Anda di halaman 1dari 20

Hubungan Kombinasi nilai perbedaan konsentrasi

karbon dioksida pada vena sentral-arteri dan perbedaan


konsentrasi oksigen pada arteri – vena sentral dengan
evolusi konsentrasi laktat pada resusitasi hemodinamik
pada tahap awal syok sepsis
Jaume Mesquida Paula Saludes, Guillem Gruartmoner, Cristina Espinal, Eva Torrents, Francisco
Baigorri Antonio Artigas

Critical Care (2015) 19:126

Abstrak

Latar belakang

Sejak nilai yang normal / tinggi dari central venous oxygen saturation (ScvO2)
tidak dapat dijadikan parameter adekuasi perfusi jaringan, te;ah diusulkan
pengunaan parameter lainnya untuk menilai hipoksia seperti nilai perbedaan
konsentrasi CO2 vena sentral dengan arteri (PcvaCO2 gap). Pada penelitian ini,
kami meneliti apakah nilai PcvaCO2 dan rasio PcvaCO2 gap konsentrasi oksigen
arteri-vena (PcvaCO2/CavO2) dapat digunakan sebagai parameter untuk menilai
evolusi konentrasi laktata pada syok septik

Metode penelitian

Studi ini merupakan studi observasional, dengan subjek penelitian yaitu pasien
syok septik yang masuk dirawat di ICU dalam 24 jam pertama. Setelah terjadi
perbaikan dari nilai mean arterial pressure (MAP) dan saturasi oksigen vena
sentral, dilakukan penilaian pada PcvaCO2 gap dan PcvaCO2/CavO2. Dilakukan
pengambilan sampel darah arteri dan vena sentral secara berurutan pada setiap
pasien dalam periode 24 jam tersbut. Perbaikan nilai laktat didefinisikan sebagai
penurunan > 10% dari nilai laktat sebelumnya.

Hasil penelitian

Terdapat 35 pasien syok septik yang diteliti. Pada data inkusi awal, didapatkan
rata-rata nilai PcvaCO2 gap ialah 5.6 + 2.1 mmHg dan PcvaCO2/CavO2 ialah 1.6 +
0.7 mmHg/dL/mL O2.. pasien yang tidak menglami penurunan kadar laktat
memiliki rasio nilai PcvaCO2/CavO2 yang lebih tinggi dibandingkan nilai awal (1.8
± 0.8vs. 1.4 ± 0.5, p 0.02). selama periode pemantauan, didapatkan 97 pasang
sampel darah dariu pasien. Tidak didapatkan perbaikan pada konsentrasi laktat
terhadap nilai rasio PcvaCO2/CavO2 yang lebih tinggi dibaidngkan dengan control
sebelumnya. Analisis ROC menunjukkan AUC 0.92 (p<0.001), dan Batasan nilai
rasio PcvaCO2/CavO2 > 1.4 mmHg /dl/ml O2 menunjukkan prediksi perbaikan nilai
konsnetrasi laktat dengan sensitivitas 0.80 dan spesifisitas 0.75. nilai odds ratio

1
dari adekuasi klirens laktat mencapai 0.10 (p<0.001) pada pasien dengan
oeningkatan PcvaCO2/CavO2 > 1.4

Kesimpulan

Pada populasi dengan syok septik yang telah mengalami perbaikan MAP menjadi
normal demikian pula dengan nilai ScvO2, peningkatan nilai rasio PcvaCO2/CavO2
berhubungan dengan penurunan odds ratio dari adekuasi klirens laktat secara
bermakna pada periode waktu tertentu.

