Karoten
Karoten atau carotin (wortel) adalah istilah untuk senyawa hidrokarbon tak jenuh
dengan rumus C40Hx. Karoten disintesis oleh tanaman, dan merupakan pigmen
fotosintetik yang penting untuk fotosintesis. Karoten menyerap sinar UV, violet,
biru dan menyebarkan sinar orange atau merah, dan dalam konsentrasi yang
rendah sinar kuning. Beta
Beta-karoten merupakan anggota ggota beta karoten yang
memberikan warna merah sampai jingga pada tanaman. Penyerapan Beta Beta-
karoten oleh tubuh meningkat dengan mengingkatnya asupan lemak, karena
karoten larut dalam lemak (Wikipedia).
α-karotin
β-karotin
Tokoferol
Tokoferol atau TCP adalah senyawa organik dengan gugus fenol yang
mengalami metilasi. Tokoferol merupakan antioksidan yang larut dalam lemak
dan memiliki mekanisme kerja seperti
sepe vitamin E (Wikipedia).
Olein
Olein adalah minyak cair edible (dapat dimakan) berwarna kuning yang diperoleh
dari fraksinasi Refined Bleaching Deodorized Palm Oil,
Oil, yang dipisahkan dalam
dua fraksi dengan kristalisasi parsial. Olein digunakan untuk membuat pengganti
mentega coklat (cocoa butter substitute), minyak goreng, minyak salad,
margarine, shortening, vegetables ghee (minyak atau lemak makan dengan
tekstur semi solid dan berupa suspensi yang terbuat dari minyak nabati yang
telah mengalami proses berasal dan minyak sawit dapat pula tidak melalui
proses hidrogenasi, mempunyai titik leleh yang ideal pada suhu di atas suhu
ruang dan bercita rasa lemak hewan melalui penambahan flavoring agent),
minyak padat, glyserine (cairan kental yang tidak berwarna dan rasanya manis,
memiliki titik didih tinggi dan membeku dalam bentuk pasta. Digunakan dalam
sabun dan produk kecantikan lainnya seperti lotion), fatty acid (asam karboksilat
yang memiliki rantai hidrokarbon yang cukup panjang (12 -18)).
Stearin
Stearin merupakan fraksi dari minyak kelapa sawit yang banyak mengandung
asam lemak dan TAGs jenuh sehingga cenderung berbentuk padat pada suhu
ruang. Stearin diperoleh dari fraksinasi Refined Bleaching Deodorized Palm Oil,
yang dipisahkan dalam dua fraksi dengan kristalisasi parsial. Digunakan untuk
cocoa butter substitute, margarine, shortening, vegetables ghee, dan minyak
padat.
Soap Stock
Sabun stok diperoleh sebagai produk samping dari netralisasi kimia minyak dan
lemak. Stok ini dapat dibagi menjadi asam lemak dan air melalui pengasaman
dengan asam kuat seperti asam sulfat atau asam hidroklorat.
PFAD
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) terbuat dari penyulingan minyak sawit mentah
(CPO). Banyak digunakan untuk industri sabun cuci, metil ester (biodiesel), fat
powder, dan cocoa butter substitute (cbs). PFAD menghasilkan vitamin E.
Asam Amino
Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-
COOH) dan amina (-NH2), dan keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang
sama. Asam amino bersifat amfoter, merupakan bahan penyusun protein. Asam
amino diperoleh dari RBD palm olein yang
Sifat CPO
Minyak sawit memiliki komposisi asam lemak yang seimbang di mana tingkat
asam lemak jenuh hampir sama dengan asam lemak tak jenuh. Asam palmitat
(44% -45%) dan asam oleat (39% -40%) adalah asam komponen utama, dengan
asam linoleat (10% -11%) dan hanya sejumlah kecil asam linolenat. Tingkat
asam linoleat yang rendah dan tidak adanya asam linolenat secara virtual
membuat minyak relatif stabil terhadap deteriorasi oksidatif.
BAB 1
REFINED BLEACHED DEODORIZED PALM OIL (RBDO)
Pada dasarnya Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari
4 tahap, yaitu: a) proses pemisahan gum (degumming), b) proses pemisahan
asam lemak bebas (netralisasi) dengan cara mereaksikan asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, c) proses
pemucatan (bleaching) yang merupakan proses penghilangan komponen warna
coklat seperti karotenoid & tokoferol, dan d) proses penghilangan bau
(deodorisasi) yang merupakan proses penghilangan asam lemak bebas dan
komponen penyebab bau tidak sedap seperti peroksida, keton dan senyawa
hasil oksidasi lemak lainnya (Copeland dan Maurice, 2005)
1. Pengertian
RBDO adalah hasil penyulingan (refining) spesial minyak sawit, biasanya
mengandung sekitar 0,05% sampai dengan 0,15% ALB (Presco,2018).
Digunakan dalam industri makanan (memasak dan menggoreng), industri
susu, suplemen, sabun dan detergen.
2. Proses
Minyak RBDO diproses melalui tiga tahap penyulingan, yaitu degumming,
bleaching dan deodorising. Ketiga proses ini disebut fraksinasi, dimana
minyak/trigliserida dipisahkan berdasarkan titik lelehnya. Fraksinasi
bertujuan untuk memisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein)
(Arina dan Purboyo, 2006).
a. Preheating
CPO disimpan pada storage tank dijaga dengan temperatur 40 sampai
dengan 55 oC. CPO tersebut dipompa melalui strainer berukuran 100
mesh untuk menyaring impurities, kemudian dialirkan memalui heat
exchanger jenis plate heat exchanger untuk menaikan suhu hingga 90
sampai dengan 120 oC dan dialirkan menuju dryer untuk mengurangi
kadar air dalam CPO.
b. Degumming
Proses deguming bertujuan untuk mengikat gum (getah) berupa
fosfatida, protein, karbohidrat, air, ALB, tokoferol, pigmen, resin dan
komponen logam. Proses degumming dibedakan menjadi water
degumming, dry degumming, enzymatic degumming, membrane
degumming, dan acid degumming (Dijkstra dan Opstal, 1987; Zufarov
dkk., 2008). Senyawa fosfatida dalam minyak terdiri dari dua macam
yaitu fosfatida hydratable dan fosfatida non hydratable. Fosfatida
hydratable mudah dipisahkan dengan penambahan air pada suhu
rendah sekitar 400C. Penambahan air ini mengakibatkan fosfolipid akan
kehilangan sifat lipofiliknya dan berubah sifat menjadi lipofobik sehingga
mudah dipisahkan dari minyak (Dijkstra dan Opstal, 1987). Fosfatida non
hydratable harus dikonversi terlebih dahulu menjadi fosfatida hydratable
dengan penambahan larutan asam dandilanjutkan dengan proses
netralisasi. Netralisasi biasanya menggunakan NaOH. Secara
konvensional proses degumming dilakukan pada suhu 60 – 80 °C dan
bahan kimia asam fosfat (phosphoric acid) untuk mengubah fosfatida
non hydratable menjadi hydratable.
Metode yang paling umum dilakukan adalah acid degumming atau
penambahan asam dilakukan dengan menggunakan senyawa asam
seperti asam fosfat/phosphate, asam sulfat, asam klorida dan asam
sitrat. Asam Phospate memiliki kelebihan antara lain lebih efisien
digunakan karena memberikan FFA, Angka asam, angka penyabunan
lebih kecil disbanding. Pemberian Asam fosfat sebagai degumming
agent karena dapat menurunkan bilangan peroksida minyak yang telah
dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi
semakin tinggi kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan
peroksida dari minyak yang telah dipucatkan akan semakin meningkat
(Sumarna, 2006).
Umpan yang telah dipanaskan pada proses (a) dialirkan ke Instensive
mixer dan ditambahkan dengan Phosphoric acid 85% dengan dosis 0,04
sampai dengan 0,06% kemudian dialirkan ke dinamix mixer dengan
pengadukan secara intensif untuk mempresipitasi gum (getah) pada
CPO. Presipitasi gum akan meringankan proses filtrasi dan mencegah
pembentukan scale dalam proses deodorizing. Pada kondisi tertentu
proses degumming dapat ditambahkan citric acid 25% dengan kadar
0,005% sampai dengan 0,02% yang berfungsi sebagai anti oksidan.
c. Pemucatan/bleaching
Proses bleaching diawali dengan netralisasi minyak hasil degumming.
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas
dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehinga membentuk sabun (soap
stock). Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam
skala industri karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan
cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan NaOH membantu
mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam
minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna
dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk
emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak
dengan cara sentrifusi. Reaksinya :
Degumming
Impurities 0,2 %
Moisture
Kristalisasi
b. Bleaching
- Sebelum minyak dibleaching, FFA di dalam minyak harus dihilangkan
melaui proses netralisasi dengan NaOH.
- NaOH ditimbang sesuai dengan kebutuhan dan dilarutkan dalam
aquadest (lihat perhitungan Lampiran 1), kemudian dicampurkan ke
dalam CPO.
- Diaduk selama 25 menit dengan kecepatan 56 rpm dan suhu dijaga
59 ± 2 °C.
- Sabun hasil netralisasi dipisahkan dengan menggunakan sentrifuge
pada kecepatan tinggi.
- Cuci minyak dengan air panas (suhu 5 – 8 °C lebih panas dari suhu
minyak). Rasio air pencuci dengan minyak adalah 7 : 1.
- Diposahkan antara air dengan minyak dengan cara disentrifugasi
kembali.
- CPO hasil netralisasi ditambahkan bleaching earth (tanah pemucat)
sebanyak 0,8%; 1%; 1,2% dan 1,4% (berbeda untuk masing-masing
kelompok) sebanyak 0,8% massa CPO yang digunakan.
- Suspensi tersebut dipanaskan pada hot plate sampai suhu 110°C
dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 1 jam sambil diaduk
dengan kecepatan 300 rpm.
