Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.

J DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN OKSIGENASI DI RUANG RAJAWALI VI.B RUMAH
SAKIT DR.KARIADI SEMARANG

Di Susun Oleh :

ROHAYANI
G3A017267

PROGRAM STUDI NERS (TAHAP PROFESI)


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
A. KONSEP TEORI OKSIGENASI

1. PENGERTIAN / DEFINISI

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam

proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh

sel-sel tubuh. ( Tarwoto dan Wartonah, 2006)

Oksigen adalah kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk

kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan, dan aktivitas

berbagai organ atau sel. ( Carpeniti-Moyet, 2006)

Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia

atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau

yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya,

terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. (Mubarak, 2007)

Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²).

Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia

yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk

mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel.

Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan

berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya

pasien akan meninggal. ( Tarwoto dan Wartonah, 2006)

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan

hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam keadaan biasa

manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau

sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan


kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi

yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang

berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO²

(hasil pembakaran sel). Terapi oksigen merupakan salah satu terapi

pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi

oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam

darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada

miokardium. (Alimul, Hidayat A. Aziz.2006).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi sistem pernapasan :

a. Hidung
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan

(kartilago). Terdiri dari bagian internal dan eksternal. Bagian

internal merupakan bagian rongga yang berlorong yang

dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi

ventrikel yang sempit, yang disebut septum. Rongga hidung

mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring


(filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Permukaan

hidung (mukosa) terdapat epitel bersislia yang mengandung sel

goblet. Sebagai sel yang mengeluarkan lender sehingga dapat

menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran

pernapasan. Hidung berfungsi sebagai saluran utnuk udara

mengalir ked an dari paru-paru. Dan juga berfungsi sebagai jalan

napas, pengatur kelembapan udara (humidifikasi), pengatur suhu,

pelindung dan penyaring udara, indra penciuman, dan resonator

suara. Reseptor bau terletak pada cribiform palte, di dalamnya

terdapat ujung saraf cranial I (Nervus Olfactorius).

b. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13

cm) yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang

rawan (kartilago) krikoid. Penghubung hidung dan rongga mulut

ke laring. Faring dibagi menajdi 3 berdasarkan letaknya:

nasofaring (belakanng hidung), orofaring (belakang mulut) dan

laringofarinng (belakang laring).

c. Laring

Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago

yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring

yaitu untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Yaitu

pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari

benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.


Laring terdiri atas epiglotis daun katup kartilago yang menutup

dan membuka selama menelan, glotis atau lubang antara pita

suara dan laring, kartilago atau tiroid kartialgo terbesar pada

trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Addam's

aple), kartilago krikoid atau cincin kartilago yang utuh di laring

(terletak di bawah kartilago tiroid), kartilago aritenoid yang

digunakan pada pergerakan pita suara dan kartilago tiroid dan

pita suara ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang

menghasilkan suara dan melekat pada lumen laring.

d. Trakea

Trakea Disebut juga kantong tenggorok yang merupakan

perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae terokal

ke-7 yang bercaabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trakea

disebut carina. Trakea bersifat sangat fleksibel, berotot, dengan

pnjang 12 cm dengan cincin membentuk huruf C.

e. Bronchus

Bronkhus terbagi menjadi bagian kanan dan kiri. Yaitu

bronchus lobaris kanan ( 3 lobus) dan bronchus lobaris kiri ( 2

lobus). Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan cenderung

lebih vertical daripada yang kiri. Sehingga benda asing lebih

mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada cabang

bronchus sebelah kiri. Bronchus lobaris kanan terbagi menjadi 10

bronkhus segmental dan bronchus lobaris kiri terbagi menjadi 9

bronkhus segmental. Segmen ini kemudian terbagi lagi menjadi


subsegmen yang dikelillingi jaringan ikat yang memiliki arteri,

limfatik, dan saraf.

f. Bronchiolus

Bronkhiolus Segmen bronkus bercabang menjadi

bronkiolus yang mengandung kelenjar submukosa yang

memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus

untuk melapisi bagian jalan napas. Bronkhiolus Terminalis

membentuk percabangan yang tidak mempunyai kelenjar lendir

dan silia. Bronkhiolus respiratory yang kemudian akan menjadi

bronkiolus respiratory yang dianggap sebagai saluran transisional

antara jalan napas konduksi dan jalan napas pertukaran gas.

g. Alveoli
Sebagai tempat pertukaran O2 dan CO2. terdapat sekitar
300 juta yang jika bersatu akan membentuk satu lembar dengan
luas 70 m².

Berdasarkan peristiwanya pernafasan terbagi menjadi dua yaitu:

a. Menghirup udara (inpirasi)

Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling

masuk melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses

inspirasi : volume rongga dada naik/lebih besar, tekanan rongga

dada turun/lebih kecil.

b. Menghembuskan uudara (ekspirasi)

Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah

suatu gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan.


Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan

rongga dada naik/lebih besar.

Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan,

yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.

a. Ventilasi

Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer

ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di

pengaruhi oleh beberapa factor: adanya kosentrasi oksigen di

atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat, maka tekanan

udaranya semakin rendah. Adanya kondisi jalan nafas yang

baik. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru

untuk mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan

recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau

kontraksinya paru-paru.

b. Difusi

Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke

kapiler paru-paru dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses

pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: luasnya

permukaan paru-paru, tebal membrane respirasi/permeabilitas

yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial yang keduanya

dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses

penebalan, pebedaan tekanan dan konsentrasi O² hal ini dapat

terjadi sebagaimana O² dari alveoli masuk kedalam darah

secara berdifusi karena tekanan O² dalam rongga alveoli lebih


tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis serta

afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat

HB.

c. Transportasi gas

Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O²

kapiler ke jaringan tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kapiler.

Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi. Kondisi

pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah

secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.

( Tarwoto dan Wartonah, 2006

3. TANDA DAN GEJALA

a. Suara napas tidak normal.


b. Perubahan jumlah pernapasan.
c. Batuk disertai dahak.
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
e. Dispnea.
f. Penurunan haluaran urin.
g. Penurunan ekspansi paru.
h. Takhipnea
i. Gelisah
j. Sianosis
( Tarwoto dan Wartonah, 2006)

3. ETIOLOGI
a. Patologi
1. Penyakit pernafasan menahun (TBC, Asma, Bronkhitis)
2. Infeksi, Fibrosis kritik, Influensa
3. Penyakit sistem syaraf (sindrom guillain barre, sklerosis, multipel
miastania gravis)
4. Depresi SSP / Trauma kepala
5. Cedera serebrovaskuler (stroke)
b. Situasional
1. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami
gangguan oksigenasi menurut NANDA (2011),yaitu hiperventilasi,
hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas,
penurunan energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan
muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi
tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya
perubahan membrane kapiler-alveoli.
2. Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau
kelembaban rendah.
3. Berhubungan dengan menghilangnya mekanisme pembersihan
siliar, respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir
sekunder akibat rokok, pernapasan mulut.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami


gangguan oksigenasi menurut NANDA (2011),yaitu hiperventilasi,
hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas,
penurunan energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan
muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh,
imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan
membrane kapiler-alveoli.

4. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi


yaitu :

1. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi


ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia
miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan hipoksia jaringan
perifer.
2. Kapasitas darah untuk membawa oksigen
3. Perilaku atau gaya hidup. Nutrisi mempengaruhi fungsi
kardiopilmonar. Obesitas yang berat menyebabkan penurunan
ekspansi paru. Latihan fisik meningkatkan aktivitas fisik
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Gaya hidup perokok
dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung,
PPOK, dan kanker paru (Potter&Perry, 2006).
5. PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan
trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen
yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses
ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan
baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai
benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan
pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan
kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).
6. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pedidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk
RS, nomor RM serta diagnosa medis).
2. Keluhan utama: Apa yang dikeluhkan pasien saat dilakukan
pengkajian (keluhan yang paling dominan)?
Yang biasa muncul pada pasien dengan ganguan siklus O2 dan
CO2 antara lain: batuk, peningkatan produksi sputum, dipsnea,
hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ditanyakan / menjelaskan kronologi berjalannya penyakit pasien
Waktu terjadinya sakit : Berapa lama sudah terjadinya sakit
Proses terjadinya sakit : Kapan mulai terjadinya sakit, dan
bagaimana sakit mulai terjadi
Upaya yang telah dilakukan : Selama sakit sudah berobat
kemana dan obat-obatan yang pernah dikonsumsi
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum (tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang
alat medis, tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus,
tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat
medis, tampak sakit berat; menggunakan oksigen, coma)
b. Kesadaran
Compos mentis: Pasien sadar penuh, Apatis: Pasien acuh tak
acuh, Somnolen: Pasien cenderung mengantuk walaupun
sedang diajak bicara, Soporocoma: dengan sedikit rangsangan
masih bisa berespon (reflek kornea), Coma: Tidak ada respon
sama sekali
c. Tanda-tanda Vital (Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan)
d. Rongga hidung ( simetris/tidak, ada benda asing/tidak)
e. Faring/laring (tonsil normal/ada peradangan)
f. Trakhea (letak simetris/tidak, teraba tiroid/tidak)
g. Rongga dada/paru
1. Inspeksi (Bentuk simetris/tidak dan keadaan nafas)
2. Palpasi (fokal fremitus pada permukaan dada kiri, kanan,
depan, belakang)
3. Perkusi (suara yang ditimbulkan saat perkusi,
sonor/hipersonor/pekat)
4. Auskultasi suara nafas (vesikuler/bronchovesikuler)
h. Sistem integumen
1. Inspeksi (kebersihan kulit, kelainan yang tampak)
2. Palpasi (kelembaban dan turgor kulit)
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium : sputum tes, hematologik
b. Study Diagnostik : Rontgen, bronchoscopy, tes fungsi paru
(spirometer), EKG.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran Gas
(SDKI, 2017)
B. KONSEP TEORI EFUSI PLEURA
1. DEFINISI

Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price


& Wilson 2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen
dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan
menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan
pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama
pernafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan
atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura
mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke
dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

2. KLASIFIKASI EFUSI PLEURA


a. Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas.Sebagai akibat
inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura
contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus.Efusi pleura mungkin
merupakan komplikasi gagal jantung kongestif.TBC, pneumonia, infeksi
paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis,
embolisme paru, infeksi parasitik.(Suzanue C Smeltezer dan Brenda G.
Bare, 2002).
b. Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang
utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan
tekanan hidrostaltik atau ankotik.Transudasi menandakan kondisi seperti
asites, perikarditis.Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal
sehingga terjadi penumpukan cairan.(Suzanue C Smeltezer dan Brenda G.
Bare, 2002).
3. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi
menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi.
a. Transudat
Dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom
vena kava superior dan tumor.
b. Eksudat
Disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi
Dapat disebabkan adanya tumor, trauma, infark paru dan
tuberkulosis.
4. TANDA DAN GEJALA
Gejala yang paling sering ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri
dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk
atau bernafas dalam).
a. Batuk
b. Dispnea
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
mengalami efusi.
f. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat.
g. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
h. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
i. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
j. Fremitus fokal dan raba berkurang.
k. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma
bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan
memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan.
Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan
penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan
hemoragi, eksudat, dan transudat.
b. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada)
Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik.
Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
c. Ultrasonografi
d. Thorakosentesis / pungsi pleura
Untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin
serosa (serothorak), berdarah (hemothoraks), pus (piothoraks) atau
kilus (kilothoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat
(hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram,
basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih,
pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase
(LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
e. Biopsi pleura berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura
melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk
mengetahui adanya sel-sel ganaa atau kuman-kuman penyakit
(biasanya kasus pleurisy tuberculoca dan tumor pleura).
6. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya Pleural Effusion tergantung pada
keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam
keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan
pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan
cairan berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung
kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada
hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan
transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan
pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan
absorpsi getah bening.Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini
disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi dari struktur
yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses
paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura
berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan
karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung
pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun
secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan
partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.
7. PATHWAY

Tumor

Tersumbatnya aliran pembuluh


dara vena & getah bening

Rongga pleura gagal


memindahkan cairan dan
protein

EFUSI PLEURA
Pergerakan didnding dada
(Terjadinya penumpukan asimetris
cairan pada rongga pleura)

Vocal premitus
menurun
Penurunan ekspansi paru

Perkusi paru redup

Gangguan fungsi paru


Irama pernfasan tidak teratur

Ventilasi akan terganggu


Frekuensi pernafasan
meningkat

Penggunaan otot bantu


pernafasan

Hipoksia

Pola Nafas tidak efektif


8. PENATALKSANAAN MEDIS
a. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
b. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
c. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam
keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan
drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau
pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
d. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan
mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
e. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi
dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
C. RESUME KASUS KELOLAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

1. PENGKAJIAN
Hari/ tanggal : Jumat/ 20 April 2018
A. Biodata
Nama : Tn.J
Tanggal lahir : 09 Desember 1959
Umur : 59 Thn
JK : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMTA
Pekerjaan : Wiaswasta
Suku/ bangsa : Jawa/Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Sukerejo, RT.06 RW.01, Kab.Kendal
Tanggal Masuk RS : 16 April 2018
No RM : C689534
Diagnosa Medis : Keredupan Paru Kanan
B. Keluhan utama
Keluarga pasien mengatakan pasien sesak nafas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 minggu yang lalu pasien datang dengan keluhan sesak nafas.
Sesak nafas dirasakan terus-menerus semakin lama semakin
memberat, pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur, sesak
berkurang bila pasien miring kekiri, batuk (+). Sebelum masuk rumah
sakit kariadi pasien dibawa ke RS. Ngudi Waluyo dan post WSD.
D. Data Fokus dan Diagnosa Keperawatan

No. Data Fokus Diagnosa Etiologi


Keperawatan
1 Ds: Pasien mengeluh sesak Pola Nafas Tidak Penurunan
nafas Efektif (D.0005) ekspansi paru
Do:
-TD: 110/80 mmHg
- RR: 28x/mnt
- HR: 85x/mnt
- T: 370C
- BB: 64kg
- TB: 160 cm
- SPO2 : 94%
- Pernafasan cuping hidung
- Penggunaan otot bantu
pernafasan
- vocal premitus melemah
- perkusi paru redup
- pengunaan otot bantu
pernfasan
- Tekanan ekspirasi menurun
- Terpasang O2 Nassal 4,5L
- Terpasang infuse RL (+)
- Terpasang Syringpump
Aminofilin 0,8 cc/jam
D. Perencanaan Keperwatan
No NOC NIC RASIONAL

1.Setelah dilakukan Monitor Pernafasan : 1) Agar pasien dapat


tindakan keperawatan 1) Posisikan klien untuk melakukan inspirasi dan
selama 3x24 jam memksimalkan ventilasi ekspirasi dengan baik dan
dengan kriteria hasil : 2) Monitor frekuensi, ritme, nyaman
Status Pernafasan kedalam pernafasan 2) Dengan mengkaji
1) Frekuensi 3) Monitor kemampuan batuk kualitas, frekuensi dan
pernafasan dalam efektif pasien kedalaman pernafasan,
rentang normal 4) Monitor keluhan sesak nafas kita dapat mengetahui
2) Kemudahan dalam klien, termasuk kegiatan yang sejauh mana perubahan
bernafas meningkatkan atau kondisi pasien
3) Tidak ada memperburuk sesak nafas 3) Agar pasien dapat
penggunaan otot 5) Berikan bantuan terapi nafas mengetahui bagamana
bantu nafas (nebulizer) cara batuk efektif dan
4) Tidak ada retraksi 6) Monitor vial sign dapat mengeluarkan
dinding dada 7) Berikan alat bantu nafas sekret
5) Tidak ada 4) Agar pasien mampu
pernafasan cuping memperingan sesak nafas
hidung dengan posisi yang
6) Batuk berkurang nyaman, hal-hal yang
7) TTV dalam batas memperberat pernafasan
normal 5) Agar sekret mampu
keluar dengan baik
6) Agar mengetahui
perkembangan pasien
7) Untuk membantu
meringankan sesak
pasien
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO HARI/ Jam IMPLEMENTASI RESPON TTD


