Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Jiwa
1. Pengertian Gangguan Jiwa
Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah
medis. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan
pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa
yang menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam
melaksanakan peran sosial. Gangguan jiwa atau mental illenes adalah
kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan
orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya
terhadap dirinya sendiri-sendiri (Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah
gangguan alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi
(affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan
dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan
fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua
golongan yaitu : gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa).
Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting
diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung,
gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,
rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan
baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah
mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep,
2009). Gangguan Jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah
lainnya, hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang
ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa
atau lebih kita kenal sebagai gila (Budiman, 2010).
2. Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan
(somatogenik), dilingkungan social (sosiogenik), ataupun psikis
(psikogenik), (Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal,
akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan
badan ataupun gangguan jiwa.

Menurut Stuart & Sundeen (2015) penyebab gangguan jiwa dapat


dibedakan atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami
gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan
faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang
berhubungan dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang
bertubuh gemuk/endoform cenderung menderita psikosa
manik depresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung
menjadi skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai
masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki
kecenderungan mengalami gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung,
kanker, dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan
merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh
tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.
b. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan yang
tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian
kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras
akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki
kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap
lingkungan.
d. Faktor Sosio-Kultural
Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu :
1) Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu
gangguan jiwa tidak akan muncul.
2) Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk
gangguan jiwa.
3) Penyebab yang pencetus (precipatating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik
yang langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau
mencetuskan gangguan jiwa.
4) Penyebab menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau
mempengaruhi tingkah laku maladaptif yang terjadi.
5) Multiple cause
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling
mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa
jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan
sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling
mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan
penyebab lainnya.
e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan
seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu
mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman, atau
tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri
disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu
menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan
komponennya. Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi
gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses
patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses
tumbuh kembang, dan prosedur tindakan serta pengobatan
(Stuart&Sundeen, 2015).

3. Klasifikasi Gangguan Jiwa


Klasifikasi berdasarkan Diagnosis gangguan jiwa menurut Dalami
(2012) dibagi menjadi:
a. Gangguan Jiwa Psikotik
Gangguan jiwa psikotik yang meliputi gangguan otak organik
ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realita, ditandai
waham (delusi) dan halusinasi, misalnya skizofrenia dan demensia.
1) Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
berbagai tingkat kepribadian diorganisasi yang mengurangi
kemampuan individu untuk bekerja secara efektif dan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Gejala klinis skizofrenia
sering bingung, depresi, menarik diri atau cemas.Hal ini
berdampak pada keinginan dan kemampuan untuk meakukan
tindakan oral hygiene. Skizofrenia mempunyai macam-macam
jenisnya, menurut Maramis (2004) jenis-jenis skizofrenia
meliputi:
a) Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan
gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya
gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa
kali serangan skizofrenia.
b) Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa
pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya
sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan
mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau
menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur
dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya
ia akan mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau
“penjahat”.
c) Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia,
menurut Maramis (2004) permulaannya perlahan-lahan dan
sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun.
Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir,
gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan
psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak sekali.
d) Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya
pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi
gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

e) Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala


skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-
gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung
untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga
timbul lagi serangan.

2) Demensia
Demansia diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan
kejiwaan, demensia terkait dengan hilangnya fungsi otak.
Demensia melibatkan masalah progresif dengan memori,
perilaku, belajar, dan komunikasi yang mengganggu fungsi
sehari-hari dan kualitas hidup. Ada dua jenis demensia, yaitu :
a) Kerusakan kognitif reversible
Sering dikaitkan dengan obat-obatan, resep atau lainnya,
endokrin, kekurangan gizi, tumor, dan infeksi.
b) Kerusakan kognitif ireversibel
Alzheimer dan vaskular demensia merupakan kerusakan
kognitif ireversibel yang paling umum. Alzheimer memiliki
resiko meliputi usia, genetika, kerusakan otak, sindroma
down. Demensia vaskular melibatkan kerusakan kognitif
yang permanen akibat penyakit serebrovaskuler. Tingkat
keparahan dan durasi gangguan tergantung pada penyakit
serebrovaskular dan respon individu terhadap pengobatan.
b.Gangguan Jiwa Neurotik
Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang lainnya
merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam jiwanya,
namun umumnya penderita tidak menyadari bahwa ada hubungan
antara gejala-gejala yang dirasakan dengan konflik emosinya.
Gangguan ini tanpa ditandai kehilangan intrapsikis atau peristiwa
kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-
gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.
1) Depresi
Depresi merupakan penyakit jiwa akibat dysphoria (merasa
sedih), tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung, gelisah atau
kombinasi dari karakteristik ini. Penderita depresi sering
mengalami kesulitan dengan memori, konsentrasi, atau mudah
terganggu dan juga sering mengalami delusi atau halusinasi.
Ketika seseorang dalam keadaan depresi ada penurunan
signifikan dalam personal hygiene dan mengganggu kebersihan
mulut.
c. Gangguan jiwa fungsional
Gangguan jiwa fungsional tanpa kerusakan struktural dan
kondisi biologis yang diketahui jelas sebagai penyebab kinerja yang
buruk.
d.Gangguan jiwa organic
Gangguan jiwa organik adalah kesehatan yang buruk
diakibatkan oleh suatu penyebab spesifik yang mengakibatkan
perubahan struktural di otak, biasanya terkait dengan kinerja kognitif
atau demensia.
e. Gangguan retardasi mental
Gangguan retardasi mental adalah suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti dan tidak lengkap yang terutama
ditandai oleh rendahnya keterampilan yang berpengaruh pada semua
tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif (daya ingat, daya pikir,
daya belajar), bahasa, motorik, dan sosial.

4. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala
yang psikologik dari unsur psikis Maramis, (2010). Jenis-jenis gangguan
jiwa menurut Keliat, (2009) : Gangguan jiwa organik dan simtomatik,
skizofrenia, gangguan skizotipal, gangguan waham, gangguan suasana
perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang
berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan
kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan
perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset
masa kanak dan remaja. Menurut Keliat, (2009) jenis-jenis gangguan jiwa
yaitu:
a. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia
juga merupakan suatubentuk psikosa yang sering dijumpai
dimanamana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita
tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang. Dalam
kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga
pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara
bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul
serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan
jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak
“cacat”. Skizofrenia mempunyai macam-macam jenisnya, menurut
Maramis (2004) jenis-jenis skizofrenia meliputi:
1) Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan
gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya
gejalagejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan skizofrenia.
2) Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa
pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis
ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita
kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau
pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila
tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan
menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat”.
3) Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut
Maramis (2004) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul
pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang
menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan
dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham
dan halusinasi banyak sekali.
4) Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya
pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh
gelisah katatonik atau stupor katatonik.
5) Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala
skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga
gejalagejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini
cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin
juga timbul lagi serangan.
b.Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri. Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu perasaan
sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan, dapat berupa
serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang
mendalam. Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood
mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap
dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus
asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang
negatif dan takut pada bahaya yang akandatang.
Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan
normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya
kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan
kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan
kesedihan dengan tanda depresi. Individu yang menderita suasana
perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah
lelah dan berkurangnya aktifitas.
Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan
dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa
penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian
besar orang mulai pulih.
c. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah
dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk
mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya. Suatu keadaan
seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari
ancaman yang tidak spesifik. Penyebabnya maupun sumber biasanya
tidak diketahui atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan
dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Stuart &
Sundeen (2008) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam
empat tingkatan yang meliputi kecemasan ringan, sedang, berat, dan
kecemasan panik.
d.Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan
kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir
sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi
boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan
intelegensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan yang lain
atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian
paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid,
kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif,
kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial,
kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate.
e. Gangguan mental organic
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik
yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan
fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang
terutama mengeni otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian
otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi
mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang
menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja
yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan
sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian
menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat
gangguan otak pada suatu penyakit tertentu dari pada pembagian akut
dan menahun.
f. Gangguan kepsikomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan
fungsi badaniah. Sering terjadi perkembangan neurotik yang
memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan
fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetative.
Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan
dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang
terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g.Retardasi mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa
yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh
terjadinya hilangnya keterampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
h.Gangguan perilaku masa anak dan remaja
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang
tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma
masyarakat. Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan
kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin
berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi
akhirnya kedua faktor ini saling memengaruhi. Diketahui bahwa ciri
dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat
diturunkan dari orang tua kepada anaknya.Pada gangguan otak seperti
trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan
perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi
perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan
itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat
dipengaruhi atau dicegah.

5. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa


Gejala-gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks
antara unsur somatic, psikologik, dan sosio-budaya. Gejala-gejala inilah
sebenarnya menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat
terutama pemikiran, perasaan dan perilaku (Maramis, 2010). Gangguan
mental dan penyakit mental dalam taraf awal gejala-gejalanya sulit
dibedakan, bahkan gejala itu kadangkala menampak pada orang normal
yang sedang tertekan emosinya dalam batas-batas tertentu. Pada taraf awal
sulit dibedakan dengan gejala pada gangguan mental gejala umum yang
muncul mengenahi keadaan fisik, mental, dan emosi. Tanda dan gejala
gangguan jiwa secara umum menurut Yosep (2009) adalah sebagai berikut:
a. Ketegangan (tension), Rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa
lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
b.Gangguan kognisi pada persepsi merasa mendengar
(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh,
melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang
disekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya
tidak ada hanya muncul dari dalam individu sebagai bentuk
kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut
halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau
merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c. Gangguan kemauan klien memiliki kemauan yang lemah (abulia)
susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali
bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor,
bau, dan acak-acakan.
d.Ganggaun emosi klien merasa senang, gembira yang berlebihan
(Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai
raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung Karno tetapi dilain waktu
ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) samapai
ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
e. Gangguan psikomotor Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan
yang berlebihan naik keatas genting berlari, berjalan maju mundur,
meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau
menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau
melakukan gerakan aneh.
Menurut Yosep, (2012) dalam keadaan fisik dapat dilihat pada
anggota tubuh seseorang yang menderita gangguan jiwa, diantaranya
sebagai berikut :
a. Suhu Badan berubah
Orang normal rata-rata mempunyai suhu badan sekitar 37 derajat
celcius. Pada orang yang sedang mengalami gangguan mental meskipun
secara fisik tidak terkena penyakit kadangkala mengalami perubahan
suhu.
b. Denyut nadi menjadi cepat
Denyut nadi berirama, terjadi sepanjang hidup. Ketika
menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan, seseorang dapat
mengalami denyut nadi semakin cepat.
c. Nafsu makan berkurang
Seseorang yang sedang terganggu kesehatan mentalnya akan
mempengaruhi pula dalam nafsu makan. Keadaan mental dan emosi
nampak ditandai dengan :
1) Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak
masuk akal) meskipun telah dibuktikkan secara obyektif bahwa
keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini
kebenarannya.
2) Halusinasi yaitu pengelaman panca indera tanpa ada rangsangan
misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan
di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.
3) Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi
pembicaraannya, misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat
diikuti jalan pikirannya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,
bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
5) Tidak atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif,
tidak ada upaya usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta
tidak ingin apa-apa dan serba malas dan selalu terlihat sedih.
6. Penyebab Umum Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala lain yang timbul itu terdapat pada unsur
kejiwaan tetapi penyebab utamanya dapat berasal dari badan (somatogenik),
psikogenik, di lingkungan sosial (sosiogenik).
a. Faktor-faktor Somatogenik
Dalam setiap individu memiliki fisik yang berbedabeda.Struktur
jaringan dan fungsi system syaraf dalam mempengaruhi tubuh untuk
dapat beradaptasi dan menerima rangsang sampai dapat diterima oleh
otak tubuh manusia (Djamaludin, 2010).
b. Faktor Psikogenik
Perasaan interaksi antara orang tua dan anak, secara normal akan
timbul rasa percaya dan rasa aman, namun jika timbul perasaan
abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus
dapat menimbulkan perasaan tak percaya dan kebimbangan.
Hal ini dapat berlanjut pada hubungan dengan lain keluarga dan
pekerjaan, serta masyarakat. Selain itu dapat timbul karena ada faktor
kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau
rasa salah. Tingkat emosi dan kemampuan individu dalam mengenal diri
kemampuan berkreatifitas, keterampilan dan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan (Djamaludin, 2010).
c. Faktor Lingkungan Sosial
Kestabilan keluarga sangat berpengaruh dalam kejiwaan setiap
orang. Seperti halnya pola asuh yang diterima seorang anak dari orang
tuanya. Nilai-nilai yang ditanamkan akan mempengaruhi kehidupan dan
kejiwaan setiap individu (Djamaludin, 2010).

7. Respon dari Penderita Gangguan Jiwa


Sebagai makhluk biopsikososial setiap individu memiliki cara
karakteristik yang unik dan berespon terhadap orang yang ada disekitarnya
dengan berbagai cara. Respon individu tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya (Maramis, 2014) :
a. Faktor Individual
Faktor Individual dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah usia, pertumbuhan dan perkembangan. Usia seseorang
mempengaruhi cara mengekspresikan penyakitnya. Sebagai contoh
seorang anak kecil yang mengalami gangguan hiperaktivitas defisit
perhatian tidak memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
mendiskripsikan perasaannya sehingga perawat harus menyadarkan
tingkat bahasa anak dan berupaya memahami pengalaman anak
tersebut. Setiap perkembangan fase demi fase harus diselesaikan.
Melaksanakan tugas perkembangan tersebut mempengaruhi cara
individu berespon terhadap stress dan penyakitnya. Melaksanakan
tugas perkembangan tersebut mempengaruhi cara individu berespon
terhadap stress dan penyakitnya.
b. Faktor Genetik dan Faktor Biologis
Struktur genetik memiliki pengaruh yang sangat besar pada respon
terhadap penyakit. Hubungan genetik spesifik tidak teridentifikasi
pada beberapa gangguan jiwa, namun telah menunjukkan bahwa
gangguan tersebut cenderung timbul lebih sering pada keluarga yang
memiliki riwayat yang sama.
c. Faktor Interpersona
Dari dalam individu seperti perasaan memiliki, perasaan keterkaitan
dalam suatu sistem social atau lingkungan. Maslow menjelaskan
perasaan memiliki sebagai kebutuhan dasar psikososial manusia.
Perasaan memiliki terbukti dalam meningkatkan kesehatan.
d. Faktor Budaya
Budaya memiliki pengaruh yang paling besar terhadap keyakinan
dan praktik kesehatan individu. Budaya terbukti mempengaruhi
konsep individu terhadap penyakit. Dengan keyakinan tersebut
mempengaruhi kesehatan individu dalam kesembuhan penyakitnya.
8. Dampak Gangguan Jiwa bagi Keluarga
Menurut Wahyu, (2012) dari anggota yang menderita gangguan jiwa
bagi keluarga diantaranya keluarga belum terbiasa dengan:
a. Penolakan
Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita
gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut
dan meyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama episode akut
anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada mereka
cintai.
Pada proses awal, keluarga akan melindungi orang yang sakit
dari orang lain dan menyalahkan dan merendahkan orang yang sakit
untuk perilaku tidak dapat diterima dan kurangnya prestasi. Sikap ini
mengarah pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan kehilangan
hubungan yang bermakna dengan keluarga yang tidak mendukung
orang yang sakit. Tanpa informasi untuk membantu keluarga belajar
untuk mengatasi penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat
pesimis tentang masa depan.
Sangat penting bahwa keluarga menemukan sumber informasi
yang membantu mereka untuk memahami bagaimana penyakit itu
mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu tahu bahwa dengan
pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya, mayoritas orang
kembali ke gaya kehidupan normal.
b. Stigma
Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua
dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap
penderita tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya.
Menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk
mengundang penderita dalam kegiatan tertentu. Stigma dalam begitu
banyak di kehidupan sehari-hari, tidak mengherankan, semua ini dapat
mengakibatkan penarikan dari aktif berpartisipasi dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Frustasi, tidak berdaya dan kecemasan
Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh
dan tingkah laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan,
menakutkan, dan melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada obat,
apatis dan kurangnya motivasi bisa membuat frustasi. Anggota keluarga
memahami kesulitan yang penderita miliki. Keluarga dapat menjadi
marah-marah, cemas, dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan
kembali ke rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan.
d. Kelelahan dan Burn out
Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan orang
yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai
merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit
yang harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali, mereka merasa
terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama
jika hanya ada satu anggota keluarga mungkin merasa benar-benar
diluar kendali.
Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki
batas yang ditetapkan di tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu
dijelaskan kembali bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa
letih, karena dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-
support penderita.
e. Duka
Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki
penyakit mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk
berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan
sehari-hari, dan penurunan yang dapat terus-menerus. Keluarga dapat
menerima kenyataan penyakit yang dapat diobati, tetapi tidak dapat
disembuhkan. Keluarga berduka ketika orang yang dicintai sulit untuk
disembuhkan dan melihat penderita memiliki potensi berkurang secara
substansial bukan sebagai yang memiliki potensi berubah.
f. Kebutuhan pribadi dan mengembangkan sumber daya pribadi
Jika anggota keluarga memburuk akibat stress dan banyak
pekerjaan, dapat menghasilkan anggota keluarga yang sakit tidak
memiliki sistem pendukung yang sedang berlangsung. Oleh karena itu,
keluarga harus diingatkan bahwa mereka harus menjaga diri secara fisik,
mental, dan spiritual yang sehat. Memang ini bisa sangat sulit ketika
menghadapi anggota keluarga yang sakit mereka. Namun, dapat
menjadi bantuan yang luar biasa bagi keluarga untuk menyadari bahwa
kebutuhan mereka tidak boleh diabaikan.

9. Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa


Pencegahan kekambuhan adalah mencegah terjadinya peristiwa
timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh
kemajuan Yulianti, (2010). Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan
mengalami kekambuhan 50% pada tahun pertama, dan 79% pada tahun ke
dua (Yosep,2009). Kekambuhan biasa terjadi karena adanya kejadian-
kejadian buruk sebelum mereka kambuh. Empat faktor penyebab klien
kambuh dan perlu dirawat dirumah sakit, menurut Dit, (2008) :
a. Klien : sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan
obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50%
klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara
teratur.
b. Dokter (pemberi resep) : makan obat yang teratur dapat
mengurangi kambuh, namun pemakaian obat neuroleptic yang
lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang
dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak
terkontrol.
c. Penanggung jawab klien : setelah klien pulang ke rumah maka
perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program
adaptasi klien di rumah.
d. Keluarga : Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika
keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan,
mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan),
hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi
emosi keluarga yang rendah. Selain itu klien juga mudah
dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik pangkat,
menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan).
Dengan terapi keluarga klien dan keluarga dapat mengatasi dan
mengurangi stress. Cara terapi biasanya : mengumpulkan semua
anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan
perasaan-perasaannya. Memberi kesempatan untuk menambah
ilmu dan wawasan baru kepada klien gangguan jiwa,
memfasilitasi untuk hijrah menemukan situasi dan pengalaman
baru.

Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan


keluarganya yaitu :
a. Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous)
b. Tidak nafsu makan
c. Sukar konsentrasi
d. Sulit tidur
e. Depresi
f. Tidak ada minat
g. Menarik diri
Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan
perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai
program kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani klien dapat
menganggap rumah klien sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, klien dan
keluarga besar sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam
keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga
tentang jadwal kunjungan rumah dan after care di puskesmas.
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan
merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan dalam
menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan
perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang
kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran
serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan
kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehingga kemungkinan dapat
dicegah.
Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat
dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana
individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga
merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan
mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Individu menguji
coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga
mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini
merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.
Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang
terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat mempengaruhi seluruh
sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah satu penyebab
gangguan pada anggota. Bila ayah sakit maka akan mempengaruhi perilaku
anak, dan istrinya, termasuk keluarga lainnya. Salah satu faktor penyebab
kambuh gangguan jiwa adalah : Dit, (2008). Keluarga yang tidak tahu cara
menangani perilaku klien di rumah klien dengan diagnosa skizofrenia
diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua
dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena
perlakuan yang salah selama di rumah atau di masyarakat.
10. Karakteristik Pasien Gangguan Jiwa di Instalasi Jiwa RSUD Banyumas
meliputi:
a. Kelompok umur
Umur atau usia menurut Depkes adalah satuan waktu yang
mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang
hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima
belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung.
Oleh yang demikian, umur itu diukur dari tarikh ianya lahir sehingga
tarikh semasa (masa kini). Manakala usia pula diukur dari tarikh
kejadian itu bermula sehinggalah tarikh semasa(masa kini). Jenis
perhitungan umur/usia:
1) Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat
kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia.
2) Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf
kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara
kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak
dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan
menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu
tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah
satu tahun.
3) Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan
biologis yang dimiliki oleh seseorang.
b. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi
laki-laki dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka
dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan. Para ahli
psikologi membedakan pria dan wanita dari otaknya. Otak manusia
terdiri dari dua bagian, yaitu sisi yang kanan dengan sisi yang kiri. Setiap
sisi bertanggung jawab untuk fungsi yang berbeda. Dalam otak wanita,
lebih banyak serat penghubung dan serat ini lebih besar dibanding yang
terdapat pada otak pria. Hal ini membuat wanita memiliki
kecenderungan lebih besar untuk menggunakan kedua sisi otak secara
bersamaan. Sehingga wanita lebih pandai berbicara, open minded juga
lebih pandai menjalin hubungan atau berinteraksi dengan individu lain.
Tetapi, wanita cenderung menggunakan emosi ketika memproses
informasi dan saat berkomunikasi.
Sebaliknya, pria memiliki kecenderungan lebih banyak
menggunakan sisi kiri otaknya. Dengan demikian, mereka lebih banyak
menggunakan logika dan pemikiran rasional. Pria juga cenderung
mempunyai koordinasi mata-tangan yang lebih baik, hal ini sangat
membantu di saat berolahraga dan melakukan kegiatan mekanis ataupun
membaca peta. Jika pria sedang melakukan satu aktifitas, maka pria
tidak akan bisa konsentrasi terhadap hal lainnya. Berbeda dengan
wanita, mereka bisa mencampur semua pemikirannya dalam satu waktu,
sehingga emosi, logika, percintaan, dan komunikasi bercampur menjadi
satu.
c. Tingkat Pendidikan
Menurut Muhibbin (2002: 11) pendidikan adalah tahapan
kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah)
yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu
dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebaginya. Tingkat
pendidikan individu merupakan salah satu aspek yang terlibat dalam
suatu pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan dapat dibedakan
menjadi tiga tingkatan, yaitu (UU RI tentang Sisdiknas No. 20 Tahun
2003, pasal 2: 11):
1) Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar
(SD).
2) Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat
pendidikan menengah (SLTP dan SLTA).
3) Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi(S1
keatas).
d. Pekerjaan
Pekerjaan yaitu sebuah aktifitas antar manusia untuk saling
memenuhi kebutuhan dengan tujuan tertentu, dalam hal ini pendapatan
atau penghasilan. Penghasilan tersebut yang nantinya akan digunakan
sebagai pemenuhan kebutuhan, baik ekonomi, psikis maupun biologis.
Pekerjaan dan stress Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka
mengalami stres sehubungan dengan pekerjaan mereka. Faktor-faktor
yang dapat membuat pekerjaan itu stressful, antara lain:
1) Tuntutan pekerjaan dapat menimbulkan stres dalam 2 cara, yaitu
pekerjaan terlalu banyak dan jenis pekerjaan itu sendiri sudah
lebh stresful daripada jenis pekerjaan lain.
2) Pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tanggung jawab bagi
kehidupan.
Menurut Sarafino, stres kerja dapat disebabkan karena
lingkungan fisik yang terlalu menekan, kurangnya kontrol yang
dirasakan, kurangnya hubungan interpersonal, hingga kurangnya
pengakuan terhadap kemajuan kerja. Sementara itu, Sutherland dan
Cooper menyatakan bahwa sumber stres yang berasal dari interaksi
lingkungan sosial dengan pekerjaan, meliputi stresor yang ada di dalam
pekerjaan itu sendiri, konflik peran, masalah dalam hubungan dengan
orang lain, perkembangan karir, iklim dan struktur organisasi, hingga
adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.
e. Lama Rawat
Lama rawat adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien
oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana
pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit.
B. Rumah Sakit Jiwa
a. Pengertian Rumah Sakit Jiwa
Rumah sakit adalah “suatu komplek atau rumah atau ruangan yang
dipergunakan untuk menampung dan merawat orang sakit, kamarkamar
orang sakit yang berada dalam suatu perumahan khusus, seperti Rumah
Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus”, sedangkan Rumah Sakit Jiwa termasuk
kedalam Rumah Sakit Khusus (kelas E), karena melayani pasien yang
menderita penyakit yang lebih dikhususkan, seperti penyakit jiwa, penyakit
jantung, penyakit mata dan lainnya (Kemenkes RI, 2009).
Berdasarkan Permenkes RI pelayanan Rumah Sakit Umum
Pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan
menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E. Rumah sakit kelas E merupakan rumah
sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam
pelayanan kedokteran saja, pada sat ini banyak tipe E yang didirikan
pemerintah, misal Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit
Paru-Paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Ibu dan Anak. Rumah sakit
merupakan suatu kegiatan yang mempunyai potensi besar menurunkan
kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama yang berasal dari
aktivitas medis.
2. Maksud dan Tujuan Rumah Sakit Jiwa
Memberikan pelayanan dibidang kesehatan jiwa, bagi penderita
gangguan jiwa, dengan berpegang pada prinsip: Tri Upaya Bina Jiwa, yang
terdiri dari beberapa usaha sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tri Upaya Bina Jiwa

Usaha prefensi Usaha memberikan penyuluhan dan


pencegahan terjadinya
Usaha kuratif Usaha perawatan dan penyembuhan
pasien sakit jiwa
Usaha rehabilitasi Memberi keterampilan untuk kembali
kemasyarakat, sehingga menjadi insan
yang produktif.

3. Spesifikasi Rumah Sakit Jiwa


a. Perbedaan antara Rumah Sakit Jiwa dengan Rumah Sakit Umum
ialah :
1) Pasien terdiri dari orang yang berperilaku abnormal walau
fisiknya dalam keadaan sehat.
2) Terdapat tiga tahap penyembuhan yaitu pengobatan melalui
fisik, jiwa, dan sosialnya.
3) Dibutuhkan ruang-ruang bersama (lebih cenderung merupakan
bangsal) baik untuk perawatan maupun untuk bersosialisasi.
4) Dibutuhkan ruang untuk terapi dan rehabilitasi yang dilakukan
dalam ruangan.
5) Tanah yang luas untuk menyediakan lahan bagi terapi kerja
lapangan seperti pertanian, perkebunan, dan terapi lainnya yang
berada diluar ruangan.
4. Fungsi dan Tujuan Rumah Sakit jIwa
Fungsi Rumah Sakit Jiwa menurut Kemenkes RI tentang susunan
organisasi dan tata kerja rumah sakit jiwa adalah:
a. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pencegahan.
b. Melaksanakan usaha kesehatan jiwa pemulihan.
c. Melaksanakan usaha kesehatan jiwa rehabilitasi.
d. Melaksanakan usaha kesehatan jiwa kemasyarakatan.
e. Melaksanakan sistem rujukan (sistem renefal).

Sedangkan tujuan dari Rumah Sakit Jiwa adalah:


a. Mencegah terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat (promosi
preventif).
b. Menyembuhkan penderita gangguan jiwa dengan usaha-usaha
penyembuhan optimal.Rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa.

5. Lingkup Pelayanan Rumah Sakit jiwa Secara garis besar dibedakan


menjadi 4 kegiatan, yaitu :
a. Kegiatan pelayanan medis, terdiri dari pencegahan, pengobatan, dan
perawatan, serta rehabilitasi (pembinaan).
b. Pendidikan dan Latihan, usaha untuk meningkatkan kualitas rumah
sakit.
c. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan, usaha untuk menemukan
faktor penyebab gangguan jiwa sedini mungkin.
d. Informasi dan rujukan. Berdasarkan bentuk pelayanannya :
1) Intramular (pelayanan dalam rumah sakit)
a) Memberikan pelayanan perawatan kesehatan dan
pengobatan.
b) Memberikan pembinaan.
c) Melayani pengawasan penyaluran kembali kemasyarakat
2) Ekstramular (pelayanan keluar) kerjasama dengan pihak luar
a) Memberi penyuluhan
b) Mendeteksi gangguan jiwa yang ada di masyarakat
c) Memberi perawatan bagi pasien rawat jalan
d) Melaksanakan pembinaan dan perawatan lanjutan.

