 yang mencoba mengajukan
proposal metode penilaian jembatan dengan pendekatan FCM secara manual di
Amerika Serikat untuk menentukan waktu pemeriksaan berikutnya. Proposal tersebut
mengevaluasi AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. Studi tersebut
mengajukan point-point yang harus dinilai pada penilaian jembatan dengan
pendekatan FCM dan selanjutnya menentukan waktu pemeriksaan berikutnya. Point-
point yang diajukan didasarkan pada kegagalan struktur jembatan yang pernah terjadi
di Amerika Serikat .
Transportation Research Board juga mengajukan cara pemeriksaan dan
manajemen jembatan dengan fracture critical detail. Dalam studi tersebut
(Transportation Research Board, 2005) menentukan secara praktis bagaimana cara
memeriksa dan mengelola jembatan dengan fracture critical detail yang dapat
digunakan oleh praktisi, pengelola dan enggineer. Studi tersebut juga mencoba
menjembatani perbedaan antara praktek di lapangan dengan studi literatur.
Pemeriksaan fracture critical jembatan juga dilakukan oleh Minnesota
Departemen of Transportation (MN/DOT) terhadap jembatan no. 9340 (Squirt
Bridge) I-35W diatas Sungai Mississippi di Minneapolis Minnesota (MN/DOT,
2006). Di studi tersebut diidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi di jembatan
tersebut. Kerusakan yang dominan terjadi adalah korosi dan retak pada sambungan
las.
Pada penelitian ini akan memodelkan Jembatan Bandar dengan menggunakan
SAP2000 kemudian dikategorikan batang mana saja yang termasuk FCM. Hasil
pemodelan akan digunakan untuk menganalisis batang FCM. Metode penilaian FCM
merupakan adaptasi dari metode penilaian hasil studi Michael J. Parr, et all, 2010.
Metode tersebut dilakukan penyesuaian berdasarkan kondisi umum di Indonesia.
Langkah berikutnya melakukan survei kondisi dengan menggunakan metode
BMS 1993 dan metode penilaian FCM yang diusulkan.. Kemudian dilakukan analisis
kelelahan material untuk memprediksi umur jembatan dan waktu dimungkinkan
8

timbulnya retak akibat fatik . Waktu pemeriksaan selanjutnya ditentukan berdasarkan


penilaian kondisi dan analisis kelelahan material. Apabila pada pemeriksaan
ditemukan kerusakan/kekurangan maka akan diusulkan konsep perbaikkannya

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Definisi Jembatan


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,
jembatan adalah jalan yang terletak di atas permukaan air dan/atau di atas permukaan
tanah, sedangkan terowongan adalah jalan yang terletak di dalam tanah dan/atau di
dalam air.
Tipe konstruksi jembatan yang dikenal di Indonesia terdiri atas lima tipe,
jembatan yaitu:
1. jembatan balok (beam),
2. jembatan kantilever (cantilever),
3. jembatan pelengkung (arc),
4. jembatan gantung (cable), dan
5. jembatan rangka (truss).
Jembatan Callender Hamilton (CH) adalah jembatan rangka baja yang dibuat
oleh Balfour Beatty Ltd, Power Transmission Division yang beralamat di 7 Mayday
Road Thornton Heath, Surrey, Inggris yang merupakan patent dari Mr. Callender dan
Mr. Hamilton. (Dirjen Bina Marga, 2008)

2.2.2 Jembatan Callender Hamilton


Menurut Pedoman No. 013/BM/2008 Spesifikasi Jembatan CH adalah
sebagai berikut :

2.2.2.1 Pembebanan

1. Beban pada lantai kendaraan dan beban pada struktur rangka baja. Adapun
beban-beban yang dipergunakan adalah.
- BINA MARGA : No. 12/1970
- P. J. K. A. : AVBP 1932
- AASHTO (Amerika Serikat) : HS – 44
9

- Pembebanan H.A. (Inggris) : BS-5400


- Dan lain-lain pembebanan
2. Lebar lantai kendaraan dan trotoarnya yang dapat dijadikan acuan kelas
pembebanan Bina Marga adalah :
- Jembatan Kelas C : Lajur Tunggal = 3,50 m + trotoar 0,25 tiap sisi. Muatan
lantai 100% dan muatan rangka 70%.
- Jembatan Kelas B : Lajur Ganda = 5,50 s/d 6,0 m + trotoar 0,50 m tiap sisi.
Muatan lantai 100% dan muatan rangka 70%.
- Jembatan Kelas A : Lajur Ganda = 7,00 m + trotoar 1,00 tiap sisi. Muatan
lantai dan rangka 100%

2.2.2.2 Tipe Jembatan Callender Hamilton.

Adapun tipe jembatan CH yang telah terpasang di Indonesia adalah :

1. Through Type
- Tipe B 10 Panjang tiap panel = 3,048 meter, Tinggi panel = 3,048 meter
- Tipe B 15 Panjang tiap panel = 4,572 meter, Tinggi panel = 4,572 meter
2. Deck Type, Tipe B Deck : Panjang tiap panel = 3,048 meter, Tinggi panel =
3,366 meter

Jembatan CH menggunakan rangka tipe Warren, merupakan jembatan statis


tertentu di atas perletakan sendi dengan bentang maksimum 120 m. Jembatan CH
yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga dapat berupa jembatan dengan struktur
rangka yang berada di samping sistem pelat lantai atau yang lebih dikenal dengan
sistem Through Type, dan jembatan dengan struktur rangka yang berada di bagian
bawah pelat lantai atau yang lebih dikenal dengan sistem Deck Type. Bentuk dari
kedua tipe jembatan ini dalam bentuk penampang melintang maupun penampang
memanjang diperlihatkan pada Gambar 2.01.
10

Gambar 2.01 Tampak Depan Tipikal Jembatan CH (Pedoman 013/BM/2008).

2.2.2.3 Konsep/Filosofi Jembatan

Pada Jembatan CH pemakaian baja digunakan seefesien mungkin karena


rangka-rangka batang terdiri dari profil susun baja siku dimana pemakaian profil
susun tersebut dipakai sesuai dengan gaya-gaya yang bekerja. Profil susun untuk satu
batang dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau maximum empat baja siku, yang
ditentukan sesuai dengan "Capacity Table For Angle Steel Make Up". Gelagar
melintang memakai profil baja WF (Wide Flange), dan Universal Beam.
Karakteristik Jembatan CH adalah batang-batang atas, bawah dan diagonal
memakai baja siku dengan profil tipikal:
1. Tipe B 10 memakai baja siku 100.100.10,
2. Tipe B 15 memakai baja siku 150.150.10,
3. Tipe D 5 terdiri dari besi kanal dan batang bawah besi siku.
Sistem sambungan memakai sambungan baut sedangkan sambungan dengan sistem
las sangat sedikit dipergunakan.
11

2.2.2.4 Bahan Jembatan

Spesifikasi bahan baja siku primer adalah sesuai dengan British Standard
(BS) 4360, grade 55 C, sedangkan baja siku sekunder (ikatan angin) dan gelagar
melintang, plat buhul/penyambung dipakai baja grade 50 B. Bahan baja lainnya
memakai grade 43 A.
Adapun tegangan tarik ijinnya adalah :

1) Gelagar Induk memakai Grade 55C. Tegangan leleh = 430 N/mm2.


2) Gelagar memanjang/melintang memakai Grade 50B. Tegangan leleh =
350 N/mm2.
3) Batang-batang sekunder memakai Grade 43A. Tegangan leleh = 250 N/mm2.

2.2.3 Pemeriksaan Jembatan


Menurut Bridge Management System Panduan Pemeriksaan Jembatan, 1993
pemeriksaan jembatan mempunyai beberapa tujuan yang spesifik yaitu:
1) Memeriksa keamanan jembatan pada waktu jembatan masih berfungsi;
2) Mencegah terjadinya penutupan lalu lintas pada jembatan;
3) Mendata kondisi jembatan pada saat itu;
4) Menyiapkan feedback untuk personil perencanaan, pelaksanaan dan
pemeliharaan;
5) Memeriksa pengaruh akibat beban kendaraan dan jumlah kendaraan;
6) Memantau keadaan jembatan dalam jangka waktu yang lama; dan
7) Menyediakan informasi rating pembebanan jembatan.
Pemeriksaan jembatan di Indonesia dilaksanakan di bawah Sistem
Manajemen Jembatan atau Bridge Management System (BMS). BMS tersebut
diterbitkan pada Maret 1993 atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan Australian International
Development Assistance Bureau.

2.2.4 Pembebanan pada Jembatan


Merencanakan suatu jembatan harus digunakan suatu standar beban yang
terjadi pada jembatan tersebut. Di Indonesia peraturan/standar pembebanan untuk
12

jembatan mengacu pada SNI T-02-2005 tentang standar pembebanan untuk


jembatan.
Berdasarkan SNI T-02-2005, pembagian aksi-aksi (beban, perpindahan dan
pengaruh lainnya) menurut sumbernya dikelompokan atas: aksi tetap, beban lalu
lintas, aksi lingkungan dan aksi-aksi lainnya. Aksi-aksi tersebut masing dibagi lagi
menurut lamanya aksi tersebut bekerja menjadi dua yaitu: aksi tetap dan aksi
transien.

2.2.4.1 Aksi dan beban tetap.

Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan beban
yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Menurut Peraturan Strandar Pembebanan
untuk Jembatan (SNI T-02-2005), pembebanan akibat aksi tetap terdiri dari:
a. Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat dari bagian jembatan dan elemen-elemen struktural
lain yang dipikulnya. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa
dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan
dalam SNI T-02-2005 adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi
untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 2.01. Faktor beban berat sendiri
ditentukan pada Tabel 2.02.

Tabel 2.01 Berat Isi untuk Beban Mati (SNI T-02-2005)


Berat/Satuan Isi Kerapatan Masa
No. Bahan (kN/m3) (kg/m3)
1 Besi tuang 71.0 7200
2 Aspal beton 22.0 2240
3 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
4 Batu pasangan 23.5 2400
5 Baja 77.0 7850
6 Batu pasangan 23,5 2400
7 Air murni 9.8 1000
13

Tabel 2.02 Faktor Beban Berat Sendiri (SNI T-02-2005)

FAKTOR BEBAN
JANGKA
KUMS
WAKTU KSMS
Biasa Terkurangi
1,1 0,9
Baja, aluminium 1,0
1,2 0,85
Beton pracetak 1,0
Tetap
1,3 0,75
Beton dicor ditempat 1,0
1,4 0,7
Kayu 1,0

b. Berat Mati Tambahan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan.
Beban mati tambahan yang sering ada di jembatan adalah lapis tambahan
(overlay) perkerasan jalan. Beban mati tambahan yang lain dapat juga berupa alat
pelengkap dan sarana umum semisal pipa air bersih, jaringan kabel dan sebagainya.
Faktor beban berat mati tambahan pada Tabel 2.03.

Tabel 2.03 Faktor Beban Mati Tambahan (SNI T-02-2005)

JANGKA FAKTOR BEBAN


KUMA
WAKTU K S
MA
Biasa Terkurangi
Keadaan umum 1,0 (1) 2,0 0,7
Tetap Keadaan khusus 1,0 1,4 0,8

CATATAN (1): Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas

2.2.4.2 Beban lalu lintas

Beban lalu lintas adalah seluruh beban hidup, arah vertikal dan horisontal,
akibat kendaraan pada jembatan termasuk hubungannya dengan pengaruh dinamis,
tetapi tidak termasuk akibat tumbukan.
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan
beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
14

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan


kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung
pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan
pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang
kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat.
Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana.
Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan
jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T"
digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
Menurut SNI T-02-2005 lebar lajur lalu lintas dalam menentukan beban lalu
lintas ditentukan selebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu-lintas yang digunakan
untuk berbagai lebar jembatan ditampilkan dalam Tabel 2.04.

Tabel 2.04 Jumlah Lajur Lalu-Lintas Rencana (SNI T-02-2005)

Tipe Jembatan Lebar Jalur Kendaraan (m) Jumlah Lajur Lalu-lintas


(1) (2) Rencana (nl)

4,0 - 5,0 1
Satu lajur
5,5 - 8,25 2 (3)
Dua arah, tanpa median
11,3 - 15,0 4

8,25 - 11,25 3

11,3 - 15,0 4
Banyak arah
15,1 - 18,75 5
18,8 - 22,5 6

CATATAN 1 Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu-lintas rencana harus
ditentukan oleh Instansi yang berwenang.
CATATAN 2 Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan
untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median
untuk banyak arah.
CATATAN 3 Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m.
Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena
hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah
memungkinkan untuk menyalip.

A. Beban Lajur “D”


Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang
15

sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur
kendaraan itu sendiri (Tabel 2.04).
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung
dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 2.02.

Gambar 2.02 Beban Lajur “D” (SNI T-02-2005)

1) Beban Terbagi Rata (BTR)


Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani (L). SNI T-02-2005 merumuskan BTR
seperti berikut:
L  30 m : q = 9,0 kPa (2.01)

 15 
L > 30 m : q = 8,0  0,5   kPa (2.02)
 L
dengan pengertian:
q = intensitas beban BTR,
L = panjang total jembatan yang dibebani.

2) Beban Garis Terpusat (BGT)


Beban garis terpusat (BGT) mempunyai dengan intensitas p kN/m harus
ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan. SNI T-02-2005
menentukan besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen
lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus
ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Penyebaran beban "D" pada arah melintang harus disusun pada arah
melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan
16

komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus
sama. Penempatan beban “D” SNI T-02-2005 mempunyai ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila lebar jalur (Lj) ≤ 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada
seluruh jalur dengan intensitas 100%.
b. Apabila Lj ≥ 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu-lintas
rencana (n1) yang berdekatan (Tabel 2.04), dengan intensitas 100%. Hasilnya
adalah beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q kN/m dan beban terpusat
ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur
selebar n1 x 2,75 m.
c. Lajur lalu-lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja
pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar
sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50%. Susunan pembebanan ini dapat
dilihat pada Gambar 2.03.
d. Luas jalur yang ditempati median harus dianggap bagian jalur dan dibebani
dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari
penghalang lalu lintas yang tetap

Gambar 2.03 Penyebaran Pembebanan ”D” Arah Melintang ( SNI T-02-2005)

B. Pembebanan truk “T”


SNI T-02-2005 menentukan pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk
semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar
2.04. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar
yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2
as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan
pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
17

Gambar 2.04 Pembebanan Truk “T” (SNI T-02-2005)

C. Faktor beban dinamis


Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan
yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar
dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan
frekuensi dari getaran lentur jembatan., FBD dinyatakan sebagai beban statis
ekuivalen untuk perencanaan (SNI T-02-2005).
Pada pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang
ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 2.05. Pada bentang tunggal panjang
bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Pada bentang
menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:

LE =√ (2.03)
dengan pengertian :
LE : panjang efektif,
Lav : panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus,
Lmax : panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang
disambung secara menerus.

Pada pembebanan truk "T": FBD diambil 30% untuk seluruh bagian
bangunan yang berada diatas permukaan tanah. Untuk bagian bangunan bawah dan
18

fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD pada kedalaman 2 m
diambil 10% sedangkan pada kedalaman nol meter diambil 40%. Interpolasi linier
dapat dilakukan untuk kedalaman antara. Harga FBD yang digunakan untuk
kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.

Gambar 2.05 Faktor Beban Dinamis untuk BGT dan Pembebanan Lajur ”D”
(SNI T-02-2005)

D. Gaya rem
SNI T-02-2005 menentukan pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai
dengan 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa
dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut
dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap
setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Faktor beban akibat gaya rem
menurut SNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.

E. Pembebanan untuk Pejalan Kaki


SNI T-02-2005 menentukan semua elemen dari trotoar atau jembatan
penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban
nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus
direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada
Gambar 2.06. Faktor beban akibat beban pejalan kaki menurut SNI T-02-2005
sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.
19

Gambar 2.06 Pembebanan untuk Pejalan Kaki (SNI T-02-2005)

2.2.4.3 Aksi lingkungan


Aksi lingkunag adalah pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin, aliran
air, gempa dan penyebab-penyebab alamiah lainnya.

A. Pengaruh temperatur/suhu
Kondisi temperatur/suhu sangat berpengaruh pada beban yang bekerja pada
jembatan karena akan berpengaruh pada kembang-susut material jembatan.
SNI T-02-2005 menentukan temperatur jembatan rata-rata nominal untuk berbagai
tipe bangunan atas sesuai Tabel 2.05 dan sifat bahan rata-rata akibat pengaruh
temperatur sesuai Tabel 2.06.

Tabel 2.05 Temperatur Jembatan Rata-rata Nominal (SNI T-02-2005)


Temperatur Jembatan Temperatur Jembatan
Tipe Bangunan Atas Rata-rata Maksimum
Rata-rata Minimum

Lantai beton di atas gelagar atau 40C


15C
boks beton.

Lantai beton di atas gelagar, boks 15C 40C


atau rangka baja.
Lantai pelat baja di atas gelagar, 15C 45C
boks atau rangka baja.
CATATAN : Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk
lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas
permukaan laut.
20

Tabel 2.06 Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur (SNI T-02-2005)
Koefisien Perpanjangan Modulus Elastisitas
Bahan MPa
Akibat Suhu (α)

Baja 12 x 10-6 per C 200.000

Beton:
Kuat tekan <30 MPa 10 x 10-6 per C 25.000

11 x 10-6 per C 34.000


Kuat tekan >30 MPa

Aluminium 24 x 10-6 per C 70.000

Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan


temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari pada waktu
siang di bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh
permukaan jembatan pada waktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal
untuk berbagai tipe bangunan atas diberikan dalam Gambar 2.07.
Faktor beban akibat pengaruh temperatur menurut SNI T-02-2005 sebesar 1,0
pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi

B. Beban Angin
Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan bekerja pada
struktur jembatan tertentu dan menjadi faktor yang diperhitungkan pada rencana
pembebanan. Faktor beban akibat beban angin menurut SNI T-02-2005 sebesar 1,0
pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit.
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin menurut SNI T-02-2005 direncana seperti berikut:

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (2.04)

dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau
(Tabel 2.07),
CW = koefisien seret (Tabel 2.08),
Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2).
21

.
Gambar 2.07 Gradien Perbedaan Temperatur (SNI T-02-2005)

Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif
dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas
ekivalen ini sebesar 30% dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan
arah horisontal di permukaan lantai. Menurut SNI T-02-2005 besar kecepatan angin
22

rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (2.05)


dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau
(Tabel 3.10),
CW = koefisien seret = 1,2.

Tabel 2.07 Kecepatan Angin Rencana (SNI T-02-2005)


Lokasi
Keadaan Batas
Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai

Daya layan 30 m/s 25 m/s

Ultimit 35 m/s 30 m/s

Tabel 2.08 Koefisien Seret (SNI T-02-2005)

Tipe Jembatan CW

Bangunan atas masif: (1), (2)


2.1 (3)
b/d = 1.0
1.5 (3)
b/d = 2.0
1.25 (3)
b/d  6.0

Bangunan atas rangka 1.2

CATATAN 1 b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran.


d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif.
CATATAN 2 Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier.
CATATAN 3 Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan
sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan
maksimum 2,5%.

2.2.5 Kombinasi Pembebanan pada Jembatan


Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe
yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana ditentukan dari
aksi nominal, yaitu dengan mengalikan aksi nominal dengan faktor beban. Seluruh
pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa
23

atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya (maksimum) harus dijadikan acuan
dalam perencanaan pembebanan.
Kombinasi pembebanan didasarkan pada batas daya layan dan batas daya
ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan
beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan material elemen struktur
menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor beban sehingga tegangan pada
meterial setara dengan tegangan leleh.

2.2.5.1 Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan

Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah
pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya layan, lebih
dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan, seperti diberikan dalam

Tabel 2.09 Kombinasi Beban untuk Keadaan Batas Daya Layan (SNI T-02-2005)

Kombinasi primer Aksi tetap + satu aksi transien (1),(2)

Kombinasi sekunder Kombinasi primer + 0,7  (satu aksi transien lainnya)

Kombinasi tersier Kombinasi primer + 0,5  (dua atau lebih aksi transien)

CATATAN 1 Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan
untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada
jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan
apabila TTB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT
sebagai kombinasi primer.
CATATAN 2 Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh
temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi
beban.

2.2.5.2 Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit

Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
dengan satu pengaruh transien. Gaya rem atau gaya sentrifugal bisa digabungkan
dengan pembebanan lajur "D" yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT.
Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur TET bisa juga digabungkan.
Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan
aksi gempa. Kombinasi pembebanan pada batas daya layan dan batas ultimit
ditunjukkan pada Tabel 2.10.
24

Tabel 2.10 Kombinasi Beban Umum pada Batas Daya Kelayanan dan Ultimit (SNI
T-02-2005)

Kelayanan
Aksi Ket
1 2 3 4 5 6
Aksi Permanen :
Berat sendiri x x x x x x (4)
Beban mati tambahan
Aksi Transien :
o o o
Beban lajur “D“ atau beban truk “T” x o

Gaya rem atau gaya sentrifugal x o o o o (5)

Beban pejalan kaki x

Pengaruh suhu o o x o o o (6)

Beban angin o o x o
(1) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL
“x” berarti beban yang selalu aktip
+ 1 beban “o” KBL
“o” berarti beban yang boleh
(2) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL
dikombinasi dengan beban aktif,
+ 1 beban “o” KBL + 0,7 beban “o” KBL
tunggal atau seperti ditunjukkan.
(3) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif“x” KBL
+ 1 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL + 0,5
beban “o” KBL

Ultimit
Aksi Ket
1 2 3 4 5 6
Aksi Permanen :
Berat sendiri x x x x x x (4)
Beban mati tambahan
Aksi Transien :
o o o
Beban lajur “D“ atau beban truk “T” x o

Gaya rem atau gaya sentrifugal x o o o (5)

Beban pejalan kaki x

Pengaruh suhu o o o o o (6)

Beban angin o x o
25

Lanjutan Tabel 2.10


“X” berarti beban yang selalu aktip Aksi permanen “x” KBU + beban aktif
“O” berarti beban yang boleh “x” KBU + 1 beban “o” KBL
dikombinasi dengan beban aktif,
tunggal atau seperti ditunjukkan.
CATATAN 1 Perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban
yang tidak tercantum dalam tabel untuk mana jembatan-jembatan tertentu
mungkin menjadi kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi
yang wajar terjadi bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana
harus menghitung pengaruh pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan
salah satu aksi yang memberi kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara
wajar bisa diabaikan.
CATATAN 2 Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X
untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh.
Butir dengan tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah
diturunkan harganya.
CATATAN 3 Dalam keadaan batas ultimit pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk
kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir
dengan tanda o dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang
besarnya sama dengan beban daya layan.
CATATAN 4 Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan.
Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana
maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya.
CATATAN 5 Tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara
bersamaan untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu-lintas
vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem.
CATATAN 6 Pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam
jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan.
Gesekan pada perletakan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur
akan tetapi arah aksi dari gesekan pada perletakan akan berubah, tergantung
kepada arah pergerakan dari perletakan atau dengan kata lain, apakah
temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada
keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan
demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya
layan.
CATATAN 7 Gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya
memberikan pengaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal
pada perletakan tersebut.
CATATAN 8 Semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama
CATATAN 9 Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.
CATATAN 10 Beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit.
CATATAN 11 Pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.

2.2.6 Fracture Critical Member


FHWA, 2006 mendefinisikanFracture Critical Member (FCM) adalah
komponen jembatan baja dengan tegangan tarik atau komponen yang mempunyai
bagian yang bertegangan tarik, yang mana kegagalan batang tersebut akan
menyebabkan keruntuhan sebagian atau keseluruhan jembatan tersebut.
26

Menurut FHWA, 2006 suatu batang dikatakan FCM haruslah memenuhi dua
kriteria yaitu :
1. Komponen tersebut merupakan komponen tarik atau komponen yang
memungkinkan ada bagian yang bertegangan tarik. Elemen tersebut meliputi :
a. Komponen bertegangan tarik (axial tension),
b. Komponen bertegangan tekan (axial compression) bila memungkinkan
adanya efek tekuk,
c. Komponen bertegangan geser (shear),
d. Komponen balok (flexure),
e. Komponen torsi (torsion).
2. Batang tersebut apabila runtuh akan mengakibatkan keruntuhan sebagian atau
keseluruhan jembatan. Daerah kritis tersebut dikenali melalui redundancy
komponen yang bersangkutan.

Evaluasi FCM digunakan untuk mengindentifikasi dan mengelompokan


jembatan dengan FCM. Analisa struktur dengan mempertimbangkan beberapa faktor
digunakan untuk menentukan derajat kekritisan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kekritisan batang FCM menurut FHWA, 1986 adalah sebagai berikut:

1. Derajat redudansi,
2. Tegangan batang akibat beban hidup,
3. Kerawanan material untuk retak atau patah,
4. Kondisi spesifik batang FCM,
5. Detil desain fatik batang FCM, dan
6. Riwayat dan prediksi jumlah dan berat beban.

2.2.7 Redundancy
FHWA, 2006 mendefinisikan Redundancy sebagai kondisi struktur dimana
lebih banyak komponen pendukung dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk
stabilitas. Komponen ber-redundancy berarti komponen tersebut apabila terjadi
keruntuhan beban yang ditanggungnya masih dapat disalurkan kepada komponen
yang lain. Komponen yang menerima beban peralihan tersebut, untuk sementara
waktu, mampu menahannya guna mencegah jembatan runtuh.
27

Redundancy secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu :


a. Redundancy jalur beban (load path redundancy)
b. Redundancy struktural (structural redundancy)
c. Redundancy internal

a. Redundancy jalur beban (load path redundancy)


Beberapa jembatan didesain dengan tiga atau lebih komponen yang
menyalurkan beban hal tersebut dinamakan Redundancy Jalur beban. Apabila satu
komponen runtuh maka beban akan disalurkan pada komponen pendukung yang lain.
Contoh dari Redundancy Jalur beban adalah jembatan dengan banyak balok girder
seperti yang terlihat pada Gambar 2.08.

Gambar 2.08 Jembatan dengan Banyak Balok Girder (FHWA, 2006)

b. Redundancy Struktural (structural redundancy)


Jembatan yang didesain dengan menyediakan kesinambungan alur beban dari
bentang ke bentang disebut Redundancy Struktural. Jembatan dengan bentang
menerus yang tersusun tiga atau lebih bentang terlihat pada Gambar 2.09.
Tidak semua jembatan dengan konstruksi tersebut dapat disebut Redundancy
Struktural. Penentuannya harus dengan bantuan model struktur. Bentang ujung pada
jembatan redundancy struktural tidak termasuk kategori tersebut.
28

Gambar 2.09 Jembatan dengan Bentang Menerus (FHWA, 2006)

c. Redundancy internal
Komponen redundancy internal terdapat pada jembatan yang mempunyai
tiga atau lebih komponen diikat/menyatu sehingga banyak jalur beban yang
terbentuk. Contoh dari redundancy internal seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10
dan 2.11

Gambar 2.10 Internal Redundancy pada Besi Profil I yang Dikeling (FHWA, 2006)

Gambar 2.11 Internal Redundancy pada Besi Profil Kotak yang Dikeling
(FHWA, 2006)
29

2.2.8 Mekanisme Kegagalan


FHWA, 2006 mendefiniskan Mekanisme kegagalan sebagai proses kegagalan
ketika suatu komponen mengalami kelelahan (fatique). Menurut FHWA, 2006
mekanisme kegagalan suatu mempunyai tiga tahapan, yaitu :
1. Timbulnya retak
Retak pada umumnya timbul dari suatu titik dimana tegangan terkonsentrasi.
Keadaan yang paling kritis yang dapat menimbulkan retak adalah kombinas beban
sebagai berikut :
a. Tegangan tinggi yang terkonsentrasi pada sayap (High stress concentrations due
to flaws).
b. Tegangan tinggi yang terkonsentrasi pada detil sambungan (High stress
concentrations due to connection details).
c. Tegangan tinggi yang terkonsentrasi gangguan pada puntir (High stress
concentrations due to out-of-plane distortions).
2. Meluasnya retak
Sesudah retak timbul dan terdapat tegangan yang berulang maka keretakan
akan semakin meluas. Sejalan dengan waktu keretakan akan semakin meluasnya dan
mencapai ukuran kritis sehingga memungkinkan komponen tersebut patah.
3. Patah
Ketika luas retakan mencapai ukuran kritis dan komponen tersebut patah
menjadi dua bagian. Patahnya komponen FCM akan menyebabkan sebagian atau
keseluruhan struktur menjadi runtuh.

2.2.9 Analisa Kelelahan Material


SNI T 03-2005 mensyaratkan pada sebuah siklus tegangan, besarnya
tegangan rencana tidak boleh melebihi fy dan batas variasi tegangan tidak boleh
melebihi 1,5 fy.
SNI T 03-2005 menggambarkan grafik hubungan S-N untuk tegangan biasa
pada beberapa kategori detil seperti pada Gambar 2.12. kategori detil struktur dibagi
menjadi 4 kelompok. Pengelompokan tersebut terdiri atas:

1. Kelompok 1 – Detil tanpa las bahan polos dan pelat yang dibaut
2. Kelompok 2 – Detil las – bukan penampang berongga
30

3. Kelompok 3 – Detil las - penampang berongga


4. Kelompok 4 – Baut.
Masing-masing kelompok tersebut masih dibagi lagi menjadi beberapa detil.

Gambar 2.12 Kurva Hubung S-N (SKSNI T 03-2005)

Pada Gambar 2.12 digambarkan batas fatik variasi tegangan tetap, batas
untuk
tidak fatik dan kekuatan fatik. Penilaian fatik tidak diperlukan untuk unsur,
sambungan atau detil apabila rencana batas variasi tegangan normal dan geser f*
memenuhi:

f* < 26 Mpa (2.06)


atau bila jumlah siklus tegangan Nsc memenuhi:

nsc < 2 x 106 ( ) Mpa (2.07)


31

dimana:
f* = batas variasi tegangan rencana,
nsc = jumlah siklus tegangan.
Kekuatan fatik yang belum dikoreksi ff, untuk tiap kategori detil fm yang
memikul tegangan normal ditentukan oleh Rumus 2.08 dan 2.09 sebagai berikut:

f 3f = 2 x 106 ( ) jika nsc ≤ 5 x 106 (2.08)

f 5f = 1 x 108 ( ) jika 5 x 106 < nsc ≤ 106 (2.09)

dimana:
f1 , f3 , f5 = nilai yang diberikan Gambar 2.12 untuk tiap kategori detil,
nsc = jumlah siklus tegangan.
Batas variasi tegangan rencana f * pada tiap titik struktur yang hanya memikul
siklus batas variasi tegangan tetap harus memenuhi Rumus 2.10.

( )
( )
≤ 1,0 (2.10)

dimana:
nsc = jumlah siklus tegangan,
nr = junlah siklus tegangan fc,
f* = batas variasi tegangan rencana,
fc = batas kekuatan fatik yang direduksi,
 = faktor reduksi kekuatan fatik (bernilai 1,0 atau 0,7),
s = nilai yang diberikan pada Gambar 2.12.

Nilai faktor reduksi () mempunyai nilai 1,0 dengan syarat kondisi rencana
sebagai berikut:

a. Detil terletak pada jalur beban yang tidak perlu.


b. Riwayat tegangan diperkirakan secara konvensional
c. Detil memberikan informasi yang baik untuk pelaksanaan pemeriksaan yang
teratur.
Apabila syarat kondisi tersebut tidak terpenuhi maka faktor reduksi ()
mempunyai nilai 0,70.
32

Akumulasi kerusakan fatik suatu struktur ditentukan dengan Rumus :

∑ ≤ 1,00 (2.11)

 = akumulasi kerusakan fatik,


nsc = jumlah siklus tegangan,
nr = junlah siklus tegangan rencana.

Fisher, et all, 1970 dalam Hsin-Yang Chung, et all, 2003 menyatakan bahwa
pemeriksaan selanjutnya disarankan dilaksanakan ketika struktur mempunyai
akumulasi kerusakan fatik 75%. Pada saat itu dimungkinkan telah adanya retak
pertama akibat fatik. Jadi jangka waktu pemeriksaan selanjutnya disarankan ketika :

∑ = 0,75 (2.12)

dimana:
 = akumulasi kerusakan fatik,
nsc = jumlah siklus tegangan,
nr = junlah siklus tegangan rencana.
.
Pendapat lain mengenai kemungkinan terjadinya retak ialah ketika akumulasi
fatik mencapai 0,8 dimungkinkan terjadi retak pada Jembatan Baja, pemeriksaan
lapangan dan analisa detail kritis sangat diperlukan (Radu Bancilia, et all, 2004).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jembatan Bandar Kota Kediri

Jembatan Bandar Kota Kediri merupakan salah satu diantara 4 jembatan


Umum dan 1 Jembatan diatas Bendung Gerak yang ada di Kabupaten dan Kota
Kediri. Empat jembatan tersebut adalah Jembatan Pabrik Gula Mrican (rusak dan
ditutup total), Jembatan Lama (hanya untuk kendaraan ringan), Jembatan Bandar dan
Jembatan Semampir. Hanya Jembatan Bandar dan Semampir yang dapat dilalui
kendaraan berat.
Jembatan Bandar merupakan jembatan rangka baja tipe Callendar Hamilton
dan dibangun tahun 1973. Kondisi Jembatan yang tidak terlindungi, mengakibatkan
terkena paparan cuaca dan hujan. Usianya yang lebih dari 38 tahun memungkinkan
terjadinya penurunanan kondisi.
Jembatan Bandar terletak 100 meter didekat perempatan Jalan Panglima
Sudirman, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Bandar Ngalim.
Posisi perempatan tersebut berada di dekat Alun-Alun, Masjid Agung, pertokoan
(Dhoho Plaza, Top FO) dan perkantoran (Pemkab Kediri). Kondisi tersebut
menjadikan lalu lintas disekitarnya padat dan terkadang macet sampai dengan diatas
jembatan. Peta dan kondisi lalu lintas di Jembatan Bandar dapat dilihat pada Gambar
3.1 dan 3.2.
Data umum Jembatan Bandar adalah sebagai berikut:

a. Nama : Jembatan Bandar Kota Kediri.


b. Lokasi : Jalan Bandar Ngalim Desa Bandar Kidul Kecamatan
Bandar Kota Kediri.
c. Pengelola : SNVT Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Jawa
Timur di Kediri.
d. Tahun Pembangunan : 1973 (wawancara pengelola).
e. Tipe : Rangka Baja Callendar Hamilton.
f. Pemeliharaan terakhir : 2007.

33
34

Gambar 3.01 Peta Sekitar Jembatan Bandar

Gambar 3.02 Kondisi Lalu Lintas di Jembatan Bandar.


35

3.2 Instrumen Penelitian

Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Meteran.
Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi jembatan misalnya bentang
jembatan, panjang batang, jarak antar batang dsb.

b. Jangka Sorong Milimeter.


Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi bagian jembatan yang sifatnya
sangat detil misalnya tebal flange batang, panjang retakan dsb.

c. Kamera digital.
Alat ini digunakan untuk mengambil gambar (dokumentasi) kondisi kerusakan
yang terjadi pada jembatan.

3.3 Langkah-Langkah Penelitian

Guna mempermudah proses penelitian maka penelitian ini dibagi dalam


beberapa tahapan, yaitu: 1) tahap pengumpulan data; 2) tahap pemodelan dan analisa
struktur data; 3) tahapan perumusan metode penilaian; 4) tahapan survei kondisi; 5)
tahapan analisa kelelahan struktur atas jembatan; 6) tahap penilaian kondisi; 7) tahap
pemilihan waktu pemeriksaan selanjutnya; 8) tahap konsep rehabilitasi.

1. Tahap Pengumpulan Data.


Dalam tahapan ini meliputi kegiatan pengambilan data baik data primer
maupun data sekunder.

a. Data primer,
Data primer diperoleh dari survei langsung di lokasi baik berupa data visual
dan pengukuran di lapangan. Data primer tersebut adalah dimensi jembatan,

b. Data sekunder,
Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait Balai Pemelihara Jalan Jawa
Timur. Data tersebut antara lain:

1) Gambar standar jembatan Callender Hamilton.

2) Peraturan terkait jembatan baja.


36

2. Tahap pemodelan dan Analisa Struktur.


Dari data pengukuran dan gambar standar, dibuatlah pemodelan struktur
dengan software SAP2000. Pemodelan dan analisa tersebut berguna untuk
menentukan batang/komponen jembatan yang termasuk komponen FCM. Pemodelan
ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) T-02-2005 tentang Standar
Pembebanan untuk Jembatan dan Standar Nasioanl Indoneia (SNI) T-03-2005
tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.

3. Tahap perumusan metode penilaian.


Perumusan metode penilaian diadaptasi dari hasil studi dari Michael J. Park, et
all, 2010. Mempertimbangkan bahwa metode tersebut dibuat di Amerika Serikat,
dilakukan penyesuaian sesuai kondisi umum jembatan rangka baja di Indonesia.
Selain itu pengkategorian komponen FCM hasil pemodelan juga menjadi acuan
dalam perumusan penilaian kondisi jembatan studi.

4. Tahap survei kondisi


Survei kondisi dilakukan untuk mendapatkan data yang diperlukan pada tahap
5 dan tahap 6. Data tersebut adalah:
1) Jumlah kendaraan berat yang lewat jembatan,
2) Jenis detil fatik,
3) Data kondisi dan kerusakan jembatan

5. Tahap Analisis Kelelahan Struktur Atas Jembatan


Berdasarkan survei kondisi, data yang diperoleh digunakan untuk menghitung
umur jembatan berdasarkan analisis kelelahan material.

6. Tahap Penilaian Kondisi


Berdasarkan metode penilaian FCM dilakukan penilai kondisi Jembatan
Bandar. Hasil dari penilaian kondisi ini untuk menentukan waktu pemeriksaan
selanjutnya.

7. Tahap Pemilihan Waktu Pemeriksaan Selanjutnya.


Dipilih waktu pemeriksaan selanjutnya tersingkat antara hasil analisis kelelahan
material dengan hasil metode penilaian FCM. Waktu tersebut dijadikan acuan untuk
pemeriksaan selanjutnya pada Jembatan Bandar.
37

8. Tahap Konsep Rehabilitasi


Tahap ini dilakukan apabila dalam tahap survei dan penilaian kondisi
ditemukan kondisi yang tidak memuaskan. Konsep rehabilitasi yang diusulkan sesuai
dengan Pedoman Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callendar Hamilton.
Konsep yang diajukan tidak menyangkut pada perhitungan kekuatan yang diusulkan.
Selain itu diajukan pula konsep rehabilitasi dan pemeliharaan kerusakan pada
batang FCM.
38

3.4 Bagan Alir Penelitian

MULAI

Studi Literatur Data Sekunder:


Data Primer:
- Gambar Standar
- Dimensi
- Spesifikasi teknis

SNI T-02-2005
SNI T-03-2005
PPJCH, 2008 Tahap 2:
Pemodelan dan Analisa Struktur untuk
menentukan Batang FCM

Tahap 3:
Michael J Par, dkk
Rumusan Metode
2010
Pemeriksaan Jembatan

Tahap 4:
Survey Kondisi:
- Jumlah Kendaraan
- Detil fatik
- Kondisi dan kerusakan
Tahap 5:
Tahap 6:
Analisa kelelahan
Penilaian Jembatan
material

Tahap 7:
Pilih waktu pemeriksaan
selanjutnya tersingkat antara
Tahap 5 dan Tahap 6

PPJCH 2008 Tahap 8:


Konsep Perbaikkan

Selesai
Keterangan:

FCM = Fracture Critical Member


BMS = Bridge Management System
SNI = Standar Nasional Indonesia
PPJCH = Pemeriksaan dan Pemeliharaan Jembatan
Calender Hamilton

Gambar 3.03 Bagan Alir Penelitian.


BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemodelan Struktur

Langkah awal dari penelitian ini adalah pemodelan struktur. Pemodelan


struktur tersebut untuk mengetahui batang FCM, tegangan pada batang dan variasi
tegangan yang terjadi. Selain itu juga mengetahui perilaku struktur secara
menyeluruh. SAP2000 versi 14.0.0 digunakan untuk memudahkan pemodelan
struktur. Secara umum langkah-langah dalam pemodelan struktur adalah sebagai
berikut:

1) Setting awal software SAP2000,


2) Membuat geometri model struktur,
3) Mendefinisikan material, struktur dan pembebanan,
4) Mengaplikasikan material, struktur dan pembebanan pada geometri model
struktur,
5) Proses analisis model struktur oleh komputer,
6) Pembacaan hasil analisis pemodelan.

4.1.1 Data Teknis Jembatan


Jembatan Bandar Kota Kediri bertipe jembatan Callender Hamilton through
type mempunyai tiga bentang dengan panjang tiap bentang 50,29 meter. Jembatan
tersebut mempunyai data teknis sebagai berikut:

1) Nama Jembatan : Jembatan Bandar Kota Kediri;


2) Tahun Pembangunan : 1973 (wawancara pengelola);
3) Bangunan Atas (super structure)
Tipe : Rangka Baja Callendar Hamilton B-15A 50,29 m;
Jumlah Bentang : 3 buah;
Panjang tiap bentang : 50,29 meter;
Lebar jalan :7,0 Meter;

39
40

Trotoar : 2 Sisi @ 1,0 Meter;


Panjang panel : 4,572 meter;
Tinggi panel : 4,572 meter;
4) Bangunan bawah (substructure)
Kepala jembatan : Beton bertulang;
Jumlah pilar : 2 buah;
Abutment : Dinding penuh;
5) Kelas pembebanan Bina Marga: kelas A muatan lantai dan rangka 100%;
6) Spesifikasi material baja struktural
a. Profil tipikal baja siku :
Tipe B 10 memakai baja siku 100.100.10;
Tipe B 15 memakai baja siku 150.150.10;
Tipe D 5 terdiri dari besi kanal dan batang bawah besi siku;
b. Tegangan leleh dan ijin:
Baja yang digunakan untuk batang primer adalah Brtitish Standard BS 4360
grade 55C, sedangkan batang sekunder (ikatan angin) dan gelagar melintang
adalah grade 50B dan baja lain digunakan grade 43A;
Gelagar induk memakai grade 55C. Tegangan leleh = 430 N/mm2 ;
Gelagar memanjang/melintang memakai grade 50B. Tegangan leleh =
350 N/mm2;
Batang-batang sekunder memakai grade 43A. Tegangan leleh = 250 N/mm2 ;
Spesifikasi selengkapnya ditabelkan pada Tabel 4.01 dibawah ini.

Tabel 4.01 Spesifikasi Bahan Baja sesuai BS 449 (Pedoman 013/BM/2008)


y (leleh)  ijin  geser  tumpuan  tekan
Grade 2 2 2 2
(N/mm ) (N/mm ) (N/mm ) (N/mm )
55 C 430 380 170 320 Tergantung
50 B 350 320 140 260 profil baja dan
43 A 250 165 100 190 panjang tekuk

Sesuai dengan gambar standar pekerjaan jalan dan jembatan no.


