Anda di halaman 1dari 16

INDEKS

Karoten
Karoten atau carotin (wortel) adalah istilah untuk senyawa hidrokarbon tak jenuh
dengan rumus C40Hx. Karoten disintesis oleh tanaman, dan merupakan pigmen
fotosintetik yang penting untuk fotosintesis. Karoten menyerap sinar UV, violet,
biru dan menyebarkan sinar orange atau merah, dan dalam konsentrasi yang
rendah sinar kuning. Beta
Beta-karoten merupakan anggota ggota beta karoten yang
memberikan warna merah sampai jingga pada tanaman. Penyerapan Beta Beta-
karoten oleh tubuh meningkat dengan mengingkatnya asupan lemak, karena
karoten larut dalam lemak (Wikipedia).

α-karotin

β-karotin

Tokoferol
Tokoferol atau TCP adalah senyawa organik dengan gugus fenol yang
mengalami metilasi. Tokoferol merupakan antioksidan yang larut dalam lemak
dan memiliki mekanisme kerja seperti
sepe vitamin E (Wikipedia).

Struktur alfa tokoferol (vitamin C)

Olein
Olein adalah minyak cair edible (dapat dimakan) berwarna kuning yang diperoleh
dari fraksinasi Refined Bleaching Deodorized Palm Oil,
Oil, yang dipisahkan dalam
dua fraksi dengan kristalisasi parsial. Olein digunakan untuk membuat pengganti
mentega coklat (cocoa butter substitute), minyak goreng, minyak salad,
margarine, shortening, vegetables ghee (minyak atau lemak makan dengan
tekstur semi solid dan berupa suspensi yang terbuat dari minyak nabati yang
telah mengalami proses berasal dan minyak sawit dapat pula tidak melalui
proses hidrogenasi, mempunyai titik leleh yang ideal pada suhu di atas suhu
ruang dan bercita rasa lemak hewan melalui penambahan flavoring agent),
minyak padat, glyserine (cairan kental yang tidak berwarna dan rasanya manis,
memiliki titik didih tinggi dan membeku dalam bentuk pasta. Digunakan dalam
sabun dan produk kecantikan lainnya seperti lotion), fatty acid (asam karboksilat
yang memiliki rantai hidrokarbon yang cukup panjang (12 -18)).

Stearin
Stearin merupakan fraksi dari minyak kelapa sawit yang banyak mengandung
asam lemak dan TAGs jenuh sehingga cenderung berbentuk padat pada suhu
ruang. Stearin diperoleh dari fraksinasi Refined Bleaching Deodorized Palm Oil,
yang dipisahkan dalam dua fraksi dengan kristalisasi parsial. Digunakan untuk
cocoa butter substitute, margarine, shortening, vegetables ghee, dan minyak
padat.

Free Fatty Acid (FFA)


FFA atau asam lemak bebas adalah suatu asam yang dibebaskan dari proses
hidrolisis lemak/minyak oleh enzim.

Soap Stock
Sabun stok diperoleh sebagai produk samping dari netralisasi kimia minyak dan
lemak. Stok ini dapat dibagi menjadi asam lemak dan air melalui pengasaman
dengan asam kuat seperti asam sulfat atau asam hidroklorat.

PFAD
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) terbuat dari penyulingan minyak sawit mentah
(CPO). Banyak digunakan untuk industri sabun cuci, metil ester (biodiesel), fat
powder, dan cocoa butter substitute (cbs). PFAD menghasilkan vitamin E.

Monogliserida, Digliserida dan Trigliserida


Monogliserida atau mono-asil gliserol (MAG) adalah istilah untuk gliserida
dimana satu molekul gliserol telah membentuk satu ikatan ester dengan satu
molekul asam lemak. Monogliserida pada umumnya dimanfaatkan untuk
membuat emulsifier, stabilizer pada industri pangan.
Digliserida atau di-asil gliserol (DAG) adalah istilah untuk gliserida yang dua
molekul gliserolnya telah membentuk dua ikatan ester dengan dua molekul asam
lemak secara kovalen. Diasildliserol dimanfaatkan sebagai bahan pengemulsi
dan shortening pada industri pangan (Potter, N., 1986).
Trigliserida atau tri-asil gliserol (TAG) adalah istilah untuk gliserida yang ketiga
molekul gliserolnya telah membentuk 3 ikatan ester dengan tiga molekul asam
lemak secara kovalen. Triasilgliserol secara alami terdapat pada hewan dan
minyak nabati. Sedangkan minyak nabati ada yang edible (dapat dimakan) dan
non-edible (tidak dapat dimakan). Triasilgliserol yang dapat dimakan biasanya
digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, mentega dan bahan
tambahan lainnya dalam makanan (Austin, 1998).

MAG-DAG dibuat dari minyak yang direaksikan dengan gliserol menggunakan


berbagaimacam katalis seperti katalis basa, enzim dan MgO dan pelarut alcohol
alifatis.

Asam Amino
Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-
COOH) dan amina (-NH2), dan keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang
sama. Asam amino bersifat amfoter, merupakan bahan penyusun protein. Asam
amino diperoleh dari RBD palm olein yang

Sifat CPO
Minyak sawit memiliki komposisi asam lemak yang seimbang di mana tingkat
asam lemak jenuh hampir sama dengan asam lemak tak jenuh. Asam palmitat
(44% -45%) dan asam oleat (39% -40%) adalah asam komponen utama, dengan
asam linoleat (10% -11%) dan hanya sejumlah kecil asam linolenat. Tingkat
asam linoleat yang rendah dan tidak adanya asam linolenat secara virtual
membuat minyak relatif stabil terhadap deteriorasi oksidatif.
BAB 1
REFINED BLEACHED DEODORIZED PALM OIL (RBDO)

Pada dasarnya Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari
4 tahap, yaitu: a) proses pemisahan gum (degumming), b) proses pemisahan
asam lemak bebas (netralisasi) dengan cara mereaksikan asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, c) proses
pemucatan (bleaching) yang merupakan proses penghilangan komponen warna
coklat seperti karotenoid & tokoferol, dan d) proses penghilangan bau
(deodorisasi) yang merupakan proses penghilangan asam lemak bebas dan
komponen penyebab bau tidak sedap seperti peroksida, keton dan senyawa
hasil oksidasi lemak lainnya (Copeland dan Maurice, 2005)
1. Pengertian
RBDO adalah hasil penyulingan (refining) spesial minyak sawit, biasanya
mengandung sekitar 0,05% sampai dengan 0,15% ALB (Presco,2018).
Digunakan dalam industri makanan (memasak dan menggoreng), industri
susu, suplemen, sabun dan detergen.