- Setelah 1 jam, saring dengan vacuum drier menggunakan kapas
terlebih dahulu, dilanjutkan penyaring lagi menggunakan kertas
saring, dan filtrat CPO ditampung pada gelas beaker
- Lakukan pengamatan warna sebelum dan setelah proses bleaching
dengan menggunakan spektrofotometer.
c. Deodorisasi
Proses deodorisasi bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa yang
tidak enak dalam minyak (Ketaren, 2005). Deodorisasi biasanya
dilakukan alam kondisi vakum dan bersuhu tinggi. Kondisi vakum
bertujuan untuk mencegah hidrolisis lanjut pada minyak (O’Brien, 2004).
Suhu yang tinggi dan waktu kontak akan mempengaruhi kerusakan
terhadap karoten.
- Minyak hasil netralisasi dimasukkan ke dalam autoclave dan
dipanaskan pada suhu 140 °C kemudian tahan selama 2 jam.
d. Pemisahan Olein dan Stearin
Minyak hasil deodorisasi selanjutnya didinginkan pada suhu 20 °C pada
waterbath untuk memisahkan olein dan stearin selama 24 jam.
BAB 2
SABUN
1. Sejarah Sabun
Tak ada catatan pasti, kapan nenek moyang kita mulai menggunakan sabun.
Konon, tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah
membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga
membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa
membuat sendiri sabun dari bahan serupa.
Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat
rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat
di Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.
Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang
belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia
dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II.
Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun
terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an.
Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat
perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit
soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis,
menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun
makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.
Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar.
Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun
dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX
sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah (Tambun, 2007).
2. Sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri
dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
C18, namun dapat juga mengandung beberapa asam karboksilat dengan
bobot atom lebih rendah, serta sodium (Na) atau potasium (K).
Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses
netralisasi minyak. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara
trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi
asam lemak bebas dengan alkali (Ophardt (2003) dalam Zulkifli dan Estiasih,
2014). Sabun yang dibuat melalui reaksi kimia (saponifikasi) antara minyak
dengan larutan alkali (NaOH atau KOH) akan membebaskan gliserol,
sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Sabun yang
dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras, sedangkan sabun yang
dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak.
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun dapat menurunkan tegangan permukaan, karena
suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam
zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara
keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah
tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol
(50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-
ujung ionnya yang menghadap ke air (Fessenden, 1992).
3. Reaksi Pembentukan Sabun
a. Reaksi saponifikasi
- Sabun keras :
- Sabun lunak :
Sabun kalium lebih mudah larut daripada sabun natrium dan mudah
menghasilkan busa. Oleh karena itu, sabun kalium digunakan untuk
membuat sabun cair dan krim cukur.
Jika pH akhir dari campuran reaksi asam dan basa adalah 7, itu berarti
jumlah yang sama dari ion H + dan OH– telah bereaksi di sini (untuk
membentuk molekul air, satu ion H + dan satu ion OH– diperlukan).
Asam dan basa yang direaksikan bisa kuat atau lemah. Berikut
penjelasannya :
− Asam kuat dan basa kuat sepenuhnya mengion di dalam media
berair. Oleh karena itu senyawanya akan melepaskan semua ion H
+ dan OH– yang mungkin ke dalam medium.
− Asam lemah dan basa lemah tidak memberikan reaksi netralisasi
yang lengkap, karena asam lemah dan basa lemah tidak
sepenuhnya terdisosiasi ke ion mereka. Oleh karena itu, asam
lemah tidak dapat dinetralisasi oleh basa lemah dan sebaliknya.
− Netralisasi asam kuat dengan basa lemah menghasilkan pH rendah
dari 7.
Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk
menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi
trigliserida dengan alkali.
Deterjen sintetik berbeda dari sabun, karena merupakan garam natrium dari
alkil asam sulfat berantai panjang atau asam alkilbenzena sulfonat, daripada
asam karboksilat.
Menjadi :
5. Kegunaan Sabun
Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan
oleh dua sifat sabun, yaitu :
a. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar,
seperti tetesan-tetesan minyak.
b. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung
anion molekul – molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak
lain. Karena tolak-menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu
tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi.
(Fessenden,1992)
Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi
dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun
melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur kearah air.
Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan
permukaan yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan
(koalesensi) (Hard, Harord, 1984).
- Kadar air
Jumlah air dalam sabun mempengaruhi karakteristik sabun saat
penyimpanan. Sabun dengan kadar air yang tinggi atau >15% akan
lebih cepat mengalami penyusutan bobot dan dimensi (Fachmi,
2008).
- Total lemak
Total lemak dihitung sebagai lemak yang tidak larut dalam air, yang
diperoleh dari penguraian sabun dengan asam mineral pada kondisi
tertentu, termasuk di dalamnya lemak yang tidak disabunkan
(unsaponifiable matter), gliserida, dan asam rosin dalam sabun.