013/BM/2008, tampak samping jembatan digambarkan pada Gambar 4.01, bagian-
bagian rangka atas dan bawah jembatan digambarkan pada Gambar 4.02 dan
41

setengah potongan ujung jembatan digambarkan pada Gambar 4.03. Gambar standar
jembatan CH yang lain dapat dilihat pada lampiran A

Gambar 4.01 Tampak Samping Jembatan (Pedoman 013/BM/2008).

Gambar 4.02 Bagian Rangka Atas dan Bawah Jembatan (Pedoman 013/BM/2008).

Gambar 4.03 Setengah Potongan Ujung Jembatan (Pedoman 013/BM/2008).


42

4.1.2 Pembebanan Jembatan Bandar


Kondisi pembebanan pada Jembatan Bandar dimodelkan dengan software
SAP2000. Pemodelan menggunakan Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI T-02-
2005. Berdasarkan SNI T-02-2005, menurut sumbernya aksi-aksi (beban,
perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokan atas: aksi tetap, beban lalu lintas,
aksi lingkungan dan aksi-aksi lainnya. Aksi-aksi tersebut pada Jembatan Bandar akan
diuraikan berikut:

4.1.2.1 Aksi dan Beban Tetap

Aksi dan beban tetap pada Jembatan Bandar terdiri dari: berat sendiri bahan
jembatan dan beban mati tambahan.

A. Berat Sendiri (PMS)


Bangunan atas Jembatan Bandar merupakan jembatan rangka yang terbuat dari
baja, sedangkan lantai jembatan terbuat dari beton. Berat jenis masing-masing bahan
terdapat pada Tabel 4.02. Pembebanan akibat berat sendiri terhadap struktur dapat
dihitung langsung oleh SAP dengan hanya memasukkan berat isi material tersebut.

Tabel 4.02 Berat Sendiri Struktur Jembatan Bandar.

Bahan Berat/Satuan Isi Kerapatan Masa


No.
(kN/m3) (kg/m3)
1 Aspal beton 22.0 2240
2 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
3 Baja 77.0 7850
4 Air murni 9.8 1000

B. Beban Mati Tambahan (PMA)


Beban mati tambahan yang diperhitungkan dalam pembebanan Jembatan
Bandar meliputi beban lapisan aspal, genangan air, sandaran, berat tanda, lampu,
pipa drainase. Beban mati tambahan tidak dapat dihitung langsung oleh SAP2000
dikarenakan beban tersebut beban tambahan, sehingga harus diinputkan secara
manual sebagai beban mati. Perhitungan beban mati tambahan yang diinputkan pada
SAP2000 dapat dilihat pada Lampiran B
43

Tabel 4.03 Beban Mati Tambahan Jembatan Bandar

No. Beban Berat Isi (kN/m3) Tebal (m) Berat (kN/m2)


1 Trotoir 3,00
2 Lapisan aspal 22,00 0,100 2,20
3 Genangan air 9,80 0,50 0,49
4 Penghalang tabrakan (sandaran) 0,66 (kN/m) - 0,66 (kN/m)
5 Lain-lain (di atas trotoir) 0,5 (kN/m) - 0,5 (kN/m)

4.1.2.2 Aksi transien

Beban aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat
berulang ulang. Beban aksi transien pada Jembatan Bandar yang diperhitungkan pada
studi ini meliputi: beban lalu lintas (beban lajur “D” dan beban “T”), Gaya rem, dan
Pembebanan untuk Pejalan Kaki.

A. Beban lalu Lintas


1) Beban Lajur “D” (TTD)
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang
sebenarnya. Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi rata dan garis terpusat:
- Beban Terbagi Rata
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani L. Pada Jembatan Bandar dengan
bentang L= 50,29 m, maka berdasarkan Rumus 2.02

 15   15 
q = 8,0  0,5   kPa = 8,0  0,5   kPa
 L  50,29 

q = 7,2 kPa atau sama dengan 7,2 kN/m2.

- Beban Garis Terpusat


Beban garis terpusat (BGT) mempunyai intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah
49,0 kN/m ( SNI T-02-2005).
44

Kedua beban tersebut bekerja 100% pada bidang selebar 5,5 (2 x 2,75) meter.
Sisa bidang yang lain memperoleh beban 50%. Pembagian beban dapat dilihat
seperti Gambar 4.04 dan 4.05.

Gambar 4.04 Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat.

Gambar 4.05 Alternatif Posisi Beban Terbagi Rata dan Terpusat.

2) Pembebanan truk “T”


Menurut SNI T-02-2005 Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk
semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar
4.06. Beban truk “T” tersebut merupakan beban truk standar dengan jumlah berat 50
ton (500 KN) dengan susunan pembebanan tersebut.

Gambar 4.06 Penyebaran Pembebanan ”D”Arah Melintang (SNI T-02-2005)


45

3) Faktor Beban Dinamis.


Faktor beban dinamis (FBD) merupakan beban tambahan beban lalu lintas
sebagai akibat hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan.
Dikarenakan ketiga bentang mempunyai panjang bentang yang sama maka
Le (Panjang Efektif) = panjang bentang = 50,29 m. FBD diambil 30% beban T, untuk
beban T, (SNI T-02-2005). Sesuai grafik pada Gambar 2.05 beban D diambil FBD
sebesar 40% (untuk Le = 50,29 m).

Perhitungan besarnya beban T:


Beban T = T x (1 + FBD)
Tekanan pada jalan akibat ban depan = 25 x ( 1 + 0,3) = 32,5 kN
Tekanan pada jalan akibat ban tengah dan belakang = 112,5 x ( 1 + 0,3) = 146,25 kN

Perhitungan besarnya beban D :


Lebar lajur Jembatan Bandar 7 m, tanpa median. Untuk lebar lajur > 5,5 m:
Untuk jalur tepi (selebar 2 sisi @ 0,75 m)

BTR = 50% q x (1 + FBD)


= 0,5 x 7,2 x ( 1 + 0,4) = 5,04 kN/m2
BGT = 50% p x (1 + FBD)
= 0,5 x 49 x ( 1 + 0,4) = 34,3 kN/m

Beban jalur tengah (selebar 5,5 m)

BTR = 100% q x (1 + FBD)


= 1,0 x 7,2 x ( 1 + 0,4) = 10,08 kN/m2
BGT = 100% p x (1 + FBD)
= 1,0 x 49 x ( 1 + 0,4) = 68,6 kN/m

B. Gaya Rem (TTB)


Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya
memanjang. Gaya ini tidak tergantung lebar jembatan. Berdasarkan SNI T-02-2005
pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D
yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas.
46

Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan
dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.
Perhitungan besarnya beban akibat gaya rem (TTB).
TTB = 5% x (BTR + BGT)
1) Beban jalur tepi

TTBTp = 5% x (BTR + BGT)


= 5% x ( qBTR x L + BGT) x b
= 5% x ( 5,04 x 50,29 + 34,3) x 1,5
= 5% x 431,6 = 21,6 kN
2) Beban jalur tengah

TTBTe = 5% x (BTR + BGT)


= 5% x ( qBTR x L + BGT) x b
= 5% x ( 10,08 x 50,29 + 68,6) x 5,5
= 5% x 3165 = 158,2 kN
Total TTB = TTBTp + TTBTe
= 21,6 + 158,2 = 179,8 kN
Terdapat 24 buhul perbuhul = 7,5 KN

C. Pembebanan untuk Pejalan Kaki (TTP)


Intensitas beban akibat pejalan kaki pada jembatan diambil berdasarkan luasan
per meter persegi yang dibebani sesuai Gambar 5.10 di bawah ini.

Gambar 4.07 Pembebanan untuk Pejalan Kaki ( SNI T-02-2005)


47

Pada Jembatan Bandar pejalan kaki bekerja pada totoarnya termasuk trotoar
yang dipasang pada bangunan atas jembatan dengan lebar 1,00 m sepanjang bentang
50,29 m. Luasan yang terbebani = 1,00 x 50,29 = 50,29 m2.Berdasarkan Gambar
4.07 didapatkan intensitas beban pejalan kaki = 3,75 kPa atau 3,75 kN/m2. Beban ini
hanya bekerja diatas trotoir.

4.1.2.3 Beban Lingkungan

Beban lingkungan yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah beban


lingkungan akibat pengaruh temperatur dan angin.

A. Beban Akibat Temperatur (TET)


Temperatur udara di sekitar jembatan akan berpengaruh pada kembang-susut
material jembatan. Pada kasus Jembatan Bandar lantainya merupakan sistem lantai
beton diatas gelagar dan rangka baja. Sehingga sesuai Tabel 2.05 maka temperatur
jembatan rata-rata minimum = 15C dan temperatur jembatan rata-rata maksimum
40C. Perbedaan temperatur 15oC (sesuai perencanaan awal), nilai modulus
elastisitas baja (Es) sebesar 200.000 MPa dan koefisien muai baja (α) sebesar 12 x
10-6 per oC ( SNI T-02-2005).
Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan
temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang
pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh
permukaan jembatan diwaktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal
untuk Jembatan Bandar diberikan dalam Gambar 4.08

Gambar 4.08 Gradien Temperatur Jembatan Bandar ( SNI T-02-2005)


48

B. Beban angin (TEW)


Kecepatan angin merupakan beban yang bekerja merata pada struktur atas
jembatan. Pada Jembatan Bandar yang berlokasi lebih dari 5 km dari pantai
kecepatan angin (Vw) yang digunakan menurut SNI T-02-2005 adalah sebesar 25
m/dt untuk batas layan dan 30 m/dt untuk batas ultimit.
Besaran beban angin bergantung pada nilai koefisien seret (CW) dan luas
ekuivalen penampang samping jembatan (Ab).
Nilai CW diperoleh dengan melihat perbandingan nilai lebar jembatan secara
keseluruhan (b) terhadap tinggi bangunan atas (d) dan jenis bangunan atas. Sesuai
Tabel 2.08 untuk bangunan atas rangka diperoleh nilai CW = 1,2.
Beban Angin =
TEW1 = 0,0006 x Cw x (Vw)2 x Ab
Untuk jembatan Bandar nilai :

Cw = 1,2
Vw = 25 m/dt
Ab = 30% x (0,5 x (45,72+50,29) x 4,572) = 65,84 m2
Maka

TEW1 = 0,0006 x 1,2 x (25)2 x 65,84


= 29,628 kN

Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan
arah horisontal di permukaan lantai.
TEW2 = 0,0012 x Cw x (Vw)2 x Ab
Untuk jembatan Bandar nilai :
Cw = 1,2
Vw = 25 m/dt
Ab = 30% x (0,5 x (45,72+50,29) x 4,572) = 65,84 m2
Maka
TEW2 = 0,0012 x 1,2 x (25)2 x 65,84
= 59,256 kN
Beban total angin dirumuskan:
TEW = TEW1 + TEW2
49

= 29,628 kN + 59,256 kN
= 88,884 kN (sepanjang bentang)
Gaya angin total tersebut dibagi merata pada seluruh buhul jembatan (53
buhul), maka setiap buhul menerima beban horisontal 1,68 kN.

4.1.2.4 Kombinasi Pembebanan

Pemodelan digunakan untuk mengetahui variasi tegangan (amplitudo


tegangan) yang terjadi berulang-ulang dan selanjutnya digunakan sebagai dasar
dalam analisis kelelahan material batang. Sehingga kombinasi pembebanan yang
digunakan adalah kombinasi beban pada keadaan layan. Batas daya layan adalah
kemampuan material elemen struktur menahan beban yang bekerja.
Dari berbagai pembebanan yang terjadi di Jembatan Bandar maka kombinasi
pembebanan yang diperhitungkan ditabelkan pada Tabel 4.04.

Tabel 4.04 Faktor Kombinasi Beban Jembatan Bandar yang Dihitung.


Combo
Aksi (beban)
1 2 3 4 5 6 7 8
Aksi Permanen :
Berat sendiri 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Beban mati tambahan
Aksi Transien : 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
1,0 1,0 1,0
Beban D“ dan TTB
Gaya rem 0,7 0,5 0,5
Beban pejalan kaki 0,7 0,5 0,5
Pengaruh suhu 0,7
Beban angin 0,7 0,5 0,5

4.1.3 Memasukkan Data Teknis dan Pembebanan pada SAP2000


Setelah data teknis dan pembebanan diketahui, langkah selanjutnya adalah
memasukan data tersebut pada software SAP2000.

4.1.3.1 Setting Awal Software

Setting awal software dillakukan untuk menyesuaikan satuan, jenis struktur,


dan grafitasi pada program dengan satuan yang digunakan pada Jembatan Bandar.
50

Satuan standar yang digunakan berturut-turut untuk gaya, panjang dan suhu adalah
KN, mm dan C.
Setting jenis struktur yang dimodelkan adalah jembatan dengan mencentang
menu request module licenses  bridge.

4.1.3.2 Inputan Geometri Jembatan.

Pada bagian ini memasukkan data geometri jembatan. Gambar detil jembatan
diambil dari Pedoman No. 04/BM/2005 tentang Gambar Standar Pekerjaan Jalan dan
Jembatan yang diterbitkan Dirjen Bina Marga. Tampak samping jembatan
digambarkan pada Gambar 4.01, bagian-bagian rangka atas dan bawah jembatan
digambarkan pada Gambar 4.02 dan setengah potongan ujung jembatan digambarkan
pada Gambar 4.03.
Sesuai dengan gambar tersebut dimasukkan data geometri jembatan pada
SAP2000 sehingga tergambar pada Gambar 4.09. Pemodelan jalur lalu lintas
diinputkan dengan menu bridge wizard. Gambar pemodelan jalur lalu lintas dapat
dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.09 Gambar 3D Geometri Jembatan pada SAP2000.


51

Gambar 4.10 Gambar Jalur Lalu Lintas Jembatan pada SAP2000.

4.1.3.3 Inputan Material dan Frame

Memasukkan data material digunakan menu define material. Data penampang


profil rangka digunakan menu define section propeties. Khusus untuk lantai jembatan
digunakan menu bridge deck.

4.1.3.4 Inputan Pembebanan dan Kombinasi Beban

Secara umum pembebanan menu diinputkan dengan menu assign load. Beban
lalu lintas diinputkan dengan menu bridge wizard vehicle. Data pembebanan
jembatan diinputkan dengan load patern sebagai berikut:

- Beban sendiri : dihitung langsung oleh SAP2000;


- Beban mati tambahan : Load patern Mati Tamb (dead);
- BTR dan BGT : Beban Vehicle Line Load patern Bridge Live Load;
- Beban Truk “T” : Beban Vehicle Truck Load patern Bridge Live Load;
- Gaya Rem : load patern Rem dengan tipe braking;
- Beban temperature : Suhu load patern temp grad; dan
- Beban Angin : Angin load patern wind.

4.1.3.5 Analisis Struktur.

Setelah semua inputan geometri, material dan pembebanan dimasukan. Maka


program dijalankan dengam menu run. Pada menu Analysis Option dipilih mode
space truss. Setelah itu run untuk semua jenis load cases. Hasil runing model
ditampilkan pada Gambar 4.11.
52

Gambar 4.11 Tampilan Running Model telah Selesai

4.1.4 Hasil Pemodelan


Hasil analisis pemodelan Jembatan Bandar berupa deformasi struktur
ditampilkan pada Gambar 4.12, sedangkan gaya normal pada batang ditampilkan
Gambar 4.13 dan gaya normal akibat beban berjalan ditampilkan pada Gambar 4.14

Gambar 4.12 Deformasi pada Model Struktur pada SAP2000.

Gambar 4.13 Gaya Normal pada Model Struktur pada SAP2000.

Gambar 4.14 Gaya Normal akibat beban berjalan pada SAP2000.


53

Ringkasan hasil pemodelan struktur oleh SAP2000 ditampilkan pada Tabel


4.05. Hasil selengkapnya ditampilkan pada Lampiran C penelitian ini. Dari hasil
pemodelan pada semua aspek yang ditinjau tegangan/kondisi yang terjadi masih
dibawah tegangan/kondisi ijin. Jadi Jembatan Bandar dalam kondisi aman.

Tabel 4.05 Hasil Ekstrem pada Pemodelan Jembatan CH

No. Kriteria batang Maksimum Ijin Keterangan

1 Deformasi 1,38 cm 6,3 cm


2 Tegangan maks 501 319,24 MPa 430 MPa
3 Tegangan min 7 -331,56 MPa - 430 MPa
4 Tegangan var 19 408,13 MPa 645 MPa

4.1.5 Penentuan Batang FCM


Batang FCM adalah komponen jembatan baja dengan tegangan tarik atau
komponen yang mempunyai bagian yang bertegangan tarik, yang mana kegagalan
batang tersebut akan menyebabkan keruntuhan sebagian atau keseluruhan jembatan
tersebut. Kegagalan suatu batang pada jembatan sebagian besar (38,3%) ditentukan
oleh fatik (B. Kuhn Et all, 2008).
Batang FCM ditentukan apabila kegagalan batang tersebut akan menyebabkan
keruntuhan sebagian atau keseluruhan jembatan. Keruntuhan sebagian atau
keseluruhan struktur dapat dianalisis dengan pemodelan struktur. Suatu batang
dimodelkan kegagalan dengan cara menghilangkan batang tersebut dari model.
Kemudian dilakukan pengecekan terhadap batang-batang lain apakah terdapat batang
yang mempunyai tegangan melebihi tegangan ijin. Apabila terdapat batang yang
mempunyai tegangan melebihi tegangan ijin maka batang yang hilang tersebut
dikategorikan sebagai batang FCM.
Jembatan Callender Hamilton merupakan jembatan yang simetris maka batang
yang mempunyai posisi simetris terhadap sumbu center line mempunyai tegangan
yang sama. Dengan alasan tersebut batang yang simetris tersebut juga ikut
dikategorikan sebagai batang FCM. Hasil pemodelan akibat kegagalan suatu batang
ditampilkan pada Tabel 4.06.
54

Tabel 4.06 Hasil Pemodelan akibat kegagalan suatu batang

Nama Batang yang dianalisis


No. btg
Btg No. Btg Tipe Luas P Ket
gagal
gagal Frame cm2 KN MPa
1 2 3 4 5 6 7
1 B1 39 1L15 29 130,6 450,4 x
2 B2 40 2L15 58 309,0 532,7 x
3 B3 41 3L15 87 413,0 474,7 x
4 B4 42 3L15 87 468,3 538,3 x
5 B5 43 4L15 116 481,6 415,2 x
6 B6 44 4L15 116 486,4 419,3 x
56 D2 18 2L15 58 298,9 515,4 x
57 D4 19 1L15 29 205,0 706,9 x
58 D6 20 1L15 29 158,0 544,8 x
59 D8 21 1L15 29 98,3 338,9
60 D10 22 1L15 29 85,0 293,1
Keterangan:
teg ijin = 380 MPa
x = batang FCM

Sesuai Tabel 4.06 maka batang BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, D2, D4 dan
D6 dikategorikan batang FCM. Batang yang mempunyai posisi simetris terhadap
batang tersebut adalah BC7, BC8, BC9, BC10, BC11, D17, D19 dan D21.
Sehingga batang yang mempunyai kriteria tersebut diatas dikategorikan batang
FCM. Batang FCM tersebut adalah: 6 batang tarik diagonal bagian tepi yaitu D2,
D4, D6, D17, D19, D21; dan batang bawah yaitu BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6,
BC7, BC8, BC9, BC10 dan BC11. Posisi batang-batang tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.15.

Gambar 4.15 Batang FCM secara umum pada JCH 50,29 m.


55

4.2 Rumusan Metode Penilaian FCM

Metode penilaian FCM dalam studi ini digunakan untuk penilaian jembatan
rangka baja di Indonesia, tidak termasuk jembatan khusus (misal: jembatan gantung).
Metode ini melengkapi metode BMS, 1993 dengan menitik-beratkan pemeriksaan
pada pendekatan fracture critical member.

4.2.1 Metode Acuan


Metode yang diusulkan merupakan adaptasi dari metode penilaian hasil
penelitian Michael J. Parr, et all, 2010 yang disesuaikan dengan kondisi dan
peraturan di Indonesia. Tahap awal adaptasi metode ini adalah menilai jembatan
rangka baja secara umum di Indonesia dengan metode penilaian hasil penelitian
Michael J. Parr, et all, 2010. Kriteria yang secara umum dapat dinilai dilakukan
penilaian, kemudian kriteria tersebut dicoret dari rumusan. Kriteria yang belum dapat
dinilai secara umum dijadikan metode yang diusulkan. Penyesuaian nilai akhir
acuan, penentu jangka waktu pemeriksaan berikutnya, dilakukan dengan
menguranginya dengan nilai hasil penilaian jembatan rangka baja secara umum di
Indonesia. Metode penilaian ini dibagi dua tahapan, yaitu: tahap penyaringan dan
tahap penilaian

4.2.1.1 Tahap Penyaringan

Tahap penyaringan mempunyai delapan kriteria (Michael J. Parr, et all, 2010).


Penilaian masing-masing kriteria jika memenuhi persyaratan diberi nilai 5 poin.
Sehingga nilai maksimal 40 poin. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1) Apakah jembatan baru mengalami retrofit atau rehabilitasi dengan pendekatan


FCM.
2) Apakah jembatan mempunyai pin dan hanger.
3) Apakah jembatan mempunyai eyebar nonredudant.
4) Apakah jembatan terdapat plug welds atau backup bars yang tidak menerus.
5) Apakah jembatan dijumpai retak aktif akibat kelelahan material.
6) Apakah jembatan susceptibility to constraint induced fracture (CIF).
7) Apakah jembatan masing menyisakan permasalahan dalam pemeliharaan.
8) Bagaimana kondisi jembatan berdasarkan penilaian FHWA.
56

Pada tahap penyaringan ini berguna untuk menyaring jembatan-jembatan yang


rawan terhadap patah atau mempunyai batang FCM yang berstruktur rawan patah.
Jembatan-jembatan jenis tersebut direkomendasikan untuk selalu diperiksa 6 bulan
sekali dengan pendekatan FCM. Apabila syarat pada tahap penilaian terpenuhi maka
jangka waktu pemeriksaan selanjutnya maksimal 24 bulan.

