Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT DAN LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS HASANUDDIN Maret 2011

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISSEMINATA

OLEH:

NUR AMELIA BACHTIAR

C11107121

Pembimbing:

dr. Amelia Rifai

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2011
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

NAMA : NUR AMELIA BACHTIAR

STAMBUK : C11107121

FAKULTAS : FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS : HASANUDDIN (UNHAS)

JUDUL REFERAT : KOAGULASI INTRAVASKULAR DISSEMINATA

JUDUL LAPORAN : KOAGULASI INTRAVASKULAR DISSEMINATA

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2011

Mengetahui,

Pembimbing, Co-Ass,

(dr. Amelia Rifai) (Nur Amelia Bachtiar)


BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Koagulasi intravaskular diseminata (KID) merupakan salah satu


kedaruratan medis, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan
segera. Tetapi tidak semua KID digolongkan dalam darurat medis, hanya KID
fulminan atau akut, sedang KID derajat terendah atau kompensasi bukanlah suatu
keadaan darurat. Namun perlu diwasapadai bahwa KID derajat rendah dapat
berubah menjadi KID fulminan. Sehingga memerlukan pengobatan segera.1

DIC (disseminated intravascular coagulation) atau disebut juga Koagulasi


Intravaskular Diseminata bukanlah merupakan suatu diagnosis spesifik, dan
kehadirannya selalu mengindikasikan penyakit lain yang mendasarinya. Ada
banyak penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya DIC. Banyak penyakit
yang sudah dikenal dan sering mencetuskan KID. Akibat banyaknya penyakit
yang dapat mencetuskannya, gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi pula. Hal
ini juga mungkin salah satu penyebab mengapa banyak istilah yang dipakai untuk
KID seperti konsumsi koagulopati, hiperfibrinolisis, defibrinasi dan sindrom
trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan gejala klinis
karena dihubungkan dengan patofisiologi. Istilah yang paling umum diterima
sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik menggambarkan terjadinya trombosis
bersamaan dengan perdarahan. Kedua manifestasi klinis ini dapat erjadi
bersamaan pada KID. Tetapi para dokter lebilh sering memperhatikan perdarahan
daripada akibat trombosis, padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak
dipengaruhi trombosis. 1,2

DIC di tandai oleh aktivasi sistem koagulasi yang menghasilkan


pembentukan dan deposisi fibrin berlebihan, yang akhirnya mengarah pada
trombus mikrovaskuler pada berbagai organ yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kegagalan multiorgan. Konsumsi berlebihan dari protein koagulasi
dan platelet akibat koagulasi berlebihan ini dapat mengakibatkan komplikasi
perdarahan masif, meskipun pembentukan pembekuan mikro tetap dapat terjadi
sekalipun terjadi penurunan faktor pembekuan akibat perdarahan masif.2

Kekacauan pada sistem fibrinolitik kemudian akan berkontribusi pada


tejradinya formasi klot intravaskuler berlebihan, tetapi pada beberapa kasus,
fibrinolisis berlebihan (mis. Akibat konsumsi alpha2-antiplasmin) dapat
menyebabkan perdarahan masif. Oleh karena itu, pasien dengan DIC dapat
muncul dengan tanda trombosis maupun perdarahan yang terjadi secara
bergantian, yang kemudian akan menentukan bagaimana kita menatalaksanainya.2

Adalah penting untuk mengetahui lebih banyak mengenai DIC karena ia


merupakan komplikasi atau efek dari perkembangan penyakit-penyakit lainnya,
sehingga dapat di estimasikan bahwa DIC dapat muncul hingga 1 % pada pasien-
pasien di rumah sakit.3

Hadirnya DIC dalam perkembangan suatu penyakit merupakan penanda


buruknya suatu perlangsungan penyakit. DIC telah terbukti merupakan suatu
faktor independent yang dapat menentukan prognosis mortalitas pada pasien
dengan sepsis ataupun trauma parah. Kehadiran DIC dapat meningkatkan resiko
kematian hingga 1,5 hingga 2,0 kali, dan keparahan dari DIC sangat berkolerasi
dengan peningkatan resiko kematian pada pasien.2

