Anda di halaman 1dari 9

DISKUSI MEDIKAL AUDIT

CUTANEOUS LARVA MIGRANS

Disusun Oleh :
Veronika Peny Laba, S.Ked
FAB 117 032

Pembimbing :
dr. Andy Pratamajaya

Stase Ilmu Kedokteran Komunitas Puskesmas Kalampangan


Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya
2018
1. Identitas
Nama : Nn. T
Tanggal Lahir : 5 April 2002 (16 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Bereng Bengkel
Pekerjaan : Pelajar
Tgl Pemeriksaan : 29 November 2018

2. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien
Keluhan Utama :
Perjalananan Penyakit :
Pasien datang ke Puskesmas Kalampangan dengan keluhan gatal-gatal dan ruam
di punggung tangan kiri sejak 2 minggu yang lalu. Ruam diawali luka kecil, dan
setelah digaruk ruam makin lama meluas membentuk terowongan berkelok-kelok
dan sangat gatal terutama malam hari. Selain gatal, ruam tersebut kadang terasa
panas. Pasien merasa gatal sekali sehingga mengganggu aktivitas pasien. Keluhan
gatal dirasakan terus-menerus. Pasien memberikan salep pada ruam tersebut
namun gatal dan ruam tidak sembuh, pasien lupa nama salep yang diberikan.
Sekitar 2 minggu yang lalu pasien menanam tanaman sebagai tugas dari sekolah,
pasien memegang dan mengaduk tanah dengan tangan tanpa menggunakan sarung
tangan. Keluhan demam disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang menderita sakit serupa.
Riwayat Lingkungan dan Sosial:
Pasien adalah seorang pelajar yang tinggal di dalam lingkungan tempat tinggal
yang cukup bersih bersama ibu, ayah dan adiknya.

2
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringam
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
BB: 75 Kg
TB: 153 Cm
BMI: 32 (obesitas)
Vital sign : Tekanan Darah :120/70 mmHg
Denyut Nadi :87 kali/menit (reguler, kuat angkat,
isi cukup)
Frekuensi Napas :16 kali/menit, abdominal-torakal
Suhu :36,4 0C
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),sianosis (-), pernapasan cuping
hidung (-)
Leher
Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)
Thoraks
Paru-Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi
(-)
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri teraba
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-) basah halus di kedua basal
paru, wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler,
murmur(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal

3
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Timpani (+) ascites (-)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema pretibia (-)
Status Dermatologi

Lokasi: Dorsum manus sinistra


Effloresensi: papul linier eritematous serpiginosa berbentuk terowongan (burrow)
berkelok-kelok

4. Diagnosa
Cutaneous Larva Migrans

5. Penatalaksanaan di Puskesmas
1) Medikamentosa:
1. Albendazole 1x2 tab
2. Cefadroxil 2x1 tab
3. Dexamethason 3x1 tab
2) Mengkompres es pada lesi kemudian menusuk-nusukkan jarum secara
superfisial sepanjang lesi sambil dikompres es.
3) Edukasi tentang cutaneous larva migrans perjalanannya dan pengobatannya.
4) Anjuran untuk tidak menggaruk bila gatal.

4
5) Mengenakan sarung tangan bila mengolah tanah untuk menanam dan
menggunakan alas kaki untuk mencegah kontak langsung dengan tanah yang
tercemar kotoran binatang.
6) Minum obat yang teratur sesuai anjuran dokter
7) Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

6. Prognosa
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

8. Diskusi
Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit yang khas
berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul, dan progresif
disebabkan oleh invasi larva cacing tambang. Penyebab utamanya adalah larva
cacing tambang yang berasal dari hewan anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma
braziliense dan Ancylostoma caninum. Di Asia Timur, CLM umumnya
disebabkan oleh gnatostoma hewan babi dan kucing. Pada beberapa kasus dapat
ditemukan Uncinaria stenocephala (cacing tambang dari anjing Eropa) dan
Bunostomum phlebotomum (cacing tambang dari jenis hewan sapi).1-3
Cutaneous larva migrans (CLM) terdistribusi luas, umumnya di daerah
tropis dan subtropis, terutama di Asia Tenggara, Karibia, Afrika, Amerika Selatan,
dan India.2,3 Faktor kebersihan atau higiene berperan penting dalam penyebaran
penyakit.4 Kelainan kulit ini ditransmisikan melalui kontak langsung dengan pasir
atau tanah yang terkontaminasi kotoran hewan mengandung larva filariform (larva
infektif). Larva dapat menembus permukaan kulit, bermigrasi sepanjang
epidermis dan meninggalkan ruam dengan karakteristik linear atau serpiginosa
yang biasa disebut dengan ‘creeping eruption’. Kebanyakan larva tidak dapat
berkembang menjadi bentuk dewasa atau menginvasi lapisan kulit yang lebih
dalam. Larva tersebut dapat mati dengan sendirinya dalam beberapa minggu
hingga beberapa bulan. Nama lain CLM yaitu creeping verminous dermatitis,

