Anda di halaman 1dari 6

A.

Skor Wells
Skor Wells digunakan untuk menstratifikasi pasien dengan
kemungkinan menderita DVT, dapat dibagi menjadi kelompok resiko rendah,
sedang dan tinggi.

Tabel Skor Wells pretes probablitas untuk memprediksi kejadian DVT

Clinical Characteristic Score


Kanker aktif ( menjalani terapi dalam 6 bulan, atau paliatif ) = 1
Paralisis, paresis, atau menjalani immobilisasi pada ekstremitas bawah = 1
Terbaring di tempat tidur > 3 hari atau menjalani bedah mayor dalam 12 mg
dengan Anestesi regional atau umum = 1
Pada perabaan teraba lembut sepanjang sistem distribusi vena dalam = 1
Seluruh kaki bengkak = 1
Pembengkakan betis lebih besar 3 cm dibandingkan daerah yang
asimptomatis (diukur 10 cm dibawah tibial tuberosity) = 1
Edema pitting terbatas pada kaki yang terkena =1
Vena kollateral superficial (nonvaricose) = 1
Pernah mengalami DVT sebelumnya =1
Diagnosis alternatif setidaknya mungkin sebagai DVT = -2

Diagnosis alternatif termasuk : phlebitis superficial, muscle strain, kaki


bengkak pada tungkai yang paralise, insufisiensi vena, edema karena
penyebab sistemik seperti CHF atau cirrhosis, obstruction vena eksternal
(misalnya karena tumor), lymphangitis atau lymphedema, hematoma,
pseudoaneurysm atau abnormalitas pada lutut.

Tabel Interpretasi Skor Wells

Interpretasi skor Wells


Tes Hasil Interpretasi
Skor Wells ≥3 High pretest
probability
1-2 Intermediate
pretest probability
≤0 Low pretest
probability

Tabel Evaluasi Pretes Probability dari Skor Wells


Tes yang direkomendasikan pada pasien dengan intermediate or high pretest
probability ( Wells score ≥1 )
Tes
Ultrasound jika Positif = Terapi dimulai
Ultrasound jika Negatif = pertimbangkan D-dimer jika secara
klinis kecurigaan DVT sangat tinggi.
Jika D-dimer positif lakukan ultrasound dalam 3-7 hari.

Tabel Evaluasi Pretes Probability dari Skor Wells


Tes yang direkomendasikan pada pasien dengan low pretest probability

Tes

D-dimer jika Positive (>400 ug/ml) = duplex ultrasound


dengankompresi
jika Negative (≤ 400 ug/ml)
= pertimbangkan diagnosis alternatif

B. Ultrasonography Vena
Ultrasonografi vena adalah pilihan untuk pasien dengan hasil skor
Wells pretest probabilitas moderate atau tinggi. Bersama dengan pemeriksaan
D-dimer, ultrasonography vena merupakan tes yang paling berguna dan
obyektif dalam mendiagnosis DVT. Penggunaan ultrasonography vena dan
tes D-dimer bersama dengan penilaian klinis dapat menurunkan
penggunaaan contrast venography yang merupakan standar diagnosis
DVT. Ultrasonography vena dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya
thrombus pada vena ekstremitas bawah, menentukan karakteristik dan
staging dari penyakit thrombus dan mengevaluasi apakah suatu thrombus
berpotensi menyebabkan suatu emboli. Meskipun ultrasonography vena
sangat reliable untuk mendiagnosa DVT pada fase akut, tetapi
ultrasonography vena sangat terbatas dalam mendiagnosa DVT
kronik. Ultrasonography vena merupakan tes yang obyektif pada pasien
dengan high atau moderate pretest probability. Jika hasil ultrasonography
vena pada kelompok tersebut positif maka diagnosa DVT sudah dapat
ditegakkan. Jika ultrasonography vena dikerjakan pada kelompok low pretest
probability hasilnya negatif maka diagnosa DVT dapat disingkirkan.
Kriteria ultrasound duplex pada DVT antara lain : vena tidak tertekan
pada posisi melintang dengan probe Doppler, tampak adanya trombus, tidak
ada aliran pada imaging color, vena tidak dilatasi saat dilakukan valsava
maneuver (khusus untuk vena femoralis), respiratory phasicity kurang. Dalam
keadaan normal vena tertekan/terkompresi oleh probe Doppler, dengan posisi
melintang. Vena yang tidak terkompresi menggambarkan adanya trombus.
Trombus yang baru terlihat sangat echolusent sehingga susah untuk
memvisualisasikannya. Lama-lama trombus menjadi echogenic (putih) dan
keadaan kronik mungkin tampak rekanalisasi (dinding menebal, pada lumen
tampak aliran tidak teratur). Tidak tampak ada aliran darah pada imaging
color menunjukkan adanya oklusi. Pada vena sentral seperti vena ilaka, lebih
susah untuk mengevaluasi secara langsung dengan duplek dan maneuver
kompresi. Cara tidak langsung yang dapat digunakan adalah dengan
aliran phasic. Dilatasi vena femoralis yang tidak normal dengan maneuver
valsalva dapat timbul pada trombosis vena iliaka dan variasi normal respirasi
pada aliran menunjukkan ketidakadaan phasic.
Ultrasonography vena B mode dengan atau color duplex
imaging mempunyai sensitifitas sebesar 95 % dan spesifitas 98 % dalam
mendiagnosa DVT proksimal yang simptomatis, sedangkan untuk
mendiagnosis DVT distal simptomatis sensitivitas dan spesifisitasnya
hanya 60-70%. Ultrasonography vena mempunyai
kelebihan berupa non invasive, cepat, aman dan mudah dikerjakan. Tetapi
ultrasonography vena mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat
memvisualisasi vena iliaka dengan baik dan sulit dikerjakan pasien obesitas.
C. Tes D-Dimer
Tes D-dimer adalah tes untuk mengukur produk degradasi cross-linked
fibrin. D-dimer meningkat dalam plasma dengan adanya bekuan darah akut
karena aktivasi simultan koagulasi dan fibrinolisis.Selama proses
pembentukan trombus maka fibrinogen akan diubah menjadi fibrin monomer
yang terikat dengan jaringan polimer. Selama proses fibrinolisis maka polimer
fibrin tersebut akan terdegradasi yang akan menghasilkan produk akhir
fibrinolisis berupa fragmen fibrin D-Dimer. D-dimer sangat spesifik untuk fibrin
dan spesifisitas fibrin untuk DVT adalah rendah karena D-dimer yang
meningkat tidak hanya pada keadaan trombosis akut tetapi juga pada kondisi,
seperti kehamilan, kanker, peradangan, infeksi, nekrosis, diseksi aorta
sehingga hasil D-dimer positif tidak berguna Sebaliknya, hasil negatif
menggunakan berguna untuk menyingkirkan DVT akut.
Saat ini telah tersedia beberapa metode penilaian D-Dimer,
seperti enzyme-linked immunofluorecense assays (Elisa) (sensitifitas
96%),microplate enzyme-linked immunosorbent assays (sensitifitas
94%), quantitative latex atau immunoturbidimetric assays(sensitifitas
93%), whole blood D-dimer assays (sensitifitas 83%) dan latex
semiquantitative assays (sensitifitas 85%). Tes-tes ini mempunyai kelebihan
dan kekurangan masing-masing, seperti Elisa merupakan tes yang sensitif
tetapi membutuhkan banyak waktu, perlu pemeriksaan yang intensif dan tidak
praktis pada keadaan emergensi. Sedangkan tes whole blood D-dimer
assays mudah dikerjakan dan praktis, tetapi kekurangannya mempunyai
sensitifitas yang rendah. D-dimer juga dapat digunakan untuk menentukan
durasi terapi antikoagulan, dari penelitian yang dilakukan Palareti dkk
menunjukkan bahwa pasien yang melanjutkan pemakaian antikoagulan
dengan nilai D-dimer yang abnormal setelah menggunakan antikoagulan
selama 3 bulan mempunyai resiko terjadinya venous troboemboli ulangan
lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak melanjutkan pemakaiaan
antikoagulan.
Ultrasonografi dapat dikombinasikan dengan tes D-dimer dan
mengurangi sekitar 60% dari jumlah pasien yang harus menjalani serial
ultrasonografi. Jika USG awal hasilnya adalah normal dan hasil D-dimer
adalah negatif, pengujian lebih lanjut dengan serial ultrasonografi tidak perlu
dan terapi antikoagulan belum perlu diberikan. Oleh karena itu, tes D-dimer
dapat mengurangi jumlah pemeriksaan USG yang diperlukan padai pasien
yang datang dengan dicurigai episode pertama DVT.

D. Venografi / Flebografi
Venografi dengan kontras merupakan prosedur standar untuk
mendiagnosis DVT. Teknik ini menginjeksikan suatu kontras iodinated pada
vena kaki bagian dorsal untuk masuk ke sistem vena bagian dalam
ekstermitas bawah. DVT didiagnosis bila terdapat filling defect.
Venografi merupakan prosedur yang mahal, tidak selalu tersedia, tidak
nyaman bagi pasien, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan renal
insufficiency atau alergi terhadap kontras. Venografijuga mempunyai
kekurangan, sekitar 20 % venogram tidak dapat menampilkan visualisasi yang
adekuat. Oleh karena keterbatasan diatas maka venography bukan
merupakan prosedur yang rutin dikerjakan untuk mendiagnosis DVT.
Bagaimanapun venografimerupakan prosedur standar untuk
mendiagnosis DVT, terutama bila prosedur lain gagal untuk
mendiagnosis DVT.

E. Computerised Tomography vena


Computerised tomography vena atau CT venographymerupakan salah
satu modalitas untuk mendiagnosis DVT. CT venography dapat dikerjakan
dengan metode langsung yaitumelakukan pungsi vena pada vena dorsal kaki
kemudian dilakukan injeksi kontras maupun tidak
langsung dengan penyuntikan kontras pada arteri hingga timbul venous
return. CT venography dapat mendeteksi DVT secara akurat dan kombinasi
bersama CT pulmonary angiography telah direkomendasikan untuk
mengevaluasi emboli paru dan DVT dengan satu kali pemeriksaan.
CT venography mempunyai sensitivitas 96 % dan spesivisitas 95 %
untuk mendiagnosis DVT proksimal. CT venography dapat memvisualisasi
vena pelvis, trombus pada vena iliaka dan vena cava inferior. CT venography
mempunyai kekurangan yaitu penggunaan kontras media yang menimbulkan
efek radiasi pada pasien, sulit untuk menginterpretasikan jika terdapat artefak
atau pengisian vena yang menurun, lebih mahal, memerlukan teknik seorang
ahli dan tidak tersedia di setiap rumah sakit .

F. Magnetic Resonance Imaging


Satu lagi modalitas yang digunakan untuk mendiagnosis DVT
adalah Magnetic Resonance Imaging Vena (MRI Vena). MRI vena dapat
digunakan untuk memvisualisasikan vena pelvis, mendeteksi adanya ekstensi
trombus pada vena iliaka dan pada vena cava inferior. MRI vena mempunyai
sensitivitas 96 % dan spesivisitas 93 % dalam mendiagnosis DVT simptomatis,
sedangkan untuk DVT bagian distal MRI hanya mempunyai sensitivitas
sebesar 62 %.MRI vena dapat dikerjakan dengan atau tanpa kontras. Untuk
mendapatkan gambaran struktur vaskular yang lebih baik dapat digunakan
kontras seperti gadolium. Kontras dapat diinjeksikan melalui vena kaki atau
lengan.

Anda mungkin juga menyukai