Koagulasi intravaskuler diseminata dapat hadir pada semua ras, umur, dan
jenis kelamin dengan predisposisi yang sama. 1 Sehingga mengetahui faktor-faktor
penyakit penyebabnya adalah yang terpenting. Karena penanganan yang tepat dan
cepat terhadap penyakit primer dapat memperbaiki prognosis DIC yang
disebutkan berprognosis ‘malam’ pada beberapa buku.4

Sebelum kita mengenali lebih banyak mengenai penyakit DIC, ada


baiknya kita mereview kembali mengenai proses fisiologis dari hemostasis
manusia.

I.2. Fisiologi hemostasis

Hemostasis atau penahanan-perdarahan melibatkan interaksi faktor-


jaringan dan plasma dengan platelet (kepingan darah = TC = trombosit) dan
pembuluh-pembuluh. Mekanisme ini berfungsi untuk menjamin bahwa pembuluh
darah yang bocor disegel dalam waktu hanya beberapa menit.

Bila lapisan paling dalam dari pembuluh darah (endotelium) itu rusak (mis.
Terluka), darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen yang mendasarinya.
Trombosit melekat pada tempat luka, dengan bantuan faktor von willebrand
(vWF). Proses ini, dikenal sebagai adhesi, mengaktivasi trombosit, yang kemudian
mengubah bentuknya (metamorfosis dari kepingan (platelet) menjadi bulatan
(sferis) dengan kaki semu) dan mengeluarkan, dengan cara eksositosis, substansi
yang terkandung dalam vesikel-vesikel (granula): sekresi. Dari substansi-substansi
ini, ADP, misalnya, merangsang agregasi ; vWF dan fibronektin meningkatkan
adhesi; serotonin, mitogen, dan PDGF ( Platelet derived growth factor = faktor
yang berasal dari platelet), antara lain, memiliki efek vasokonstriktor. Di samping
itu, trombosit yang teraktivasi melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor) dan
PAF (= Platelet-activating-factor = faktor pengaktif-platelet). Seperti
mengaktifkan fagosit. Hasil akhirnya adalah akumulasi masif dari trombosit :
agregasi.

Sumbatan trombosit ini, terutama dalam kasus kerusakan kecil,


menyebabkan suatu penghentian sementara kebocorannya, dibantu oleh
vasokonstriksi setempat dan menggulung lapisan dalam epitel.

Pada waktu yang sama, proses pembekuan yang sebenarnya dimulai oleh
dua mekanisme lebih lanjut :

a. Suatu sistem “ekstrinsik”, yang dicetuskan oleh faktor jaringan ketika


suatu jaringan dirusak.
b. Suatu sistem “intrinsik”, yang diaktivasi oleh kontak antara faktor
pembekuan XII dan serat kolagen.

Kedua sistem dapat mengaktivasi, secara sendiri atau kombinasi, faktor X


plasma, yang bersama-sama faktor lainnya, mengkonversi protrombin (faktor II)
menjadi trombin. Pada gilirannya, mengkonversi fibrinogen (faktor I) menjadi
fibrin.
Fosfolipid pada permukaan lipoprotein adalah penting sekali untuk
beberapa langkah koagulasi (pembekuan). Fosfolipid dilepaskan dari trombosit
(faktor trombosit 3, TF3) dan dari jaringan yang terluka (faktor jaringan).

Fibrin terdiri dari serat-serat yang membentuk suatu jaringan yang


menjaring trombosit dan eritrosit, sehingga memproduksi “campruan”pasti atau
bekuan merah. Penyegelan lebih lanjut berjalan melalui tiga tahap secara
berturut-turut:

(1) retraksi (penarikan kembali) bekuan darah, yang diperantarai oleh


protein trombosit yang kontraktil (dapat menarik);

(2) organisasi, pada waktu dimana fibroblas berproliferasi dan jaringan


penghubung terbentuk; dan

(3) pembentukan jaringan parut dan regenerasi endotelium dalam lumen


pembuluh darah.

