Anda di halaman 1dari 5

TINGKAT KESADARAN MASYARAKAT

TERHADAP PENCEMARAN UDARA

Kelompok :

Anggota :
1. Windu Asmara P.A. 20180410083
2. Teo Al Abdul 20180410020
3. Jorga Dewanata 20180410037
4. Fauzan Nauval H. 20180410061
5. Wita Eka M.A. 20180410074
6. Ramdhan Mobarok 20180410078
7. Ardhian Rizal W. 20180410084
8. Fadhel Fabyan M. 20180410099
9. Michael Deni W. 20180410132
10. Aulia Akbar P. 20180410171
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Perkembangan zaman disertai pembangunan di berbagai sektor, membuat manusia


berada pada kemajuan teknologi yang pesat dalam beberapa abad terakhir. Perkembangan
ini menyibak banyak misteri-misteri alam yang mempermudah kehidupan manusia dalam
menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

Perubahan besar dalam teknologi, membuat manusia sendiri berkembang secara


individu maupun mental. Dalam hal mental, manusia lebih dapat menghargai hak asasi dari
seorang manusia, maupun menerima berbagai ide-ide yang dapat membuat pekerjaan lebih
mudah dari biasanya. Perubahan ini disebut efesiensi.

Efesiensi menjadi momok penting dalam melakukan berbagai perihal di dunia. Maka
dari itu, manusia lebih mementingkan efisiensi tersebut dari pada efek samping yang
ditimbulkannya. Padahal efek samping yang ditimbulkan efesiensi sangat berpengaruh pada
lingkungan. Dapat diambil contoh pada revolusi industri di Eropa. Saat itu teknologi
industri mencapai masa kejayaannya dengan banyaknya produksi barang hingga sulit
melakukan pemasaran produknya.

Pada masa revolusi industri, banyak perubahan aspek berkembang karena teknologi-
teknologi. Pada bidang ekonomi, meningkatnya pendapatan perkapita hingga 6 kali lipat.
Selain ekonomi, bidang-bidang sains mengalami kemajuan yang signifikan.

Namun perlu digaris bawahi kembali, revolusi industri berdampak sangat buruk juga
dalam perihal kemanusiaan, budaya, gaya hidup, dan ekologi. Meningkatnya taraf
kehidupan, membuat ledakan populasi, lalu munculnya gaya hidup yang konsumtif dan
bermewah-mewahan, hingga menimbulkan tingginya kesenjangan sosial.

Gaya hidup konsumtif mengakibatkan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya


alam. Efek dari eksploitasi sember daya alam, mengakibatkan peperangan sering terjadi
untuk memperebutkan sumber daya alam. Pengaruh pada bidang sosial yang tinggi
mengakibatkan kelalaian pada masalah besar di kemudian hari, pencemaran lingkungan,
hingga berakibat ke global warming dan munculnya penyakit-penyakit baru.
Seperti yang kita ketahui, manusia membutuhkan oksigen untuk metabolisme tubuh,
tetapi di udara terdapat gas campuran yang terdiri dari 78% Nitrogen, 20% Oksigen, 0.93%
Argon, 0.03% Karbon dioksida (CO2), yang akan berguna pada makhluk hidup.

Akibat aktivitas yang disebabkan oleh manusia, udara seringkali menurun kualitasnya.
Kemungkinan disuatu tempat dijumpai debu yang bertebaran dimana-mana dan berbahaya
bagi kesehatan. Demikian juga suatu kota yang terpolusi oleh asap kendaraan bermotor dan
angkutan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Kebanyakan masyarakat kurang memperhatikan bahwasannya, udara polutan


berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Kurangnya edukasi perihal lingkungan,
membuat mereka acuh tak acuh bahkan menganggapnya sebagai kebiasaan yang sudah
mendarah daging. Maka dari itu kelompok kami ingin menyajikan respon masyarakat
terhadap pencemaran udara yang terjadi di lingkungan sekitar khususnya di Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah masyarakat sudah sadar akan bahaya pencemaran udara ?

2. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pencemaran udara ?

3. Seberapa jauhkah masyarakat paham mengenai pencemaran udara ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat mengenai pencemaran udara.

2. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap tingkat pencemaran udara.

3. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat mengenai pencemaran udara.


1.4 Landasan teori

1.4.1 Pengertian pencemaran udara

Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun


1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik,
kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti
kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak
dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran
udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia.
Selain itu, pencemaran udara dapat pula diartikan adanya bahan-bahan atau
zat asing di dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara
dari susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di
dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan
gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).

1.4.2 Kondisi Udara

Saat ini kondisi udara di perkotaan Indonesia sudah sangat memburuk yang
diakibatkan oleh polusi udara yang tinggi. Badan WHO pada bulan Agustus
tahun 2011 mengeluarkan laporan mengenai tingkat polusi udara di seluruh
kota besar dunia dengan menggunakan standar PM10. Dari lima kota di
Indonesia yang diamati oleh WHO, hanya Kota Pekanbaru yang standar polusi
rata-rata per tahun di bawah standar WHO. WHO menetapkan standar aman
polusi PM10 per tahun sebesar 20 µg/m3. Dari data yang diambil WHO pada
2008, tingkat polusi PM10 Pekanbaru adalah 11 µg/m3. Kota-kota besar lain
di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan, memiliki tingkat
polusi yang jauh di atas batas aman WHO. Jakarta misalnya, standar polusi
udara yang dicatat WHO tahun 2008 yang lalu adalah 43 µg/m3 atau 200% di
atas standar aman WHO. Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 µg/m3
atau lebih dari 300% dari standar aman WHO. Tahun 2010 angka ini diklaim
turun walaupun masih 200% di atas standar WHO menjadi 48,5 µg/m3 karena
efek diselenggarakannya program bebas kendaraan bermotor di Jakarta
(Jakarta Car Free Day). Tingkat polusi Surabaya, Bandung dan Medan
[7]
menurut laporan WHO lebih parah dari Jakarta. Standar polusi PM10 di Kota
Kembang mencapai rata-rata 51 µg/m3 per tahun. Di Surabaya, nilainya
mencapai 69 µg/m3 dan Medan mencapai 111 µg/m3 per tahun. Angka-angka
di atas memberikan gambaran nyata betapa buruknya tingkat polusi udara di
kota-kota besar di Tanah Air. Pokok permasalahan polusi udara perkotaan
tidak hanya berhenti di sumber polusi, namun sudah melebar ke regulasi.
Menurut Peraturan Pemerintah No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, baku mutu udara ambien nasional untuk PM10 adalah 150 µg/m3 per
hari, lebih dari 700% di atas standar aman WHO [7].
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer
yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan
dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan
hidup lainnya. Standar itu hingga kini belum berubah. Padahal, semakin
banyak penelitian ilmiah yang menghubungkan pencemaran udara terhadap
risiko kesehatan.

1.4.3 Penggunaan Masker

Menggunakan masker terbukti merupakan cara yang mudah, murah dan efektif untuk
mengurangi paparan populasi udara terhadap kesehatan pemakai. Pemakaian masker dapat
mengurangi gejala-gejala penyakit jantung, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan
denyut nadi. Selain itu, fungsi paru-paru mereka yang tidak memakai masker. Para peneliti di
Beijing, Cina dan India masker terbukti efektif dalam penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai