Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etiologi

Candidiasis oral merupakan manifestasi infeksi oportunistik yang disebabkan oleh jamur

Candida albicnan. Pada dasarnya, Candida albicans merupakan flora normal pada mulut yang

populasinya terkendali oleh lingkungan mikro flora normal mulut lainnya dan oleh system

imun. Adanya defek pada berbagai system tersebut dapat menyebabkan peningkatan populasi

dari Candida albicans sehingga menyebabkan infeksi oportunistik (Patil S,Rao RS, Majumdar

B et al. 2015).

Terdapat berbagai factor yang menentukan tingkat patogenitas infeksi candida. Biofilm

merupakan salah satu komponen yang menetukan patogenisitas dari jamur candida. Komponen

ini berperan dalam pembuatan struktur selubung (shield) yang menyebabkan jamur candida

sulit untuk diinaktivasi oleh system imun. Proses pembentukan biofilm melibatkan peran

berbagai protein komplek yang terjadi secara bertahap. Factor metabolic juga berperan penting

dalam kesuksesan jamur candida dapat bertahan di berbagai organ tubuh termasuk cavitas oral

serta kebal terhadap mekanisme aktivasi system imun. Proses metabolic tersebut

memungkinkan jamur candida dapat memetabolisme berbagai komponen gula guna memenuhi

kebutuhan energi jamur. Komponen metabolisme adaptif dari jamur candida juga

memungkinkan jamur untuk dapat menghasilkan / mengekstraksi oksigen guna memenuhi

kebutuhan respirasi aerob pada jaringan/organ yang sedikit mengandung oksigen (Sellam A,

Whiteway M. 2016).

4
Terdapat paling tidak beberapa subspecies jamur candida yang bertanggung jawab

terhadap infeksi oportunistik pada cavitas oral. Candida albicans merupakan subspsesies

tersering dari penyebab terjadinya candidasi oral. Jenis jamur candida lainnya meliputi C.

tropicalis, C.glabrata, C. pseudotropicalis, C. guillierimondii, C. krusei, C. lusitaniae, C.

parapsilosis, dan C stellatoidea. Jenis jamur dengan subspesies C albicans, C glabrata, dan

C. tropicalis ditemukan hingga 80% pada sampel orofaring populasi pasien dengan infeksi

kandidiasis oral (Akpan A, Morgan R.2002).

B. Epidemiologi

Hingga saat ini, berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa angka kejadian

infeksi jamur pada manusia terus meningkat seiring waktu. Hal tersebut tidak terlepas dengan

berbagai factor yang mendasari terjadinya peningkatan insidensi infkesi jamur, seperti AIDS,

peningkatan insidensi transplantasi organ, pengobatan kemoterapi pada kanker, serta

pengunaan antibiotic secara luas yang tidak tepat. Infeksi jamur yang disebabkan oleh candida

albican merupakan bentuk infeksi jamur tersering yang ditemukan pada berbagai kelopok

individu immune kompromis, termasuk pada anak (Sellam A, Whiteway M. 2016).

Penelitian menunjukkan bahwa Infeksi yang disebabkan oleh jamur candida dilaporkan

menjadi agen infeksius ke-4 tersering ditemukan sebagai penyebab infeksi nosocomial di

Amerika Utara. Manifestasi tersering dari infeksi candida manusia ialah candidiasis oral.,

Kendati tidak tergolong sebagai meniufestasi infeksi jamur yang bersifat invasif, candidiasis

oral berkaitan dengan berbagai morbiditas, seperti nyeri/ketidak nyamanan saat proses

mastikasi hingga malnutrisi (Pappas PG, Kaufmann CA, Andes DR et al.2016).

Pada penelitian epidemiologi terkait dengan kejadain infeksi candida pada anak dengan

AIDS, didapatkan bahwa rata-rata insidensi candida pada anak dengan AIDS mencapai 63%

(rentang kejadian 20%-80%). Hal tersebut menjadi penanda utama kecurigaan adanya infeksi

5
HIV/AIDS pada anak (de Araujo DF, de Oliviera AE, de Carvalho HL et al . 2018). Tindakan

kemoterapi pada anak juga diketahui menjadi factor risiko munculnya infeksi candida pada

cavitas oral. Berdasarkan penelitian, didapatkan adanya peningkatan prevalensi candidiasis

oral pada dewasa hingga 40% dan 90% pada anak yang menjalani kemoterapi (Velten DB,

Znadonade E, Barros Miotto MH.2017).

C. Faktor Risiko

Sebagai flora normal yang bersifat komensal, populasi dari jamur candida di kavitas oral

berasosiasi dengan status imunitas pasien. Selain adanya factor komorbiditas selain AIDS,

kemoterapi pada pasien kanker maupun malnutrisi, pengunaan antibiotic secara berlebihan,

umur merupakan factor independent penting yang berkontribusi pada peningkatan kejadian

infeksi oportunistik, seperti jamur candida. Penelitian menunjukkan, terdapat perbedaan

konsentrasi populasi jamur candida pada cavitas oral bergantung pada jenis kelompok umur.

Pada neonates, penelitian menunjukan hasil isolasi jamur C.albicans mencapai 45%. Pada

anak yang sehat, populasi C.albicans diketahui mencapai antara 45% hingga 65%. Pada dewasa

sehat, isolasi jamur C.albicans mencapai 30 hingga 45%. Temuan tersebut menunjukkan

bahwa factor usia merupakan factor mendasar yang berpengaruh pada populasi jamur

C.albicans (Akpan A, Morgan R.2002).

Adanya infeksi HIV yang menyebabkan penurunan fungsi system imun (AIDS)

merupakan factor predisposisi penting terhadap kejadian kandidiasis oral. Penelitan

menunjukkan populasi jamur C.albicans yang diisolasi pada cavitas oris pasien dengan AIDS,

didapatkan populasi jamur C. albicans mencapai 90% (Akpan A, Morgan R.2002). Penelitian

lebih lanjut pada populasi dewasa menunjukkan bahwa insidensi tahunan dari kandidiasis oral

pada pasien dengan AIDS mencapai 2 juta kasus per tahun, dimana 90% kasus didapatkan pada

6
pasien yang tidak mendapat terapi anti retrovirus (ARV) (Bongomin F, Gago S, Oladele RO et

al.2017).

Penggunaan antibiotic jangka panjang berkaitan dengan peningkatan insidensi

kandidiasis oral. Penggunaan antibiotic secara berlebihan juga diketahui dapat menyebabkan

gangguan keseimbangan flora normal pada cavitas oral, menurunkan populasi flora normal

(bakteri) kompetetif sehingga menyebabkan peningkatan populasi dari jamur candida.

Keseimbangan flora normal yang bersifat kompetitif terhadap jamur candida dapat kembali

normal setelah penggunaan antibiotic dihentikan. Dalam suatu studi pada individu normal yang

mengalami penggunaan berlebihan dari antibiotic, didapatkan remisi dari kandidiasis oral

stelah penggunaan antibiotic dihentikan (William D.2011).

Peningkatan insidensi kandidiasis oral juga ditemukan pada individu yang menjalani

kemoterapi. Telah diketahui bahwa system imun berperan dalam mengkontrol populasi flora

normal tubuh, termasuk jamur candida. Pada pasien dengan penyakit malignansi yang

menjalani kemoterapi atau radioterapi, fungsi system imun akan menurun secara signifikan.

Pada penelitian yang dilakukan guna mengetahui populasi jamur candida pada cavitas oral

pasien pre, durante dan post kemoterapi, didapatkan populasi jamur candida mencapai 7.5%

pada saat pre kemoterapi, meningkat hingga 39.1% saat periode kemoterapi, serta mencapai

32.6% pada saat post fase kemoterapi. Peningkatan populasi jamur candida juga ditemukan

meningkat saat dalam dan setelah menjalani fase radioterapi (Patil S,Rao RS, Majumdar B et

al.2015).

Defisiensi nutrisi juga menjadi factor risiko penting terhadap kejadian kandidiais oral.

Defisiensi nutrisi paling sering menyebabkan terjadinya deplresi konsnetrasi besi dalam tubuh.

Rendahnya konsentrasi besi dalam tubuh diketahui juga berkaitan dengan peningkatan

insidensi infeksi kandidiasis oral. Defisiensi besi akan menyebabkan terjadinya penurunan

7
kosentrasi protein transferrin yang selain berperan dalam transport besi dalam tubuh juga

memiliki efek fungsitatik. Selain deplresi besi, berbagai defisiensi mikro dan makronutrien

yang berkaitan dengan candidiasis oral antara lain magnesium, selenium, zink, protein , asam

folat, vitamin B6 vitamin A serta asam lemak esensial (Patil S,Rao RS, Majumdar B et

al.2015).

D. Manifestasi klinis

Berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh Holmtup dan Axel, manifestasi klinis

dari kandidiasis oral dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni kandidiasis

pesudomembranosus, kandidasis eritematosus, kandidiasis hiperplastik, serta lesi lainnya yang

berasosiasi dengan kandidiasis oral ( stomatitis prostetik, chellitis angular, glossitis rhomboid).

Tiap masing-masing manifestasi klinis tersebut memiliki gambaran yang unik dan menjadi

penanda terhadap diagnosis dari kandidiasis oral (Aguirre-Urízar JM.2002).

Kandidiasis pseudomembran paling sering ditemuakn pada pasien dengan kondisi

immunosupresi, bayi yang sedang mendapat Air Susu Ibu (sebagai akibat pH cavitas oral yangf

rendah dan penurunan microorganism kavitas oral lainnya yang dapat menghambat

perkembangan jamur), pasien lanjut usia serta pasien dengan xerostomia atau diabetes melitus.

Manifestasi klinisnya berupa plaque putih kekuningan (berisi hifa jamur, deskuamasi sel epitel

dan detritus) dengan pola pertumbuhan plak bersifat sentrifugal. Predileksi lesi terdapat pada

mukosa orofaring, bukal, dan lateral lidah. Dengan pengerokan, plaque dapat terlepas dan

meninggalkan dasar yang bersifat eritem. Pasien umumnya mengeluhkan rasa gatal dan panas

pada mukosa mulut. Disfagia dapat terjadi apabila plaque tumbuh pada faring (Rautemaa

RABCD, Ramage GE.2011).

8
Gambar 1. Candidiasis Pseudomembran

Kandidiasis eritematosus merupakan jenis kandidiasis oral yang dapat ditemukan baik

pada individu dengan immunokompeten atau imunokompromis. Kandidiasis eritematosus

lebih mengraha pada kecendrungan pengunaan antibiotic spektrum luas secara tidak tepat.

Manifestasi klinisnya berupa lesi eritematosus disertai atrropi yang dapat terjadi diseluruh regio

kavitas oral, tetapi lebih sering ditemukan pada palatum dan lidah. Pada lidah, lesi akan disertai

dengan hilangnya (atropi) papilla filiformis serta permukaan dorsal lidah yang aan tampak

lebih halus. Berbagai lesi tersebut akan disertai dengan gejala seperti terbakar dan gatal dengan

derajat yang ringan (Lal S, Chussid S.2005).

Gambar 2. Kandidiasis eritematosus pada palatum

9
Kandidasis hiperplastik merupakan manifestasi kandidiasis kronik, berupa nodul atau

plaque yang tidak dapat terkelupas, dengan predileksi tersering pada mukosa bukal, lidah dan

bagian posterior dari kommisura bibir. Pada pemeriksaan penunjang, hifa jamur tidak hanya

ditemukan pada bagian superficial mukosa, tetapi juga pada bagian profunda. Jenis kandidiasis

oral ini berasosasiasi dengan peningkatan risiko malignansi (Dahlén G.2006).

Gambar 3. Kandidiasis hiperplastik

Kandidiasis oral yang berkaitan dengan kondisi tertentu seperti stomatitis prostetik

bermanifestasi dengan adanya zona eritema yang berdekatan dengan alat prostetik (gigi palsu)

yang tidak tepat pemasangannya / higienitas yang buruk. Chellitis angular ditandai dengan lesi

eritema hingga fisura pada sudut bibir. Umumnya berkaitan dengan defisiensi besi dan vitamin

A, serta infeksi bakteri stapilokokkus (Farah CS, Lynch N, McCullough MJ.2010)

E. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Kecurigaan diagnosis terhadap kandidiasis oral didasarkan atas temuan klinis yang

dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang. Adanya temuan jamur candida pada

pengambilan sampel orofaring tidak serta merta menegakkan diagnosis secara langsung

sebagai akibat jamur candida sendiri merupakan flora normal orofaring. Diagnosis dari

10
candidiasis oral memerlukan adanya bukti invasi jaringan oral organisme tersebut. Bukti invasi

jaringan cavitas oral oleh jamur candidiasis dapat diperoleh melalui kultur jaringan yang positif

(Carnardo-Castelotte L, Jimenez-soriano Y.2013).

Kendati kultur jamur candida merupan baku emas diagnosis dari candidiasis oral,

Terdapat berbagai modalitas pemeriksaan penunjang lain dari penegakan diagnosis candidiasis

oral, dengan spesifisitas dan sensitivitas yang berbeda. Pemeriksaan sederhana yang dapat

dilakukan untuk menemukan adanya bukti candidiasis ialah pemeriksaan mikrospkopik dengan

pelarutan pada kalium hidroksida (KOH) 10% atau dengan pewaranaan Giemsa / PAS.

Pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi enzim metabolic dari jamur

candida. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas enzim spesifik yang dapat

menghidrosis susbtrat kromatogenik. Pemeriksaan enzimatik ini memiliki sensitivitas hingga

98.5% dan spesifisitas 98.5%. Hingga saat ini pemeriksaan komersial ini hanya dapat dilakukan

pada subspecies C.albicans dan C. dubliniensis. Pada metode pemeriksaan penunjang lainnya

dengan Auxonogram, yaitu mengidentifikasi kemampuan metabolisme gula tertentu pada

jamur, dapat diketahui adanya infeksi candida dengan mengidentifikasi kemampuan jamur

dalam memetabolisme jamur. Jenis pemeriksaan ini memiliki sensitivitas hingga 85%

(Carnardo-Castelotte L, Jimenez-soriano Y.2013).

F. Hubungan Kandidiasis Oral dengan HIV / AIDS pada Anak

Berdasarkan data dari WHO, AIDS hingga tahun 2000 merupakan penyabab terpenting

dari kematian pada anak diselurh dunia. Angka estimasi global terkait AIDS pada anak < 15

tahun mencapai 3.3 juta kasus. Metode penularan tertinggi kasus AIDS pada anak terutama

terjadi sebagai akibtan trasnmisi maternal-fetal atau melalui proses menyusui dengan ASI dari

ibu HIV/AIDS yang tidak mendapat ARV yang adekuat (Nazemisalman B, Vahabi S, Bayat N

et al.2016).

11
Manifestasi Oral merupakan salah satu penanda terpenting dari kecurigaan terhadap

HIV/AIDS pada anak dan bersifat independent terhadap konsetrasi CD4 dalam tubuh serta

memilki nilai prognostic yang penting terhadap harapan hidup anak. Sebagai akibat adanya

manifestasi oral terutama infeksi jamur canbdida merupakan predictor independent HIV/AIDS,

menyebabkan penilaian adanya infeksi candidiasis oral merupakan hal penting sebagai

penanda awal infeksi HIV/AIDS pada anak (Patton LL, Ramirez-Amador V, Anaya-Saavedra

G et al.2013).

Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengetahui adanya hubungan penyakit-

penyakit orofaring dengan HIV/AIDS. Kandidiasis oral, eritema gingival linear, infeksi herpes

simpleks, chelitis angular, pembesaran kelenjar parotis dan ulserasi mukosa oral berulang pada

anak merupakan berbagai kondisi yang berasosiasi signifikan dengan HIV/AIDS pada anak .

Berbagai kondisi terkait fungsi gigi geligi juga diketahui berhubungan dengan kondisi terkait

infeksi HIV pada anak, seperti penyakit periodontal (Coogan MM, Greenspan J, Challacombe

SJ.2005).

Kandidiasis oral merupakan manifestasi oral tersering yang berkaitan dengan AIDS.

Adanya kandidiasis oral juga berkaitan dengan progresi AIDS. Penelitian menunjukkan bahwa

72% anak dengan HIV akan memberikan manifestasi oral berupa kandidiasis oral, dimana

umumnya adanya manifestasi tersebut menjadi gejala klinis pertama yang berkaitan dengan

HIV/AIDS. Manifestasi khas dari kandidiasis oral yang berkaitan dengan AIDS antara lain

kandidiasis pseudomembran, candidiasis eritematosus dan cheilitis angular, dimana gejala

tersering yang dapat dijumpai pada anak dengan kandidiasis oral + AIDS ialah kandidiasis

pseudomembran (Nazemisalman B, Vahabi S, Bayat N et al.2016).

12
G. Penatalaksanaan Kandidiasis Oral pada Anak dengan HIV / AIDS

Kandidiasis oral merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada anak dengan

HIV/AIDS. Consensus merekomendasikan memberikan klotrimazole troches 10 mg 5 kali

perhari atau nystatin 400.000 – 600.000 unit 5 kali sehari selama 7-14 hari. Apabila nystatin

dan flukonazol topical tidak tersedia, dapat diganti dengan menggunakan gentian violet

Pemberian dengan lini terapi tersebut direkomendasikan pada kasus kandidiasis oral ringan

(Pappas PG, Kaufmann CA, Andes DR et al.2016) .

Pada kasus sedang hingga berat atau gagal terapi dengan preparat topical

(nystatin/gentian violet / clotrimazole), direkoemndasikan untuk memberikan flukonazol oral

3-6 mg/kg BB perhari atau itraconazole oral 2-5 mg/kg BB 2 kali perhari selama 14-21 hari.

Ketokonazol juga dapat digunakan sebagai lini terapi ke-2 dengan dosis 5-10 mg/kgBB salaam

14 hari, walau pada beberapa penelitian efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan

itaconazol atau fluconazole. Pemberian terapi intravena dengan amfoterisin B ( 0.3-0.5

mg/kg/hari ) hanya direkoemndasikan pada kasus resisten (National AIDS Control

Organization [NACO].2006).

Pemberian ARV memiliki pengaruh yang besar terhadap remisi dari kandidiasis oral

atau pencegahan rekurensi penyakit. Jumlah CD4 merupakan tolak ukur terhadap dimulainya

terapi ARV pada anak dengan HIV. Inisiais Pemberian ARV pada anak dengan HIV penting

untuk dimulai bila ditemukan jumlah CD4 sebagai berikut :

 Umur < 11 bulan : CD4 < 1.500 sel / mm3

 Umur 12-35 bulan : CD4 < 750 sel / mm3

 Umur 36-59 bulan : CD4 < 350 sel / mm3

13
 Lebih dari 5 tahun : mengikuti consensus dewasa (CD4 < 350 sel / mm3 terutama

bila bersifat simptomatis (National AIDS Control Organization [NACO].2006).

Berdasarkan konsesus WHO tahun 2006 tentang terapi ARV pada anak, pilihan

regimen terapi meliputi kombinasi 2 golongan NRTI (nucleoside reverse transcriptase

inhibitor ) + 1 golongan NNRTI (non nucleoside reverse transcriptase inhibitor). Jenis obat

golongan NRTI yang dapat diberikan pada anak meliputi zidovudine dan lamivudine. Jenis

obat golongan NNRTI yang dapat diberikan pada anak meliputi nevirapine dan efavirenz.

Kendati demikian, efavirenz tidak direkomendasrikan pemberiannya pada anak dengan umur

< 3 tahun atau berat badan < 10 kg (National AIDS Control Organization [NACO].2006).

H. Komplikasi Terkait Kandidiasis Oral pada Anak

Selain munculnya berbagai infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral, berbagai

bentuk komplikasi lainnya dapat muncul pada anak dengan HIV / AIDS. Spektrum infeksi

oportunistik lain yang kerap kali muncul ialah pneumocytis pneumonia, tuberculosis (TB),

toxoplasmosis, diare, serta meningitis cryptococcus. Adapun jenis infeksi oportunistik lainnya

yang disebabkan oleh virus antara lain herpes simpleks, varicella, herpes zoster dan infeksi

cytomegalovirus (CMV). Adapun komplikasi lain terkait dengan HIV atau disebabkan oleh

penyakit infeksi yang berkaitan dengan HIV/AIDS ialah malnutrisi dan anemia (National AIDS

Control Organization [NACO].2006).

Anemia pada anak dengan HIV dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme, seperti

perdarahan maupun produksi eritrosit yang inadekuat. Perdarahan pada HIV yang berkaitan

dengan anemia dapat dicetuskan oleh perdarahan saluran cerna ataupun sebagai akibat penyakit

neoplasma (peningkatan konsumsi eritrosit oleh sel neoplasma) seperti pada sarcoma Kaposi.

Peoduksi eritrosit yang inadekuat sendiri dapat dicetsukan oleh berbagai mekanisme, seperti

efek smaping penggunaan ARV (zidovudine), antifungi (amfoterisin B) maupun anti


14
pneumonitis carinii (kotrimoksazol). Produksi eritrosit yang inadekuat juga dapat disebabkan

oleh indaekuasi nutrisi seperti inadekuasi konsumsi besi, protein, asam folat dan vitamin B12.

Pada kandidiasis oral, manifestasi klinis berupa mulut terasa panas dan gatal tidak jarang

menyebabkan keenganan anak untuk makan sehingga menyebabkan malnutrisi. Lebih lanjut,

HIV/AIDS secara tersendiri juga menyebabkan munculnya reaksi inflamasi sistemik. Reaksi

inflamasi sistemik dapat secara signifikan menurunkan aktivitas progenitor sum-sum tulang

belakang, sehingga juga dapat menyebabkan penurunan sintesis eritrosit yang berimbas pada

anemia. Diperlukan pendekatan komprehensif mengenai penyabab dari anemia pada pasien

HIV sebagai akibat prinsip terapi disesuaikan dengan penyebab dari anemia. Pada kasus

anemia berat (Hb < 8 g/dl) direkoemndasikan untuk diberikan transfuse sel darah merah

(Volbeding PA, Levine AM, Dietrich D et al.2004).

15

Anda mungkin juga menyukai