2+
Ion Ca yang bebas (faktor IV) adalah juga diperlukan untuk beberapa
langkah dalam koagulasi. Penambahan sitrat atau oksalat pada darah segar yang
2+
baru diambil akan mengikat ion Ca dan mencegah pembekuan. Ini merupakan
prosedur yang perlu dalam sejumlah tes darah dan tes pembekuan.

Vitamin K dibutuhkan untuk pembentukan faktor koagulasi protrombin


(II), VII, IX, dan X dalam hati. Ini merupakan ko-faktor penting untuk gamma-
karboksilasi dari faktor-faktor ini yang berlangsung pada beberapa residu N-
terminal glutamil dari rantai protein, untuk menghasilkan residu gamma-
karboksiglutamil (modifikasi pasca-translasi). Dengan bantuan residu yang
terakhir, faktor-faktor koagulasi dapat mengikat Ca2+. Yang pada gilirannya
menempel pada fosfolipid (pembentukan “kompleks-kompleks”). Jadi, reaksi
penting dalam proses koagulasi darah dapat berlangsung pada permukaan
lipoprotein.

Biasanya, vitamin K disediakan bakteri usus, tetapi bila flora usus telah
dirusak. Sebagai contoh, oleh karena pemberian antibiotika peroral, defisiensi
viatamin K dapat terjadi. Hal yang sama adalah benar dalam penyakit pencernaan
dan absorpsi lemak, karena vitamin K adalah larut dalam lemak.5
I.3. Pembekuan Darah dan Fibrinolisis
Kerusakan kecil pada endotelium vaskuler terutama diatasi oleh trombosit
serta sistem intrinsik. Sistem intrinsik menjadi aktif bila faktor XII plasma itu
sendiri diaktifkan (XIIa) dengan menyentuh permukaan lainnya daripada
permukaan epitelium vaskular (misalnya, dengan kolagen). Kininogen dan
kalikrein merupakan ko-faktor. Jalur intrinsik melibatkan faktor trombosit (TF3),
2+.
faktor plasma, dan Ca Pada kasus perluasan kerusakan melibatkan jaringan
maupun pembuluh darah, sistem ekstrinsik, termasuk faktor jaringan
(trombokinase jaringan), faktor VII plasma dan Ca 2+. Mulai berperan kedua jalur,
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, mengaktifkan faktor
X,menjadi faktor Xa. Faktor Xa bersama-sama dengan fosfolipid (dari trombosit
2+
(TF3) atau jaringan), faktor V plasma, dan Ca ,mengkonversi protrombin
menjadi trombin. Trombin mempunyai tiga efek utama :

(1) Trombin mengkatalisis konversi fibrinogen menjadi fibrin untuk bentukan


bekuan
(2) Trombin mengaktifkan faktor XIII pengstabil-fibrin menjadi XIIIa dan
(3) Trombin mempengaruhi trombosit selama hemostasis.

Serat fibrin yang tunggal (monomerik) membentuk suatu jaringan ffibrin


yang longgar, yang dipolimerasi oleh faktor XIIIa menjadi fibrin.

Sekali proses pembekuan dimulai, beberapa mekanisme harus memulai


operasi untuk mencegah pembekuan menyebar ke seluruh sistem vaskuler
(trombosis). Disamping antitrombin 3, Plasmin memegang peran penting dengan
menyebabkan penguraian fibrin (fibrinolisis) dan faktor pembekuan lainnya.
Fragmen fibrin yang dihasilkan dari fibrinolisis menghambat pembentukan fibrin
sehingga melindungi terhadap pembekuan tanpa batas.

Plasmin berasal dari plasminogen yang tidak aktif, dalam suatu proses
yang membutuhkan banyak faktor darah dan jaringan, mungkint ermasuk faktor
XIIa, streptokinase dan urokinase dipergunakan secara terapeutis sebagai bahan
pengaktif-plasmionogen melarutkan untuk bekuan yang baru terbentuk dalam
pembuluh darah. Di lain pihak, fibrinolisis yang berlebihan secara fisiologis
dihalangi oleh antiplasmin. Tujuan yang sama dapat dilakukan dnegan pemberian
secara terapeutis asam E-aminokaproat, aprotinin, dan substansi-substansi yang
sama.
Protein plasma terpenting yang terlibat dalam perlindungan terhadap
trombosis adalah antitrombin 3. Antitrombin 3 membentuk kompleks dengan
trombin, faktor Xa, Ixa, Xia, XIIa dan kalikrein. Dan dengan demikian mencegah
aktivitas mereka lebih lanjut. Pembentukan kompleks seperti itu dapat terjadi
secara alamiah (misalnya dari sel mast atau dari endotelium) atau pemberian
heparin Defisiensi antitrombin 3 menyebabkan trombosis.

Penurunan terapeutis dari kekuatan pembekuan darah (terapi


antikoagulan) diperlukan sekali bila terdapat bahaya trombosis. Yaitu, bila bekuan
darah mengancam terjadinya penyumbatan pembuluh darah yang penting.
Heparin, secara langsung menghambat trombin dan faktor lainnya. Sedangkan
dikumarol dan substansi-substansi yang sama menghambat gamma-karboksilasi
diperantarai oleh vitamin K dari protrombin,d an faktor VII, IX,dan X dalam hati.
Asam asetil salisilat (aspirin, dll) dan substansi lainnya menghambat agregasi
trombosit dengan menghambat metabolisme prostaglandin.

Kecenderungan perdarahan karena penurunan yang abnormal dalma


kemampuan darah untuk membeku dapat disebabkan oleh :

(1) Kekurangan suatu faktor yang kongenital (misalnya, faktor VIII;


mengakibatkan hemofilia A)
(2) Kekurangan suatu faktor yang didapat (kerusakan hati, defisiensi
vitamin K)
(3) Peningkatan konsumsi (penggunaan) suatu faktor khsuus (konsumsi
koagulopati)
(4) Trombosit yang terlalu sedikit atau yagn berpenyakit
(trombositopenia, trombositopatia)
(5) Penyakit vaskular tertentu
(6) Fibrinolisis yang berlebihan dan seterusnya. 5
BAB II
ISI

II.1. Pengertian

Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) adalah aktivasi sistem koagulasi dan


fibrinolisis secara berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan. 4

II.2. Gejala Klinis


Gejala klinis KID bergantung pada penyakit dasar, perlangsungannyya akut
atau kronik, dan proses patologis mana yang lebih utama, apakah akibat dari
trombosis mikrovaskularnya, atau diatesis hemoragiknya. Kedua proses patologis
ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu
yang bersamaan.1

Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis dan hematoma di kulit, hematuri, melena, epistaksis, perdarahan gusi,
hemoptisis, dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak.
Gejala akibat trombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai
koma, gagal ginjal akut, gagal nafas akut, dan iskemia fokal, dan gangren pada
kulit.1

I. Anamnesis

Terdapat riwayat penyakit-penyakit yang mendasari seperti :

-
Bidang obstetri (emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin,
abortus septik, abrupsi plasenta)
-
Bidang hematologi-immunologi (reaksi transfusi, hemolisis berat,
leukemia, gigitan ular, )
-
Infeksi (septikemia, gram negatif, gram positif, virus HIV, hepatitis,
dengue, parasit malaria)
-
Trauma, penyakit hati akut, luka bakar,trauma kepala, aneurysma
pembuluh darah besar
-
Reaksi setelah anestesi atau pembedahan.2,4,6

II. Pemeriksaan fisis

-
Gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia,
proteinuria
-
Tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena, hematuria, epistaksis)
-
Manifestasi trombosis (gagal organ (ginjal, paru)) 4
Secara fisis, dapat pula dibedakan apakah pasien mengalami DIC akut,
atau DIC kronik :

-
Pada DIC akut : pada pemeriksaan fisis yang tampak adalah gejala-
gejala penyakit primer /etiologinya. Pada pasien dengan penyakit akut,
(mis. Penyakit-penyakit perdarahan yang menyebabkan pembentukan
plasmin berlebihan) akan tampak peteki pada soft palate dan tungkai
akibat trombositopenia dan ekimosis pada daerah yang di suntik.
Pasien juga dapat muncul manifestasi ekimosis pada daerah yang
terkena trauma.