C. KONDISI FISIK
Kondisi fisik adalah kapasitas seseorang untuk melakukan kerja fisik
dengan kemampuan bertingkat. Kondisi fisik dapat diukur secara kuantitatif dan
kualitatif. Mengembangkan atau meningkatkan kondisi fisik berarti
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik (physical abilities)
Pasien. Kemampuan fisik mencakup dua komponen, yaitu komponen kesegaran
jasmani (physical fitness) dan komponen kesegaran gerak (motor fitness).
Kesegaran jasmani terdiri dari kekuatan otot, daya tahan otot, daya tahan
kardiovaskular, dan fleksibilitas. Sedangkan komponen kesegaran gerak atau
motorik terdiri dari kecepatan, koordinasi, kelincahan, daya ledak otot, dan
keseimbangan. Komponen kesegaran gerak atau dapat dilatih. Kemampuan
motorik pada awal latihan secara umum sama, komponen-komponen tersebut
menjadi semakin spesifik dengan dilakukannya latihan. Sudah banyak tes yang
dapat menguji komponenkomponennya.
Komponen-komponen kondisi fisik bila diuraikan adalah sebagai
berikut:
1. Kekuatan otot, yaitu kemampuan untuk memindahkan bagian tubuh
dengan cepat bersamaan dengan melakukan kerja otot secara
maksimal.
2. Daya tahan otot, yaitu kemampuan untuk mengkontraksikan otot
secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban
tertentu.
3. Daya tahan kardiovaskular, yaitu kemampuan sistem jantung, paru,
dan peredaran darah untuk menjalankan kerja terus-menerus secara
efektif.
4. Fleksibilitas, yaitu efektifitas dalam penyesuaian bentuk tubuh
untuk segala aktivitas dengan penguluran tubuh yang luas.
5. Kecepatan, yaitu kemampuan untuk memindahkan tubuh atau
bagian tubuh dengan cepat. Terdapat banyak cabang olahraga yang
bergantung pada kecepatan untuk dapat mengalahkan lawan.
Sebagai contoh, pemain sepak bola harus berlari cepat ke arah bola
untuk menerima operan.
6. Koordinasi, yaitu kemampuan untuk melakukan bermacam-macam
gerakan berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif dan
terintegrasi. Sebagai contoh, koordinasi tangan-mata untuk
menggiring bola basket menggunakan tangan dan mata secara
bersamaan.
7. Kelincahan, yaitu kemampuan melakukan gerakan yang konstan dan
cepat, kemudian mengubah arah gerakan tanpa kehilangan
keseimbangan. Sebagai contoh, mengubah arah gerakan untuk
memukul bola tenis.
8. Daya ledak otot, yaitu kemampuan untuk menggunakan otot dengan
kekuatan maksimal yang dikerahkan dalam waktu singkat.
9. Keseimbangan, yaitu kemampuan kontrol dan stabilisasi tubuh saat
berdiri diam atau saat bergerak. Sebagai contoh, in-line skating.

D. Kelincahan
Kelincahan atau agilitas termasuk dalam komponen kesegaran motorik.
Kelincahan atau agilitas adalah kemampuan untuk bergerak cepat, mengerem
atau berhenti, mengubah arah gerakan, kemudian melanjutkan gerakan dengan
cepat tanpa kehilangan keseimbangan. Peningkatan kelincahan membutuhkan
kekuatan tubuh dan kontrol tubuh yang baik. Kemampuan mengantisipasi,
mengenali, dan bereaksi terhadap stimulus, serta melakukan gerakan eksplosif
juga sangat dibutuhkan untuk dapat meningkatkan kelincahan
Kelincahan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. memulai gerakan seluruh tubuh, perubahan arah, ataupun percepatan
atau pengurangan kecepatan dengan segera
2. Gerakan yang dilakukan adalah secara tiba-tiba
3. Mencakup komponen fisik dan kognitif, seperti menyadari adanya
stimulus, reaksi terhadap stimulus, atau melakukan eksekusi
terhadap respons fisik.
Kelincahan merupakan komponen yang penting dalam olahraga, terutama
olahraga yang membutuhkan koordinasi gerak. Latihan kelincahan tidak terlepas
dari latihan fisik secara keseluruhan, latihan kelincahan dilakukan dengan
memberikan stres fisik yang teratur, sistematik, dan berkesinambungan sedemikian
rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan kerja teratur.
Latihan kelincahan mempunyai bentuk latihan yang cepat dengan intensitas tinggi
sehingga dapat memperbaiki kemampuan fungsional. Bentuk latihan untuk
mengembangkan kelincahan adalah bentukbentuk latihan yang mengharuskan
seseorang untuk bergerak cepat dan mengubah arah dengan tangkas. Dalam
melakukan aktivitas tersebut juga tidak boleh kehilangan keseimbangan dan harus
sadar akan posisi tubuhnya.
Dalam latihan kelincahan unsur-unsur kecepatan, fleksibilitas, dan
perubahan arah harus ada dalam latihan. Sesuai dengan gerakan yang cepat untuk
mengubah arah maka latihan anaerobik dapat menambah kelincahan.
1. Komponen Kelincahan
Terdapat dua komponen dalam kelincahan, yaitu kualitas fisik
dan komponen kognitif.

Gambar 1. Skema Komponen-Komponen Kelincahan


Adanya komponen kognitif ini membuat kelincahan menjadi kemampuan
motorik yang unik. Kemampuan persepsi dan pembuatan keputusan termasuk
dalam komponen kognitif dari kelincahan. Termasuk juga didalamnya adalah
pengamatan visual, antisipasi, pengenalan pola, penguasaan situasi, dan waktu
reaksi. Berbagai subkomponen ini bila dikombinasikan dapat mempercepat proses
kognitif, yang sebagai akibatnya dapat meningkatkan kelincahan.
Komponen kognitif dari kelincahan merupakan kemampuan otak untuk
menginterpretasikan stimulus yang diterima dan membuat keputusan untuk
merespons atau bereaksi terhadap stimulus tersebut. Pada prakteknya dalam
pertandingan olahraga, kelincahan membutuhkan kemampuan untuk
mempersepsikan informasi yang bersangkutan dengan gerakan lawan dan bereaksi
dengan cepat dan akurat saat melakukan serangan dan melakukan pertahanan.
Semakin rumit stimulus maka waktu respons semakin panjang, hal ini sesuai
dengan adanya kebutuhan untuk memproses informasi yang didapat. Saat
mempertimbangkan waktu untuk memproses informasi, stimulus yang didapat akan
memproduksi pengaturan mental yang spesifik sebelum memulai respons.
Pengaturan ini tergantung dari memori yang dimiliki individu tersebut terhadap
informasi yang didapat. Akurasi dan kecepatan respons sangat bergantung pada
informasi yang sudah tersimpan sebelumnya, yang spesifik dengan situasi saat
stimulus diberikan.
Pada jarak waktu antara diberikan stimulus sampai terjadi gerakan pertama
kali terjadi berbagai proses. Diawali dengan adanya stimulus pada tingkat reseptor,
yaitu struktur khusus yang sangat peka terhadap jenisjenis rangsang tertentu.
Kemudian terjadi perambatan stimulus ke susunan saraf pusat. Gerakan volunter
sebagai respons dari stimulus kemudian dapat terjadi akibat impuls saraf dari
susunan saraf pusat ke otot. Gerakan tersebut direncanakan oleh korteks cerebrum,
ganglia basalis, dan bagian lateral dari hesmisfer cerebellum. Ganglia basalis dan
cerebellum menyalurkan infomasi ke korteks premotorik dan motorik melalui
thalamus.
Pengiriman perintah motorik dari korteks motorik sebagian besar
disampaikan melalui traktus kortikospinalis ke saraf spinalis dan traktus
kortikobulbaris ke neuron motorik di batang otak. Namun terdapat juga jalur
kolateral dari jaras ini dan beberapa hubungan langsung dari korteks motorik yang
berakhir di batang otak, yang juga diproyeksikan ke neuron motorik di saraf spinalis
dan batang otak. Jalur kolateral ini juga dapat menghasilkan gerakan volunter.
Perbaikan waktu respons terhadap stimulus untuk meningkatkan
kemampuan kelincahan pada olahraga tertentu secara keseluruhan adalah respons
terhadap situasi yang spesifik dengan olahraga tersebut. Oleh sebab itu, komponen
kecepatan kognitif dan persepsi menggambarkan kemampuan kognitif dan persepsi
yang spesifik dengan olahraga yang ditekuni untuk meningkatkan kemampuan
kelincahan terutama untuk pertandingan. Kualitas fisik sangat mempengaruhi
kecepatan dalam mengubah arah gerak.
Kualitas fisik yang harus dipenuhi untuk meningkatkan kemampuan
kelincahan adalah kecepatan berlari, kekuatan otot, daya ledak otot, dan teknik serta
kualias otot-otot kaki. Terdapat celah waktu pada terjadinya peningkatan
kelincahan setelah peningkatan kualitas fisik. Keterlambatan antara peningkatan
kualitas fisik dengan peningkatan kelincahan ini disebut lag time. Otot lebih cepat
beradaptasi terhadap latihan bila dibandingkan dengan tendon, ligamen, dan tulang.
Sama halnya dengan peningkatan kekuatan otot yang dapat menjadi peningkatan
kecepatan mengubah gerak.
Setiap otot rangka dibentuk oleh jaringan pengikat, jaringan otot, saraf, dan
pembuluh darah serta dikontrol oleh sinyal dari otak. Komponen-komponen ini
bekerja bersama secara terkoordinasi untuk menyebabkan tulang, dan kemudian
anggota gerak, untuk bergerak dengan pola tertentu. Otot terhubung dengan tendon,
suatu jaringan nonkontraktil yang menghubungkan otot dengan tulang, sehingga
peregangan pada otot akan berlanjut ke tendon kemudian tulang. Pada level yang
lebih kecil, setiap serat otot mengandung ratusan bahkan ribuan serat longitudinal
tipis.
Serat-serat ini mengandung dua protein kontraktil yang saling bertolak
belakang, yaitu aktin dan miosin. Bentuk perlekatan aktin dan miosin adalah saling
menyilang (crossbridges) dan saling tarik menarik satu sama lain. Melalui suatu
rangkaian reaksi kimia yang dikontrol oleh sinyal otak, protein-protein ini bekerja
tarik dan ulur secara berulang-ulang. Hal ini menyebabkan kontraksi otot yang
kemudian menghasilkan gaya. Hasil dari aktivitas ini diukur sebagai kekuatan otot.
Siklus peregangan-pemendekan otot dibutuhkan dalam gerak yang berubah
arah karena kelincahan membutuhkan gerakan eksplosif dalam berubah arah gerak.
Siklus ini mengikutsertakan kombinasi aksi eksentrik (pemanjangan otot),
isometrik (panjang otot tetap), dan konsentrik (pemendekan otot). Aksi eksentrik
berlaku saat Pasien berhenti atau mengurangi kecepatan, isometris berlaku saat
masa transisi antara pengurangan kecepatan dan peningkatan kecepatan, dan aksi
konsentrik berlaku saat Pasien menambah kecepatan pada arah gerak yang baru.
Aksi yang paling penting, namun paling sulit diukur, adalah aksi eksentrik karena
menentukan kemampuan untuk berhenti dengan cepat. Aksi eksentrik dibutuhkan
ketika mengubah arah gerakan pada sudut yang tajam dengan kecepatan awal yang
tinggi, oleh karena gerakan ini membutuhkan pengurangan kecepatan terlebih
dahulu yang mengharuskan terjadinya pemendekan otot untuk menggerakkan
persendian.
Otot-otot yang harus dilatih untuk meningkatkan kelincahan antara lain
fleksor pinggul, lutut, hamstring, dan otot-otot sekitar pinggul. Stabilitas gerak
dipertahankan oleh seluruh otot-otot kaki. Fleksibilitas persendian penting untuk
mempertahankan range of motion (pergerakan dalam ruang sendi), kecepatan, dan
gerakan fleksi pinggul. Sehingga Pasien dapat mempertahankan lutut tetap pada
posisi tinggi selama fase pemulihan dari sprinting. Meningkatkan gaya untuk
menggerakkan tubuh lebih cepat berhubungan dengan kekuatan.
Antropometri Pasien adalah komponen fisik yang tidak dapat diubah dengan
cepat (distribusi massa) atau tidak dapat diubah sama sekali (panjang alat gerak)
tetapi dapat menghasilkan teknik atau posisi tubuh yang lebih menguntungkan.
Kelincahan juga dipengaruhi oleh tipe tubuh, usia, jenis kelamin, berat badan, dan
kelelahan.
2. Tes Kelincahan
Kelincahan dapat diukur secara kualitatif. Tujuan tes kelincahan
adalah untuk mengukur kemampuan untuk dengan cepat mengubah arah
dan posisi tubuh pada bidang horisontal. Pengukuran dilakukan dengan
menghitung waktu untuk menyelesaikan satu tes kelincahan. Semakin
sedikit waktu yang dibutuhkan atau semakin cepat Pasien
menyelesaikan tes berarti semakin baik kemampuan kelincahan Pasien
tersebut.
Salah satu tes kelincahan yang dapat dilakukan adalah
hexagonal obstacle test. Keuntungan menggunakan hexagonal obstacle
test adalah alat yang dibutuhkan sederhana, mudah untuk disiapkan dan
dilakukan, tes dapat diatur oleh Pasien, dan dapat dilakukan dimana saja
atau tidak membutuhkan tempat khusus. Sedangkan kerugian dari tes ini
adalah membutuhkan fasilitas yang spesifik, yaitu bentuk heksagonal
dengan sisi masing-masing 66 cm. Setiap sisi memiliki tinggi rintangan
yang berbeda-beda, dengan sisi terendah 15 cm dan sisi tertinggi 35 cm.
Pada penelitian ini digunakan modifikasi agar sesuai dengan usia
dan tinggi subjek penelitian, yaitu sisi terendah adalah 10 cm, kemudian
ditingkatkan 5 cm tiap sisi sampai 35 cm pada sisi tertinggi. Tes ini
membutuhkan komponen kognitif dan kecepatan reaksi karena tidak ada
stimulus yang diberikan. Reliabilitas tes ini tergantung pada seberapa
ketat tes dilakukan dan tingkat motivasi Pasien untuk menyelesaikan tes
ini.
Cara melakukan hexagonal obstacle test:
a. Melakukan pemanasan selama 10 menit
b. Pasien berdiri di tengah heksagon, menghadap garis A dan
sepanjang tes Pasien akan terus menghadap garis A
c. Pada perintah “mulai” Pasien melompat dengan kedua kaki ke garis
dan kembali ke tengah heksagon, lalu ke garis B dan kembali lagi ke
tengah heksagon, kemudian ke garis C, dan begitu selanjutnya
sampai garis F. Waktu mulai dihitung bersamaan dengan perintah
“mulai”
d. Ketika Pasien melompat ke garis A dan ke tengah lagi dihitung
sebagai satu siklus
e. Pasien harus menyelesaikan tiga siklus, setelah menyelesaikan tiga
siklus perhitungan waktu berhenti
f. Pasien istirahat selama 10 menit dan kemudian melakukan tes lagi
g. Setelah tes kedua selesai dilakukan, dihitung rata-rata waktu Pasien
untuk menyelesaikan tes
h. Bila Pasien melompat ke garis yang salah, tes harus diulang dari
awal
Gambar 2. Model Hexagonal Obstacle Test26