TGL
1 Jumat/ 14.45 1) Posisikan klien untuk S: Pasien mengatakan sesak
20-04- memksimalkan ventilasi berkurang
2018 O: -tampak penggunaan pernafas
cuping hidung
- tampak penggunaan otot
pernafasan
15.30 2) Memonitor frekuensi, ritme, S: -
kedalam pernafasan O: RR: 25x/mnt dengan ritme
cepat dan nafas dalam
16.20 3) Memonitor kemampuan batuk S:
efektif pasien O: pasien mampu melakukan
batuk efektif
17.00 4) Memonitor keluhan sesak S: pasien mengatakan sesak bila
nafas klien, termasuk kegiatan terlentang dan meringankan
yang meningkatkan atau jika posisi setengah duduk
memperburuk sesak nafas O: posisi pasien tampak
5) Meberikan bantuan terapi semifowler
18.00 nafas (nebulizer) S: -
O:Obat nebulizer masuk dengan
baik

19.00 6) Memonitor vital sign S:


O:
- TD: 110/80 mmHg
- HR: 82x/mnt
- T: 36,50C
7) Memberikan alat bantu nafas S: pasien mengatakan
ringan dalam bernafas,
tidak terlalu sesak
O:
Sabtu/ 22.00 1) Monitor vital sign S: -
21-04- O: - TD: 110/80 mmHg
2018 - RR: 24x/mnt
- HR: 80x/mnt
22.15 2) Posisikan klien untuk - T: 36,70C
memksimalkan ventilasi
S: Pasien mengatakan
sesak berkurang masih
dengan posisi miring
kekiri
O :- posisi pasien
miring kekiri dan tidak
22.30 3) Memonitor frekuensi, ritme, terlalu berat dalam
kedalam pernafasan ekspirasi
S: -
O: ritme pernafasan
06.00 4) Memberikan bantuan terapi nafas cepat dan nafas dalam
(nebulizer)
S: pasien mengatakan
sesak berkurang, batuk
06.30 5) Memonitor vital sign tidak sakit
O:-
S:
O:-
TD: 110/80 mmHg
- HR: 82x/mnt
- T: 36,50C
Senin / 08.00 1) Monitor TTV S:
23-04- O: TD: 110/80 mmHg
2018 - HR: 82x/mnt
-RR: 24x/mnt
- T: 36,50C
2) Memonitor frekuensi, ritme, S:
kedalam pernafasan O: ritme pernafasan
2) cepat dan nafas dalam
3) Memberikan bantuan terapi nafas S: pasien mengatakan
(nebulizer) sesak berkurang, batuk
tidak sakit
O:-
4) Posisikan klien untuk S: Pasien mengatakan
memaksimalkan ventilasi sesak berkurang masih
dengan posisi miring
kekiri
O :- posisi pasien
miring kekiri dan tidak
terlalu berat dalam
ekspirasi
F. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tanggal/ Evaluasi Keperawatan
Jam
Jumat 20-04- S = Pasien mengatakan mengeluh sesak
2018 O = ritme pernafasan cepat dan nafas dalam
- TD: 110/80 mmHg
- RR: 25x/mnt
- HR: 82x/mnt
- T: 36,50C
- BB: 64kg
- TB: 160 cm
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi
- Memonitor pernafasan
1. Monitor Pola nafas
2. Monitor frekuensi, ritme, kedalam pernafasan
3. Berikan Bantuan terapi nafas
4. Berikan bantuan terapi nafas (nebulizer)
5. Monitor vial sign
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia


Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Carpenito-Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Mubarak. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6, Terjemahan, Jakarta : EGC.
Tarwonto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai