Anda di halaman 1dari 24

e-AIK (Al Islam dan Kemuhammadiyahan)

Jumat, 26 Desember 2008

MUHAMMADIYAH

I. IJTIHAD

Ijtihad (‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh
siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas
dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli
agama Islam.Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup
dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.

Menurut bahasa, ijtihad berarti Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan)
dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam Al-Quran disebutkan:

“..walladzi lam yajidu illa juhdahum..”

artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain
kesanggupan”(at-taubah:79)

Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa
dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.

Dalam pengertian inila Nabi mengungkapkan kata-kata:

“Shallu ‘alayya wajtahiduu fiddua’”

artinya:”Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam dua”

Demikian dengan kata Ijtihad “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.”
Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang
mudah/ringan. Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian ijtihad
menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak
mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan sembarang orang.

Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan
batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada
Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas
(ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang
terkenal dengan “mashlahat.” Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli
ushul flqh (ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan rumusan
definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari
kelompok mayoritas. Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang
ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara’
(hukum Islam).

Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1) Pelaku ijtihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.

2) Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan
tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,

3) Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.

Fungsi Ijtihad

Meski Al-Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam
kehidupan manusia diatur secara detil oleh al quran maupun al hadist. selain itu ada perbedaan keadaan
pada saat turunnya al quran dengan kehidupan modern, sehingga setiap saat masalah baru akan terus
berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan
beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu
tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas
ketentuannya dalam al quran atau al hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus
mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam al quran atau al hadits itu. Namun jika
persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam al quran dan
al hadist, pada saat itulah maka umat islam memerlukan ketetapan ijtihad. Tapi yang berhak membuat
ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al-Quran dan Al hadist.

Kedudukan Ijtihad

Berbeda dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :

Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut.
Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang
relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
§ Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku
bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.

§ Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah
hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.

§ Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

§ Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan


umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.

Cara Ber-Ijtihad

Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat methode-methode antara lain sebagai berikut :

1. Qiyas = reasoning by analogy

Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum diterangkan oleh Al-Qur'an dan As-
Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh Al-
Qur'an /As-Sunnah, karena ada sebab yang sama. Contoh : Menurut Al-Qur'an surat Al-Jum'ah 9;
seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum'at. Bagaimana hukumnya perbuatan-
perbuatan lain ( selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum'at ? Dalam Al-Qur'an
maupun Al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau
jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum'at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-
perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum'at, juga dilarang. Contoh lain : Menurut surat Al-Isra'
23; seseorang tidak boleh berkata uf ( cis ) kepada orang tua. Maka hukum memukul, menyakiti dan lain-
lain terhadap orang tua juga dilarang, atas dasar analogi terhadap hukum cis tadi. Karena sama-sama
menyakiti orang tua. Pada zaman Rasulullah saw pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum
dengan dasar Qiyas tersebut. Yaitu ketika Umar bin Khathabb berkata kepada Rasulullah saw : Hari ini
saya telah melakukan suatu pelanggaran, saya telah mencium istri, padahal saya sedang dalam keadaan
berpuasa. Tanya Rasul : Bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ? Jawab Umar :
tidak apa-apa. Sabda Rasul : Kalau begitu teruskanlah puasamu.

2. Ijma' = konsensus = ijtihad kolektif.

Yaitu persepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah ijtihadiyah. Ketika Ali bin Abi
Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak
dibicarakan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan : " Kumpulkan orang-orang
yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah ". Yang menjadi persoalan
untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena
ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.

3. Istihsan = preference

Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip
umum ajaran Islam seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Oleh para ulama istihsan disebut sebagai
Qiyas Khofi ( analogi samar-samar ) atau disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas
kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan dengan keharusan
memilih salah satu diantara dua persoalan yang sama-sama jelek maka kita harus mengambil yang lebih
ringan kejelekannya. Dasar istihsan antara lain surat Az-Zumar 18.

4. Mashalihul Mursalah = utility

Yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan
kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari'at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah
ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan (kebaikan) itu dengan disertai dalil Al-Qur'an/Al-
Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan
dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam Al-Qur'an/al-Hadits.