Tabel 2. Interpretasi Hasil Hexagonal Obstacle Test untuk Usia 16-19 Tahun
(dalam detik)

Jenis Sangat Di atas Rata - Dibawah Buruk


Kelamin Baik rata-rata rata rata-rata
Laki - laki < 11.2 11.2 – 13.3 13.4 – 15.5 15.6 – 17.8 > 17.8
Perempuan < 12.2 12.2 – 15.3 15.4 – 18.5 18.6 – 21.8 > 21.8

Pada setiap kali tes dilakukan, Pasien diberi kesempatan untuk melakukan
percobaan, diberi waktu sekitar 3 menit untuk istirahat di antara tiap percobaan.
Sedangkan di antara tiap tes diberi waktu istirahat untuk mengurangi kelelahan
selama minimal 10 menit.
C. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Modifikasi Keliat, (2009), Stuart & Sundeen, (2008), Dit, (2008).

D. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai

  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Rencana Asuhan Keperawatan
    Rencana Asuhan Keperawatan
    Dokumen7 halaman
    Rencana Asuhan Keperawatan
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Isos Acak N Koping
    Isos Acak N Koping
    Dokumen8 halaman
    Isos Acak N Koping
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • LPSP Isolasi Sosialb
    LPSP Isolasi Sosialb
    Dokumen26 halaman
    LPSP Isolasi Sosialb
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Form Konsul
    Form Konsul
    Dokumen2 halaman
    Form Konsul
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Isos Acak N Koping
    Isos Acak N Koping
    Dokumen8 halaman
    Isos Acak N Koping
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab I Skripsi
    Bab I Skripsi
    Dokumen9 halaman
    Bab I Skripsi
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Judul
    Judul
    Dokumen1 halaman
    Judul
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen9 halaman
    Bab Iv
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab II Skripsi
    Bab II Skripsi
    Dokumen2 halaman
    Bab II Skripsi
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen6 halaman
    Bab 1
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Instrumen Penelitian
    Instrumen Penelitian
    Dokumen4 halaman
    Instrumen Penelitian
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab I Skripsi
    Bab I Skripsi
    Dokumen9 halaman
    Bab I Skripsi
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab II Skripsi
    Bab II Skripsi
    Dokumen27 halaman
    Bab II Skripsi
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen22 halaman
    Bab Ii
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen9 halaman
    Bab Iv
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab II Skripsi
    Bab II Skripsi
    Dokumen27 halaman
    Bab II Skripsi
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen9 halaman
    Bab Ii
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Satu
    Bab Satu
    Dokumen3 halaman
    Bab Satu
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen10 halaman
    Bab Iv
    Nafi Un Nugroho
    Belum ada peringkat