2
LATAR BELAKANG

Rekomendasi terkini dari managemen hemondinamik pada sepsis berat

atau syok merekoemndasikan untuk mengunakan parameter hipoksia jaringan

sebagai tolak ukur keberhasilan resusitasi (1,2). Pada periode resusitasi inisial,

mentargetkan parameter normalisasi saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) atau

klirens laktat atau kombinasi keduanya dapat digunakan sebagai parameter

keberhasilan resusitasi (1,3,4). kendati demikian, tiap tiap parameter tersebut

memiliki keterbasan. Kendati tampaknya pemeriksaan ScvO2 menunjukkan hasil

yang lebih actual dibandingkan dengan klirens laktat, juga diketaui bahwa pada

sepsis dapat terjadi heterogenisitas pada aliran darah kapiler, yang dapat

menyebabkan peningkatan aliran sirkulasi kolateral, sehingga dapat meningkatkan

nilai ScvO2. Lebih lanjut, diketahui pula bahwa nilai ScvO2 abnormal yang

cendrung tinggi berkaitan dengan tingkat mortalitas yang tinggi pada syok sepsis

(5,6). Ketercapaian normalitas ScvO2 tidak serta merta menyingkirkan hipoksia

jaringan yang persisten, sehingga beberapa klinisi merekoemndasikan untuk

menggunakan parameter tersebut yang harus dikombinasikan dengan parameter

pemeriksaan lain guna mengetahui status perfusi jaringan (7). Disisi lain, kendati

klirens laktat juga diketahui sebagai parameter yang sama baiknya dengan ScvO2

pada kasus syok sepsis yang telah diresusitasi, klinisi harus menghadapi

kenyataan bahwa ketidakjelasan dari nilai laktat yang tinggi tersebut dapat

merefleksikan hipoperfusi persisten atau hal tersbut merupakn suatu kondisi yang

akan membaik seiring waktu (8). Sebagai dampaknya, peningkatan kadar laktat

dapat mendorong dilakukannya intervensi yang tidak perlu, yang mana hal tersbut

3
dapat menyebabkan berbagai dampak seperti edema jaringan atau balans cairan

yang tidak seimbang (surplus) dan dapat berdampak pada prognosis yang buruk

(9).

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi perbedaan konsnetrasi

karbon dioksida vena sentral-arteri (PcvaCO2 gap) dapat menjadi parameter

tambahan pada pasien dengan hipoperfusi persisten (10). Kedua parameter yang

menilai perbedaan (gap) dari tekanan karbon dioksida telah menunjukkan fungsi

prognostic pada berbagai kondisi (11-14) dengan Batasan nilai hingga 6 mmHg

merupakan tolak ukur Batasan perfusi adekuat (gap > 6 mmHg) / inadekuat (gap <

6 mmHg). Lebih lanjut beberapa teori dari peneliti telah menyimpulkan bahwa

koreksi PcvaCO2 gap dengan memperkirakan konsumsi oksigen, rasio perbedaan

konsentrasi oksigen arteri vena (CavO2) lebih superior dalam menilai metabolism

anaerobic dibanidngkan dengan parameter PcvaCO2 gap (15), sehingga lebih layak

dijadikan parameter untuk menilai keberhasilan resusitasi.

Dalam studi kali ini, kami akan meneiliti apakah PcvaCO2 gap dan rasio

PcvaCO2/CavO2 dapat berkontribusi signifikan dalam mengetahui evolusi produksi

laktat yang merefleksikan hipoperfusi persisten / metabolism anaerobic. Terkait

hal tersebut, kami melakukan penelitian pada kelompok subjek dengan sepsis

berat / syok septik dengan kriteria tertentu setelah ScvO2 pasien dapat

dinormalkan.

Data awal penelitian ini telah dipresentasikan pada kongres tahunan yang

bertajuk “The 27th European Society of Intensive Care Medicine (ESICM)”.

4
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif yang

dilakukan pada ICU rumah sakit jejaring universitas yang terdiri dari 30 tempat

tidur. Studi ini telah disetujui oleh komite etik local setempat (Comitè Ètic

d’Investigació Clínica, FundacióParc Taulí; Reference CEIC 2014637).

Subjek penelitian dan pengumpulan data

Subjek penelitian terdiri dari pasien syok septik yang dirawat di ICU

dalam 24 jam pertama. Sepsis berat dan syok sepsis didefinisikan sesuai dengan

consensus internasional (16). Semua pasien mendapat terapi resusitasi sesuai

dengan rekoemndasi dari Survival Sepsis Campaign (SSC)(1). Kriteria ekslusi

penelitian mencakup : umur < 18 tahun serta adanya sumber infeksi penyebab

sepsis yang tidak dapat dikontrol. Setelah pasien mencapai mean arteria pressure

(MAP) normal (> 65) dan ScvO2 >70%, petugas medis yang berjaga pada saat itu

dimandatkan untuk tidak melakukan intervensi resusitasi lebih lanjut ( pemberian

cairan tambahan / inotropic, vasopressor).pengambilan sampel darah dilakukan

secara berurutan dari kases vena sentral dan kateter arteri. Peneliti

mengkonfirmasi letak posisi ujung kateter dengan menggunakan pemeriksaan

rontgen thorax. Parameter data pemeriksaan yang dukumpulkan meliputi tekanan

oksigen arteri (PaO2), tekanan karbon dioksida arteri (PaCO2), tekanan oksigen

vena sentral (PcvO2), serta tekanan karbondioksidavena sentral (PcvCO2). Saturasi

oksigen arteri (SaO2) dan ScvO2 dihitung dengan mengunakan kurva disosiasi

5
oksihemoglobin. Konsnetrasi laktata arteri dan vensa sentral serta konsnetrasi

hemoglobin (Hb) juga turut diukur. Konsetrasi oksigen arteri (CaO2), konsetrasi

oksigen vena sentral (CvO2), CavO2, rasio ekstraksi oksigen (O2ER), Pcva CO2 gap,

serta rasio Pcva CO2/ CavO2 juga turut dikalkulasikan dengan rumus berikut :

 CaO2 = (1.34 x SaO2 x Hb) + (0.003 x PaO2)

 CcvO2 = (1.34 x ScvO2 x Hb) + (0.003 x PcvO2)

 C(a-v) O2 = CaO2 -CcvO2

 Pcva CO2gap = PcvCO2-PaCO2

 Rasio PcvaCO2/CavO2 = PcvaCO2gap / C(a-v)O2

 O2ER = CavO2/ CaO2

Seluruh pasangan sampel darah (aretri dan vena sentral) daimbil dari tiap

pasien dalam 24 jam pertama, begitu pula dengan kelompok yang diindikasikan

oleh tim medis.

Data demografik pasien, diagnosis saat masuk ICU, sumber infeksi dari

sepsis, serta skor simplified acute physiology score II juga didata pada saat admisi.

Data hemodinamik (tekanan darah dan frekuensi denyut nadi) di data dengan

menggunakan monitor bedside (Monitor Intellivue MP 70; Phillips

Medizinsystems, Boeblingen, Germany). Analsisi gas darah arteri dan vena

sentral dianalisis dengan menggunakan point-of-care equipment (ABL 700 series;

Radiometer Medical, Copenhagen, Denmark).

6
Pasien dipantau secara berkelanjutan selama dirawat di ICU. Lebih lanjut,

durasi pearawatan di ICU serta tingkat mortalitas di ICU juga turut

dikalkulasikan.

Analisis statistic

Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan aplikasi staitistik IBM

SPSS veris 20.0 (IBM Corporation, Armonk, New York, USA). Distribusi

normalitas data dianalisis dengan menggunakan test Kolmogorov Smirnov.

Variable data didefinisikan sebagai nilai rata-rata + standar deviasi, sedangkan

variable kategorik didefinisikan seagai nilai absolut / proporsi (%). Analisis

deskriptif juga dilakukan. Korelasi antara PcvaCO2 gap, rasio PcvaCO2/CavO2, ScvO2

dan laktat dilakukan dengan analisis pearson. Berdasarkan data penelitIan

terdahulu terkait dengan klirens laktat, perbaikan konsnetrasi laktat diefisnisikan

sebagai penurunan paling tidak 10% dari nilai laktat sebelumnya (3,17).

Perbaindingan terkait konsentrasi laktata dianalisis dengan menggunakan tes U

mann whitney (untuk set data awal) serta student T test (untuk data berpasangan

secara keseluruhan) digunakan pada variable data kontinyu sedangkan analisis chi

square dan fisher exact test pada variable data kategorik. Penilaiain rasio

PcvaCO2/CavO2 dalam memperbaiki konsetrasi laktat > 10% dianalisis dengan

menggunakan kurva receiver Operator Characteristic (ROC), dimana dilakukan

kalkulasi juga pada nilai batas klinis pada variable tersebut. Regresi logistic biner

dilakukan untuk mengetahui rasio odds dari adekualsi klirens laktat untuk

7
parameter PcvaCO2 gap dan rasio PcvaCO2/CavO2. nilai signifikansi P, 0.05

didefinisikan seagai signifikan scara statitisk.

HASIL PENELITIAN

Terdapar 35 pasien dengan syok sepsis yang diikutsertakan dalam

penelitian. Dta demografis, hemodinamik dan karakterteristik biokimia metabolic

terdapat pada table 1. Berdasarkan data awal, nilai rataan MAP 78± 12 mmHg,

ScvO2 71± 8%, dan lactat pada vena 39± 49 mg/dl. Berdasarkan kalkulasi,

didapatkan nilai awal PcvaCO2 gap ialah 5.6 ± 2.1mmHg, dan rasio

PcvaCO2/CavO2 ialah 16 ± 0.7mmHg · dl/ml. tidak didapatkan adanya korelasi

dari pemeriksaan simultan natar Scv O2 dan konsentrasi laktat. Nilai awal PcvaCO2

gap berbanding terbalik secara signifikan dengan Scv O2 (r=-0.7, p <0.001),

sedangkan rasio PcvaCO2/CavO2 berkorelasi secarasignifikan dengan konsentrasi

laktat (r=0.73, P < 0.001). pengambilan sampel darah berpasangan secara

berurutan dilakukan dalam waktu 3 + 2 jam. Tidak ada dari seuruh subjek tersebut

yang memerlukan intervensi resusitasi lanjutan. Bila dibandingkan antara pasien

dengan konsnetrasi laktat yang menetap / menurun (mengalami perbaikan)

terhadap parameter PcvaCO2 gap , tidak didapatkan perbedaan yang bermakna

(6.1 ± 2.3 vs. 5.1 ± 1.9 mmHg, P = 0.09) pada nilai awal parameter tersebut,

sedangkan bila menggunakan parameter rasio PcvaCO2/CavO2, didapatkan

perbedaan yang bermakna pada nilai awal parameter tersebut antara kelompok

pasien yang mengalami penurunan kadar laktat / menetap ( 8 ± 0.8 vs. 1.3 ± 0.4

mmHg · dl/ml O2, P = 0.02). tidak terdapat perbedaan pada nilai inisial Scv O2

8
atau laktat bila didasarkan atas tingkat klirens laktat (tabel 1). Pada analisis ROC

didapatkan nilai rasio PcvaCO2/CavO2 menunjukkan area dibawah kurva sebesar

0.75 ( (95% confidence interval = 0.6 sampai 0.92, P = 0.01) terhadap adekuasi

klirens laktat.

Parameter Subjek Lactate Non lactate P


keseluruhan improvers improvers
(n=17) (n=18)

Umur 65± 13 63± 14 69± 11 0.2

Pria 22 (63) 10 (59) 12 (67) 0.8

Etiologi respirasi 8 (23) 4 (24) 4 (22)

Etiologic 14 (40) 7 (41) 7 (39) 0.8


abdominal

Etiologic traktus 4 (11) 3 (18) 1 (6)


urinarius

Etiologic jaringan 5 (14) 1 (6) 4 (22)


ikat

Etiologic lainnya 4 (11) 2 (12) 2 (11)

SAPS II 9± 11 47± 9 50± 12 0.5

SOFA (hari 1) 9±3 9±3 9±3 0.6

Ventilasi mekanik 28 (80) 14 (82) 14 (78) 0.5

9
Parameter Subjek Lactate Non lactate P
keseluruhan improvers improvers
(n=17) (n=18)

Denyut jantung 103± 14 103± 17 104± 13 0.8


(x/menit)

MAP (mmHg) 78± 12 82± 11 71± 10 0.08

Penggunaan 100 100 100 1


norepeineprin (%)

Dosis 0.86 ± 0.65 0.66 ± 0.5 1.01 ± 0.75 0.05


norepineprin
(µg/kg/ menit)

Haemoglobin 1.2 ± 2.0 12.2 ± 1.7 9.9 ± 2.0 0.02


(g/dl)

ScvO2 (%) 71± 8 71± 8 72± 8 0.7

Laktat (mg/dl) 38± 48 30± 15 46± 65 0.8

PcvaCO2 gap 5.6 ± 2.1 5.1 ± 1.9 6.1 ± 2.3 0.09


(mmHg)

rasio 1.6 ± 0.7 1.3 ± 0.4 1.8 ± 0.8 0.02


PcvaCO2/CavO2
(mmHg.dl/mlO2)

O2ER 0.26 ± 0.09 0.25 ± 0.09 0.25 ± 0.08 0.9

Lama perawtaan 15± 10 17± 14 13± 10 0.5


di ICU

10
Parameter Subjek Lactate Non lactate P
keseluruhan improvers improvers
(n=17) (n=18)

Mortalitas 10 (29) 3 (18) 7 (39) 0.2

Tabel 1. Data demografik, hemodinamik dan karakteristik metabolic pasien

Pemantauan dalam 24 jam

Selama periode pemantauan, terdapat 97 pasang sampel darah yang

berhasil dikumpulkan. Jumlah pasangan sampel darah yang berhasil diambil dapat

dilihat pada gambar 1. Jarak waktu antar pengambilan sampel darah sekitar 3 + 2

jam. Tidak ditemukan perbaikan konsnetrasi raktat terhadap rasio

PcvaCO2/CavO2 yang tinggi (1.9 ± 0.9 vs. 1.2 ± 0.4 mmHg · dl/ml O2,P <0.001),

lebih lanjut, PcvaCO2 gap juga tidak berbeda signifikan (6.0 ± 2.3 vs. 5.0 ± 2.1

mmHg, P = 0.08). nilai ScvO2 yang lebih tinggi juga ditemukan pada pasien

dengan konsentrasi laktat yang menetap dalam beberapa jam (73 ± 8% vs. 68 ±

9%, P = 0.01). pada evaluasi lanjutan untuk mengetahui kemampuan parameter

tersebut dalam menetukan klirens laktat, dari analisis terhadap 97 pasang sampel

pada parameter rasio PcvaCO2/CavO2 dengan menggunakan analisis ROC,

didapatkan area dibawah kurva mencapai 0.82 (95% confidence interval = 0.73

sampai 0.92, P <0.001), dimana nilai 1.4 berhubungan dengan nilai sensitivitas

(0.8) dan spesifisitas (0.75) terbaik.analisis ROC pada PcvaCO2 gap menunjukkan

area dibwah kurva mencapai 0.62 (P = 0.07) terhadap kemampiuan prediktif

koreksi laktat. Nilai odds ratio dari klirens laktat yang adekuat mencapai 0.10

11
(95% confidence interval = 0.03 sampai 0.3, P <0.001) pada pasien dengan

peningkatan rasio PcvaCO2/CavO2 (> 1.4), tetapi tidak ebrnilai signifikan (p=0.1)

pada pasien dengan PcvaCO2 gap > 6 mmHg

Hasil akhir penelitian

Tingkat mortalitas pada populasi mencapai 29 % ( 10 pasien)pasien yang

meninggal memiiki konsentrasi laktat, ScvO2 serta PcvaCO2 gap yang serupa pada

awal penelitian. Kendati demikian, peningkatan nilai rasio PcvaCO2/CavO2

didapatkan meningkat secara bermakna pada pasien kelompok mortalitas (1.9 ±

0.9 pada nonsurvivors vs. 1.4 ± 0.45 pada survivors, P = 0.03) (tabel 2)

Parameter Survivor (n=25) Non survivor P


(n=10)

Umur 65± 13 67± 13 0.6

SAPS II 47± 10 53± 12 0.5

9±3 9±3 0.7


SOFA (hari 1)

Laju denyut jantung 103± 15 103± 12 0.9


(x/menit)

MAP (mmHg) 81± 11 69± 12 0.07

Penggunaan 0.85 ± 0.65 0.93 ± 0.73 0.7


norepeineprin (%)

12
Parameter Survivor (n=25) Non survivor P
(n=10)

Dosis norepineprin 0.85 ± 0.65 0.93 ± 0.73 0.7


(µg/kg/ menit)

Haemoglobin (g/dl) 11.7 ± 1.8 9.6 ± 2.1 0.1

ScvO2 (%) 71± 9 71± 6 0.9

Laktat (mg/dl) 25± 10 69± 83 0.8

PcvaCO2 gap (mmHg) 5.4 ± 2.3 6.0 ± 1.5 0.3

rasio PcvaCO2/CavO2 1.4 ± 0.5 1.9 ± 0.9 0.03


(mmHg.dl/mlO2)

ΔSOFA (hari ke 4) –3 ± 3 1±4 0.02

Tabel 2. Data karakteristik pasien sesuai dengan tingkat kesintasan di ICU

Gambar 1. Jumlah sampel pasangan darah yang dikoleksi dan dianalisis dari tiap
pasien dalam 24 jam pemantauan

13
DISKUSI

Hasil utama dari penelitian ini ialah, setelah tercapi normalitas

hemodinamik yang ditandai dengan MAP dan ScvO2 yang normal, peningkatan

rasioPcva CO2/CavO2 berkaitan dengan klirens laktat yang rendah dalam

beberapa jam setelahnya, dimana hal ini berhubungan dengan mortalitas yang

tinggi . pada penelitian ini, potensi prediksi klirens laktat lebih besar dijumpai

pada parameter rasio Pcva CO2/CavO2 dibandingkan dengan PcvaCO2 gap.

Sepengetahuan peneliti, hal ini baru pertama kali dilakukan, dimana temuan

pemeriksaan rasio Pcva CO2/CavO2 pada pasien syok septic yang tela

terresusitasi memiliki potensi utilitas yang tinggi pada praktek klinis.

Temuan dari penelitian ini memenuhiu dalam menjawab pertanyaan:

apakah resusitasi tetap perlu dilanjutkan pada pasien syok sepsis yang telah stabil

secara hemodinamik (normalitas MAP dan ScvO2), tetapi konsetrasi laktat tetap

meningkat. Berdasarkan pedoman internasional sepsis (1), normalisasi ScvO2

sudah dianggap cukup sebagai parameter global keberhasilan resisitasi pada syok

sepsis. Disisi lain, penggunaan parameter klirens laktat dinilia sebanding dengan

efektivitas parameter ScvO2 pada resusitasi sepsis (3). Kendati demikian, penilian

dengan mengandalkan parameter ScvO2 secara actual saat ini lebih sering

digunakan dibandingkan dengan klirens laktat. Pemahaman yang baik terkait

dengan kelebihan dan kekuranagn dari masing masing parameter tersbut penting

guna menetukan pilihan pemeriksaan pada beberapa skeneraio tertentu. Pada

beberapa tahun terakhir, studi prognostic telah menyimpulkan potensi prognostic

14
dari pemeriksaan PcvaCO2 gap pada beberapa kondisi (11-14), dimana

penggunaan parameter ini juga disimpulkan bernilai penting sebagai analisis

tambahan untuk mengetahui adekuasi perfusi jaringan. (10). Informasi pentig

terkait hal tersebut ialah, bahwa tetap dapat terjadi peningkatan nilai PcvaCO2 gap

bahkan setelah ScvO2 normal (11,13,14). Hal ini mengindikasikan bahwa

penambahan pemeriksaan dengan parameter tersbut menjadi penting pada pasien

yang telah mendapat resusitasi akibat syok sepis. Lebih lanjut, beberapa peneliti

telah menambahkan parameter pemeriksaan rasio Pcva CO2/CavO2 terhadap

PcvaCO2 gap guna meningkatkan nilai prognostic dari pemeriksaan tersebut.

(15,18). Rasio Pcva CO2/CavO2 merupakan perkiraan rasio fungsi respirasi

dengan mempertimangkan total produksi karbon dioksida dan total konsumis

oksigen (VO2). Berdasarkan persamaan Fick’s, VO2 sebanding dengan afterload

serta CavO2. Lebih lanjut, total produksi karbondioksida sebanding dengan

afterload serta perbedaan koenstrasi karbon diokasida pada arteri-vena. Kapasitas

respirasi tersebut kemudian sebanding dengan rasio diferensiasi karbondioksida

arter-vena / CavO2. Peningkatan produksi karbondioksida yang relative terhadpa

onsumsi oksigen merupakan keadaan yang terjadi pada saat hipoksia jaringan

serta menandakan adanya metabolisme anaerob. Seiring dengan konsnetrasi

karbondioksida secara fisiologis berkesinambungan dengan tekanan

karbondioksida, penggunaan persamaan PcvaCO2 dapat digunakan guna

mengetahui konsnetrasi karbondiaoksida dalam darah (15,18). Pada studi ini,

kami bertujuan untuk mengetahui apakah PcvaCO2 gap serta kombiasinya dengan

pemeriksaan CavO2 pada tahap akhir dari resusitasi yang berorientasi pada terapi

15
terget dapat menjadi parameter baru pemeriksaan untuk mengetahui klirens laktat,

sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk tindakan lanjuta pada pasien dengan

kondisi tersbut.

Rasio Pcva CO2/CavO2 sebagai penanda metabolisme anaerob

Mekonsto-dessap dan kolega melaporkan bahwa Rasio Pcva CO2/CavO2

dapat menjadi parameter dari metabolisme anaerob atas dasar korelasi yang positif

antara hasil pemeriksaan tersebut dengan kosnetrasi laktat. (15). Lebh lanjut, studi

mereka jygamenemukan bahwa hasil pemeriksaan Rasio Pcva CO2/CavO2 lebih

superior dibandingkan dengan PcvaCO2 gap dan ScvO2 dalam menilai

peningkatan konsentrasi laktat. Penlitian kali ini telah meneliti lebih jauh terkait

hal tersebut, dimana Rasio Pcva CO2/CavO2 diteliti apakah berkaitan dengan

klirens laktat atau tidak. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Rasio Pcva

CO2/CavO2 merupakan preidktor yang lebih unuggul dalam menilai adanya

metabolisme anaerob dibanidngkan dengan PcvaCO2 gap. Perlu diketahui, bahwa

konsnetrasi laktat di awal pengambilan sampel tidak berkiatan dengan evolusi

laktat, menguatkan teori bahwa peningkatan kadar laktat pada pemeriksaan

sebelumnya tidak berkaitan dengan metabolisme anaerob saat sekarang. Monnet

dan kolega meneliti lebih lanjut bahwa pasien yang responsive (penaingkatan

volume afterload) pasca resusitasi cairan hanya terjadi pada pasien dengan

peningkatan Rasio Pcva CO2/CavO2 yang juga mengalami penigkatan VO2 (18)

hal ini sama dengan fakta bahwa peningkatan angka metabolisme basal sejumlah

oksigen terpenuhi hanya terjadi pada pasien dengan gangguan Rasio Pcva

16
CO2/CavO2. Berdasarkan hal tersbut, penulis menyimpulkan bahwa peningkatan

VO2 dapat terjadi setelah adanya peningkatan distribusi oksigen ketiak terjadi

penurunan Vo2 sebelumnya (global oxygen depdency), seperti yang terlihat pada

Rasio Pcva CO2/CavO2.sayangnya dalam penelitian ini, tidak dilakukan penilaian

terhadap VO2 atau distribusi oksigen global pada pasien. Kendati demikian,

temuan tersbut seusia dengan haisl dari penelitian ini, sehingga dapat ibuat

hipotesis bahwa pasien dengan Rasio Pcva CO2/CavO2 dapat disertai dengan

penuruann VO2, menyebabkan metabolisme anaerob, sehingga berkonsekuensi

pada peningkatan produksi laktat

Hasil Akhir Penelitian

Walaupun studi ini tidak bertujuan untuk meyakinkan nilai prognostic dari

PcvaCO2 gap dan Rasio Pcva CO2/CavO2 terhadap kemungkinan kejadian

kegagalan organ ataupun kesintasan, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa

terdapat asosasi antara Rasio Pcva CO2/CavO2 dengan tingkat mortalitas terkait

dengan terapi resusitasi awla tertarget. Terdapat asoasiasi antara PcvaCO2 gap

dengan dengan outcome kendati telah tercapai ScvO2 normal (11-14). Walaupun

kami tidak dapat menympulkan adanya nilai prognostic dari PcvaCO2 gap, data

peneilitian ini menunjukkan abhwa peningkatan kualitas prognostic terjadi apabila

dilakukan penyesuaian nilai PcvaCO2 gap dengan diferensiasi konsetrasi oksigen.

Terkait dengan aspek mortalitas, Rasio Pcva CO2/CavO2 merupakan parameter

yang dapat memprediski evolusi laktat dan berkaitan dengan mortalitas. Sejak

klirens laktat berkaitan dengan mortalitas (4,17), kemampuan dalam mengetahui

17
klirens laktat merupakan parameter yang potensial dalam meningkatkan kualiatas

resusitasi, dan dapat menghindari intervensi yang tidak perlu sehingga dapat

berpotensi bahaya.

Keterbatasan penelitian

Terdapat beberapa kelemahan pada penelitian ini. Pertaman, penelitian ini

hanya dilakukan di satu pusat penelitian, sehingga mungkin terdapat keterbatasan

apabila hasil penelitian ini digeneralisasikan dengan ICU di tempat lain.lebih

lanjut, upaya metode resusitasi yang homogen dapat juga akan meningkatkan

kelemahan dari sisi hal tersebut. Kedua, peneliti gagal dalam mendemonstrasikan

hubungan PcvaCO2 gap denganklirens laktat. Kendati demikian, terdapat tendensi

kosnetrasi PcvaCO2 gap yang lebih tinggi pada pasien -pasien yang gagal dalam

penurunan laktat, sehingga katidak signifikasi hal tersbut mungkin berkaitan

dengan jumlah sampel yang sedikit. Keterbatasan berikutnya dari penelitian ini

aialah tidak ada standarisasi dari waktu pengukuran laktat. Sebagai akibat

penelitian ini merupakan penelitian observasioanl, pengambulan sampel analisis

gas darah secara berpasangan hanya dapat dilakukan oleh tim medis, tidak oleh

tim peneliti. Walaupun pada praktek klinis di ICU setempat mengikutsertakan

normalisasi persisten ScvO2 serta konfirmasi laktat klirens, waktu verifikasi dari

parameter tersebut tidak konsisten. Kendati demikian, variabilitas pengambilan

sampel data antar 3+2 jam juga ditemukan pada penelitian sebelumnya yang

mengevaluasi klirens laktat dan kesintasan (3,4). Ketika menagnalisis lebih lanjut

mengenai Rasio Pcva CO2/CavO2, terdapat kekhawatiran terkait aspek tersebut.

18
Seperti didikusikan sebelumnya, tujuan penelitian ini tidak bertujuan untuk

menganalisis kesintasan, selain itu, adanya jumlah sampel yang terbatas dapat

melimitasi signifikansi asosiasi sdengan aspek mortalitas, seperti dengan skor

SAPS II. Kendati Rasio Pcva CO2/CavO2 diketahui dapat merefleksikan

kapasiats respirasi, terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan tidak terdapat

huubungan yang selaras antara kosnetrasi dan tekanan karbondioksida. Seperti

efek Haldane (19). Saturasi oksigen diukur dari tekanan oksigen parsial, dan tidka

diukur dengan co-oximetry, sehingga berptensi salah dalam menampilkan hasil

ScvO2. Lebih lanjut, kami baru menganalisis parameter Rasio Pcva CO2/CavO2

dan PcvaCO2 gap setelah normalitas ScvO2 tercapai. Kendati demikian, walau

nilai ScvO2 dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi saat sepsis, perlu dilakukan

studi lanjutan apakah kedua parameter terrsebut secara independen dapat

digunakan tanpa menilai ScvO2, dimana hal tersbut tidak diteliti lebih lanjut

dalam penelitian ini

Kesimpulan

Pada populasi pasien dengan syok sepsis yang telah mencapai nromalitas

hemodinamik (MAP dan ScvO2), adanya peningkatan nilai Rasio Pcva

CO2/CavO2 berhubungan dengan inadekuasi klirens laktat dalam beberapa jam

kemudian. Penggunaan parameter ini kedepannya pada algoritma resusitasi dapat

memebrikan informasi yang actual terhadap perfusi jaringan, sehingga mambantu

dalam pengabilan keputusan, seperti kapan melanjutkan atau kapan berhenti

dalam memberikan resusitasi diluar dari nilai laktat

19
20

Anda mungkin juga menyukai