Definisi Ijtihad

Suatu aktivitas diakui sebagai ijtihad jika memenuhi tiga poin berikut ini:

Pertama, ijtihad hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat zhanni. Menurut al-Amidi, hukum-hukum yang
sudah qath‘i (pasti) tidak digali berdasarkan proses ijtihad. Artinya, ijtihad tidak berhubungan atau
melibatkan dalil-dalil yang bersifat qath‘i, tetapi hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat zhanni. Atas
dasar itu, ijtihad tidak berlaku pada perkara-perkara akidah maupun hukum-hukum syariat yang dalilnya
qath‘i; misalnya wajibnya hukum potong tangan bagi pencuri, hukum razam/cambuk bagi pezina, hukum
bunuh bagi orang-orang yang murtad, dan lain sebagainya.

Kedua, ijtihad adalah proses menggali hukum syariat, bukan proses untuk menggali hal-hal yang bisa
dipahami oleh akal secara langsung maupun perkara-perkara yang bisa diindera. Penelitian dan uji coba
di dalam laboratorium hingga menghasilkan sebuah teorema maupun hipotesis tidak disebut dengan
ijtihad.

Ketiga, ijtihad harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan mengerahkan puncak tenaga dan
kemampuan hingga taraf tidak mungkin lagi melakukan usaha lebih dari apa yang telah dilakukan.
Seseorang tidak disebut sedang berijtihad jika ia hanya mencurahkan sebagian kemampuan dan
tenaganya, padahal ia masih mampu melakukan upaya lebih dari yang telah ia lakukan. (Al-Amidi, op.cit.,
II/309).

Ijtihad berbeda dengan tarjîh maupun baths al-masâ’il. Tarjîh adalah aktivitas untuk meneliti, mengkaji,
dan menetapkan mana pendapat yang paling râjih (kuat) di antara pendapat-pendapat yang ada. Baths
al-masâ’il tidak berbeda dengan tarjîh, meskipun kadang-kadang juga dilakukan pembahasan-
pembahasan hukum-hukum tertentu berdasarkan kaidah-kaidah ijtihad. Akan tetapi, aktivitas semacam
ini dilakukan secara berkelompok, bukan individual. Padahal, ijtihad adalah aktivitas individual, bukan
aktivitas kelompok.

Lingkup Ijtihad

Sebagaimana definisi ijtihad di atas, lingkup ijtihad hanya terbatas pada penggalian hukum syariat dari
dalil-dalil dzanni. Ijtihad tidak boleh memasuki wilayah yang sudah pasti maupun masalah-masalah yang
bisa diindera dan dipahami secara langsung oleh akal.

II. GERAKAN MUHAMMADIYAH

a. Biografi dari Muhammadiyah

Ahmad Dahlan Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat
dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam
silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan
seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan
pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad
Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas
bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng
Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana
Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan
tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan.Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa
ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim
Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.Sepulang dari
Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak
dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah,
Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu
KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai
Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya
dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula
menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).Disamping aktif dalam
menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya
sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal
sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan
profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.Sebagai seorang yang aktif dalam
kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah
diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan
tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad SAW.Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu
pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat
Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri
bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang
pendidikan.Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang
bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada
yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-
macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan
tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan
pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.Pada tanggal 20 Desember
1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan
badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah
No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya
boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.Walaupun Muhammadiyah dibatasi,
tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk
mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung
Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang
Muhammadiyah.Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-
perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya
ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-
Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota,
disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah
lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah
makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921
Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi
kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang
saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).

b. Berdirinya Muhammadiyah berikut hal-hal yang Melatarbelakangi Berdirinya

Sejarah singkat berdirinya Muhammadiyah

Sumber buku : Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis) Drs H
Mustafa Kaml Pasha , B. EdAhmad Adaby Darban , SU

Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu , oleh masyarakat
Internasioanal , khususnya oleh masyarakat 'alam Ialamy. Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di
telinga masayarkat pada umumnya .Adapun arti nama muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi , yaitu
arti bahasa atau etimologis dan arti istilah atau terminologis.

Arti Bahasa atau estimologis :

Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang
terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah "yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti
umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua oraqng yang menyakini bahwa
Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang beragama
Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan organisasi,
golongan bangsa, geografis, etnis, dsb.

Arti Istilah atau terminologis :


Muhammadiyah adlah gerakan Islam , Dakwah AmarMakruf Nahi Munkar, berasa Islam dan bersumber
Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA. Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18
November 1912 M di kota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah denga maksud untuk
berta'faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad
saw dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya Izzul
Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita.

Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah

1. Faktor subyektif

Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam
menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini
sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat
An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan
mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah
yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :

"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".

Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan,
organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi
dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.

2. Faktor Obyektif

Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang
sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di
tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam
faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.

Faktor obyektif yang bersifat internal

a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya
rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap
mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”

Faktor obyektif yang bersifat eksternal

a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia

b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia

c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.

c. Lambang Muhammadiyah

a. Bentuk Lambang

Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala
penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan
dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah
terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya
bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat
syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas
warna dasar hijau daun.

b. Maksud Lambang

Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya
matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain.
Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas
yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas
sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin
dapat meneruskan kehidupannya.

Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau
matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk
hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya
kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang
berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Ajaran Islam
yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh
surat al-Anfal 24:

”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru
kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian”.

Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat
pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah
masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum
Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekad dan semangatnya telah
teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-
Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14:

”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana
ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk
menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka
kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah
mereka orang-orang yang menang”.

Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan. Muhammadiyah
dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali
semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan
sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah,
dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan. Sebab telah diyakini
secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan
apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).

Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah
berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama
Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).

d. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

e. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)


Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal
usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mulanya belum sebesar yang ada sekarang ini. Lebih-
lebih pada saat itu banyak rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum
dapat menerima cara pemahaman agama Islam KHA. Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih
mempertahankan tradisi nenek-moyangnya.

Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah
Muhammadiyah lebih banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dalam Islam seperti:

a. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (jawa=tingkep), yaitu selamatan bagi orang hamil pertama kali
memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat jawa kuno, biasanya diadakan
engan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir
dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain.

b. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri. Seperti: selamatan
untuk menghormati Syekh Abdul Kadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan
manakiban; perayaan dimana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan)
kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji yaitu
suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang
disalahartikan.

c. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang khusus dibaca pada malam Jum’at, dan hari-hari
tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan
tertentu; ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan;yang boleh ialah ziarah
kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.

Selain yang disebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni serta
mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha di
bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakat dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan
Muhammadiyah

Sudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan “sedikit bicara banyak bekerja”, tidak saja
sekedar semboyan di bibir saja, tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu
tidak mengherankan, bila Muhammadiyah yang hanya memiliki jumlah anggota yang tidak begitu
banyak, tetapi cukup banyak dan luas amal usaha serta hasil-hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan, sebagai
berikut:

1. Bidang Keagamaan
Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal
usaha muhammadiyah. Dan apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang lainnya tidak lain dari dorongan
keagamaan semata-mata.

o Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang menghimpun ulam-ulama dalam
Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam
bidang agama serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umum

o Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak terlepasdari kepeloporan pemimpin


Muhammadiyah. Oleh karena itu pada tempatnya bila menteri Agama yang pertama dipercayakan di
pundak tokoh muhammadiyah, dalam hal ini H. Moch. Rasyidi B. A.

2. Bidang Pendidikan

Salah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia
sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajarannya
yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar.

Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisah-misahkan antara pelajaran yang diangap
agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakikatnya merupakan usaha yang sangat
penting dan besar. Karena dengan sistem tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh
kepribadiannya, tidak terpecah belah menjadi pribadi yang berilmu umum atau berilmu agama saja.

Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren, maka
ditempuh usaha perpaduan antara keduanya,yaitu dengan:

o Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan dan

o Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan


umum.

Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan dimana ilmu agama dan ilmu umum.
Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.

3. Bidang Kemasyarakatan

Muhammadiyah adalah suatu gerakan Islam yang mempunyai tugas dakwah Islam dan amar makruf nahi
munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sudah dengan sendirinya bayak usaha-usaha ditempatkan dalam
bidang kemasyarakatan, seperti:
o Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai
pengobatan, rumah bersalin, apotik dan sebagainya.

o Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun putri, untuk menyantuni mereka.

o Mensirikan perusahaan percetakan, penerbitan dan took buku, yang benyak mempublikasikan
majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sngat membantu penyebarluasan faham-faham
keagamaan, ilmu dan kebudayaan Islam.

o Pengusahaan dan bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa
bekerja karena usai telah atau cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan.

o Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluargas mengenai hidup sepanjang tuntunan Illahi.

4. Bidang Politik Kenegaraan

Muhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun
demikian, dengan keyakinannya bahwa agama islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan
manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi
bidang garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan. Akan tetapi, jika Muhammadiyah ikut
bergerak dalam urusan kenegaraan dan pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya sebagai Gerakan
Dakwah Islam Amr Makruf Nahi Munkar, dan sama sekali tidak bermaksud menjadi sebuah partai politik.

Tak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke
dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya:

o Pengadilan Agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah tentu saja beragama Kristen.
Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh
orang muslim, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.

o Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945 termasuk menjadi
pendukung utama berdirinya Partai Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.

o Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di Zaman penjajahan. Begitu
pula pada kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid se
Dunia dan sebaginya Muhammadiyah aktif mengambil bagian di dalamnya.

Apa yang telah dikemukakan di atas merupakan sebagian dari Amal Usaha Muhammadiyah selama ini.
Kini serta esok terus beramal tak ada henti-hentinya, sebgaimana firman Allah: “Dan katakanlah!
Beramallah kamu semua, niscaya Allah, Rasul-Nya serta orang-orang mukminin akan menjadi saksi”.
Firman Allah ini ditulis dengan indah dan menghiasi di atas pintu gedung Muhammadiyah, markas dari
Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.

f. Perkembangan Muhammadiyah

Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dan berkembang kemana-mana. Tak sedikit
halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang lahirnya membuahkan
hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling
timur, dari wilayah paling utara maupun selata indonesia, telah dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut
membuktikan bahwa Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat indonesia, disamping
karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan islam sesuai dengan faham
yang diyakini Muhammadiyah.

Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:

1. Perkembangan Secara Vertikal; yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke


seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap-
tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di
mana-mana.

2. Perkembangan Secara Horisontal; yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah,
yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta
banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan
persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.

Di samping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah
organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOP) ini ada beberapa buah, yaitu:

- ’Aisyiyah

- Nasyiatul ’Aisyiyah

- Pemuda Muhammadiyah

- Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)

- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

- Tapak Suci Putra Muhammadiyah

- Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan.


Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra
Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk kelompok Angkatan Muda
Muhammadiyah (AMM) di mana keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi
sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

g. Periodisasi/Kepemimpinan Muhammadiyah

a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)

Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta organisasi,
sehingga Muhammadiyah menduduki tempat terhormat, sebagai gerakan Islam di Indonesia yang
berfaham modern.

b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)

Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain
itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan
penelitian dan pengembangan hukum-hukum agama. Dan dalam periode ini pula angkatan muda
memperoleh bentuk organisasi yang nyata, di mana pada tahun 1931 Nasyiatul ’Aisyiyah berdiri dan
menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah.

c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)

Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan
bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan meneruskan amal
usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan penertiban dan pemantapan administrasi
organisasi sehingga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah gerakannya.

d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)

Sering dikatakan bahwa tokoh KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang
ikut membentuk dan megisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti
dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah.
Wujudnya berupa pengaktifan Majlis Tarjih, sehingga mampu merumuskan ”Masalah Lima”, yaitu
perumusan mengenai: Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah.

Selain itu untuk menggerakan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula
”langkah dua belas yaitu:

a. Memperdalam masuknya iman

b. Memperluas faham agama

c. Memperluas budi pekerti

d. Menuntun amal intiqad (mawas diri)

e. Menguatkan keadilan

f. Menegakkan persatuan

g. Melakukan kebijaksanaan

h. Menguatkan majelis tanwir

i. Mengadakan konperensi bagian

j. Mempermusyawarahkan gerakan luar.

e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)

Dalam periodenya tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dalam Muqaddimah


tersebut terumuskan secara singkat dan padat gagasan dan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang
akhirnya melahirkan Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut Muhammadiyah
memiliki dasar berpijak yang kuat dalam melancarkan amal usaha dan perjuangannya.

Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumodalam suasana transisi dari penjajah
Belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi
kemerdekaan. Pada masa ini kehidupan Muhammadiyah cukup berat. Pada masa itu para pemimpin
Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir seluruh
angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan.
Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan berbagai kegiatan keorganisasian.
f. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952-1959)

KH. Mas Mansyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto.
Sebenarnya beliau tidak termasuk 9 terpilih. Kesembilan orang terpilih adalah HM. Yunus Anies (10945),
HM Faried Ma’ruf (10812), Hamka (10011), KHA Badawi (9900), KH. Fakih Usman (9057), Kasman
Singodimedjo (8568), Dr. Syamsudin (6654), A. Kahar Muzakir (5798) dan Muljadi Djojomartono (5038).
Akan tetapi karena yang 9 orang terpilih itu tidak ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka ke 9
orang itu sepakat untuk menunjuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah. Beberapa keputusan
penting yang diambil pada masa jabatan beliau antara lain:

a. Tahun 1955, sidang tanwir di Pekajangan antara lain membicarakan pokok-pokok konsepsi negara
Islam.

b. Tahun 1956, sidang tanwir di Yogyakarta antara lain memutuskan:

- Muhammadiyah tetap Muhammdiyah. Muhammadiyah bergerak dalam bidang kemasyarakatan.


Masalah-masalah politik diserahkan kepada partai Masyumi.

- Anggoto-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di bidang politik dianjurkan supaya masuk partai
politik Islam.

- Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP Masyumi, bahwa keanggotaan istimewa tidak
wajar dan secara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus.

- Perlu dipelihara hubungan baik antara Muhammadiyah dengan Masyumi.

- Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXIII di Palembang 1956 ini juga diputuskan khittah Palembang.

g. Periode H. M. Yunus Anis (1959-1968)

Dalam periode ini kebetulan negara indonesia sedang berada dalam kegoncangan sosial dan politik,
sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka
mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa Kpribadian
Muhammadiyah. Dengan kepribadian Muhammadiyah bisa menempatkan kembali kedudukannya
sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.

h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)


Beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962 dan Muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965
sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena
Muhammadiyah harus berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinyaagar tidak dibubarkan.
Sebagaimana diketahui pada masa itu kehidupan politik di Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung
Karno, Presiden RII banyak memberi angin pada PKI. Pada masa itu PKI dengan seluruh ormas mantelnya
berusaha menekan partai-partai Islam khususnya Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah termasuk
salah satu pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun
demikian berkat usaha keras beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi
Muhammadiyah.

i. Periode KH. Fakih Usman/H. A. R. Fakhrudin (1968-1971)

Tidak beberapa lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan KH. Fakih Usman sebagai
ketua pimpinan pusat Muhammadiyah, beliau dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT. Kemudian H.
Abdurrazak Fakhruddin, yang dalam susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode (1968-1971)
duduk sebagai ketua I oleh sidang Tanwir ditetapkan sebagai pengganti beliau. Pada periode ini lebih
menonjol usaha ”memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Yaitu usaha untuk mengadakan
pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan (tadjid) dalam bidang
ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun
dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perjuangan dan bidang-
bidang lainnya”.

j. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990)

Pada periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas Persyarikatan selalu diusahakan, baik kualitas
organisasi maupun kualitas operasionalnya. Peningkatan kualitas organisasi meliputi tajdid di bidang
keyakinan dan Cita-cita hidup serta Khittah dan tajdid organisasi. Sedang peningkatan kualitas
operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan dakwah jamaah serta pemurnian
amal usaha Muhammadiyah.

Pda masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-
satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu Kunjungan Paus Yohanes
Paulus II dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku ’Mangayubagya Sugeng
Rawuh lan Sugeng Kondur’, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah
beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi.
k. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)

Pada periode KH. A. Azhar Basyir MA telah dirumuskan:

A). Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun) yang meliputi:

1. Bidang Konsolidasi Gerakan

2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan

3. Bidang Kemasyarakatan.

B). Program Muhammadiyah (1990-1995)

1. Bidang Konsolidasi Gerakan, meliputi:

- Konsolidasi Organisasi

- Kaderisasi dan Pembinaan AMM

- Bimbingan keagamaan

- Peningkatan hubungan dan kerjasama

2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, meliputi:

- Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Islam

- Penelitian dan Pengembangan

- Pusat informasi, Kepustakaan dan Penerbitan

3. Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat, meliputi:

a. Kenyakinan Islam

b. Pendidikan

c. Kesehatan

d. Sosial dan Pengembangan Masyarakat

e. Kebudayaan

f. Partisipasi kelompok.
l. Periode Prof. DR. H. M. Amien Rais/Prof. DR. H. A. Syafii Maarif (1995-2000)

Pada periode Prof. Dr. H. M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000,
dengan mengacu kepada:

a. Global

b. Masalah Dunia Islam

c. Masalah nasional

d. Permasalahan Muhammadiyah

e. Pengembangan pemikiran, yang terdiri atas:

- Pemikiran keagamaan

- Ilmu dan Teknologi

- Pengembangan basis ekonomi

- Gerakan sosial kemasyarakatan

- PTM sebagai basis gerakan keilmuan/pemikiran.

h. Khittah Muhammadiyah

Khittah perjuangan Muhammadiyah/pola dasar Perjuangan :

1. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai/ mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup, yang
bersumber paa ajaran Islam.

2. Dakwah Islam dan Amar Makruf Nahi Munkar dalam arti dan proporsi yang benar-benar

Khittah atau Garis Perjuangan Muhammadiyah yang cukup populer dibandingkan dengan Khittah lainnya
ialah Khittah Ujung Pandang tahun 1971. Sesuai namanya, Khittah Perjuangan Muhammadiyah tersebut
dilahirkan dari Muktamar ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang (Sulawesi Selatan), yang kini berganti
nama kembali menjadi kota Makassar.

Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri
sebagai Gerakan Islam amar-ma’ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama
ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.
i. Tiga Identitas Muhammadiyah

1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa
sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh
ajaran-ajaran Al Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali
semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit.

2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah IslamMuhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar
Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan
dalam jati diri Muhammadiyah. Namun sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai
gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya
Muhammadiyah yang sesuai dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat
mengangkat agama Islam dan keterbelakangan atau kebodohan massif. Tidak hanya ranah pemahaman
agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah,
karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi kemasyarakatan.

3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi) Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan
Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa
Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni : a) pemurnian b)
peningkatan, pengembangna, modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila “pemurnian” tajdid
dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan sumber Al Qur'an dan As
Sunnah shahihSedangkan arti “Peningkatan, pengembangan, modernisasi” tajdid dimaksudkan sebagai
penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al Qur'an
dan AS Sunnah shahih. Di samping itu ternyata bila diamati Muhammadiyah mempunyai PR untuk
menjawab tantangan zaman dan arus globalisasi yang terus melaju. Ø Pemurnian (Purifikasi)Tugas/PR
pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang mulai terinfeksi
virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.Ø Peningkatan, pengembangan,
modernisasi Tak melenceng dari awal pemberdayan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka
sebagai tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang
baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah. Dan mengembangkan serta melebarkan sayap
Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi global sebagai tameng kebodohan massif
Muhammadiyah. Modernisasi Muhammadiyah bukan berarti meninggalkan dasar pemikiran pertama
kali berdirinya, tapi Muhammadiyah dapat up to date bukan berarti berganti baju untuk beridentitas
ideologi baru namun Muhammadiyah tetap eksis dalam kepribadian Muhammadiyah sebagai organisasi
sosial kemasyarakatan yang tak usang dimakan zaman atau kuno tertinggal arus modernisasi.

KESIMPULAN

Dengan melihat gejala yang ada, yang berkelut di tubuh Muhammadiyah mau tidak mau harus segera di
cari obat penawar agar Muhammadiyah tetap dapat sehat seperti sedia kala, sementara di sisi ideologi
Muhammadiyah sudah semestinya penyimpang dari pondasi awal pemikiran pemberdayaan Ahmad
Dahlan perlu adanya purifikasi kembali, agar nantinya tidak terjadi “matinya institusi organisasi dalam hal
ini Muhammadiyah (The Death of Muhammadiyah) bukan hal yang mustahil akan terjadi manakala
muhammadiyah beserta warganya tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman. Lebih-lebih, bila tidak
punya sense of belonging (rasa kepemilikan) terhadap organisasi karena lemahnya ideologi dan
minimnya informasi serta wawasan tentang ke-muhammadiyahan. Dengan demikian warga
Muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Terutama yang
berkaiatn dengan masalah sholat tepat waktu dan pengamalan ayat-ayat al-qur’an, hal itu tidak
dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif dan inotvatif.

HASIL WAWANCARA PRM

Bagaimanakah sejarah keberadaan Muhammadiyah di daerah setempat?

Keberadaan Muhammadiyah secara structural di daerah setempat dimulai dengan didirikannya ranting
Muhammadiyah Sanepo. Berdirinya Ranting Muhammadiyah tersebut diprakarsai oleh pimpinan cabang
Muhammadiyah yang menunjuk Bapak Machfuldz sebagai ketua ranting Muhammadiyah. Bapak
Machfuldz yang berasal dari keluarga NU menerima jabatan tersebut sampai saat ini. Dan sejak saat itu
telah resmi keberadaan Muhammadiyah secara structural di Sanepo Kutoarjo.

Dimulai dengan berdirinya sebuah mushola pribadi yang digunakan untuk kepentingan dakwah
Muhammadiyah, maka kantor Pimpinan Ranting Muhammadiyah saat ini berada di kompleks mushola
tersebut. Mushola tersebut didirikan di atas tanah warisan yang kemudian secara bersama-sama dengan
ahli waris yang lain mendirikan mushola.

Bagaimanakah struktur organisasi Muhammadiyah di daerah setempat?

Berikut adalah susunan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sanepo, Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan
Kutoarjo berdasarkan surat keputusan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Kutoarjo:

Ketua : Machfuldz

Sekretaris : Sarhudi M.Ra’is

Bendahara : Supardi.A
Bagian Tabligh : Wahdan

Bagian Pendidikan : M.Hadi Prayitno

Bagian Pembinaan Kesehatan : Risyanto

Bagian Pemberdayaan Kesejahteraan Masyarakat : Dadang Surono

Bagian Ekonomi : Supardi.B

Ditetapkan di Purworejo

Pada tanggal 23 Jumadil Ula 1428 H

9 Juni 2007 M

Oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Kutoarjo

Ketua : Arwan Majid ,S Pd.

NBM : 589304

Sekretaris : Maniso S. Pd.

NBM : 880627

Apa saja kekuatan dan kelemahan dakwah Muhammadiyah di daerah setempat?

Kekuatan

1) Memiliki sumber dana yang cukup untuk mengadakan berbagai kegiatan dakwah

2) Memiliki tempat/kantor yang sudah menetap

3) Memiliki tempat/kantor yang mudah di jangkau, yaitu tempat/kantor yang berada tepat di pinggir
jalan Kutoarjo-Kebumen

4) Memiliki struktur organisasi yang jelas

Kelemahan
1) Sulit untuk melakukan regenerasi kepengurusan terbukti dengan dijabatnya kepengurusan selama
beberapa periode

2) Jarang mengadakan kegiatan pengajian dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan mushola warga
yang tepat berada di belakang kantor ranting Muhammadiyah dan berdekatan dengan mesjid Al-Ikhzar
alun-alun Kutoarjo. Untuk menghindari perpecahan, maka mushola Ranting Muhammadiyah tidak
mengadakan kegiatan sholat Jumat dan tidak mengadakan kegiatan pengajian secara rutin karena
kegiatan pengajian secara rutin telah diadakan di mushola warga.

Bagaimanakah keberlanjutan dakwah Muhammadiyah di daerah setempat?

Pengurus Ranting Muhammadiyah Sanepo Kutoarjo mulai menyusun kembali kegiatan – kegiatan yang
mengandung unsur dakwah. Kegiatan pengajian akan disusun agar tidak bertabrakan dengan agenda
pengajian mushola warga. Pengajian di mushola warga diadakan setiap satu minggu sekali kemudian
kegiatan pengajian di PRM direncanakan akan diadakan satu bulan sekali.

Sesuai dengan bidang dakwah Muhammadiyah yang lebih memfokuskan pada 3 bidang, yaitu
pendidikan, kesehatan, dan sosial maka Pimpinan Ranting Muhammadiyah melakukan dakwah pada 3
bidang tersebut.

Di bidang pendidikan, dengan koordinator Bapak Hadi Prayitno. Di dalam mushola PRM Sanepo Kutoarjo
juga dilengkapi dengan perpustakaan mini yang dipenuhi dengan buku-buku pengetahuan tentang Islam
yang dapat dibaca oleh pengunjung mushola.

Di bidang kesehatan, dengan koordiantor Bapak Risyanto.

Di bidang sosial, dengan coordinator Bapak Dadang Surono yang menjabat bagian Pemberdayaan
Kesejahteraan Masyarakat. Kantor PRM di Sanepo menggerakkan kegiatan amal usaha Muhammadiyah,
yaitu dengan menyewakan sebagian bangunan sebagai kantor notaris dan warung internet. Dari sana
diharapkan dapat membantu kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar kantor PRM Sanepo
Kutoarjo.

Anda mungkin juga menyukai