Kedelapan kriteria tersebut dilakukan penilaian terhadap jembatan rangka baja


secara umum di Indonesia, maka kriteria nomor 3 dan 6 memenuhi syarat. Hal
tersebut dikarenakan jembatan rangka baja di Indonesia tidak terdapat eyebar tanpa
redudancy, dan berstruktur rawan patah/constraint induced fracture (CIF). Sehingga
kriteria yang masih dipergunakan sebagai metode usulan adalah kriteria nomor 1, 2,
4, 5, 7 dan 8 serta memperoleh skor 10. Hasil tahap penyaringan jembatan rangka
baja secara umum dapat dilihat pada Tabel 4.07

Tabel 4.07 Hasil penilaian jembatan CH tahap penyaringan


Score
No. Kriteria kondisi Score
Acuan
Jembatan tidak baru saja direhab. atau diretrofit
1.1 5 ?
pada batang FCM
1.2 Jembatan tidak ber-struktur pin dan hanger 5 ?
1.3 Jembatan tidak ber-struktur eyebar tanpa redudancy 5  5
Jembatan tidak ber-struktur las lubang dan backup
1.4 5 ?
bar yang terputus
1.5 Tidak ada retakan aktif akibat fatik 5 ?
Jembatan tidak ber-struktur yang rawan terhadap
1.6 5  5
patah (CIF)
1.7 Jembatan tidak menyisakan perawatan 5 ?
1.8 Nilai kondisi jembatan baik (NBI≥2; CoRe≥6) 5 ?
40 Jumlah 10 +
Catatan:
1. Nilai maksimal 40 poin.
2. Semua kriteria harus terpenuhi untuk melanjutkan ke tahap penilaian.
3. Apabila ada kriteria yang tidak terpenuhi maka pemeriksaan selanjutnya maksimal
24 bulan

4.2.2.2 Tahap Penilaian

Jembatan yang dapat dinilai pada tahap penilaian adalah jembatan yang telah
lolos tahap penyaringan. Jembatan yang tidak lolos pada tahap penyaringan maka
dalam tempo maksimal 24 bulan sudah harus dilakukan pemeriksaan ulang (Michael
J. Parr, et all, 2010).
57

Kriteria tahap penilaian terdiri 12 kriteria, yang masing-masing mempunyai


skor tertentu. Kriteria tersebut dan hasil penilaian pada jembatan rangka baja secara
umum di Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Jembatan didesain berdasarkan AASHTO/AWS dengan kontrol terhadap patah


batang.
- Dengan kontrol terhadap patah  20 poin;
- Tanpa kontrol terhadap patah  0 poin;
Jembatan rangka baja di Indonesia tidak didesain berdasarkan AASHTO/AWS
dengan kontrol terhadap patah batang sehingga kriteria ini tidak terpenuhi.
2) Lokasi jembatan menurut zona temperatur AASHTO.
- Zona 1 ( suhu terdingin ≥ -18C )  10 poin;
- Zona 2 (-19C ≥ suhu terdingin ≥ -34C )  5 poin;
- Zona 3 (-35C ≥ suhu terdingin ≥ -51C )  0 poin;
Iklim di Indonesia tidak dijumpai suhu terdingin ≤ -18C sehingga kriteria ini
termasuk zona 1 AASHTO dan memperoleh 10 poin.
3) Jumlah kendaraan standar (ADTTSL) yang lewat.
Penilaian :
- Perkiraan
ADTTSL ≤ 15  15 poin;
15 < ADTTSL ≤ 100  10 poin;
100 < ADTTSL ≤ 1000  5 poin;
ADTTSL ≥ 1000  0 poin;
- Aktual
ADTTSL ≤ 15  20 poin;
15 < ADTTSL ≤ 100  15 poin;
100 < ADTTSL ≤ 1000  7 poin;
ADTTSL ≥ 1000  0 poin;
Kriteria ini tergantung kondisi kelas jalan/kendaraan yang melewati jembatan.
Secara umum belum terdapat pengukuran secara aktual terhadap jumlah lalu-
lintas yang lewat jembatan. Data ADTTSL didapat dengan jalan pengukuran
beberapa hari kemudian didapat data untuk waktu yang diinginkan. Sehingga
58

data ADTTSL merupakan data perkiraan. ADTTSL merupakan kendaraan standar


pada SNI T-02-2005, atau kendaraan yang mempunyai beban gandar lebih 50 ton
(golongan 7).
4) Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar (ADTTSL = 0).
- ADTTSL = 0  20 poin;
- ADTTSL ≠ 0  0 poin;
Kriteria ini tergantung kondisi kelas jalan/kendaraan yang melewati jembatan.
Jembatan dengan ADTTSL = 0 merupakan jembatan yang dibatasi dengan
peraturan untuk tidak dilewati kendaraan standar berat dan hanya dilewati
kendaraan ringan saja.
5) Apakah batang FCM dibuat dari baja HPS (high perfomance steel).
- Batang kritis diproduksi dengan kontrol HPS  10 poin;
- Batang kritis diproduksi tanpa dengan kontrol HPS  0 poin;
Jembatan rangka baja di Indonesia secara umum belum diproduksi dengan
kontrol HPS (high perfomance steel) maka kriteria ini tidak memenuhi.
6) Nilai kondisi batang FCM.
- Terlindungi atau lingkungan tak korosif
NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 15 poin;
NBI = 6 atau CoRe = 3 7 poin;
NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 0 poin;
- Tak terlindungi atau lingkungan korosif
NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 10 poin;
NBI = 6 atau CoRe = 3 5 poin;
NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 0 poin;
Kriteria ini tergantung kondisi batang FCM pada jembatan yang dinilai.
7) Internal redudancy pada batang FCM.
- FCM dengan batang ganda (dengan analisis) 10 poin;
- FCM dengan batang ganda (tanpa analisis) 5 poin;
- FCM dengan tanpa batang ganda 0 poin;
Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
8) Structural redudancy pada batang FCM.
- Jembatan dengan redundansi struktur 10 poin;
59

- Jembatan tanpa redundansi struktur 0 poin;


Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
9) Sisa umur rencana.
- Aktual
Sisa umur ≥ 75 tahun  10 poin;
25 tahun < sisa umur ≤ 75 tahun  5 poin;
Sisa umur ≤ 25 tahun  0 poin;
- Perkiraan
Sisa umur ≥ 75 tahun  7 poin;
25 tahun < sisa umur ≤ 75 tahun  4 poin;
Sisa umur ≤ 25 tahun  0 poin;
Secara umum jembatan di Indonesia dirancang dengan umur rencana 50 tahun.
Umur rencana 75 tahun atau 100 tahun terdapat pada jembatan khusus ataupun
monumental. Kriteria ini tergantung kondisi jembatan yang dinilai.
10) Kategori jenis detil fatik.
- A, B atau B’  15 poin;
- C atau C’  10 poin;
- D  5 poin;
- E atau E’  0 poin;
Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
11) Adanya sambungan las jelujur pada batang kritis.
- Batang kritis tanpa las jelujur  5 poin;
- Batang kritis dengan las jelujur  0 poin;
Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
12) Pertimbangan dari pengelola atau ahli.
- Penilaian : maksimal 5 poin.
Kriteria ini berguna untuk mencakup hal-hal penting yang belum ada pada
kriteria-kriteria sebelumnya. Diperlukan pengalaman dari pengelola dan ahli
dalam memberi nilai pada kriteria ini. Kriteria ini tergantung kondisi jembatan
yang dinilai.
60

Hasil penilaian jembatan rangka baja di Indonesia secara umum diatas,


ditampilkan pada Tabel 4.08.

Tabel 4.08 Hasil penilaian jembatan CH tahap penilaian


Score
No. Uraian kondisi Score
Acuan
Jembatan didesain berdasarkan AASTO/AWS dengan
2.1 20 0 0
kontrol terhadap patah batang
2.2 Lokasi jembatan menurut AASHTO temperature zone
i. Suhu terdingin diatas -18° C 10  10
ii. Suhu terdingin diantara -18° C sampai -34° C 5
iii. Suhu terdingin dibawah -35° C 0
2.3 Jumlah kendaraan berat per jalur per hari (ADTT SL)
Perkiraan ?
ADTTSL ≤ 15 15
15 < ADTTSL ≤ 100 10
100 < ADTTSL ≤ 1000 5
ADTTSL ≥ 1000 0
2.4 4. Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar ?
ADTTSL = 0 20
ADTTSL ≠ 0 0
Apakah batang FCM dibuat dari baja HPS (high
2.5 10 0 0
perfomance steel)
2.6 Nilai kondisi batang FCM ?
Terlindungi atau lingkungan tak korosif
NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 15
NBI = 6 atau CoRe = 3 7
NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 0
Tak terlindungi atau lingkungan korosif
NBI ≥ 7 atau CoRe = 1 ; 2 10
NBI = 6 atau CoRe = 3 5
NBI ≤ 5 atau CoRe = 4; 5 0
2.7 Internal Redudancy pada Batang FCM ?
Ada Internal Redudancy dengan analisa 15
Ada Internal Redudancy tanpa analisa 7
Tanpa Internal Redudancy 0
61

Lanjutan Tabel 4.08


Score
No. Uraian kondisi Score
Acuan
2.8 Structural Redudancy pada Batang FCM ?
Ada Structural Redudancy 10
Tanpa Structural Redudancy 0
2.9 Sisa Umur Rencana ?
Sisa Umur ≥ 75 tahun 7
25 < Sisa Umur ≤ 75 tahun 4
Sisa Umur ≤ 25 tahun 0
2.10 Kategori Jenis Detil Fatik ?
Kategori A, B, atau B' 15
Kategori C atau C' 10
Kategori D 5
Kategori E atau E' 0
2.11 Terdapat Las jelujur (tack weld)
Tanpa las jelujur 5 ?
Terdapat las jelujur 0
2.12 Penilaian pemilik atau ahli. Maks. 5 ?
155 Jumlah 10 +
Catatan:

Jadi secara umum penilaian jembatan rangka baja di Indonesia memperoleh


nilai tahap penyaringan > 10 poin dan tahap penilaian > 10 poin. Sehingga bila
keduanya digabung akan diperoleh nilai > 20 poin. Cara penentuan waktu
pemeriksaan selanjut menurut Michael J. Parr, et all, 2010, ditabelkan pada Tabel
4.09

Tabel 4.09 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya (Michael J. Parr, et all,
2010)
No Poin Acuan Jangka Waktu Syarat
1. poin ≤ 85 6 bulan
2. 100 ≥ poin > 85 12 bulan
3. 120 ≥ poin > 100 24 bulan *
4. 135 ≥ poin > 120 48 bulan *
5. 165 ≥ poin > 135 72 bulan *
6. poin > 165 120 bulan *
Catatan:
* = Harus lolos tahap penyaringan
62

4.2.2 Metode Penilaian FCM yang Disesuaikan


Kriteria yang diusulkan merupakan hasil peneltian Michael J. Parr, et all, 2010,
yang diadaptasikan untuk jembatan rangka baja secara umum di Indonesia. Sehingga
sesuai hasil analisis pada Sub bab 4.2.1 maka disusun metode penilaian FCM berikut
ini.

4.2.2.1 Tahap Penyaringan

Tahap ini untuk memastikan kondisi jembatan dalam kondisi stabil yang kecil
kemungkinanya patah dalam kurun waktu kurang dari 24 bulan. Pada setiap kriteria
tahap penyaringan yang memenuhi syarat, jembatan yang diperiksa mendapat nilai 5
poin. Tahap penyaringan terdiri 5 kriteria, sebagai berikut:

1) Apakah jembatan baru mengalami retrofit atau rehabilitasi dengan pendekatan


FCM.

Jembatan yang baru mengalami retrofit atau rahabilitasi batang FCM belum
menerima beban/kondisi ekisting. Hal tersebut berakibat tidak diketahuinya
karaterisitik beban/kondisi yang ada pada batang tersebut dalam jangka waktu yang
lama. Sehingga harus dipastikan semua batang telah menerima beban pada kondisi
normal dalam waktu yang cukup (24 bulan).

2) Apakah jembatan berstruktur pin dan penggantung (hanger) tanpa redudancy .

Banyak jembatan yang berstruktur pin dan hanger mengalami keruntuhan


akibat kelelahan material pada struktur ini. Apabila terdapat redudancy maka hal
tersebut dapat sebagai struktur cadangan apabila salah satunya patah sehingga tidak
timbul keruntuhan yang tiba-tiba.

3) Apakah jembatan berstruktur las lubang atau backup bar yang tidak menerus

Struktur las lubang dan backup bar yang tidak menerus rawan menimbulkan
retakan yang merupakan awal proses patah. Backup bar yang tidak menerus biasanya
terdapat pada konstruksi jembatan baja dengan box girder yang berfungsi pada awal
konstruksi untuk membantu penyambungan antara sayap dan badan box girder.

4) Apakah jembatan dijumpai retak aktif akibat kelelahan material.


63

Proses patahnya batang dimulai dari retak. Dalam waktu singkat setelah timbul
retak awal, retak akan segera menyebar dan menimbulkan patah. Bila
diproposionalkan timbulnya retak membutuhkan waktu 95% dari keseluruhan proses.
Sehingga bila telah timbul retak, keruntuhan diprediksi akan segera terjadi. Kriteria
ini masuk dalam tahap penyaringan

5) Apakah jembatan masing menyisakan permasalahan dalam pemeliharaan.

Kondisi jembatan masih menyisakan permasalahan yang ditunda perbaikkan


menimbulkan sikap kekhawatiran pada penilai akan kondisi jembatan. Sehingga pada
tahap penyaringan harus dipastikan kriteria ini memenuhi syarat. Contoh
kerusakan/kondisi yang sering dilewatkan/ditunda perbaikannya:

- Perubahan bentuk akibat benturan.


- Karatan yang dapat menimbulkan kondisi tidak aman.
- Drainase yang memungkinkan timbulnya karat.
- Kerusakan atau tidak berfungsinya bearing/landasan.
- Lantai dek dalam kondisi buruk.
- Kerusakan-kerusakan lain yang diperkirakan bertambah parah dalam kurun
waktu kurang dari 24 bulan.
6) Bagaimana kondisi jembatan berdasarkan penilaian BMS, 1993.

Metode awal yang digunakan adalah NBI atau CORE. NBI berstandar nilai
dari 1 sampai dengan 10, CORE berstandar nilai dari 1 sampai dengan 5. Standar
nilai yang berkesuaian dengan BMS, 1993 adalah standar CORE yaitu dari 1 sampai
dengan 5. Sehingga acuan kriteria yang diusulkan adalah kriteria standar nilai CORE.
Dalam penilaain kondisi jembatan sesuai BMS, 1993 jembatan harus bernilai 2
yang berarti kondisi terdapat kerusakan ringan. Hal tersebut memastikan bahwa
jembatan aman secara keseluruhan (tanpa pendekatan FCM). Penilaian secara
mendetil mengenai kondisi dengan pendekatan FCM akan dinilai dengan metode ini.
Sering dijumpai bahwa patah batang terjadi bukan hanya karena fatik tetapi juga
karena korosi, tumbukan, perubahan bentuk dan sebagainya. Sehingga kondisi
jembatan harus memuaskan menurut BMS, 1993 untuk menjamin tidak terdapat
kekurangan yang dapat menimbulkan patah.
64

Masing-masing kriteria apabila memenuhi kondisi maka diberi nilai 5,


sehingga nilai maksimum pada tahap ini 30. Kriteria-kriteria tersebut untuk
menjamin bahwa jembatan yang bersangkutan tidak rawan terhadap fatik dalam
jangka waktu 24 bulan kedepan. Apabila terdapat kriteria yang tidak memenuhi
syarat maka jembatan harus diperiksa dalam jangka waktu antara 6 bulan sampai
dengan maksimal 24 bulan ke depan. Pengambilan jangka waktu 6 bulan merupakan
batas minimal yang disyaratkan oleh BMS, 1993, selain itu juga sebagai sikap
berhati-hati pengelola dalam menjamin keselamatan jembatan.

4.2.2.2 Tahap Penilaian.

Tahap penilaian dilaksanakan apabila jembatan yang diperiksa memenuhi


semua kriteria pada tahap penyaringan dan mendapat 30 poin. Nilai setiap kriteria
berbeda-beda berkisar antara 0 – 20 poin. Tahap penilaian terdiri atas 9 kriteria
sebagai berikut:

1) Jumlah kendaraan standar (ADTTSL) yang lewat


Penilaian :
- ADTTSL ≤ 15  15 poin;
- 15 < ADTTSL ≤ 100  10 poin;
- 100 < ADTTSL ≤ 1000  5 poin;
- ADTTSL ≥ 1000  0 poin;
Belum ditemui penghitungan secara aktual jumlah dan berat kendaraan yang
lewat jembatan di Indonesia. Sehingga jumlah kendaraan yang lewat merupakan
jumlah perkiraan berdasarkan survei sampel. Dari survei tersebut dapat
diperkirakan jumlah kendaraan standar yang lewat jembatan secara keseluruhan.
2) Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar (ADTTSL = 0).
- ADTTSL = 0  20 poin;
- ADTTSL ≠ 0  0 poin;
Kriteria ini tergantung kondisi kelas jalan/kendaraan yang melewati jembatan.
Apabila jembatan dibatasi untuk tidak dilewati kendaraan standar (berat) maka
jembatan tersebut akan mendapat 20 poin.
3) Nilai kondisi batang FCM.
- Terlindungi atau lingkungan tak korosif
65

BMS, 1993 = 1 ; 2  15 poin;


BMS, 1993 = 3  7 poin;
BMS, 1993 = 4; 5  0 poin;
- Tak terlindungi atau lingkungan korosif
BMS, 1993 = 1 ; 2 10 poin;
BMS, 1993 = 3 5 poin;
BMS, 1993 = 4; 5 0 poin;
Nilai kondisi menurut BMS, 1993 tersebut diambil pada batang FCM yang paling
besar nilai kondisinya (paling jelek).
4) Internal Redudancy pada Batang FCM
- FCM dengan batang ganda (dengan analisis) 10 poin;
- FCM dengan batang ganda (tanpa analisis) 5 poin;
- FCM tanpa batang ganda 0 poin;
Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
5) Structural Redudancy pada Batang FCM
- Jembatan dengan redundansi struktur 10 poin;
- Jembatan tanpa redundansi struktur 0 poin;
Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
6) Sisa umur rencana.
- Sisa Umur ≥ 75 tahun
- 25 tahun < sisa umur ≤ 75 tahun  5 poin;
- Sisa umur ≤ 25 tahun  0 poin;
Sisa umur rencana merupakan umur rencana dikurangi umur jembatan sejak
mulai digunakan. Secara umum jembatan CH didesain dengan umur rencana 50
tahun.
7) Kategori Jenis Detil Fatik
- 180, 160, 140 (A) dan 125, 112, 100 (B atau B’)  15 poin;
- 90 dan 80 (C atau C’)  10 poin;
- 71 dan 63 (D)  5 poin;
- 56, 50, 45, 40 dan 36 (E atau E’)  0 poin;
66

Terdapat penyesuaian kategori fatik yang awalnya didasarkan pada AASHTO,


2007 ke SNI T-03-2005. Penyesuaian ini berdasarkan grafik hubungan S-N
AASHTO, 2007 dengan Grafik S-N SNI T-03-2005.
8) Terdapat Las jelujur (tack weld)
- Batang kritis tanpa las jelujur  5 poin;
- Batang kritis dengan las jelujur  0 poin;
Kriteria ini tergantung jenis struktur jembatan yang dinilai.
9) Pertimbangan dari pengelola atau ahli.
- Penilaian : maksimal 5 poin.
Tambahan nilai diberikan ketika pengelola atau ahli yang berkaitan, melihat
kinerja jembatan tersebut menyakinkan dan tidak terdapat kekurangan. Nilai
tambahan tidak bisa diberikan ketika jembatan mengalami lendutan yang besar,
terlihat bentuk yang tidak wajar ataupun kekurangan lain yang tidak tercakup
dalam pemeriksaan ini.

