OLEH:
C11107121
Pembimbing:
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2011
LEMBAR PENGESAHAN
STAMBUK : C11107121
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Mengetahui,
Pembimbing, Co-Ass,
PENDAHULUAN
Koagulasi intravaskuler diseminata dapat hadir pada semua ras, umur, dan
jenis kelamin dengan predisposisi yang sama. 1 Sehingga mengetahui faktor-faktor
penyakit penyebabnya adalah yang terpenting. Karena penanganan yang tepat dan
cepat terhadap penyakit primer dapat memperbaiki prognosis DIC yang
disebutkan berprognosis ‘malam’ pada beberapa buku.4
Bila lapisan paling dalam dari pembuluh darah (endotelium) itu rusak (mis.
Terluka), darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen yang mendasarinya.
Trombosit melekat pada tempat luka, dengan bantuan faktor von willebrand
(vWF). Proses ini, dikenal sebagai adhesi, mengaktivasi trombosit, yang kemudian
mengubah bentuknya (metamorfosis dari kepingan (platelet) menjadi bulatan
(sferis) dengan kaki semu) dan mengeluarkan, dengan cara eksositosis, substansi
yang terkandung dalam vesikel-vesikel (granula): sekresi. Dari substansi-substansi
ini, ADP, misalnya, merangsang agregasi ; vWF dan fibronektin meningkatkan
adhesi; serotonin, mitogen, dan PDGF ( Platelet derived growth factor = faktor
yang berasal dari platelet), antara lain, memiliki efek vasokonstriktor. Di samping
itu, trombosit yang teraktivasi melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor) dan
PAF (= Platelet-activating-factor = faktor pengaktif-platelet). Seperti
mengaktifkan fagosit. Hasil akhirnya adalah akumulasi masif dari trombosit :
agregasi.
Pada waktu yang sama, proses pembekuan yang sebenarnya dimulai oleh
dua mekanisme lebih lanjut :
2+
Ion Ca yang bebas (faktor IV) adalah juga diperlukan untuk beberapa
langkah dalam koagulasi. Penambahan sitrat atau oksalat pada darah segar yang
2+
baru diambil akan mengikat ion Ca dan mencegah pembekuan. Ini merupakan
prosedur yang perlu dalam sejumlah tes darah dan tes pembekuan.
Biasanya, vitamin K disediakan bakteri usus, tetapi bila flora usus telah
dirusak. Sebagai contoh, oleh karena pemberian antibiotika peroral, defisiensi
viatamin K dapat terjadi. Hal yang sama adalah benar dalam penyakit pencernaan
dan absorpsi lemak, karena vitamin K adalah larut dalam lemak.5
I.3. Pembekuan Darah dan Fibrinolisis
Kerusakan kecil pada endotelium vaskuler terutama diatasi oleh trombosit
serta sistem intrinsik. Sistem intrinsik menjadi aktif bila faktor XII plasma itu
sendiri diaktifkan (XIIa) dengan menyentuh permukaan lainnya daripada
permukaan epitelium vaskular (misalnya, dengan kolagen). Kininogen dan
kalikrein merupakan ko-faktor. Jalur intrinsik melibatkan faktor trombosit (TF3),
2+.
faktor plasma, dan Ca Pada kasus perluasan kerusakan melibatkan jaringan
maupun pembuluh darah, sistem ekstrinsik, termasuk faktor jaringan
(trombokinase jaringan), faktor VII plasma dan Ca 2+. Mulai berperan kedua jalur,
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, mengaktifkan faktor
X,menjadi faktor Xa. Faktor Xa bersama-sama dengan fosfolipid (dari trombosit
2+
(TF3) atau jaringan), faktor V plasma, dan Ca ,mengkonversi protrombin
menjadi trombin. Trombin mempunyai tiga efek utama :
Plasmin berasal dari plasminogen yang tidak aktif, dalam suatu proses
yang membutuhkan banyak faktor darah dan jaringan, mungkint ermasuk faktor
XIIa, streptokinase dan urokinase dipergunakan secara terapeutis sebagai bahan
pengaktif-plasmionogen melarutkan untuk bekuan yang baru terbentuk dalam
pembuluh darah. Di lain pihak, fibrinolisis yang berlebihan secara fisiologis
dihalangi oleh antiplasmin. Tujuan yang sama dapat dilakukan dnegan pemberian
secara terapeutis asam E-aminokaproat, aprotinin, dan substansi-substansi yang
sama.