2. Proses
Minyak RBDO diproses melalui tiga tahap penyulingan, yaitu degumming,
bleaching dan deodorising. Ketiga proses ini disebut fraksinasi, dimana
minyak/trigliserida dipisahkan berdasarkan titik lelehnya. Fraksinasi
bertujuan untuk memisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein)
(Arina dan Purboyo, 2006).
a. Preheating
CPO disimpan pada storage tank dijaga dengan temperatur 40 sampai
dengan 55 oC. CPO tersebut dipompa melalui strainer berukuran 100
mesh untuk menyaring impurities, kemudian dialirkan memalui heat
exchanger jenis plate heat exchanger untuk menaikan suhu hingga 90
sampai dengan 120 oC dan dialirkan menuju dryer untuk mengurangi
kadar air dalam CPO.
b. Degumming
Proses deguming bertujuan untuk mengikat gum (getah) berupa
fosfatida, protein, karbohidrat, air, ALB, tokoferol, pigmen, resin dan
komponen logam. Proses degumming dibedakan menjadi water
degumming, dry degumming, enzymatic degumming, membrane
degumming, dan acid degumming (Dijkstra dan Opstal, 1987; Zufarov
dkk., 2008). Senyawa fosfatida dalam minyak terdiri dari dua macam
yaitu fosfatida hydratable dan fosfatida non hydratable. Fosfatida
hydratable mudah dipisahkan dengan penambahan air pada suhu
rendah sekitar 400C. Penambahan air ini mengakibatkan fosfolipid akan
kehilangan sifat lipofiliknya dan berubah sifat menjadi lipofobik sehingga
mudah dipisahkan dari minyak (Dijkstra dan Opstal, 1987). Fosfatida non
hydratable harus dikonversi terlebih dahulu menjadi fosfatida hydratable
dengan penambahan larutan asam dandilanjutkan dengan proses
netralisasi. Netralisasi biasanya menggunakan NaOH. Secara
konvensional proses degumming dilakukan pada suhu 60 – 80 °C dan
bahan kimia asam fosfat (phosphoric acid) untuk mengubah fosfatida
non hydratable menjadi hydratable.
Metode yang paling umum dilakukan adalah acid degumming atau
penambahan asam dilakukan dengan menggunakan senyawa asam
seperti asam fosfat/phosphate, asam sulfat, asam klorida dan asam
sitrat. Asam Phospate memiliki kelebihan antara lain lebih efisien
digunakan karena memberikan FFA, Angka asam, angka penyabunan
lebih kecil disbanding. Pemberian Asam fosfat sebagai degumming
agent karena dapat menurunkan bilangan peroksida minyak yang telah
dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi
semakin tinggi kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan
peroksida dari minyak yang telah dipucatkan akan semakin meningkat
(Sumarna, 2006).
Umpan yang telah dipanaskan pada proses (a) dialirkan ke Instensive
mixer dan ditambahkan dengan Phosphoric acid 85% dengan dosis 0,04
sampai dengan 0,06% kemudian dialirkan ke dinamix mixer dengan
pengadukan secara intensif untuk mempresipitasi gum (getah) pada
CPO. Presipitasi gum akan meringankan proses filtrasi dan mencegah
pembentukan scale dalam proses deodorizing. Pada kondisi tertentu
proses degumming dapat ditambahkan citric acid 25% dengan kadar
0,005% sampai dengan 0,02% yang berfungsi sebagai anti oksidan.
c. Pemucatan/bleaching
Proses bleaching diawali dengan netralisasi minyak hasil degumming.
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas
dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehinga membentuk sabun (soap
stock). Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam
skala industri karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan
cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan NaOH membantu
mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam
minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna
dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk
emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak
dengan cara sentrifusi. Reaksinya :

Proses bleaching bertujuan untuk menghilangkan impurities yang tidak


diinginkan (logam, pigmen warna, fosfatida) dari CPO dengan
penambahan absorben BE (Bleaching earth/ Kalsium bentonit). BE yang
digunakan dengan dosis 0,6% sampai dengan 2%. Sifat-sifat BE antara
lain dapat sebagai bahan penyerap, asam berbentuk padat, katalis dan
penukar kation. Jenis-jenis BE yang banyak digunakan antara lain kaolin,
karbon aktif, bentonit, dan zeolit. Pemucatan menggunakan bleaching
earth dengan komposisi utama SiO2 dan Al2O3 terjadi disebabkan oleh
adanya ion Al3+ pada permukaan adsorben yang mengadsorbsi partikel-
partikel zat warna (Ketaren, 1986).
Umpan dari mixer dinamic dipompakan ke tangki bleacher dengan
temperatur dalam tangki 95oC sampai dengan 120oC untuk mendapatkan
proses bleaching optimum. Pncampuran CPO dan bleaching earth
dilakukan dalam tangki bleacher dengan injeksi steam 1 sampai 1,5 bar
agar proses optimal. Slurry dialirkan ke tangki bleached (buffer tank)
dalam keadaan vacuum untuk menarik air dari minyak dengan
menggunakan vacuum bleaching. Slurry yang mengandung minyak dan
BE dipisahkan menggunakan filter, DBPO ditampung dalam filtrate
receive vessel dan BE dari proses filtrasi yang dinamakan spent earth
dibuang ke tempat pengumpulan spent earth yard.
d. Deodorising
Proses deodorisasi adalah sistem destilasi, tekanan proses di bawah
vacuum yang tujuannya untuk mengeluarkan free fatty acid (FFA),
aldehid, keton, alkohol dan bleaching color yang tidak dapat dikeluarkan
pada proses bleaching.
Bleached Oil (BPO) yang telah difiltrasi ditampung di Receiver Tank,
selanjutnya BPO dialirkan ke Catridge filter berukuran 10 mikron dengan
tekanan operasi 1,5 sampai 4 bar untuk memastikan minyak dalam
keadaan bersih

3. Skema Diagram Alir


CPO

Citric acid 200 ppm Pretreatment Phosporic acid 85%; 0,05%

Degumming

Impurities 0,2 %

Spurging steam Bleaching Bleaching earth 1 %

Moisture

Filtrasi Spent earth

Spurging steam Deodorisasi M & I 15%

Kristalisasi

Olein Filtrasi Stearin

Gambar 1. Skema diagram alir proses RBDO

4. Praktek Pembuatan RBDO Palm


a. Proses Deguming
- Panaskan 100 g CPO pada hot plate magnetic stirrer dengan suhu
40°C aduk dengan magnet bar hingga homogen.
- Tambahkan Asam fosfat (H3PO4) 85% sebanyak 0,05% (w/w). Atau
jika Asam fosfat tidak ada gunakan Asam sitrat 50% sebanyak 0,05%
(w/w).
- Panaskan campuran CPO dan larutan asam tersebut pada hot plate
magnetic stirrer dengan suhu 80ºC selama 2 jam dan diaduk dengan
kecepatan 500 rpm.
- Setelah 2 jam, tambahkan aquadest ke dalam campuran CPO dan
larutan asam sebanyak 5% (w/w).
- Kemudian CPO dipanaskan kembali pada hot plate magnetic stirrer
dengan suhu 60ºC selama 15 menit.
- Sentrifugasi bahan dengan kecepatan putar 6.000 rpm, selama 15
menit untuk memisahkan gum dari CPO.
- Tuang CPO dari tube centrifuge dalam gelas beaker, ingat jangan
sampai gum terikut.
- CPO hasil degumming memiliki warna lebih terang dibandingkan
CPO mula-mula.
- Hitung massa CPO setelah degumming
- Dokumentasi kegiatan anda dalam bentuk foto dan laporan praktikum
sementara.

b. Bleaching
- Sebelum minyak dibleaching, FFA di dalam minyak harus dihilangkan
melaui proses netralisasi dengan NaOH.
- NaOH ditimbang sesuai dengan kebutuhan dan dilarutkan dalam
aquadest (lihat perhitungan Lampiran 1), kemudian dicampurkan ke
dalam CPO.
- Diaduk selama 25 menit dengan kecepatan 56 rpm dan suhu dijaga
59 ± 2 °C.
- Sabun hasil netralisasi dipisahkan dengan menggunakan sentrifuge
pada kecepatan tinggi.
- Cuci minyak dengan air panas (suhu 5 – 8 °C lebih panas dari suhu
minyak). Rasio air pencuci dengan minyak adalah 7 : 1.
- Diposahkan antara air dengan minyak dengan cara disentrifugasi
kembali.
- CPO hasil netralisasi ditambahkan bleaching earth (tanah pemucat)
sebanyak 0,8%; 1%; 1,2% dan 1,4% (berbeda untuk masing-masing
kelompok) sebanyak 0,8% massa CPO yang digunakan.
- Suspensi tersebut dipanaskan pada hot plate sampai suhu 110°C
dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 1 jam sambil diaduk
dengan kecepatan 300 rpm.
- Setelah 1 jam, saring dengan vacuum drier menggunakan kapas
terlebih dahulu, dilanjutkan penyaring lagi menggunakan kertas
saring, dan filtrat CPO ditampung pada gelas beaker
- Lakukan pengamatan warna sebelum dan setelah proses bleaching
dengan menggunakan spektrofotometer.