-
Pada DIC kronis : pada pemeriksaan fisis didapatkan, manifestasi
akibat pembentukan trombin (trombosis) berlebihan dimana
manifestasi yang muncul adalah akibat tromboembolisme vena.2

II.3. Etiologi
Sebagaimana sudah dijelaskan, KID merupakan mekanisme perantara
berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat
mencetuskan KID fulminan atau derajat rendah seperti telrihat pada tabel dibawah
ini :

1. Penyakit yang disertai KID fulminan


a. Bidang obstetri : emboli cairan amnion, abrupsi plasenta,
eklamsia, abortus
b. Bidang hematologi : reaksi transfusi darah, hemolisis berat,
transfusi masif, leukemia M3 dan M4.
c. Infeksi
i. Septikemia, gram negatif (endotoksin), gram positif
(mikro-polisakarida)
ii. Viremia : HIV, hepatitis, varisela, virus sitomegalo,
dmeam dengue
iii. Parasit : malaria
iv. Trauma
v. Penyakit hati akut : gagal hati akut, ikterus
obstruktif
vi. Luka bakar
vii. Alat prostesis : shunt leveen atau shunt denver, alat
bantu balon aorta
viii. Kelainan vaskuler

2. Penyakit yang disertai KID derajat rendah :


a. Keganasan
b. Penyakit kardiovaskular
c. Penyakit autoimun
d. Penyakit ginjal menahun
e. Peradangan
f. Graft versus host disease
g. Penyakit hati menahun

Emboli cairan amnion yang disertai KID sering mengancam nyawa dan dapat
menyebaqbkan kematian. Gejala KID karena emboli cairan amnion yaitu gagal
nafas akut dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5
minggu ditemukan KID pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya KID
derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi KID fulminan.
Dalam keadaan seperti ini, nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis
tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan
fibrinolisis, dan terjadi KID fulminan.1

Pada kehamilan dengan eklamsia di temukan KID derajat rendah dan sering
pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirrkulasi plasenta. Namun perlu
diingat bahwa 10-15% KID derajat rendah dapat berkembang menjadi KID
fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai
KID derajat rendah, sampai aobrtus komplit, namun kadang dapat menjadi
fulminan.1

Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi


sehingga terjadi KID> akibat hemolisis, sel darah merah (SDM) melepaskan
adenosis difosfat (ADP) atau membran fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem
koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan KID. Pada
septikemia KID terjadi akibat endotoksin atau mantel polisakarida bakteri
memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan faktor FXII menjadi FXIIa,
menginduksi pelepasan reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas dan
dilanjutkan aktifasi FXII menjadi FX-XIa, dan pelepasan materi prokoagulan dari
granulosit, dan semuanya ini dapat mencetuskan KID. Terakhir dilaporkan bahwa
organisme gram positif dapat menyebabkan KID dengan mekanisme seperti
endotoksin, yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mukopolisakarida menginduksi
KID.1

Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus sitemegalo, demam berdarah


dengue dapat disertai KID. Mekanismeya tidak jelas tetapi mungkin atas dasar
reaksi antigen-antibodi yang mengaktifkan FXII, reaksi pelepasan trombosit atau
endotel terkelupas dan terpajan kolagen subendotel dan membran basalis.
Hepatitis virus berat, dan gagal hati akut apapun etiologinya termasuk obat, toksin
atau infeksi dapat menyebabkan KID, yang sukar dibedakan dengan gangguan
koagulasi karena gangguan fungsi hati yang berat. Kolestasis intrahepatik atau
ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5 hari bisa disertai KID.1