Pada jembatan rangka baja secara umum kriteria yang telah pasti dihilangkan,
untuk kemudian mengusulkan metode yang baru. Metode penilaian FCM tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Metode penilaian FCM yang diusulkan


Score
No. Uraian kondisi Score
Acuan
Tahap Penyaringan
Jembatan tidak baru saja direhab. atau diretrofit pada
1.1 5
batang FCM
1.2 Jembatan tidak ber-struktur pin dan hanger 5
Jembatan tidak ber-struktur las lubang dan backup
1.3 5
bar yang terputus
1.4 Tidak ada retakan aktif akibat fatik 5
1.5 Jembatan tidak menyisakan perawatan 5
1.6 Nilai kondisi jembatan baik (NK BMS maks 2) 5
30 Jumah
Tahap Penilaian
2.1 Jumlah kendaraan berat per jalur per hari (ADTT SL)
Perkiraan (dengan survei)
67

Lanjutan Tabel 4.10


Score
No. Uraian kondisi Score
Acuan
ADTTSL ≤ 15 15
15 < ADTTSL ≤ 100 10
100 < ADTTSL ≤ 1000 5
ADTTSL ≥ 1000 0
2.2 Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar
ADTTSL = 0 20
ADTTSL ≠ 0 0
2.3 Nilai kondisi batang FCM
Terlindungi atau lingkungan tak korosif
BMS = 1 ; 2 15
BMS = 3 7
BMS = 4; 5 0
Tak terlindungi atau lingkungan korosif
BMS = 1 ; 2 10
BMS = 3 5
BMS = 4; 5 0
2.4 Internal Redudancy pada Batang FCM
Ada Internal Redudancy dengan analisa 15
Ada Internal Redudancy tanpa analisa 7
Tanpa Internal Redudancy 0
2.5 Structural Redudancy pada Batang FCM
Ada Structural Redudancy 10
Tanpa Structural Redudancy 0
2.6 Sisa Umur Rencana
Sisa Umur ≥ 75 tahun 10
25 tahun < Sisa Umur ≤ 75 tahun 5
Sisa Umur ≤ 25 tahun 0
2.7 Kategori Jenis Detil Fatik
Kategori 180, 160, 140 atau 125, 112, 100 15
Kategori 90 atau 80 10
Kategori 71 atau 63 5
Kategori 56, 50, 45, 40 dan 36 0
2.8 Terdapat Las jelujur (tack weld)
Tanpa las jelujur 5
Terdapat las jelujur 0
2.9 Penilaian pengelola atau ahli. Maks. 5
115 Jumlah
Total
Catatan:
1. Nilai total maksimum = 145 Poin
68

Pada penilaian jembatan rangka baja secara umum menggunakan metode diatas
mendapat poin 20 poin. Sehingga poin standar, untuk penentuan waktu pemeriksaan
selanjutnya, pada metode Tabel 4.09 dikurangi 20 dan menghilangkan kriteria yang
telah dinilai. Hasil poin revisi untuk penentuan waktu selanjutnya ditabelkan pada
Tabel 4.11. Jangka waktu penilaian selanjutnya yang lebih lama tidak dapat
diterapkan karena kondisi jembatan rangka baja secara umum di Indonesia tidak
memungkinkan. Jadi jangka waktu penilaian selanjutnya yang dapat dilaksanakan
berkisar anatara 6 bulan sampai dengan 72 bulan.

Tabel 4.11 Penentuan Jangka Waktu Penilaian Selanjutnya


No Poin Kriteria Jangka Waktu Syarat
1. poin ≤ 65 6 bulan
2. 80 ≥ poin > 65 12 bulan
3. 100 ≥ poin > 80 24 bulan Lolos tahap penyaringan
4. 100 ≥ poin > 100 48 bulan Lolos tahap penyaringan
4. poin > 115 72 bulan Lolos tahap penyaringan

4.3 Pemeriksaan dan Penilaian Jembatan Bandar

Pemeriksaan dan penilaian jembatan dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa


jembatan berada dalam keadaan aman terhadap pemakai jalan dan juga
mengamankan investasi jembatan itu (BMS, 1993). Data hasil pemeriksaan tersebut
digunakan untuk merencanakan suatu program pemeliharaan, rehabilitasi, perkuatan
ataupun penggantian jembatan.
Pada penelitian ini digunakan metode penilaian dengan BMS 1993 dan metode
penilaian FCM yang diusulkan.

4.3.1 Penilaian dengan BMS 1993


Kesan secara menyeluruh jembatan masih dalam kondisi yang baik dan
berfungsi secara normal. Ketika dilewati oleh kendaraan berat terasa terjadi lendutan.
Hal tersebut normal terjadi pada jembatan rangka baja bentang panjang. Penilaian
kondisi Jembatan Bandar secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran I.
Hasil penilaian pada level 3 jembatan disajikan pada Tabel 4.12. elemen yang
mempunyai nilai rendah adalah pada elemen landasan (nilai 4) dan elemen sistem
lantai (nilai 3). Hal tersebut terjadi karena pada landasan terdapat karat pada plat
69

landas lebih dari 10% ketebalan. Kondisi elemen sistem lantai terdapat gompal pada
plat lantai sehingga baja tulang terdapat karat.

Tabel 4.12 Penilaian Level 3 Jembatan Bandar.


Nilai kondisi
LEVEL 3
(Harus Lengkap)
Kode Elemen S R K F P NK

3.210 Aliran Sungai 0 1 0 0 0 1

3.220 Bangunan Pengaman 0 0 0 0 0 0

3.230 Tanah Timbun 0 0 0 0 0 0

3.310 Pondasi 1 0 0 0 1 2

3.320 Kepala Jembatan/Pilar 0 0 0 0 1 1

3.410 Sistem Gelagar


3.420 Pelat
3.430 Pelengkung
3.440 Balok Pelengkung
3.450 Rangka 1 0 0 0 0 1

3.480 Sistem Gantung


3.500 Sistem Lantai 1 1 0 0 1 3

3.600 Sambungan Lantai 0 0 0 0 0 0

3.610 Landasan 1 1 1 0 1 4

3.620 Sandaran 0 0 0 0 0 0

3.700 Bangunan Pelengkap 0 1 0 1 0 2

3.800 Gorong-gorong
3.900 Lintasan basah
Keterangan:
S = Struktur
R = Kerusakan
K = Perkembangan
F = Fungsi
P = Pengaruh
NK = Nilai Kondisi

Pada penilaian level 2 jembatan bandar pada elemen sungai/timbunan


mendapat nilai 1. Hal tersebut dikarenakan walaupun terdapat sampah dan
pepohonan, ketika terjadi banjir besar aliran tidak sampai meluap. Kerusakan pada
bangunan bawah tidak bisa diteliti karena keterbatasan alat, akan tetapi dengan
70

menilik karakteristik Sungai Brantas yang mengalami degradasi dasar sungai maka
pada level 2 bangunan bawah diberi nilai 1. Diperlukan pemeriksaan khusus untuk
memastikannya.
Pada penilaian level 2 bangunan atas mendapat nilai 2, hal tersebut
dikarenakan kerusakan pada landasan dan sistem lantai. Elemen perlengkapan
mendapat nilai 1 dikarenakan papan nama jembatan yang hilang. Hasil penilaian
level 2 ditampilkan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Penilaian Level 2 Jembatan Bandar.


Nilai kondisi
LEVEL 2
(Pilihan)

Kode Elemen S R K F P NK
2.200 Aliran Sungai/Timbunan 0 1 0 0 0 1
2.300 Bangunan Bawah 0 0 0 0 1 1
2.400 Bangunan Atas 1 1 0 0 0 2
2.700 Pelengkapan 0 0 0 1 0 1
2.800 Gorong-gorong
2.900 Lintasan Bawah

Penilaian pada level 2 yang terbesar adalah pada elemen bangunan atas
mendapat nilai 2. Kerusakan bangunan atas tersebut pada elemen landasan dan plat
lantai. Kerusakan tersebut secara keseluruhan tidak terlalu berpengaruh pada
jembatan. Apabila terdapat kegagalan pada elemen tersebut tidak mengakibatkan
keruntuhan jembatan secara menyeluruh. Maka secara keseluruhan Jembatan Bandar
mendapat nilai 1 pada level 1. Hasil penilaian level 1 ditampilkan pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Penilaian Level 1 Jembatan Bandar.


Nilai kondisi
LEVEL 1
(Pilihan)
Kode Elemen S R K F P NK
1.000 Jembatan 1 0 0 0 0 1

Setelah dilakukan pemeriksaan dan penilaian dengan BMS 1993, Jembatan


Bandar mendapat nilai 1 yang berarti dalam kondisi terdapat kerusakan ringan.
71

4.3.2 Penilaian dengan Metode Penilaian FCM


Metode penilaian FCM yang dibahas pada Sub bab 4.2 diuji cobakan untuk
penilaian kondisi Jembatan Callender Hamilton Bandar. Hasil penilaian ditampilkan
pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Penilaian Jembatan Bandar dengan Pendekatan FCM


Score
No. Uraian kondisi Score
Acuan
Tahap Penyaringan
Jembatan tidak baru saja direhab. atau diretrofit pada
1.1 5  5
batang FCM
1.2 Jembatan tidak ber-struktur pin dan hanger 5  5
Jembatan tidak ber-struktur las lubang dan backup
1.3
bar yang terputus
5  5
1.4 Tidak ada retakan aktif akibat fatik 5  5
1.5 Jembatan tidak menyisakan perawatan 5  5
1.6 Nilai kondisi jembatan baik (BMS≥2) 5  5
30 Jumah 30
Tahap Penilaian
2.1 Jumlah kendaraan berat per jalur per hari (ADTTSL)
Perkiraan
ADTTSL ≤ 15 15
15 < ADTTSL ≤ 100 10 74 10
100 < ADTTSL ≤ 1000 5
ADTTSL ≥ 1000 0
2.2 Apakah jembatan tidak dilalui kendaraan standar
ADTTSL = 0 20
ADTTSL ≠ 0 0  0
2.3 Nilai kondisi batang FCM
Terlindungi atau lingkungan tak korosif
BMS = 1 ; 2 15
BMS = 3 7
BMS = 4; 5 0
Tak terlindungi atau lingkungan korosif
BMS = 1 ; 2 10  10
BMS = 3 5
BMS = 4; 5 0
2.4 Internal Redudancy pada Batang FCM
Ada Internal Redudancy dengan analisa 15  15
Ada Internal Redudancy tanpa analisa 7
Tanpa Internal Redudancy 0
72

Lanjutan Tabel 4.15


Score
No. Uraian kondisi Score
Acuan
2.5 Structural Redudancy pada Batang FCM
Ada Structural Redudancy 10  10
Tanpa Structural Redudancy 0
2.6 Sisa Umur Rencana
Sisa Umur ≥ 75 tahun 10
25 < Sisa Umur ≤ 75 tahun 5
Sisa Umur ≤ 25 tahun 0  0
2.7 Kategori Jenis Detil Fatik
Kategori 180, 160, 140 atau 125, 112, 100 15  15
Kategori 90 atau 80 10
Kategori 71 atau 63 5
Kategori 56, 50, 45, 40 dan 36 0
2.8 Terdapat Las jelujur (tack weld)
Tanpa las jelujur 5
Terdapat las jelujur 0  0
2.9 Penilaian pengelola atau ahli. Maks. 5 5
115 Jumlah 65
145 Total 95
Catatan:
1. Nilai total maksimum = 145 Poin

Hasil penilaian Jembatan Bandar pada kondisi terdapat kerusakan ringan dan
memperoleh nilai 95 poin. Sesuai Tabel 4.11 jangka waktu pemeriksaan selanjutnya
disarankan paling lama 24 bulan mendatang.

4.4 Analisa Kelelahan

Sebagai pembanding metode penilaian FCM yang telah dirumuskan maka


digunakan analisa kelelahan material untuk memperkirakan jangka waktu
pemeriksaan selanjutnya. Fisher, et all, 1970 dalam Hsin-Yang Chung, et all, 2003
menyatakan bahwa pemeriksaan selanjutnya disarankan dilaksanakan ketika
struktur berumur mempunyai akumulasi kerusakan fatik 0,75. Pada saat itu
dimungkinkan telah adanya retak pertama akibat fatik.
Cara menentukan akumulasi kerusakan fatik pada jembatan Bandar adalah
sebagai berikut:

1) Menentukan batang kritis fatik pada struktur.


73

2) Menentukan variasi tegangan pada batang kritis akibat berbagai tipe kendaraan.
3) Menghitung jumlah kendaraan yang lewat di jembatan.
4) Menghitung akumulasi kerusakan fatik dan sisa umur fatik.

4.4.1 Menentukan batang kritis fatik.


Batang kritis fatik adalah batang yang paling rawan terjadi fatik pada struktur
tersebut. Kriteria penentunya adalah variasi tegangan yang terjadi dan detil fatik pada
batang tersebut. Sesuai Rumus 2.06 tegangan maksimal yang terjadi pada detil fatik
tersebut harus lebih besar dari 26 MPa. Apabila kurang dari 26 MPa maka kerusakan
fatik tidak terjadi pada batang tersebut.
Variasi tegangan adalah perbedaan tegangan terjadi pada batang bersangkutan
ketika beban bergerak lewat diatas jembatan. Berdasarkan pemodelan struktur variasi
tegangan maksimal yang terjadi adalah 408,13 MPa. Detil fatik yang terdapat pada
jembatan Rangka Baja Callendar Hamilton B-15A 50,29 m adalah detil fatik 112
berupa daerah las sudut atau tumpul memanjang menerus yang dilaksanakan dari
kedua sisi tetapi mempunyai kedudukan berhenti mulai. Keterangan lebih lanjut
mengenai detil fatik akan dibahas pada Subbab 4.4.4
Setelah dilakukan penentuan batang FCM maka diantara batang FCM tersebut
dipilih batang paling kritis terhadap fatik. Berdasarkan hasil pemodelan struktur
jembatan maka batang kritis fatik yang paling beresiko terjadi patah adalah batang
D4 dan D19. Lokasi kedua batang tersebut digambarkan pada Gambar 4.16. Hal
tersebut dikarenakan kedua batang D4 dan D19 memliki variasi tegangan terbesar
yaitu 408,13 MPa dan tegangan normal terbesar yaitu 319,1 MPa.

Gambar 4.16 Batang Kritis Fatik pada JCH 50,29 m.

4.4.2 Menentukan Variasi Tegangan


Beban aktual kendaraan yang terjadi di Jembatan Bandar selalu berbeda-beda
tidak selalu sama dengan beban kendaraan standar. Setiap beban yang berbeda akan
menimbulkan tegangan dan variasi tegangan yang berbeda pada batang yang ditinjau.
74

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan beban gandar aktual tiap tipe
golongan kendaraan berat adalah penelitian yang dilakukan Balai Besar Pelaksanaan
Jalan Nasional Wilayah V yang dilakukan pada tahun 2007. Hasil penelitian tersebut
ditabelkan pada Tabel 4.16. Kendaraan yang menimbulkan variasi tegangan dibawah
26 MPa tidak menimbulkan fatik (SKSNI T 03-2005) sehingga tidak dimasukkan
dalam perhitungan ini.
Selanjutnya beban aktual gandar kendaraan tersebut disimulasikan pada model
Jembatan Bandar dengan SAP2000 sebagai beban “T”. Berdasarkan pemodelan
tersebut akan didapatkan tegangan dan variasi tegangan pada batang kritis D4 dan
D9 yang ditinjau. Tabel antara tipe kendaraan dengan berat sumbu rata-rata pada
jalan di Pantura dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 memperlihatkan hubungan
anatara jenis kendaraan dengan tegangan maksimal dan variasi tegangan hasil
SAP2000.

Tabel 4.16 Beban Kendaraan Berat pada Jalur Pantura (Iwan Zarkasi, 2007)
75

Tabel 4.17 Variasi Tegangan pada batang kritis akibat berbagai tipe kendaraan.

Pvar A ff
Jenis Ket
Frame cm2 MPa
1 2 3 4 5
Kendaraan Pribadi 1,404 29,00 4,84
Colt Diesel 10,936 29,00 37,71
Bus Besar 20,921 29,00 72,14
6B 20,921 29,00 72,14
7A 35,577 29,00 122,68
7 C1 37,068 29,00 127,82
7 C2 52,421 29,00 180,76
7 C3 52,442 29,00 180,83
Keterangan:
 > 26 MPa menimbulkan kelelahan fatik pada semua kategori detil

Dari Tabel 4.17 terlihat bahwa kendaraan pribadi tidak menimbulkan fatik
karena hanya menimbulkan variasi tegangan sebesar 4,84 MPa. Sehingga kendaraan
pribadi diabaikan dalam analisi kelelahan material.

4.4.3 Jumlah Kendaraan yang lewat.


Jumlah kendaraan diperhitungkan sebagai jumlah kendaraan yang telah lewat
dan akan lewat Jembatan Bandar. Sebagai pendekatan kendaraan yang lewat
jembatan selama masa layan diasumsikan mempunyai karakteristik lalu lintas yang
sama dengan ketika survei dilakukan. Jumlah kendaraan yang lewat dianggap
proposional dengan jumlah kendaraan tahun yang bersangkutan terhadap tahun 2011
ketika survei dilakukan.
Maka dilakukan survei pada tanggal 18 dan 20 Desember 2011 untuk
menghitung jumlah kendaraan berat yang lewat. Hari Minggu tanggal 18 Desember
2011 mewakili hari libur dan hari selasa tanggal 20 Desember 2011 mewakili hari
normal. Jumlah kendaraan yang lewat Jembatan Bandar dapat dilihat pada Tabel
4.18. Lembar survei dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran H.
Kendaraan yang termasuk jenis ADTTSL adalah golongan 7 A, 7 C1, 7 C2, dan 7 C3.
Colt diesel, sedangkan bus dan golongan 6 B tidak termasuk kendaraan ADTTsl
dikarenakan jumlah beratnya kurang dari 50 ton.
76

Tabel 4.18 Data Jumlah Kendaraan yang Lewat Jembatan Bandar.


Jumlah Kendaraan
Golongan
Hari normal Hari Libur per-minggu tahun 2011

Colt Diesel 1.227 563 7.925 413.327


Bus Besar 354 395 2.519 131.342
6B 83 37 535 27.903
7A 69 24 438 22.845
7 C1 2 1 13 678
7 C2 2 - 12 626
7 C3 1 1 7 365
Jumlah ADTTSL 74
Perkiraan jumlah kendaraan yang telah lewat sejak jembatan bandar beroperasi
tahun 1973 sampai dengan sekarang tahun 2011 digunakan proposional jumlah
kendaraan pada tahun bersangkutan dengan jumlah kendaraan pada saat survei
dilakukan. Jumlah kendaraan nasional sejak 1973 sampai 2025 pada ditampilkan
Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Jumlah kendaraan Nasional mulai tahun 1973 - 2025

Tahun Bis Truk


1973 - 2008 19.679.365 48.848.403
2009 2.729.572 5.187.740
2010 3.105.965 5.748.097
2011 3.534.260 6.368.981
2012 4.021.615 7.056.930
2013 4.576.174 7.819.188
2014 5.207.203 8.663.782
2015 5.925.247 9.599.606
2016 6.742.306 10.636.512
2017 7.672.033 11.785.421
2018 8.729.964 13.058.431
2019 9.933.778 14.468.944
2020 11.303.591 16.031.816
2021 12.862.294 17.763.501
2022 14.635.933 19.682.236
2023 16.654.148 21.808.224
2024 18.950.662 24.163.852
2025 21.563.854 26.773.924
Keterangan sumber:
Tahun 1973 – 2008 berdasarkan data BAPPENAS dan BPS
Tahun 2009 berdasarkan data BPS
Tahun 2010 - 2025 Perkiraan berdasarkan rata-rata pertumbuhan
77

Jumlah kendaraan tahun 1973 – 2008 didasarkan dari data BAPPENAS dan
BPS, sedangkan jumlah kendaraan yang akan datang dipergunakan pertumbuhan
rata-rata tahun 1973 – 2008. Tingkat pertumbuhan rata-rata tersebut untuk truk
sebesar 11% dan bis sebesar 14%.
Jumlah kendaraan yang melewati Jembatan Bandar diperhitungkan sebagai
proposional pada tahun 2011 dengan tahun bersangkutan. Prediksi jumlah kendaraan
yang lewat Jembatan Bandar mulai tahun 1973 – 2020 ditampilkan pada Tabel 4.20

Tabel 4.20 Prediksi Jumlah kendaraan yang lewat Jembatan Bandar tahun 1973 –
2015.
Jumlah Kendaraan
Golongan
1973 -2011 2012 2013 2014 2015
Colt Diesel 4.293.138 457.973 535.177 608.975 692.950
Bus Besar 1.079.540 149.453 161.248 178.666 197.964
6B 289.822 30.917 34.256 37.957 42.057
7A 273.048 29.128 32.274 35.760 39.622
7 C1 7.042 751 832 922 1.022
7 C2 6.502 694 769 852 944
7 C3 3.791 404 448 497 550
Lanjutan Tabel 4.20
Jumlah Kendaraan
Golongan
2016 2017 2018 2019 2020
Colt Diesel 690.277 764.837 847.451 938.989 1.040.415
Bus Besar 250.561 250.561 324.427 369.164 420.070
6B 46.599 51.633 57.210 63.390 70.237
7A 43.902 48.644 53.899 59.721 66.171
7 C1 1.132 1.255 1.390 1.540 1.707
7 C2 1.045 1.158 1.283 1.422 1.576
7 C3 610 675 748 829 919

4.4.4 Akumulasi Kerusakan Fatik dan Umur Fatik.


Akumulasi kerusakan fatik suatu jembatan tergantung pada kategori detil,
variasi tegangan yang terjadi, dan jumlah kendaraan yang lewat. Berdasarkan
pengkategorian detil SNI T 03-2005, Jembatan bandar mempunyai kategori detil tipe
112 (12). Tipe 112 (12) adalah kategori detil daerah las sudut atau tumpul
memanjang menerus yang dilaksanakan dari kedua sisi tetapi mempunyai kedudukan
78

berhenti mulai (SNI T 03-2005). Ilustrasi kategori detil tipe 112 dapat dilihat pada
Gambar 4.17, sedangkan detil visual pada Jembatan Bandar pada Gambar 4.18.

Gambar 4.17 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005)

Gambar 4.18 Kategori Detil 112 (SNI T 03-2005)

Perhitungan akumulasi kerusakan fatik sampai dengan tahun 2011 digunakam


Rumus 2.11
∑ ≤ 1,00

Hasil perhitungan ditampilkan pada Tabel 4.21. ff merupakan hasil dari


pemodelan menggunakan SAP2000 dengan beban “T” sesuai jenis kendaraan. Nilai
nsc merupakan jumlah kendaraan yang lewat pada dua arah sedangkan N r merupakan
jumlah siklus rencana sesuai grafik S-N pada Gambar 2.12. Cara perhitungan Nilai
nsc adalah setiap kendaraan yang lewat diatas jembatan diasumsikan menimbulkan
79

satu siklus pada variasi tegangan sesuai dengan tipe kendaraan. Dengan cara tersebut
dalam perhitungan analisis fatik mengabaikan faktor: kecepatan, kemacetan dan
variasi tegangan yang berbeda ketika dua kendaraan melewati jembatan pada saat
yang bersamaan.
Jadi akumulasi kerusakan fatik Jembatan Bandar sampai dengan tahun 2011
sejumlah 0,4175, berarti Jembatan Bandar pada tahun 2011 aman terhadap kerusakan
fatik.

Tabel 4.21 Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Tahun 2011.

ff nsc Nr
Jenis
MPa bh bh ∑

1 2 3 4 5
Colt Diesel 37,71 4.293.138 ~ 0,0000
Bus Besar 72,14 1.079.540 1,95E+07 0,0554
6B 72,14 289.822 1,95E+07 0,0149
7A 122,68 273.048 8,60E+05 0,3175
7 C1 127,82 7.042 8,50E+05 0,0083
7 C2 180,76 6.502 4,80E+05 0,0135
7 C3 180,83 3.791 4,80E+05 0,0079
Jumlah 0,4175

Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk mengetahui kapan waktu ketika
akumulasi kerusakan fatik mencapai 0,75. Berdasarkan pada perhitungan Tabel 4.22
retak akibat fatik (akumulasi kerusakan fatik = 0,75) terjadi pada tahun bulan juli
tahun 2016 (55 bulan). Pada saat akumulasi kerusakan fatik 0,75 jembatan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan apakah telah terjadi retak akibat fatik. Bila telah timbul retak
sebaiknya keretakan terus dipantau, dan dilakukan pemeriksaan berkala paling lama
selama 6 bulan.
Perhitungan akumulasi fatik untuk tahun-tahun selanjutnya dilakukan seperti
pada Tabel 4.21. hasil perhitungan akumulasi fatik tahun 2011 sampai dengan tahun
2020 di Tabel 4.23.
Akumulasi kerusakan fatik 1,00 terjadi pada tahun 2020. Sehingga sisa umur
akibat kerusakan fatik adalah 9 tahun. Pada saat itu jembatan tidak aman terhadap
bahaya fatik.
80

Tabel 4.22 Akumulasi Kerusakan Fatik Jembatan Bandar pada Bulan Juli 2016.

ff nsc Nr
Jenis
MPa bh bh ∑

1 2 3 4 5
Colt Diesel 37,71 7.724.645 ~ 0,0000
Bus Besar 72,14 2.163.593 1,95E+07 0,1110
6B 72,14 511.728 1,95E+07 0,0262
7A 122,68 482.109 8,60E+05 0,5606
7 C1 127,82 12.434 8,50E+05 0,0146
7 C2 180,76 11.481 4,80E+05 0,0239
7 C3 180,83 6.694 4,80E+05 0,0139
Jumlah 0,7503

Tabel 4.23 Akumulasi Kerusakan Fatik Tahun 2011 - 2020.

4.5 Pemilihan Waktu Pemeriksaan Selanjutnya

Berdasarkan metode penilaian FCM, kondisi Jembatan Bandar disarankan


untuk diperiksa dan dinilai kembali dalam jangka waktu maksimal 24 bulan. Hal
tersebut berarti bahwa Jembatan Bandar harus diperiksa ulang maksimal pada tahun
2013. Dari perhitungan akumulasi kerusakan fatik sampai dengan pemeriksaan
berikut tahun 2013 jembatan Bandar masih aman karena mempunyai akumulasi
kerusakan fatik 0,5608 (kurang dari 0,75).
81

Sesuai Rumus 2.12 ditentukan bahwa pemeriksaan selanjutnya disarankan


dilaksanakan ketika struktur mempunyai akumulasi kerusakan fatik 0,75. Hal
tersebut terjadi pada bulan Juli 2016. Sehingga berdasarkan hasil analisis fatik, waktu
pemeriksan selanjutnya adalah 55 bulan.
Waktu pemeriksaan selanjutnya yang disarankan adalah waktu pemeriksaan
tersingkat antara hasil metode penilaian FCM dan hasil analisis kelelahan material.
Dari metode penilaian FCM didapat jangka waktu pemeriksaan selanjutnya adalah
24 bulan. Berdasarkan hasil analisis kelelahan material, waktu pemeriksaan
selanjutnya adalah bulan Juli 2016 atau 55 bulan. Dari kedua jangka waktu tersebut
diambil yang tersingkat yaitu 24 bulan hasil metode penilaian FCM.

4.6 Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan

Batang FCM merupakan batang kritis yang perlu mendapat perhatian dalam
perawatan dan pemeliharaan. Pada kasus Jembatan Bandar batang-batang FCM
terdapat pada batang bawah dan 6 batang diagonal tarik bagian tepi. Batang FCM
tersebut harus diperiksa pada waktu perkiraan mulai timbul retak akibat fatik.
Apabila dijumpai retak maka struktur yang retak tersebut harus diganti.
Pemeriksaan dan penilaian jembatan Bandar dengan menggunakan metode
BMS 1993 pada Sub bab 4.3.1 mendapat nilai 1 yang berarti terdapat kerusakan
ringan. Secara struktural kondisi jembatan Bandar terdapat kerusakan/kekurangan
akan tetapi secara fungsi masih dalam kondisi yang baik.
Secara umum kerusakan yang terjadi pada Jembatan Bandar adalah karat pada
landasan dan rangka, kerusakan/gompal pada lantai beton, adanya baut yang longgar
atau hilang, hilangnya papan nama jembatan dan sampah yang menumpuk. Konsep
rehabilitasi yang diusulkan pada penelitian ini mengacu pada Pedoman No.
013/BM/2008 Penanganan dan Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton (CH)
Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia,
Jakarta

4.6.1 Perawatan dan Pemeliharaan Batang FCM


Pada Jembatan Bandar, timbulnya retak akibat fatik diperkirakan terjadi pada
Juli 2016 ketika akumulasi fatik mencapai nilai 0,75. Pada saat itu perlu diperiksa
82

apakah terjadi retakan pada detil fatik las tipe 112 pada batang kritis. Batang kritis
yang dimaksud adalah batang D4 dan D19, sedangkan detil fatik dapat dilihat pada
Gambar 4.18.

4.6.1.1 Perbaikkan Akibat Retak Fatik.

Pemeriksaan retak dapat dilakukan secara visual dan mekanik, apabila uji retak
tersebut diragukan dapat digunakan alat ultrasonic pulse velocity untuk memastikan
ada-tidaknya retak. Apabila dijumpai retak, detil fatik yang bersangkutan harus
diganti. Konsep cara pergantian adalah sebagai berikut:

1) Dipersiapkan batang/sambungan pengganti yang mempunyai tipe, jenis dan


kualitas yang sama dengan yang digantikan. Baut
2) Mempersiapkan tempat dudukan dongkrak khusus jembatan yang stabil guna
menyangga batang bawah ketika dilakukan pergantian. Dongkrak tersebut juga
berguna untuk mengatur posisi batang/sambungan pengganti.
3) Lalu lintas dihentikan ketika pekerjaan dilaksanakan.
4) Memasang dongkrak datar dengan kapasitas 100, selanjutnya untuk tiap tahapan
pendongkrakan dapat disiapkan beberapa lembar baja dan tumpukan kayu yang
kokoh yang disesuaikan dengan rencana tahapan pengangkatan.
5) Melakukan pengangkatan jembatan dengan dongkrak sampai dirasa sambungan
tersebut tidak menerima beban. Selama pengakatan terus dilakukan pengamatan
dan pengontrolan agar tidak terjadi kerusakan struktural.
6) Melepaskan baut pada sambungan dan melakukan penggantian.
7) Dilakukan pergantian baut lama dengan yang baru, karena merupakan baut mutu
tinggi yang tidak dapat digunakan ulang.
8) Melakukan pengencangan baut dasar perletakan dan pentakikan mur agar baut
tidak hilang atau dicuri, dan terakhir melakukan penanclaan baut yang telah
kencang dengan melakukan pengecatan
9) Menurunkan dongkrak sampai pada posisi awal dengan terus dipantau
sambungan yang diganti dapat bekerja seperti semula.
10) Maksimal enam bulan setelah penggantian, dilakukan pemeriksan terhadap
sambungan tersebut apakah telah bekerja seperti sediakala.
83

Dapat juga dilakukan juga modifikasi pada sistem sambungan yang fatik tanpa
mengganti batang yang bersangkutan. Sebelum dilakukan hal tersebut perlu
dilakukan analisis struktur terhadap jenis dan mutu sambungan yang baru. Perlu juga
dilakukan analisis fatik terhadap batang FCM yang lain guna menentukan waktu
pemeriksaan dan penggantiannya.

4.6.1.2 Akumulasi Fatik pada Beban Standar.

Analisis kelelahan yang dilakukan diatas didasarkan pada beban kendaraan


yang diteliti oleh Iwan Zarkasih, 2007. Menurut penelitian tersebut beban muatan
yang diangkut oleh kendaraan melebihi ketentuan. Padahal berdasarkan Surat Edaran
Dirjen Perhubungan Darat No. SE.02/AJ.108/DRJD/2008 tentang Panduan Batasan
Maksimum Perhitungan JBI (Jumlah Berat yang diIzinkan) dan JBKI (Jumlah Berat
Kombinasi yang diIzinkan) untuk Mobil Barang, Kendaraan Khusus, Kendaraan
Penarik berikut Kereta Tempelan/Kereta Gandengan. Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat Departemen Perhubungan berat beban maksimum masing-
masing golongan kendaraan ditampilkan pada Tabel 4.24 dan Tabel 4.25.

Tabel 4.24 Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II (Dirjen Perhubungan
Darat, 2008)

GOL berat sumbu terbesar (Kg)


Kendaraan depan tengah belakang
Colt Diesel 2500 5000
Bus Besar 6000 10000
6B 6000 10000
7A 6000 18000
7 C1 6000 10000 18000
7 C2 6000 10000 30000
7 C3 6000 20000 30000
84

Tabel 4.25 Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III (Dirjen Perhubungan
Darat, 2008)

GOL berat sumbu terbesar (Kg)


Kendaraan depan tengah belakang
Colt Diesel 2000 4000
Bus Besar 6000 8000
6B 6000 8000
7A 6000 15000
7 C1 6000 8000 15000
7 C2 6000 8000 24000
7 C3 6000 16000 24000
Apabila ketentuan muatan tersebut dapat dilaksanakan maka sampai dengan
tahun 2025 akumulasi fatik masih kurang dari 0,75, yang berarti sampai dengan
tahun 2025 belum terdapat retak fatik. Nilai akumulasi fatik akibat kendaraan berat
standar jalan kelas II dan jalan kelas III ditampilkan pada Tabel 4.26 dan Tabel 4.27.
Analisis fatik selengkapnya disajikan pada Lampiran J.
Dari Tabel 4.26 dan 4.27 terlihat bahwa apabila peraturan tentang muatan
ditaati maka kerusakan fatik hampir tidak terjadi. Sebaliknya kerusakan fatik cepat
terjadi apabila terjadi kelebihan muatan, oleh sebab itu pejabat berwenang untuk
menerapkan peraturan tersebut untuk memperpanjang umur jembatan.

Tabel 4.26 Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas II
85

Tabel 4.27 Akumulasi Fatik Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III

4.6.2 Karat pada Landasan


Kerusakan pada landasan tidak terlalu membahayakan keselamatan jembatan
karena lebar abutetment masih mencukupi apabila terjadi kegagalan pada landasan.
Akan tetapi harus segera dilakukan perbaikkan untuk mencegah kerusakan yang
lebih parah. Pada pemeriksaan rangka batang tidak ditemui retak atau patah, hanya
kotor dan beberapa baut ada yang longgar. Foto karat pada landasan ditampilkan
pada Gambar 4.19

Gambar 4.19 Kerusakan pada Landasan


86

Kerusakan pada perletakan/landasan, yang berupa karat, kurang pelumasan,


dan kotoran sampah serta tanah. Karat timbul dikarenakan kelembaban akibat
sampah dan kotoran tanah. Pada pilar P1 plat landasan/bearing sudah mencapai
kerusakan yang parah. Rehabilitasi yang dilakukan sebaiknya diganti dengan yang
baru.
Penggantian dilakukan dengan cara mengangkat gelagar dan mengganti
landasan yang rusak dengan yang baru. Mungkin diperlukan untuk mengangkat
sebagian gelagar lainnya di samping gelagar dimana terdapat landasan yang rusak,
untuk mendistribusikan beban pada beberapa titik dengan dongkrak serta
menghindarkan kerusakan terhadap bagian lainnya dari struktur.
Dongkrak datar khusus (lihat Gambar 4.20) biasanya dipakai untuk jenis
pekerjaan semacam ini. Dongkrak tersebut cocok untuk ruang yang sempit antara
gelagar dan balok kepala

Gambar 4.20 Dongkrak Khusus untuk Mengangkat Jembatan (www.enerpac.com)

Acuan penanganan penggantian landasan tersebut adalah: pastikan mur pada


angker sudah dilepas, sementara bagian atas jembatan tetap terpasang; jembatan
didongkrak pada diafragma atau gelagar melintang, kemudian melepas pen pengunci
as dan as-nya dicabut; setelah semua bagian bawah tercabut, perletakan diganti
dengan komponen yang telah disiapkan; bila diinginkan perletakan berfungsi sebagai
rol, diantara plat landasan diberi suatu lapisan dari bahan sintetik baru diatasnya
dipasang komponen baru yang lubangnya, dibuat celah memanjang/oval untuk
memungkinkan pergeseran antara plat tersebut. Lapisan bahan sintetik tersebut
mempermudah pergerakan horizontal, karena koefisien gesernya yang sangat rendah;
87

pemasangan komponen baru dilakukan dengan prosedur terbalik dengan yang


disebutkan diatas. Seandainya mekanikal bearing sudah rusak semuanya, maka perlu
diganti dengan yang baru. Penggantiannya sesuai dengan prosedur diatas. Konstruksi
landasan ditampilkan pada Gambar 4.21

Gambar 4.21 Konstruksi Landasan Jembatan CH.

Metode Penggantian:

1) Melakukan pembongkaran sambungan siar muai.


2) Mempersiapkan tempat dudukan dongkrak yang stabil dengan cara
membersihkan kepala jembatan dari bekas cor-coran beton dan mempersiapkan
dudukan mortar yang stabil.
3) Mempersiapkan sistem pengaku di atas dongkar yang berupa boks baja kosong
dengan ketebalan 7 mm dimensi 573 mm x 1000 mm x 108 mm yang cukup
masif dan dapat dipasang atau dilepas terpisah dari gelagar melintang.
4) Memasang dongkrak datar dengan kapasitas 100 ton yang masuk ke dalam celah
antara gelagar melintang dan lantai beton kepala jembatan. Selanjutnya untuk
88

tiap tahapan pendongkrakan dapat disiapkan beberapa lembar baja dan


tumpukan kayu yang kokoh yang disesuaikan dengan rencana tahapan
pengangkatan.
5) Meniadakan beban lalu-Iintas pada saat pengangkatan jembatan
6) Melepaskan baut dasar perletakan
7) Melakukan pengangkatan jembatan dengan dua buah dongkrak pada lokasi yang
dipilih dari sisi jembatan arah memanjang dengan terus melakukan pengamatan
dan pengontrolan agar tidak terjadi kerusakan struktural.
8) Melepaskan klip dan pin penghubung siku atas dan siku bawah jembatan
9) Memasangkan lapisan teflon yang dapat disisipkan antara pelat dasar dan besi
siku perletakan
10) Memasangkan kembali klip dan pin
11) Menurunkan dongkrak sampai pada posisi awal
12) Melakukan pengencangan baut dasar perletakan dan pentakikan mur agar baut
tidak hilang atau dicuri, dan terakhir melakukan penandaan baut yang telah
kencang dengan melakukan pengecatan

4.6.3 Kerusakan pada Beton


Kerusakan yang terjadi lantai beton adalah gompal pada lantai sehingga besi
tulangan nampak dan berkarat. Kerusakan ini terjadi karena penuaan dan oksidasi
pada beton, serta karena pergerakan pada lantai akibat lendutan jembatan. Foto
kerusakan pada beton lantai beton ditampilkan pada Gambar 4.22
Cara perbaikkannya adalah sebagai berikut:

a. Buang dan lepaskan semua bagian beton yang lepas dan rusak sampai bagian
beton yang baik terlihat dan dalam keadaan bersih.
b. Usahakan membersihkan beton sampai 15 mm di belakang besi tulangan agar
didapat ikatan yang baik.
c. Bersihkan semua karat yang ada pada besi tulangan.
d. Kaitkan atau ikatkan besi tulangan yang baru jika didapat bagian besi tulangan
yang diameternya hilang lebih dari 20%.
e. Pakailah bahan perekat pada permukaan yang kering dengan bahan yang dapat
disetujui.
89

f. Pasanglah dan bentuklah beton baru untuk mendapatkan selimut beton yang
sesuai bentuk asalnya.
Ilustrasi cara perbaikkan ditampilkan pada Gambar 4.23

Gambar 4.22 Kerusakan pada Beton Lantai

Gambar 4.23 Ilustrasi Perbaikkan Kerusakan pada Beton Lantai


90

Catatan:

- Jika besi tulangan tidak terlihat dan hanya sedikit kerusakan beton, maka
plesteran saja sudah cukup untuk memperbaikinya. Permukaan harus
dibersihkan dan dilembabkan untuk memudahkan pengikatan beton lama dengan
beton baru.
- Jika ketebalan tambalan lebih dari 40 mm, disarankan agar ditambahkan jaring
kawat (wire mesh) halus yang ditempelkan pada permukaan beton yang lama
sebelum dipasang beton yang baru.
- Disarankan agar menggunakan epoxy beton halus sebagai bahan pembentukan.

4.6.4 Baut yang Longgar atau Hilang


Pada jembatan bandar terdapat beberapa baut yang hilang serta terdapat
hubungan baut yang longgar. Harus dilakukan pengecekan secara menyeluruh
terhadap hubungan baja tersebut. Longgarnya ataupun hilang baut dapat meyebabkan
kerusakan yang parah, bahkan keruntuhan. Visualisasi longgarnya baut ditampilkan
pada Gambar 4.24.
Bilamana suatu hubungan ini longgar, maka harus dikencangkan. Jika
hubungan tersebut dihubungkan dengan baut mutu tinggi maka baut yang longgar
tadi harus dibuang dan diganti dengan yang baru. Jika lubang baut menjadi besar
diameternya karena pergerakan elemen yang longgar tersebut maka lubang tersebut
harus diperbesar sampai adanya ukuran baut yang akan dipakai.

Gambar 4.24 Hubungan Antar Baja dengan Baut yang Longgar


91

4.6.5 Sampah dan kerusakan kecil.


Secara kasat mata, kekurangan lain yang dominan terjadi adalah banyaknya
sampah yang terdapat di jembatan. Hal tersebut terjadi karena masyarakat membuang
sampah sembarang ataupun tradisi membuang sesaji ke sungai dan menyangkut di
jembatan. Pemeliharaan rutin harus dilakukan untuk membersihkan sampah dan
kekurangan kecil lainnya. Foto timbunan sampah dan tanah ditampilkan pada
Gambar 4.25.

Gambar 4.25 Penumpukan Sampah

Pemeliharaan rutin pada dasarnya menjaga jembatan dalam keadaan seperti


semula dan mencakup beberapa pekerjaan yang berulang, yang secara teknis cukup
sederhana. Pemeliharaan rutin harus dimulai pada waktu jembatan selesai dibangun
(jembatan masih dalam keadaan baru) dan dilanjutkan seumur jembatan tersebut. Hal
ini merupakan suatu pengalokasian dana yang efektif dalam hal pemeliharaan.
Pemeliharaan rutin jembatan biasanya dimasukkan dalam pekerjaan
pemeliharaan rutin jalan dan dilaksanakan bersamaan dengan pemeliharaan rutin
jalan tersebut. Lingkup pekerjaan pemeliharaan rutin jembatan adalah sebagai
berikut:

a. Pembersihan secara umum,


b. Membuang tumbuhan liar dan sampah,
c. Penanganan kerusakan ringan drainase,
d. Pengecatan sederhana,
e. Pemeliharaan permukaan lantai kendaraan.
92

Jembatan harus dibersihkan dengan baik/tepat untuk menjamin bahwa


penumpukan kotoran tidak akan menyebabkan kerusakan elemen jembatan atau
jembatan secara keseluruhan di kemudian hari.
Kegiatan pembersihan mencakup:

a. Membersihkan tanah, kerikil, pasir dan sebagainya dari tempat-tempat yang


seharusnya tidak ada dan yang mungkin mempunyai pengaruh yang
membahayakan
- Semua drainase
- Lantai dan sambungan siar-muai
- Daerah sekitar perletakan/landasan dan sambungan siar-muai
- Semua komponen rangka yang menahan kotoran dan sampah
- Tiang sandaran dan sandarannya
- Gelagar melintang
- Ikatan angin horisontal
- Sayap pada gelagar dan diafragma yang berbentuk rangka
- Bagian atas balok kepala
- Lubang suling-suling di kepala jembatan
- Pembersihan sampah-sampah yang masih sedikit di bagian aliran sungai
b. Pembersihan tumbuhan liar, terutama pada daerah perletakan/landasan dan
sambungan siar muai, pada dinding batu atau beton dan sekitar struktur kayu.
Pembersihan tersebut harus dilakukan pada daerah kurang lebih 3 (tiga) meter
dari setiap sisi jembatan. Pada setiap pekerjaan pembersihan harus diingat
adanya pengaruh yang mungkin terjadinya erosi yang disebabkan oleh
pembabatan tumbuhan yang ada.
c. Membersihkan/mencuci tanda-tanda lalu lintas, papan nama jembatan dan
sandaran yang dicat.

Pada umumnya kegiatan tersebut di atas dilaksanakan dengan menggunakan


sapu atau sekop. Pembersihan tumbuhan dapat dipakai parang pembabat, kapak
dan/atau gergaji.
93

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis pemodelan struktur, penyusunan metode penilaian FCM,


pemeriksaan dan penilaian Jembatan Bandar, perbandingan metode penilaian FCM
dengan analisis kelelahan material serta usulan konsep rehabilitasi dihasilkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkategorian rangka batang Jembatan Bandar dengan pendekatan FCM dibagi
menjadi batang FCM dan Non FCM. Batang FCM terdiri atas 6 batang tarik
diagonal bagian tepi yaitu D2, D4, D6, D17, D19, D21; dan batang bawah yaitu
BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7, BC8, BC9, BC10 dan BC11.
2. Metode penilaian bangunan atas jembatan rangka baja dengan pendekatan FCM
terdiri dari tahap penyaringan yang terdiri dari 6 kriteria dan tahap penilaian
yang terdiri 9 kriteria. Nilai penilaian maksimal adalah 115 poin yang
menentukan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya berentang waktu antara 6
bulan sampai dengan 72 bulan.
3. Hasil penilaian menggunakan metode penilaian FCM pada Jembatan Bandar
menghasilkan penilaian dengan kondisi terdapat kerusakan ringan dan
memperoleh nilai 95 poin dengan jangka waktu pemeriksaan selanjutnya 24
bulan.
4. Waktu pemeriksaan hasil analisis fatik dilaksanakan ketika retak akibat fatik
dimungkinkan timbul, pada Jembatan Bandar dimungkinkan akan timbul pada
bulan Juli 2016 (55 bulan), sedangkan sisa umur akibat kerusakan fatik adalah 9
tahun lagi.
5. Waktu pemeriksaan selanjutnya yang disarankan adalah waktu pemeriksaan
tersingkat yaitu 24 bulan hasil dari metode penilaian jembatan rangka baja
dengan pendekatan FCM
6. Batang FCM harus diperiksa pada waktu perkiraan mulai timbul retak akibat
fatik. Apabila dijumpai retak maka struktur yang retak tersebut harus diganti.
Secara umum kerusakan yang terjadi pada Jembatan Bandar adalah: karat pada
94

landasan dan rangka; kerusakan/gompal pada lantai beton; adanya baut yang
longgar atau hilang; hilangnya papan nama jembatan; dan sampah yang
menumpuk. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan: penggantian landasan;
penambalan beton; pengecekan, pengencangan dan penggantian baut; serta
adanya pemeliharaan rutin.

5.2 Saran

Dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan, agar dapat diterapkan secara
luas maka perlu beberapa perbaikan. Dengan memperhatikan kondisi, secara khusus
Jembatan Bandar perlu penangan. Perbaikkan dan penanganan tersebut antara lain:

1. Metode yang diusulkan perlu diuji coba pada lokasi dan atau jenis jembatan lain.
2. Perlu adanya kalibrasi waktu pemeriksaan selanjutnya terhadap faktor retak,
korosi, pembebanan berlebih dan umur layan jembatan pada berbagai jembatan
rangka baja di Indonesia.
3. Secara khusus, pada Jembatan Bandar terdapat elemen jembatan yang perlu
mendapat rehabilitasi dan perlu adanya pemeliharaan rutin yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, 2007, AASHTO LRFD Bridge Desing Specification, American


Association of State Highway and Transportation Officials, Washington
Amerika Serikat.
Badan Standarisasi Nasional, 2005, SNI T-02-2005 Standar Pembebanan untuk
Jembatan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 2005, SNI T-03-2005 Perencanaan Struktur Baja
Untuk jembatan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
B. Kuhn, et all, 2008, Assesment of Existing Steel Structures: Recommendations for
Estimation of Remaining Fatique Life, JRC Scientific and Technical
Reports, Aachen, German.
Dedy Hamdani, 2008, Penilaian Kondisi Struktur Bawah Jembatan Gelagar Baja
Komposit Pascabanjir (studi kasus : Jembatan Keduang, Kabupaten
Wonogiri), Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Dirjen Bina Marga, 1993a, Bridge Management System Panduan Pemeriksaan
Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum
Republik Indonesia, Jakarta.
_______________, 1993b, Bridge Management System Panduan Prosedur Umum
Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Departement Pekerjaan Umum
Republik Indonesia, Jakarta.
_______________, 1993c, Bridge Management System Panduan Pemeliharaan dan
Rehabilitasi Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Departement
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta
_______________, 2005, Pedoman No. 04/BM/2005 Gambar Standar Pekerjaan
Jalan dan Jembatan Volume dua Direktorat Jenderal Bina Marga
Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.
_______________, 2008, Pedoman No. 013/BM/2008 Penanganan dan
Pemeliharaan Jembatan Callender Hamilton (CH) Direktorat Jenderal Bina
Marga Departement Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.
Dirjen Perhubungan Darat, 2008, Surat Edaran No. SE.02/AJ.108/DRJD/2008
tentang Panduan Batasan Maksimum Perhitungan JBI (Jumlah Berat yang
diIzinkan) dan JBKI (Jumlah Berat Kombinasi yang diIzinkan) untuk Mobil
Barang, Kendaraan Khusus, Kendaraan Penarik berikut Kereta
Tempelan/Kereta Gandengan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
Departemen Perhubungan. Jakarta.
Endah Ambarwati. 2008, Penilaian Kondisi Struktur Atas Jembatan Gelagar Baja
Komposit Pascabanjir (studi kasus : Jembatan Keduang, Kabupaten
Wonogiri), Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
95
96

Federal of Highway Administration (FHWA), 2006, Bridge Inspector’s Reference


Manual (BIRM), Washington Amerika Serikat.
Ferry Hariman, Hary Christady H, Andreas Triwiyono, 2007, Evaluasi dan Program
Pemeliharaan Jembatan dengan Metode Bridge Management System (BMS)
(studi Kasus : Empat Jembatan Propinsi D.I. Yogyakarta), Forum Teknik
Sipil No. XVII/3 September 2007, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
FHWA, 1986, Inspection of Fracture Critical Bridge Member, Final Report,
Research Development and Technology Turner Fairbank Highway Research
center, Virginia Amerika Serikat
Iwan Zarkasih, 2007, Upaya Balai V dalam Memelihara Jalan Berkelanjutan Tahan
Cuaca dan Beban Kendaraan, Majalah HPJI,
www.pu.go.id/assosiasi/hpji/majalah/mjt_0605.pdf, 4 Agustus 2011.
Marsuki M, Andreas Triwiyono, Hary Christady H, 2009, Penilaian Kondisi
Jembatan dengan Metode NYSDOT (Studi Kasus 3 Jembatan di Kota
Kendari). Forum Teknik Sipil No. XIX/1 Januari 2009, Universitas Gajah
Mada Yogyakarta.
Michael J. Parr, Robert J. Connor, Mark Bowman, M.ASCE, 2010, Proposed
Method for Determining the Interval for Hand-on Inspection of Steel
Bridges with Fracture Critical Members, Journal of Bridge Engineering ©
ASCE / July/Agust 2010, Amerika Serikat.
Minnesota Departemen of Transportation 2006, Fracture Critical Bridge Inspection
in Depth Report, Minnesota Departemen of Transportation 2006, Minnesota
Amerika Serikat.
Pemerintah Republik Indonesia, 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.
Radu Bancila, Edward Petzek, 2004, Present Concepts Regarding The Assesment of
The Remaining Fatique Life of Steel Bridge in Romania
http://www.apcmr.ro/Rec_Advances_Gioncu/bancila.pdf, 10 Agustus 2011
Transportation Research Board of the National Academies, 2005. Inspection and
Management of Bridge with Fracture-Critical Details. National Cooperative
Highway Research Program, Amerika Serikat.
Lampiran
Lampiran A Gambar Desain Jembatan Callender Hamilton

Gambar desain diambil dari Pedoman No. 04/BM/2005 Gambar Standar Pekerjaan
Jalan dan Jembatan Volume dua Direktorat Jenderal Bina Marga Departement
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Halaman 10.29 sampai 10.34

Gambar desain diambil dari Pedoman No. 04/BM/2005 Gambar Standar Pekerjaan
Jalan dan Jembatan Volume dua Direktorat Jenderal Bina Marga Departement
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Halaman 10.29 sampai 10.34


Lampiran B Perhitungan Beban untuk Input SAP2000

Perhitungan beban sebagai inputan SAP2000

beban mati
q l p beban
jenis
KN/m2 m m KN
trotoir 3,00 1,00 4,572 13,72
sandaran 0,66 1,00 4,572 3,02
lain-lain 0,50 1,00 4,572 2,29
aspal 2,20 3,50 4,572 35,20
Buhul tengah 54,22
Buhul tepi 27,11

beban hidup
q l p beban
jenis
KN/m2 m m KN
pejalan kaki (TTP) 3,75 1,00 4,572 17,15
air hujan 0,49 4,50 4,572 10,08
Buhul tengah 27,23
Buhul tepi 13,61

Beban BTR
q l p beban
jenis
KN/m2 m m KN
Jalur tengah 10,08 2,75 4,572 126,74
Jalur tepi 5,04 0,75 4,572 17,28
Buhul tengah 144,02
Buhul tepi 72,01

Beban BGT
q l beban
jenis
KN/m m KN
Jalur tengah 68,60 2,75 188,65
Jalur tepi 34,30 0,75 25,73

dimasukan dalam beban vehicle SAP200 214,38


Beban TTB
q l faktor beban
jenis
KN/m m KN
Jalur tengah 575,52 2,75 5% 79,13
Jalur tepi 287,76 0,75 5% 10,79
Jumlah 89,93
dibagi 12
buhul 7,49

Beban Angin
q l faktor beban
jenis
KN/m m KN
beban angin
(Tew) 88,88

Jumlah 88,88
dibagi 53
buhul tepi 1,68

ket :
q = berat jenis (KN/M2)
p = panjang (m)
l = lebar (m)
beban dalam satuan (KN)
beban diatas merupakan beban satu jalur lalu lintas 3,5 m
pada jembatan bandar terdapat 2 jalur (7,0 m)
khusus beban angin hanya dibebankan pada 1 sisi buhul tepi
Lampiran C Gaya Batang Hasil Pemodelan SAP2000

Hasil Pemodelan Struktur

Software : SAP 2000 V. 14.0.0


Tanggal : 20 Desember 2011
Output : Gaya Batang dan Variasi Tegangan

Gaya Batang Variasi Teg. Akibat Beban Truk


Tipe A
Btg Pmax  Pmin  PTmax PTmin Pvar var
Frame cm2 KN MPa KN MPa KN KN KN MPa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
19 1L15 29 92,5 319,1 24,1 83,3 108,3 -10,0 118,4 408,1
619 1L15 29 92,5 319,1 24,1 83,3 108,3 -10,0 118,4 408,1
501 1L15 29 92,6 319,2 24,2 83,4 102,6 -10,0 112,6 388,4
804 1L15 29 92,6 319,2 24,2 83,4 102,6 -10,0 112,6 388,4
56 2L15 58 184,5 318,1 81,2 140,0 212,0 0,0 212,0 365,5
655 2L15 58 184,5 318,1 81,2 140,0 212,0 0,0 212,0 365,5
59 1L15 29 67,6 233,1 -5,7 -19,5 81,2 -22,7 103,9 358,1
658 1L15 29 67,6 233,1 -5,7 -19,5 81,2 -22,7 103,9 358,1
511 2L15 58 184,3 317,8 81,1 139,8 205,7 0,0 205,7 354,7
814 2L15 58 184,3 317,8 81,1 139,8 205,7 0,0 205,7 354,7
18 2L15 58 175,0 301,7 79,2 136,6 203,4 0,0 203,4 350,7
618 2L15 58 175,0 301,7 79,2 136,6 203,4 0,0 203,4 350,7
2 2L15 58 170,1 293,3 90,4 155,9 200,5 0,0 200,5 345,6
602 2L15 58 170,1 293,3 90,4 155,9 200,5 0,0 200,5 345,6
40 2L15 58 168,0 289,6 88,5 152,6 198,7 0,0 198,7 342,5
639 2L15 58 168,0 289,6 88,5 152,6 198,7 0,0 198,7 342,5
393 2L15 58 170,0 293,1 90,4 155,8 198,5 0,0 198,5 342,3
753 2L15 58 170,0 293,1 90,4 155,8 198,5 0,0 198,5 342,3
500 2L15 58 174,9 301,5 79,1 136,5 198,1 0,0 198,1 341,6
803 2L15 58 174,9 301,5 79,1 136,5 198,1 0,0 198,1 341,6
514 1L15 29 67,6 233,2 -5,6 -19,5 75,9 -22,7 98,5 339,7
817 1L15 29 67,6 233,2 -5,6 -19,5 75,9 -22,7 98,5 339,7
403 2L15 58 167,9 289,4 88,5 152,5 195,8 0,0 195,8 337,6
763 2L15 58 167,9 289,4 88,5 152,5 195,8 0,0 195,8 337,6
57 2L15 58 153,5 264,7 41,8 72,0 176,9 -16,7 193,6 333,8
656 2L15 58 153,5 264,7 41,8 72,0 176,9 -16,7 193,6 333,8
21 1L15 29 61,1 210,6 -5,9 -20,4 74,2 -22,4 96,6 333,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
621 1L15 29 61,1 210,6 -5,9 -20,4 74,2 -22,4 96,6 333,0
41 3L15 87 230,6 265,0 130,4 149,8 276,5 0,0 276,5 317,8
640 3L15 87 230,6 265,0 130,4 149,8 276,5 0,0 276,5 317,8
512 2L15 58 153,6 264,8 41,8 72,1 166,6 -16,7 183,3 316,0
815 2L15 58 153,6 264,8 41,8 72,1 166,6 -16,7 183,3 316,0
503 1L15 29 61,1 210,7 -5,9 -20,4 69,3 -22,3 91,6 315,9
806 1L15 29 61,1 210,7 -5,9 -20,4 69,3 -22,3 91,6 315,9
60 1L15 29 61,2 211,0 -14,6 -50,5 67,1 -24,4 91,5 315,5
659 1L15 29 61,2 211,0 -14,6 -50,5 67,1 -24,4 91,5 315,5
404 3L15 87 230,5 265,0 130,3 149,8 273,6 0,0 273,6 314,5
764 3L15 87 230,5 265,0 130,3 149,8 273,6 0,0 273,6 314,5
4 3L15 87 224,4 257,9 129,7 149,1 269,7 0,0 269,7 310,0
604 3L15 87 224,4 257,9 129,7 149,1 269,7 0,0 269,7 310,0
395 3L15 87 224,4 257,9 129,7 149,1 268,3 0,0 268,3 308,4
755 3L15 87 224,4 257,9 129,7 149,1 268,3 0,0 268,3 308,4
515 1L15 29 61,2 211,1 -14,6 -50,4 64,1 -24,4 88,5 305,1
818 1L15 29 61,2 211,1 -14,6 -50,4 64,1 -24,4 88,5 305,1
3 3L15 87 216,1 248,4 121,8 140,0 257,5 0,0 257,5 295,9
603 3L15 87 216,1 248,4 121,8 140,0 257,5 0,0 257,5 295,9
394 3L15 87 216,0 248,3 121,8 140,0 255,1 0,0 255,1 293,2
754 3L15 87 216,0 248,3 121,8 140,0 255,1 0,0 255,1 293,2
58 2L15 58 121,6 209,7 10,3 17,8 139,3 -30,6 169,9 293,0
657 2L15 58 121,6 209,7 10,3 17,8 139,3 -30,6 169,9 293,0
22 1L15 29 52,7 181,8 -14,7 -50,5 60,5 -24,3 84,8 292,4
622 1L15 29 52,7 181,8 -14,7 -50,5 60,5 -24,3 84,8 292,4
510 1L15 29 51,8 178,5 -24,2 -83,3 57,9 -25,9 83,8 288,9
813 1L15 29 51,8 178,5 -24,2 -83,3 57,9 -25,9 83,8 288,9
42 4L15 116 274,9 237,0 158,4 136,6 332,9 0,0 332,9 287,0
641 4L15 116 274,9 237,0 158,4 136,6 332,9 0,0 332,9 287,0
405 4L15 116 274,9 237,0 158,4 136,6 330,9 0,0 330,9 285,3
765 4L15 116 274,9 237,0 158,4 136,6 330,9 0,0 330,9 285,3
43 4L15 116 267,0 230,2 156,0 134,5 324,5 0,0 324,5 279,8
642 4L15 116 267,0 230,2 156,0 134,5 324,5 0,0 324,5 279,8
504 1L15 29 52,8 181,9 -14,6 -50,5 56,7 -24,3 81,0 279,4
807 1L15 29 52,8 181,9 -14,6 -50,5 56,7 -24,3 81,0 279,4
406 4L15 116 267,0 230,2 156,0 134,5 323,5 0,0 323,5 278,9
766 4L15 116 267,0 230,2 156,0 134,5 323,5 0,0 323,5 278,9
513 2L15 58 121,7 209,8 10,4 17,9 130,2 -30,6 160,8 277,3
816 2L15 58 121,7 209,8 10,4 17,9 130,2 -30,6 160,8 277,3
44 4L15 116 264,9 228,4 157,7 136,0 320,9 0,0 320,9 276,6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
643 4L15 116 264,9 228,4 157,7 136,0 320,9 0,0 320,9 276,6
6 4L15 116 261,0 225,0 155,2 133,8 316,1 0,0 316,1 272,5
606 4L15 116 261,0 225,0 155,2 133,8 316,1 0,0 316,1 272,5
20 1L15 29 54,3 187,1 2,6 9,1 63,6 -15,4 79,0 272,3
620 1L15 29 54,3 187,1 2,6 9,1 63,6 -15,4 79,0 272,3
55 1L15 29 51,8 178,6 -24,2 -83,3 52,9 -25,9 78,8 271,7
654 1L15 29 51,8 178,6 -24,2 -83,3 52,9 -25,9 78,8 271,7
1 1L15 29 67,5 232,6 31,3 108,0 78,1 0,0 78,1 269,4
601 1L15 29 67,5 232,6 31,3 108,0 78,1 0,0 78,1 269,4
39 1L15 29 67,4 232,3 31,2 107,4 78,0 0,0 78,0 268,9
638 1L15 29 67,4 232,3 31,2 107,4 78,0 0,0 78,0 268,9
5 4L15 116 255,3 220,1 148,6 128,1 309,4 0,0 309,4 266,7
605 4L15 116 255,3 220,1 148,6 128,1 309,4 0,0 309,4 266,7
396 4L15 116 255,3 220,1 148,6 128,1 308,4 0,0 308,4 265,9
756 4L15 116 255,3 220,1 148,6 128,1 308,4 0,0 308,4 265,9
392 1L15 29 67,4 232,3 31,2 107,6 76,0 0,0 76,0 262,2
752 1L15 29 67,4 232,3 31,2 107,6 76,0 0,0 76,0 262,2
402 1L15 29 67,4 232,4 31,1 107,3 76,0 0,0 76,0 262,2
762 1L15 29 67,4 232,4 31,1 107,3 76,0 0,0 76,0 262,2
499 1L15 29 42,9 147,9 -24,3 -83,8 49,9 -25,8 75,7 261,2
802 1L15 29 42,9 147,9 -24,3 -83,8 49,9 -25,8 75,7 261,2
509 1L15 29 41,9 144,4 -33,9 -117,0 48,0 -27,2 75,1 259,1
812 1L15 29 41,9 144,4 -33,9 -117,0 48,0 -27,2 75,1 259,1
502 1L15 29 54,3 187,2 2,7 9,2 58,8 -15,4 74,2 255,8
805 1L15 29 54,3 187,2 2,7 9,2 58,8 -15,4 74,2 255,8
17 1L15 29 42,9 147,9 -24,3 -83,7 45,4 -25,8 71,3 245,8
617 1L15 29 42,9 147,9 -24,3 -83,7 45,4 -25,8 71,3 245,8
54 1L15 29 41,9 144,4 -33,9 -117,0 41,5 -27,2 68,7 236,8
653 1L15 29 41,9 144,4 -33,9 -117,0 41,5 -27,2 68,7 236,8
498 1L15 29 32,0 110,2 -34,3 -118,3 38,7 -27,1 65,8 227,0
801 1L15 29 32,0 110,2 -34,3 -118,3 38,7 -27,1 65,8 227,0
16 1L15 29 32,0 110,3 -34,3 -118,2 33,0 -27,1 60,1 207,2
616 1L15 29 32,0 110,3 -34,3 -118,2 33,0 -27,1 60,1 207,2
497 1L15 29 17,3 59,8 -52,4 -180,7 17,4 -31,5 49,0 168,8
800 1L15 29 17,3 59,8 -52,4 -180,7 17,4 -31,5 49,0 168,8
15 1L15 29 17,4 59,9 -52,4 -180,6 12,8 -31,5 44,3 152,9
615 1L15 29 17,4 59,9 -52,4 -180,6 12,8 -31,5 44,3 152,9
508 2L15 58 22,5 38,8 -48,3 -83,3 37,8 -29,9 67,7 116,7
811 2L15 58 22,5 38,8 -48,3 -83,3 37,8 -29,9 67,7 116,7
53 2L15 58 22,5 38,8 -48,3 -83,3 29,5 -29,9 59,4 102,4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
652 2L15 58 22,5 38,8 -48,3 -83,3 29,5 -29,9 59,4 102,4
507 2L15 58 -9,3 -16,0 -122,1 -210,6 -5,7 -61,8 56,1 96,7
810 2L15 58 -9,3 -16,0 -122,1 -210,6 -5,7 -61,8 56,1 96,7
496 1L15 29 -8,7 -29,9 -68,8 -237,2 -5,9 -33,3 27,4 94,6
799 1L15 29 -8,7 -29,9 -68,8 -237,2 -5,9 -33,3 27,4 94,6
52 2L15 58 -9,2 -15,9 -122,1 -210,5 -11,8 -61,8 50,0 86,1
651 2L15 58 -9,2 -15,9 -122,1 -210,5 -11,8 -61,8 50,0 86,1
14 1L15 29 -8,6 -29,8 -68,8 -237,1 -9,3 -33,3 24,0 82,7
614 1L15 29 -8,6 -29,8 -68,8 -237,1 -9,3 -33,3 24,0 82,7
506 2L15 58 -43,1 -74,4 -157,5 -271,6 -42,6 -71,7 29,1 50,2
809 2L15 58 -43,1 -74,4 -157,5 -271,6 -42,6 -71,7 29,1 50,2
49 4L15 116 -157,5 -135,8 -281,0 -242,2 -158,5 -107,3 51,2 44,1
648 4L15 116 -157,5 -135,8 -281,0 -242,2 -158,5 -107,3 51,2 44,1
411 4L15 116 -157,5 -135,8 -281,0 -242,2 -158,5 -107,3 51,2 44,1
771 4L15 116 -157,5 -135,8 -281,0 -242,2 -158,5 -107,3 51,2 44,1
11 4L15 116 -157,3 -135,6 -280,4 -241,8 -158,3 -107,2 51,1 44,1
611 4L15 116 -157,3 -135,6 -280,4 -241,8 -158,3 -107,2 51,1 44,1
401 4L15 116 -157,3 -135,6 -280,4 -241,8 -158,3 -107,2 51,1 44,1
761 4L15 116 -157,3 -135,6 -280,4 -241,8 -158,3 -107,2 51,1 44,1
51 2L15 58 -43,1 -74,2 -157,4 -271,4 -46,7 -71,6 25,0 43,1
650 2L15 58 -43,1 -74,2 -157,4 -271,4 -46,7 -71,6 25,0 43,1
48 4L15 116 -152,3 -131,3 -278,6 -240,2 -153,5 -108,4 45,1 38,9
647 4L15 116 -152,3 -131,3 -278,6 -240,2 -153,5 -108,4 45,1 38,9
410 4L15 116 -152,3 -131,3 -278,5 -240,1 -153,5 -108,4 45,1 38,9
770 4L15 116 -152,3 -131,3 -278,5 -240,1 -153,5 -108,4 45,1 38,9
10 4L15 116 -148,2 -127,8 -270,8 -233,5 -149,0 -105,8 43,2 37,3
610 4L15 116 -148,2 -127,8 -270,8 -233,5 -149,0 -105,8 43,2 37,3
400 4L15 116 -148,2 -127,8 -270,8 -233,4 -149,0 -105,8 43,2 37,3
760 4L15 116 -148,2 -127,8 -270,8 -233,4 -149,0 -105,8 43,2 37,3
9 3L15 87 -116,0 -133,4 -222,2 -255,4 -116,0 -90,7 25,4 29,2
609 3L15 87 -116,0 -133,4 -222,2 -255,4 -116,0 -90,7 25,4 29,2
47 4L15 116 -155,7 -134,3 -298,0 -256,9 -155,5 -121,6 33,8 29,2
646 4L15 116 -155,7 -134,3 -298,0 -256,9 -155,5 -121,6 33,8 29,2
399 3L15 87 -116,0 -133,3 -222,2 -255,4 -116,0 -90,7 25,4 29,1
759 3L15 87 -116,0 -133,3 -222,2 -255,4 -116,0 -90,7 25,4 29,1
409 4L15 116 -155,7 -134,2 -297,9 -256,9 -155,4 -121,6 33,8 29,1
769 4L15 116 -155,7 -134,2 -297,9 -256,9 -155,4 -121,6 33,8 29,1
495 2L15 58 -41,8 -72,0 -129,2 -222,8 -41,8 -57,4 15,7 27,0
798 2L15 58 -41,8 -72,0 -129,2 -222,8 -41,8 -57,4 15,7 27,0
46 3L15 87 -140,0 -160,9 -278,2 -319,7 -139,8 -121,7 18,1 20,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
645 3L15 87 -140,0 -160,9 -278,2 -319,7 -139,8 -121,7 18,1 20,8
408 3L15 87 -139,9 -160,9 -278,1 -319,6 -139,8 -121,7 18,1 20,8
768 3L15 87 -139,9 -160,9 -278,1 -319,6 -139,8 -121,7 18,1 20,8
13 2L15 58 -41,7 -71,9 -129,2 -222,7 -45,7 -57,4 11,7 20,2
613 2L15 58 -41,7 -71,9 -129,2 -222,7 -45,7 -57,4 11,7 20,2
8 2L15 58 -77,2 -133,1 -152,8 -263,5 -77,1 -66,2 10,9 18,8
608 2L15 58 -77,2 -133,1 -152,8 -263,5 -77,1 -66,2 10,9 18,8
398 2L15 58 -77,2 -133,0 -152,8 -263,4 -77,1 -66,2 10,9 18,7
758 2L15 58 -77,2 -133,0 -152,8 -263,4 -77,1 -66,2 10,9 18,7
397 1L15 29 -42,7 -147,1 -96,1 -331,2 -42,6 -46,7 4,1 14,1
757 1L15 29 -42,7 -147,1 -96,1 -331,2 -42,6 -46,7 4,1 14,1
7 1L15 29 -42,7 -147,3 -96,2 -331,6 -42,7 -46,7 4,1 14,0
607 1L15 29 -42,7 -147,3 -96,2 -331,6 -42,7 -46,7 4,1 14,0
50 3L15 87 -99,2 -114,0 -198,8 -228,6 -99,1 -87,8 11,4 13,1
649 3L15 87 -99,2 -114,0 -198,8 -228,6 -99,1 -87,8 11,4 13,1
505 3L15 87 -99,0 -113,8 -198,7 -228,3 -99,0 -87,7 11,3 13,0
808 3L15 87 -99,0 -113,8 -198,7 -228,3 -99,0 -87,7 11,3 13,0
12 3L15 87 -92,5 -106,3 -192,8 -221,6 -92,5 -84,3 8,2 9,4
612 3L15 87 -92,5 -106,3 -192,8 -221,6 -92,5 -84,3 8,2 9,4
494 3L15 87 -92,4 -106,2 -192,8 -221,6 -92,4 -84,3 8,1 9,3
797 3L15 87 -92,4 -106,2 -192,8 -221,6 -92,4 -84,3 8,1 9,3
407 2L15 58 -84,4 -145,6 -183,8 -317,0 -84,4 -89,4 5,0 8,6
767 2L15 58 -84,4 -145,6 -183,8 -317,0 -84,4 -89,4 5,0 8,6
45 2L15 58 -84,5 -145,8 -184,0 -317,3 -84,5 -89,4 4,9 8,5
644 2L15 58 -84,5 -145,8 -184,0 -317,3 -84,5 -89,4 4,9 8,5
Lampiran D Gambar Diagram Gaya Hasil Pemodelan SAP2000

Model Jembatan dan Jalur

Gaya Aksial
Gaya Shear 2 – 2

Gaya Shear 3-3


Gaya Torsi

Gaya Moment 2-2


Gaya Momen 3 - 3
Lampiran E Cara Penomoran Batang
Lampiran F Data Jumlah Kendaraan tahun 1973 – 2009 di Indonesia

Tahun Mobil Sepeda


Tahun Bis Truk Jumlah
ke Penumpang Motor

1973 1 307.739 30.368 144.060 720.056 1.202.223


1974 2 337.701 31.439 166.356 945.182 1.480.678
1975 3 377.990 35.900 189.480 1.151.045 1.754.415
1976 4 419.240 39.389 220.692 1.407.323 2.086.644
1977 5 471.099 46.644 268.098 1.719.489 2.505.330
1978 6 531.206 57.835 328.022 1.939.974 2.857.037
1979 7 577.345 69.545 383.648 2.266.183 3.296.721
1980 8 729.517 86.166 478.066 2.677.799 3.971.548
1981 9 722.441 112.078 590.538 3.197.305 4.622.362
1982 10 791.019 134.430 657.104 3.764.442 5.346.995
1983 11 869.940 160.260 717.873 4.135.677 5.883.750
1984 12 841.717 184.333 809.504 4.687.912 6.523.466
1985 13 997.252 228.196 884.391 4.760.692 6.870.531
1986 14 1.059.851 256.576 876.084 5.115.925 7.308.436
1987 15 1.170.103 303.378 953.694 5.554.305 7.981.480
1988 16 1.073.106 385.731 892.651 5.419.531 7.771.019
1989 17 1.182.253 434.903 952.391 5.722.291 8.291.838
1990 18 1.313.210 468.550 1.024.296 6.082.966 8.889.022
1991 19 1.494.607 504.720 1.087.940 6.494.871 9.582.138
1992 20 1.590.750 539.943 1.126.262 6.941.000 10.197.955
1993 21 1.700.454 568.490 1.160.539 7.355.114 10.784.597
1994 22 1.890.340 651.608 1.251.986 8.134.903 11.928.837
1995 23 2.107.299 688.525 1.336.177 9.076.831 13.208.832
1996 24 2.409.088 595.419 1.434.783 10.090.805 14.530.095
1997 25 2.639.523 611.402 1.548.397 11.735.797 16.535.119
1998 26 2.769.375 626.680 1.586.721 12.628.991 17.611.767
1999 27 2.897.803 644.667 1.628.531 13.053.148 18.224.149
2000 28 3.038.913 666.280 1.707.134 13.563.017 18.975.344
2001 29 3.261.807 687.770 1.759.547 15.492.148 21.201.272
2002 30 3.403.433 714.222 1.865.398 17.002.140 22.985.193
Tahun Mobil Sepeda
Tahun Bis Truk Jumlah
ke Penumpang Motor

2003 31 3.885.228 798.079 2.047.022 19.976.376 26.706.705


2004 32 4.464.281 933.199 2.315.779 23.055.834 30.769.093
2005 33 5.494.034 1.184.918 2.920.828 28.556.498 38.156.278
2006 34 6.615.104 1.511.129 3.541.800 33.413.222 45.081.255
2007 35 8.864.961 2.103.423 4.845.937 41.955.128 57.769.449
2008 36 9.859.926 2.583.170 5.146.674 47.683.681 65.273.451
2009 37 10.364.125 2.729.572 5.187.740 52.433.132 70.714.569

Keterangan
Tahun 1973 – 1978
Sumber : BAPPENAS http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6977/
Tahun 1979 – 1981
Sumber : BAPPENAS www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6892/
Tahun 1982 – 1986
Sumber : BAPPENAS www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6737/
Tahun 1987 – 2009
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17&notab=12

Sumber : Kantor Kepolisian Republik Indonesia


*)
sejak 1999 tidak termasuk Timor-Timur
Lampiran G Perhitungan Rata-rata Pertumbuhan Kendaraan

Pertambahan Pertambahan
Tahun Bis Truk KET
(% ) (%)
1973 30.368 144.060
1974 31.439 4 166.356 15
1975 35.900 14 189.480 14
1976 39.389 10 220.692 16
1977 46.644 18 268.098 21
1978 57.835 24 328.022 22
1979 69.545 20 383.648 17
1980 86.166 24 478.066 25
1981 112.078 30 590.538 24
1982 134.430 20 657.104 11
1983 160.260 19 717.873 9
1984 184.333 15 809.504 13
1985 228.196 24 884.391 9
1986 256.576 12 876.084 (1)
1987 303.378 18 953.694 9
1988 385.731 27 892.651 (6)
1989 434.903 13 952.391 7
1990 468.550 8 1.024.296 8
1991 504.720 8 1.087.940 6
1992 539.943 7 1.126.262 4
1993 568.490 5 1.160.539 3
1994 651.608 15 1.251.986 8
1995 688.525 6 1.336.177 7
1996 595.419 (14) 1.434.783 7
1997 611.402 3 1.548.397 8
1998 626.680 2 1.586.721 2
1999*) 644.667 3 1.628.531 3
2000 666.280 3 1.707.134 5
2001 687.770 3 1.759.547 3
2002 714.222 4 1.865.398 6
2003 798.079 12 2.047.022 10
2004 933.199 17 2.315.779 13
2005 1.184.918 27 2.920.828 26
2006 1.511.129 28 3.541.800 21
2007 2.103.423 39 4.845.937 37
2008 2.583.170 23 5.146.674 6
2009 2.729.572 6 5.187.740 1
Jumah/Average 22.408.937 14 54.036.143 11
Lampiran H Hasil Survei Kendaraan yang Lewat Jembatan

Rekapitulasi Jumlah Kendaraan yang Lewat

Jumlah Kendaraan
Golongan
Hari normal Hari Libur per-minggu tahun 2011

Colt Diesel 1.227 563 7.925 413.327


Bus Besar 354 395 2.519 131.342
6B 83 37 535 27.903
7A 80 24 504 26.288
7 C1 2 1 13 678
7 C2 2 - 12 626
7 C3 1 1 7 365
Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan

Hari, tanggal : Minggu, 18 Desember 2011.


Arah : Kediri

Jenis
No. Jam
Colt Diesel Bus 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
1 06.00-07.00 24 2 1
2 07.00-08.00 20 10 4 1
3 08.00-09.00 23 12 4 1
4 09.00-10.00 26 10 5
5 10.00-11.00 21 11 3 1
6 11.00-12.00 19 15 1 1
7 12.00-13.00 14 9 1 1
8 13.00-14.00 13 10
9 14.00-15.00 16 9 2
10 15.00-16.00 17 6 1
11 16.00-17.00 15 12 3 2
12 17.00-18.00 15 11 1 1
13 18.00-19.00 20 11 1
14 19.00-20.00 10 9 1
15 20.00-21.00 7 6
16 21.00-22.00 5 7 1
17 22.00-23.00 4 3
18 23.00-24.00 5 1 1 1
19 00.00-01.00 2 2 2
20 01.00-02.00 3 3
21 02.00-03.00 4 6 1
22 03.00-04.00 8 9 4 3
23 04.00-05.00 12 3 0 2
24 05.00-06.00 18 5 2 2 1

Jumlah 321 182 33 21 1 0 1


Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan

Hari, tanggal : Minggu, 18 Desember 2011.


Arah : Nganjuk

Jenis
No. Jam
Colt Diesel Bus 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
1 06.00-07.00 16 10
2 07.00-08.00 13 10
3 08.00-09.00 14 13 2
4 09.00-10.00 16 14
5 10.00-11.00 14 10 1
6 11.00-12.00 15 12
7 12.00-13.00 11 10
8 13.00-14.00 12 7 1 1
9 14.00-15.00 10 10
10 15.00-16.00 8 11
11 16.00-17.00 18 15
12 17.00-18.00 10 7
13 18.00-19.00 9 8
14 19.00-20.00 4 6
15 20.00-21.00 6 5
16 21.00-22.00 10 4
17 22.00-23.00 5 2
18 23.00-24.00 3 3
19 00.00-01.00 2 2
20 01.00-02.00 5 5 1
21 02.00-03.00 4 10
22 03.00-04.00 6 14 1
23 04.00-05.00 13 11
24 05.00-06.00 18 14

Jumlah 242 213 4 3 0 0 0


Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan

Hari, tanggal : Selasa, 20 Desember 2011.


Arah : Kediri

Jenis
No. Jam
Colt Diesel Bus 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
1 06.00-07.00 25 11 2 3
2 07.00-08.00 35 9 2 5
3 08.00-09.00 53 9 8 5
4 09.00-10.00 60 10 7 4 1
5 10.00-11.00 53 12 5 4
6 11.00-12.00 59 14 3 3
7 12.00-13.00 55 10 7 5
8 13.00-14.00 52 9 6 7 1
9 14.00-15.00 51 11 5 3
10 15.00-16.00 51 12 3 6 1
11 16.00-17.00 36 12 4 2
12 17.00-18.00 37 10 4 3
13 18.00-19.00 17 6 2 5
14 19.00-20.00 8 4 1 2
15 20.00-21.00 6 5
16 21.00-22.00 5 6
17 22.00-23.00 3 4 1
18 23.00-24.00 4 3 1
19 00.00-01.00 6 3 1 1
20 01.00-02.00 2 2
21 02.00-03.00 7 3 4
22 03.00-04.00 16 4 2 4
23 04.00-05.00 18 5 3
24 05.00-06.00 20 4 4 5

Jumlah 679 178 66 74 2 2 1


Survey Perhitungan Kendaraan yang Lewat Jembatan

Hari, tanggal : Selasa, 20 Desember 2011.


Arah : Nganjuk

Jenis
No. Jam
Colt Diesel Bus 6B 7A 7 C1 7 C2 7 C3
1 06.00-07.00 22 14 1
2 07.00-08.00 20 12 1
3 08.00-09.00 37 11 2 1
4 09.00-10.00 42 9
5 10.00-11.00 45 11 2 1
6 11.00-12.00 51 6 1
7 12.00-13.00 49 7 2
8 13.00-14.00 40 9 1 1
9 14.00-15.00 45 8
10 15.00-16.00 41 10 2
11 16.00-17.00 39 9 1 1
12 17.00-18.00 19 4
13 18.00-19.00 15 6
14 19.00-20.00 8 5 1
15 20.00-21.00 7 6
16 21.00-22.00 6 4
17 22.00-23.00 9 3 1
18 23.00-24.00 4 2
19 00.00-01.00 5 3
20 01.00-02.00 3 4 1
21 02.00-03.00 8 5
22 03.00-04.00 4 4 2
23 04.00-05.00 15 9
24 05.00-06.00 14 15 1

Jumlah 548 176 17 6 0 0 0


Lampiran I Penilaian Jembatan Bandar Dengan Metode BMS, 1993.
Lampiran J Analisis Fatik Sesuai Beban Standar.

Beban kendaraan berat standar jalan kelas II (Dirjen Perhubungan Darat, 2008)

GOL berat sumbu terbesar (Kg)


Kendaraan depan tengah belakang
Colt Diesel 2500 5000
Bus Besar 6000 10000
6B 6000 10000
7A 6000 18000
7 C1 6000 10000 18000
7 C2 6000 10000 30000
7 C3 6000 20000 30000

Variasi Tegangan pada batang kritis (Analisis SAP2000)

Jenis
Pvar A ff Ket
Frame cm2 MPa
1 2 3 5 11
Kendaraan Pribadi 1,404 29,00 4,84
Colt Diesel 5,469 29,00 18,86
Bus Besar 11,179 29,00 38,55
6B 11,179 29,00 38,55
7A 17,941 29,00 61,87
7 C1 23,52 29,00 81,10
7 C2 33,664 29,00 116,08
7 C3 39,243 29,00 135,32
Keterangan:
 > 26 MPa Menimbulkan kelelahan fatik
Akumulasi Fatik sampai dengan tahun2025

Tahun Akumulasi fatik

2011 0,4175
2012 0,4194
2013 0,4216
2014 0,4240
2015 0,4267
2016 0,4296
2017 0,4329
2018 0,4365
2019 0,4405
2020 0,4450
2021 0,4499
2022 0,4554
2023 0,4615
2024 0,4682
2025 0,4756
Beban Kendaraan Berat Standar Jalan Kelas III (Dirjen Perhubungan Darat, 2008)

GOL berat sumbu terbesar (Kg)


Kendaraan depan tengah belakang
Colt Diesel 2000 4000
Bus Besar 6000 8000
6B 6000 8000
7A 6000 15000
7 C1 6000 8000 15000
7 C2 6000 8000 24000
7 C3 6000 16000 24000

Variasi Tegangan pada batang kritis (Analisis SAP2000)

Jenis
Pvar A ff Ket
Frame cm2 MPa
1 2 3 5 11
Kendaraan Pribadi 1,404 29,00 4,84
Colt Diesel 4,375 29,00 15,09
Bus Besar 9,488 29,00 32,72
6B 9,488 29,00 32,72
7A 15,405 29,00 53,12
7 C1 19,868 29,00 68,51
7 C2 27,476 29,00 94,74
7 C3 31,94 29,00 110,14
Keterangan:
 > 26 MPa Menimbulkan kelelahan fatik
Akumulasi Fatik sampai dengan tahun2025
Tahun Akumulasi fatik
2011 0,4175
2012 0,4186
2013 0,4198
2014 0,4212
2015 0,4227
2016 0,4243
2017 0,4262
2018 0,4282
2019 0,4305
2020 0,4330
2021 0,4358
2022 0,4389
2023 0,4424
2024 0,4462
2025 0,4504
A A
B B

 
C C
D D

Denah Jembatan Bandar.( Dirjen Bina Marga, 2005)

Gambar Penomoran Batang pada Potongan A-A .


Gambar Penomoran Batang pada Potongan B - B.

Gambar Penomoran Batang pada Potongan C - C.

Gambar Penomoran Batang pada Potongan D- D.


Gambar Penamaan Batang menurut BMS 1993.

Gambar Detil Penamaan Batang menurut BMS 1993.

Anda mungkin juga menyukai