c. Deodorisasi
Proses deodorisasi bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa yang
tidak enak dalam minyak (Ketaren, 2005). Deodorisasi biasanya
dilakukan alam kondisi vakum dan bersuhu tinggi. Kondisi vakum
bertujuan untuk mencegah hidrolisis lanjut pada minyak (O’Brien, 2004).
Suhu yang tinggi dan waktu kontak akan mempengaruhi kerusakan
terhadap karoten.
- Minyak hasil netralisasi dimasukkan ke dalam autoclave dan
dipanaskan pada suhu 140 °C kemudian tahan selama 2 jam.
d. Pemisahan Olein dan Stearin
Minyak hasil deodorisasi selanjutnya didinginkan pada suhu 20 °C pada
waterbath untuk memisahkan olein dan stearin selama 24 jam.
BAB 2
SABUN

1. Sejarah Sabun
Tak ada catatan pasti, kapan nenek moyang kita mulai menggunakan sabun.
Konon, tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah
membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga
membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa
membuat sendiri sabun dari bahan serupa.
Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat
rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat
di Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.
Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang
belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia
dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II.
Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun
terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an.
Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat
perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit
soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis,
menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun
makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.
Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar.
Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun
dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX
sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah (Tambun, 2007).
2. Sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri
dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
C18, namun dapat juga mengandung beberapa asam karboksilat dengan
bobot atom lebih rendah, serta sodium (Na) atau potasium (K).

Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses
netralisasi minyak. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara
trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi
asam lemak bebas dengan alkali (Ophardt (2003) dalam Zulkifli dan Estiasih,
2014). Sabun yang dibuat melalui reaksi kimia (saponifikasi) antara minyak
dengan larutan alkali (NaOH atau KOH) akan membebaskan gliserol,
sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Sabun yang
dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras, sedangkan sabun yang
dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak.

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun dapat menurunkan tegangan permukaan, karena
suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam
zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara
keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah
tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol
(50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-
ujung ionnya yang menghadap ke air (Fessenden, 1992).
3. Reaksi Pembentukan Sabun
a. Reaksi saponifikasi
- Sabun keras :

- Sabun lunak :

Triglycerides Carboxylic acid salts Glycerol

Sabun kalium lebih mudah larut daripada sabun natrium dan mudah
menghasilkan busa. Oleh karena itu, sabun kalium digunakan untuk
membuat sabun cair dan krim cukur.

Selain NaOH dan KOH dapat pula menggunakan Na2CO3, namun


karena terbentuk H2CO3 sebagai hasil reaksi, sehingga apabila
dipanaskan akan menghasilkan busa yang terbentuk dari CO2 dan
H2O.
b. Reaksi netralisasi
Reaksi netralisasi adalah reaksi kimia antara asam dan basa yang
menghasilkan larutan netral. Larutan netral akan selalu memiliki pH 7.
Reaksi ini melibatkan kombinasi ion H + dan ion OH– untuk membentuk
molekul air.

Jika pH akhir dari campuran reaksi asam dan basa adalah 7, itu berarti
jumlah yang sama dari ion H + dan OH– telah bereaksi di sini (untuk
membentuk molekul air, satu ion H + dan satu ion OH– diperlukan).
Asam dan basa yang direaksikan bisa kuat atau lemah. Berikut
penjelasannya :
− Asam kuat dan basa kuat sepenuhnya mengion di dalam media
berair. Oleh karena itu senyawanya akan melepaskan semua ion H
+ dan OH– yang mungkin ke dalam medium.
− Asam lemah dan basa lemah tidak memberikan reaksi netralisasi
yang lengkap, karena asam lemah dan basa lemah tidak
sepenuhnya terdisosiasi ke ion mereka. Oleh karena itu, asam
lemah tidak dapat dinetralisasi oleh basa lemah dan sebaliknya.
− Netralisasi asam kuat dengan basa lemah menghasilkan pH rendah
dari 7.
Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk
menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi
trigliserida dengan alkali.

Asam karboksilat + Natrium hidroksida Garam karboksilat + air

Deterjen sintetik berbeda dari sabun, karena merupakan garam natrium dari
alkil asam sulfat berantai panjang atau asam alkilbenzena sulfonat, daripada
asam karboksilat.

Menjadi :

Natrium alkil sulfat dan Natrium alkilbenzen sulfonat

4. Metode Pembuatan Sabun (Reaksi Saponifikasi)


Dua metode yang paling umum digunakan untuk membuat sabun adalah
proses panas (Hot Process) dan proses dingin (Cold Process). Proses
panas menggunakan panas untuk mempercepat reaksi menghasilkan sabun
yang disabunkan sepenuhnya pada saat dituangkan ke dalam cetakan. Fase
curing tidak berlangsung lama ± 1 – 2 minggu. Proses dingin hanya
menggunakan panas yang cukup untuk memastikan bahwa semua lemak
dilebur sebelum bereaksi dengan basa. Pencampuran minyak dengan alkali
dilakukan saat suhu keduanya 32 – 35 °C, kemudian dilakukan pengadukan
hingga tercampur sempurna (trace). Biasanya waktu tunggu/curing
memakan waktu ± 2 – 5 minggu untuk benar-benar siap digunakan dan
proses saponifikasi sudah selesai.
Proses dingin lebih banyak digunakan dalam industri rumah tangga karena
lebih sederhana, membutuhkan lebih sedikit waktu dan energi, sementara
menghasilkan sabun krim batangan. Untuk menghasilkan sabun cair, sabun
padat transparan dan sabun cream biasanya menggunakan metode hot
process.

5. Kegunaan Sabun
Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan
oleh dua sifat sabun, yaitu :
a. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar,
seperti tetesan-tetesan minyak.
b. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung
anion molekul – molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak
lain. Karena tolak-menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu
tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi.
(Fessenden,1992)
Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi
dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun
melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur kearah air.
Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan
permukaan yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan
(koalesensi) (Hard, Harord, 1984).

6. Analisis Mutu Sabun

Tabel 1. Standar Mutu Sabun SNI 3532-1994


Tabel 2. Standar Mutu Sabun Mandi SNI 3532-2016

No Kriteria Uji Satuan Mutu


1 Kadar air % fraksi massa Maks. 15,0
2 Total lemak % fraksi massa Min. 65,0
3 Bahan tak larut dalam etanol % fraksi massa Maks. 5,0
4 Alkali bebas % fraksi massa Maks. 0,1
(dihitung sebagai NaOH)
5 Asam lemak bebas % fraksi massa Maks. 2,5
(dihitung sebagai asam oleat)
6 Kadar klorida % fraksi massa Maks. 1,0
7 Lemak tak tersabunkan % fraksi massa Maks. 0,5
CATATAN : Alkali bebas atau asam lemak bebas merupakan pilihan,
tergantung pada sifat asam atau basa.

- Kadar air
Jumlah air dalam sabun mempengaruhi karakteristik sabun saat
penyimpanan. Sabun dengan kadar air yang tinggi atau >15% akan
lebih cepat mengalami penyusutan bobot dan dimensi (Fachmi,
2008).

- Total lemak
Total lemak dihitung sebagai lemak yang tidak larut dalam air, yang
diperoleh dari penguraian sabun dengan asam mineral pada kondisi
tertentu, termasuk di dalamnya lemak yang tidak disabunkan
(unsaponifiable matter), gliserida, dan asam rosin dalam sabun.

- Bahan tak larut dalam etanol


Kadar bagian tak larut alkohol diketahui untuk melihat seberapa
besar bagian dari sabun yang tidak larut dalam alkohol. Semakin
banyak bagian yang tidak larut dalam alkohol maka semakin sedikit
stok sabun dalam sabun transparan. Selain itu, bagian yang tidak
larut dalam alkohol menimbulkan gumpalan-gumpalan yang
mengganggu penampilan sabun transparan. Minyak dan lemak
hanya sedikit mengandung bagian tak larut alkohol sehingga tidak
mempengaruhi hasil analisa.
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai polaritas yang
sama. Etil alkohol (etanol) berfungsi sebagai pelarut pada proses
pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut
dalam air dan lemak (Puspito, 2007). Menurut ASTM (2001), bahan
tak larut alkohol pada sabun meliputi garam alkali seperti karbonat,
silikat, fosfat dan sulfat, serta pati (starch).
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa jenis minyak,
konsentrasi dan interaksi minyak dengan konsentrasi gliserin, tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar bagian yang tak larut dalam
etanol pada sabun transparan yang dihasilkan.