Pada pasien keganasan terutama yang sudah menyebar sering ditemukan KID
dengan atau tanpa gejala klinis, dengan bukti laboratorium. Pada kasus hematologi
selain keganasan penyakit lain sering disertai KID derajat rendah seperti
polisitemia vera, sedang pada paroksismal nokturnal hemoglobinuria (PNH)
ditemukan KID yang lebih bermanifestasi sebagai trombosis.1

Asidosis dan alkalosis walaupun jarang, dapat memicu KID. Pada asidosis,
yang kemungkinan menjadi pemicu adalah endotel terkelupas mengaktifkan FXII
menjadi FXIIa, dan atau XI-Xia dan reaksi pelepasan trombosit yang diakhiri
dnegan aktivasi sistem prokoagulan. Pada alkalosis mekanismenya belum jelas.1

Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan KID disebabkan
mikrohemolisis SDM melepaskan ADP dan fosfolipid. Selain itu nekrosis jaringan
yang terbakar melepaskan material tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan
memicu KID. Pada trauma atau luka paksa besar, nekrosis jaringan merupakan
materi tormboplastin atau material menyerupai fosfoolipid masuk ke dalam
sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem koagulasi sehingga terjadi KID.1

Kelainan pembuluh darah seperti sindrom kasabach-Merrit yang disertai


hemangiomata kavernosa raksasa pada lebih kurang 25% kasus ditemukan KID
derajat rendah atau kompensasi, yang dapat berubah menjadi bentuk KID
fulminan tanpa ada petunjuk yang jelas. Lebih kurang 50% pasien dengan derajat
rendah yang kadang-kadang dapat menjadi fulminan. Penyakit sistemik pembuluh
darah kecil, seperti fenomena vasospastik termasuk sindrom Raynaud, angiopati
diabetes berat, atau angiopati pada penyakit atutoimun atau sindrom leriche yang
disertai KID kompensasi sering berkembang menjadi KID fulminan. Penyakit
vaskular kolagen terutama apabila mengenai pembuluh darah kecil dapat disertai
KID. KID terkompensasi juga terlihat pada pasien artritis reumatoid berat, lupus
eritematosus sistemik, sindrom sjogren, dermatomiositis, skleroderma, penyakit
hati menahun, dan penyakit ginjal menahun.1

II.4. Patofisiologi
KID merupakan gangguan pembekuan karena aktivasi trombin secara akut
atau kronis, yang disertai dengan pembentukan bekuan dan aktivasi trombosit
yang secara sekunder menyebabkan hiperfibrinolisis. Penyebabnya adalah
banyaknya tromboplastin jaringan yang masuk ke aliran darah, seperti pada
emboli cairan amnion, kerusakan otak yang luas, penyakit keganasan (misalnya
leukemia), atau sepsis.7

Patofisiologi 1: Consumptive coagulopathy

Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan
darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin
bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda
dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat,
akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam
pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai
organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi
protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.8

Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi


sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam
sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga
justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat
terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini
cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana.8

Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup


kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin
dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis
antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang
membuat pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur
ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan
fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Nah, sistem-
sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar
inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC
dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan.
Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC relatif
suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan
membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.8

Patofisiologi 2: depresi prokoagulan

DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah


penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi
faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan
kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin
(diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah,
sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan
darah.8

Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya
bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor
koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai
pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi
pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada
jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam
pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel
mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan
bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear.8

Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi


faktor-faktor pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan
ikut andil dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III,
terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan
kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin, degradasi oleh enzim
elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta
sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC
berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang
rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai
gagal organ.8

Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi
sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini
disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-
sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b
(IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan
menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan
terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan
bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.8
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang
memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah.
Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini
memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu
sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun
jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan
TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi
meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi
dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun
sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat
dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.8
Patofisiologi 3: defek fibrinolisis

Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan
berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah.
Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan
menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC
yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C,
dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan
terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang,
misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe
adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun
trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung.
Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh
darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat
endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan
kematian.8

II.5. Diagnosis Laboratorium


Koagulasi vaskuler disseminata menyebabkan konsumsi platelet berlebihan
hingga menyebabkan kurangnya faktor koagulasi (pemanjangan Prothrombin time
–PT, dan partial thromboplastin time –PTT) dan stimulasi fibrinolysis
(menghasilkan fibrin split products (FSPs). Hasil apusan darah dapat
menunjukkan hemolisis mikroangiopati (schistocytes), penyebab KID termasuk
infeksi (mis. Meningococcal, pneumococcal, bakteri gram negatif).9
Berikut adalah tanda laboratorium yang penting untuk diperiksa dan di follow
up untuk memantau perkembangan KID :
1. Trombositopeni
2. Burr cell (+)
3. Hipofibrinogenemi
4. Fibrin degradation product (FDP) meningkat
5. PT dan APTT memanjang
6. D-dimer (+). 9,10
Karena rumitnya patofisiologi KID, hasil laboratorium yang didapat sangat
bervariasi, rumit, dan sukar di interpretasi jika patofisiologinya tidak jelas
dimengerti dan pemeriksaan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika
pemeriksaan yang diminta cukup dan interpretasi tepat akan dapat
memberikan kriteria diagnosis yang objektif. Berikut adalah pemeriksaan
laboratorium yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologi KID.
1. Trombosit
Trombositopenia khas pada KID. Jumlah trombosit bervariasi mulai
dari yang paling rendah 2.000-3.000 sampai lebih dari 100.000/mm3.
Pada kebanyakan pasien KID trombosit yang diperiksa dalam
sediaan apus dari tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata
60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit
biasanya terganggu pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP
menyelubungi membran trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak
perlu melakukan uji fungsi trombosit pada KID.
Faktor 4 trombosit (PF4) dan β-tromboglobulin merupakan penanda
terjadinya reaktivasi dan pelepasan trombosit, dan biasanya
meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4 dan β-
tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah
pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil.
Meningkatnya PF4 dan β-tromboglobulin pada KID selain
merupakan bukti tidka langsung adanya aktivitas prokoagulan, juga
bermanfaat dalam pemantauan pengobatan.
Diagnosis laboratorium KID dapat dibagi dalam 4 kelompok :
1. Aktivasi sistem prokoagulan meliputi, protrombin, fragmen 1+2,
fibrinopeptida A, fibrrinopeptida B, kompleks trombin-
antitrombin (TAT), dan D-Dimer. Semuanya ini meningkat pada
KID.
2. Aktifasi sistem fibrinolisis meliputi D-dimer, FDP, plasmin dan
plasmin antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada
KID.
3. Konsumsi penghambat ada yang meningkat dan ada yang
menurun. Yang meningkat : kompleks TAT, kompleks PAP. Yang
menurun L antitrombin, α2 antiplasmin, heparin, kofaktor II,
protein C dan S.
4. Kerusakan atau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat
dehidrogenase, kreatinin, dan yang menurrun adalah pH dan
PaO2.
Untuk menentukan diagnosis KID berdasarkan kriteria laboratorium
tersebut di perlukan satu kelainan dari 1,2 dan 3, sedang kelompok 4
diperlukan 2 kelainan. Dari data tersebut di atas terlihat bahwa D-
dimer merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menentukan
diagnosis KID.1

2. Plasmin
Pemeriksaan sistem fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam
laboratorium klinis yang berguna pada KID adalah pemeriksaan
plasminogen dan plasmin. Fibrinolisis sekunder merupakan respons
tubuh unutk mencegah trombosis, dalam upaya tubuh
menghindarkan kerusakan organ yang ireversibel pada sistem pasien
dengan KDI. Jika terjadi gangguan sistem fibrinolisis, morbiditas dan
mortalitas akan meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ.
Aktivasi sistem fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar
plasminogen dan plasmin dengan teknik substrat sintesis. Masa lisis
euglobullin memberikan sedikit atau kurang bermanfaat untuk
menilai sistem fibrinolisis pada KID.1
3. FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil
degradasi ini adalah akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh
plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah
plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat
atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin
monomer solubel. Tetapi sama seperti FDP, tes ini bukan sebagai
sarana diagnostik, karena fibrin monomer solubel juga terlihat pada
situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien
dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien
dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan trombosis vena atau
arteri, pada pasien dengan tromboemboli.1

4. PT dan APTT
Masa protrombin (PT) bisa abnormal pada KID, dapat disebabkan
beberapa hal. Karena masa protrombin bergantung pada perubahan
fibrinogen menjadi fibrin maka dapat dimengerti pada pasien KID
masa protrombin memanjang bisa terjadi karena hipofibrinogenemia,
gangguan FDP pada polimerasi fibrin monomer dan karena plasmin
menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin di
temukan memanjang pada 50-75% pasien KID sedang pada kurang
50% pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau
memendeknya masa protrombin ini terjadi karena:
1. Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau FXa
yang dapat mempercepat pembentukan fibrin,
2. Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh
trombin dan sistem pembentukan gel yang cepat. Masa
protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi KID.
PTT yang diaktifkan seharusnya juga memenjang pada KID fulminan
karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna daripada
PT. Plasmin menginduksi biodegradasi FV, VIII, IX dan XI, yang
seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama
halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar
fibrinogen kurang dari 100 mg%.1
PTT juga memanjang pada KID karena FDP menghambat
polimerasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang hanya
ditemukan pada 50-60% pasien KID, dan oleh sebab itu PTT yang
normal tak dapat dipakai menyingkirkan KID. Mekanisme terjadinya
PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien KID sama seperti
pada masa Protrombin (PT).1

5. D-dimer
Suatu tes terbaru untuk KID adalah D-dimer. D-dimer
merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaiut fibrinogen yang
diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan oleh faktor XIII. Dari
pemeriksaan atau tes yang palign banyak dilakukan untuk menilai
KID, D-Dimer tampakanya merupakan tes yang paling dapat
dipercaya untuk menilai kemungkinan KID. Analisis beberapa
pemeriksaan yang dilakukan pada KID, menunjukkan adanya D-
dimer abnomral pada 89% kasus, kadar fibrinopeptida abnormal pada
88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75% kasus. 1
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat
negatif pada KID. Hal ini disebabkan pada KID akut jumlah plasmin
yang beredar sangat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan
degradasi fragmen D dan E, padahal fragmen inilah yang dideteksi
sebagai FDP. Selain itu pelepasan protease granulosit, kolagenase
dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan degradasi
pada semua sisa fragmen D dan E dan akhirnya memberikan hasil
FDP negatif. Jadi FDP yang negatif belum dapat menyingkirkan
diagnosis KID. Dengan tersedinya pemeriksaan D-dimer,
pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya
dalam mendiagnosis KID.1

Pemeriksaan Laboratorium juga dapat menentukan tahap-tahap


perkembangan DIC, berikut adalah tabel yang bisa membantu
mengenali tahap-tahap tersebut :

Pemeriksaan Kompensasi Hiperkompensasi Dekompensasi


Trombosit N N ↓
PTT N N/↑ ↑
PT N N/↑ ↑
Fibrinogen N N/↑ ↓
D-dimer +/↑ +/↑ ++/↑↑

Tabel I : Pemeriksaan Penunjang pada KID 4


II.6. Terapi

Suportif

Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik

Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah

Membebaskan jalan napas

Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan

asam basa

Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit

Mengobati penyakit primer

Menghambat proses patologis
Antikoagulan

Heparin intravena bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU,

evaluasi aPTT dengan target 1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan keempat
Bila pada jam kedua:
o aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
o aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis heparin tetap
aPTT >2,5 x kontrol,

evaluasi APTT Bila pada jam keempat:
o aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
o aPTT >2,5 x kontrol, heparin dikurangi 2500U

Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP, kriopresipitat).4

Anda mungkin juga menyukai