Protein plasma terpenting yang terlibat dalam perlindungan terhadap
trombosis adalah antitrombin 3. Antitrombin 3 membentuk kompleks dengan
trombin, faktor Xa, Ixa, Xia, XIIa dan kalikrein. Dan dengan demikian mencegah
aktivitas mereka lebih lanjut. Pembentukan kompleks seperti itu dapat terjadi
secara alamiah (misalnya dari sel mast atau dari endotelium) atau pemberian
heparin Defisiensi antitrombin 3 menyebabkan trombosis.
II.1. Pengertian
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis dan hematoma di kulit, hematuri, melena, epistaksis, perdarahan gusi,
hemoptisis, dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak.
Gejala akibat trombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai
koma, gagal ginjal akut, gagal nafas akut, dan iskemia fokal, dan gangren pada
kulit.1
I. Anamnesis
-
Bidang obstetri (emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin,
abortus septik, abrupsi plasenta)
-
Bidang hematologi-immunologi (reaksi transfusi, hemolisis berat,
leukemia, gigitan ular, )
-
Infeksi (septikemia, gram negatif, gram positif, virus HIV, hepatitis,
dengue, parasit malaria)
-
Trauma, penyakit hati akut, luka bakar,trauma kepala, aneurysma
pembuluh darah besar
-
Reaksi setelah anestesi atau pembedahan.2,4,6
-
Gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia,
proteinuria
-
Tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena, hematuria, epistaksis)
-
Manifestasi trombosis (gagal organ (ginjal, paru)) 4
Secara fisis, dapat pula dibedakan apakah pasien mengalami DIC akut,
atau DIC kronik :
-
Pada DIC akut : pada pemeriksaan fisis yang tampak adalah gejala-
gejala penyakit primer /etiologinya. Pada pasien dengan penyakit akut,
(mis. Penyakit-penyakit perdarahan yang menyebabkan pembentukan
plasmin berlebihan) akan tampak peteki pada soft palate dan tungkai
akibat trombositopenia dan ekimosis pada daerah yang di suntik.
Pasien juga dapat muncul manifestasi ekimosis pada daerah yang
terkena trauma.
-
Pada DIC kronis : pada pemeriksaan fisis didapatkan, manifestasi
akibat pembentukan trombin (trombosis) berlebihan dimana
manifestasi yang muncul adalah akibat tromboembolisme vena.2
II.3. Etiologi
Sebagaimana sudah dijelaskan, KID merupakan mekanisme perantara
berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat
mencetuskan KID fulminan atau derajat rendah seperti telrihat pada tabel dibawah
ini :
Emboli cairan amnion yang disertai KID sering mengancam nyawa dan dapat
menyebaqbkan kematian. Gejala KID karena emboli cairan amnion yaitu gagal
nafas akut dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5
minggu ditemukan KID pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya KID
derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi KID fulminan.
Dalam keadaan seperti ini, nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis
tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan
fibrinolisis, dan terjadi KID fulminan.1
Pada kehamilan dengan eklamsia di temukan KID derajat rendah dan sering
pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirrkulasi plasenta. Namun perlu
diingat bahwa 10-15% KID derajat rendah dapat berkembang menjadi KID
fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai
KID derajat rendah, sampai aobrtus komplit, namun kadang dapat menjadi
fulminan.1
Pada pasien keganasan terutama yang sudah menyebar sering ditemukan KID
dengan atau tanpa gejala klinis, dengan bukti laboratorium. Pada kasus hematologi
selain keganasan penyakit lain sering disertai KID derajat rendah seperti
polisitemia vera, sedang pada paroksismal nokturnal hemoglobinuria (PNH)
ditemukan KID yang lebih bermanifestasi sebagai trombosis.1
Asidosis dan alkalosis walaupun jarang, dapat memicu KID. Pada asidosis,
yang kemungkinan menjadi pemicu adalah endotel terkelupas mengaktifkan FXII
menjadi FXIIa, dan atau XI-Xia dan reaksi pelepasan trombosit yang diakhiri
dnegan aktivasi sistem prokoagulan. Pada alkalosis mekanismenya belum jelas.1
Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan KID disebabkan
mikrohemolisis SDM melepaskan ADP dan fosfolipid. Selain itu nekrosis jaringan
yang terbakar melepaskan material tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan
memicu KID. Pada trauma atau luka paksa besar, nekrosis jaringan merupakan
materi tormboplastin atau material menyerupai fosfoolipid masuk ke dalam
sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem koagulasi sehingga terjadi KID.1
II.4. Patofisiologi
KID merupakan gangguan pembekuan karena aktivasi trombin secara akut
atau kronis, yang disertai dengan pembentukan bekuan dan aktivasi trombosit
yang secara sekunder menyebabkan hiperfibrinolisis. Penyebabnya adalah
banyaknya tromboplastin jaringan yang masuk ke aliran darah, seperti pada
emboli cairan amnion, kerusakan otak yang luas, penyakit keganasan (misalnya
leukemia), atau sepsis.7
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan
darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin
bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda
dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat,
akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam
pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai
organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi
protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.8
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya
bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor
koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai
pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi
pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada
jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam
pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel
mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan
bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear.8
Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi
sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini
disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-
sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b
(IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan
menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan
terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan
bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.8
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang
memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah.
Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini
memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu
sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun
jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan
TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi
meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi
dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun
sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat
dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.8
Patofisiologi 3: defek fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan
berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah.
Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan
menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC
yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C,
dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan
terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang,
misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe
adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun
trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung.
Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh
darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat
endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan
kematian.8
2. Plasmin
Pemeriksaan sistem fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam
laboratorium klinis yang berguna pada KID adalah pemeriksaan
plasminogen dan plasmin. Fibrinolisis sekunder merupakan respons
tubuh unutk mencegah trombosis, dalam upaya tubuh
menghindarkan kerusakan organ yang ireversibel pada sistem pasien
dengan KDI. Jika terjadi gangguan sistem fibrinolisis, morbiditas dan
mortalitas akan meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ.
Aktivasi sistem fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar
plasminogen dan plasmin dengan teknik substrat sintesis. Masa lisis
euglobullin memberikan sedikit atau kurang bermanfaat untuk
menilai sistem fibrinolisis pada KID.1
3. FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil
degradasi ini adalah akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh
plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah
plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat
atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin
monomer solubel. Tetapi sama seperti FDP, tes ini bukan sebagai
sarana diagnostik, karena fibrin monomer solubel juga terlihat pada
situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien
dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien
dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan trombosis vena atau
arteri, pada pasien dengan tromboemboli.1
4. PT dan APTT
Masa protrombin (PT) bisa abnormal pada KID, dapat disebabkan
beberapa hal. Karena masa protrombin bergantung pada perubahan
fibrinogen menjadi fibrin maka dapat dimengerti pada pasien KID
masa protrombin memanjang bisa terjadi karena hipofibrinogenemia,
gangguan FDP pada polimerasi fibrin monomer dan karena plasmin
menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin di
temukan memanjang pada 50-75% pasien KID sedang pada kurang
50% pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau
memendeknya masa protrombin ini terjadi karena:
1. Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau FXa
yang dapat mempercepat pembentukan fibrin,
2. Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh
trombin dan sistem pembentukan gel yang cepat. Masa
protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi KID.
PTT yang diaktifkan seharusnya juga memenjang pada KID fulminan
karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna daripada
PT. Plasmin menginduksi biodegradasi FV, VIII, IX dan XI, yang
seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama
halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar
fibrinogen kurang dari 100 mg%.1
PTT juga memanjang pada KID karena FDP menghambat
polimerasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang hanya
ditemukan pada 50-60% pasien KID, dan oleh sebab itu PTT yang
normal tak dapat dipakai menyingkirkan KID. Mekanisme terjadinya
PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien KID sama seperti
pada masa Protrombin (PT).1
5. D-dimer
Suatu tes terbaru untuk KID adalah D-dimer. D-dimer
merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaiut fibrinogen yang
diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan oleh faktor XIII. Dari
pemeriksaan atau tes yang palign banyak dilakukan untuk menilai
KID, D-Dimer tampakanya merupakan tes yang paling dapat
dipercaya untuk menilai kemungkinan KID. Analisis beberapa
pemeriksaan yang dilakukan pada KID, menunjukkan adanya D-
dimer abnomral pada 89% kasus, kadar fibrinopeptida abnormal pada
88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75% kasus. 1
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat
negatif pada KID. Hal ini disebabkan pada KID akut jumlah plasmin
yang beredar sangat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan
degradasi fragmen D dan E, padahal fragmen inilah yang dideteksi
sebagai FDP. Selain itu pelepasan protease granulosit, kolagenase
dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan degradasi
pada semua sisa fragmen D dan E dan akhirnya memberikan hasil
FDP negatif. Jadi FDP yang negatif belum dapat menyingkirkan
diagnosis KID. Dengan tersedinya pemeriksaan D-dimer,
pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya
dalam mendiagnosis KID.1
Suportif
Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
Membebaskan jalan napas
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan
asam basa
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis
Antikoagulan
Heparin intravena bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU,
evaluasi aPTT dengan target 1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan keempat
Bila pada jam kedua:
o aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
o aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis heparin tetap
aPTT >2,5 x kontrol,
evaluasi APTT Bila pada jam keempat:
o aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
o aPTT >2,5 x kontrol, heparin dikurangi 2500U
Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP, kriopresipitat).4