- Alkali bebas sebagai (% NaOH atau % KOH)


Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar alkali dalam sabun ada
dalam bentuk terikat dengan asam lemak, sementara sebagian yang
lain ada dalam bentuk bebas. Alkali bebas dalam sabun dapat
berupa Na atau K.
Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai
senyawa.pada proses pembuatan sabun, penambahan alkali harus
dilakukan pada jumlah yang tepat. Kelebihan alkali dalam sabun
mandi tidak diperbolehkan karena alkali mempunyai sifat yang keras
dan menyebabkan iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), NaOH
memiliki sifat higrokopis dan dapat menurunkan kelembaban kulit
dengan cepat. Wade dan Weller (1994), menyatakan bahwa NaOH
termasuk golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan
mudah menghancurkan jaringan organik halus. Sabun dengan kadar
alkali yang lebih besar biasanya digolongkan ke dalam sabun cuci.

- Asam lemak bebas atau Bilangan asam


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sabun,
tetapi tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa
trigliserida (lemak netral).
Pengukuran bilangan asam dipergunakan untuk mengukur kadar
asam lemak bebas (ALB) yang terdapat dalam minyak/lemak.
Semakin tinggi kadar ALB minyak/lemak menunjukkan miyak/lemak
sudah tidak baik. Asam lemak bebas dalam minyak/lemak berasal
dari reaksi oksidasi, hidrolisis, pemanasan, dan lain-lain.

- Kadar lemak tak tersabunkan


Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering
terdapat larut dalam minyak, tapi tidak dapat membentuk sabun
dengan soda alkali dan dapat diekstrak dengan pelarut lemak.
Adanya bahan yang tidak tersabunkan dalam sabun dapat
menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi) dalam
sabun (Wood, 1996). Menurut Hill (2005), bahan-bahan tak
tersabunkan biasanya bersifat non-volatil (tidak mudah menguap)
pada suhu 103 °C. Yang termasuk bahan tak tersabunkan, antara
lain alkohol alifatik, sterol, pigmen, minyak mineral dan hidrokarbon.
Minyak dan lemak dengan kandungan bahan tak tersabunkan yang
tinggi sangat tidak disarankan untuk digunakan dalam pembuatan
sabun karena besarnya jumlah bahan tak tersabunkan yang akan
tertinggal setelah proses penyabunan .

7. Bahan pengisi sabun


Zat pengisi (filter) biasanya ditambahkan dalam sabun untuk menekan
biaya supaya lebih murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan
minyak menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun
berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu
ditambahkan zat aditif, antara lain: asam lemak bebas, gliserol,
pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan, penghalus, serta aditif kulit
(skin aditif).
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi sabun transparan
- Etanol : digunakan sebagai pelarut pada sabun transparan, karena
sifatnya yang mudah larut dalam air dan minyak.
- Larutan gula : gula dikenal humektan, membantu pembusaan sabun.
Semakin putih warna gula akan semakin jernih sabun transparan
yang dihasilkan. Terlalu banyak gula sabun akan menjadi lengket.
- Gliserin : gliserin merupakan humektan, sehingga dapat
melembabkan kulit. Gliserin juga dihasilkan dari reaksi hidrolisis
antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak.
- Stearic acid : Membantu untuk mengeraskan sabun, khususnya
minyak dari tumbuhan yang digunakan. Penggunaannya dengan
mencairkan dahulu dalam minyak kemudian dicampur sodium
hidroksida untuk saponifikasi. Penggunaan terlalu banyak
menyebabkan sabun kurang berbusa, jika terlalu sedikit sabun tidak
keras.
- Coco DEA (TEA) : Cocamide DEA digunakan untuk meningkatkan
kualitas foaming (busa yang terbentuk) serta menstabilkan busa,
selain itu cocamide DEA membantu mengentalkan produk seperti
shampo, handsoap, serta sediaan kosmetik yang lain.

Anda mungkin juga menyukai