5
larva kesasar, dermatosis linearis migrans, sandworm disease, plumber’s itch,
duck hunter’s itch.2-5
Manusia merupakan pejamu (host) insidental, infeksi terjadi karena kontak
langsung antara kulit dan pasir atau tanah yang terkontaminasi kotoran hewan
yang mengandung larva filariform (larva infektif) cacing tambang.1,2,6 Larva
infektif mampu bertahan hidup di tanah yang hangat dan lembap selama beberapa
minggu.2 Larva mempenetrasi kulit, mengeluarkan zat hialuronidase yang
memfasilitasi lintasan larva melalui lapisan epidermis dan dermis.7 Larva tersebut
bermigrasi hingga beberapa sentimeter per hari. Larva tinggal di kulit, berjalan-
jalan tanpa tujuan sepanjang dermo-epidermal, biasanya berada di antara stratum
germinativum dan stratum korneum. Hal ini menimbulkan reaksi inflamasi
eosinofilik lokal. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. Masa
inkubasi biasanya 1-6 hari. Larva tidak dapat berkembang menjadi bentuk dewasa
atau menginvasi lapisan kulit yang lebih dalam. Larva tersebut dapat mati sendiri
dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan.2,3,6
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Rasa gatal
biasanya lebih hebat pada malam hari. Mula-mula akan timbul papul, kemudian
diikuti bentuk khas, yakni lesi linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan
diameter 3 mm, kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa menunjukkan
larva telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Selanjutnya papul merah
ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan
membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa milimeter hingga
sentimeter per hari. Predileksinya di punggung tangan, tungkai, plantar, telapak
kaki, anus, bokong dan paha, juga dapat ditemukan di bagian tubuh yang sering
berkontak langsung dengan pasir atau tanah tempat larva berada.2-4 Sebuah studi
di Brazil melaporkan bahwa panjang lesi secara signifikan berhubungan dengan
durasi atau lamanya infeksi, rata-rata pertambahan panjang 2,7 mm per hari,
sehingga dapat membantu memperkirakan waktu dan tempat paparan infeksi.8
Manifestasi klinis lain berupa folikulitis hookworm. Pasien biasanya
datang dengan folikulitis pruritik dan creeping eruption. Folikulitis dapat berupa
20-100 papul dan pustul folikular yang tersebar di daerah tertentu, biasanya di
bagian bokong. Dapat juga ditemukan 2-10 lesi berupa terowongan (burrow)

6
linear atau serpiginosa dengan panjang 1-5 sentimeter di lokasi yang sama atau
berbeda.2
Diagnosis CLM kasus ini ditegakkan berdasarkan temuan klinis berupa
lesi kulit pruritik khas berupa papul serpiginosa berbentuk terowongan (burrow).
Pada pasien ini diberikan terapi Albendazol dosis tunggal 800mg selama 3 hari,
diberikan antiradang dexamethason dan antibiotic cephalosporin generasi ke ii
yaitu cefadroxil selama 3 hari. Kemudian karena tidak tersedianya ethyl chloride
sehingga lesi dikompres es dan dilakukan penusukkan secara superfisial sepanjang
lesi sebagai usaha untuk mengeluarkan larva. Pemeriksaan penunjang tes darah
tidak diperlukan untuk diagnosis dan tidak dianjurkan; belum ditemukan
pemeriksaan serologi dan metode kultur spesifik.7 Pemeriksaan tes darah dapat
mendeteksi eosinofilia.2,7,9 Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan
ditemukannya larva pada gambaran histopatologi biopsi kulit dari bagian tepi lesi
yang masih baru.11 Biopsi kulit untuk pemeriksaan histologi jarang diperlukan,
sebab lokasi larva biasanya berada jauh dari lesi yang terlihat.1,6
CLM merupakan dermatosis yang self-limited. Lesi biasanya menghilang
dalam 2-8 minggu, namun pernah dilaporkan lesi aktif bertahan hingga 2
tahun.2,6,7 Meskipun lesi CLM dapat menghilang tanpa pengobatan, terapi
antelmintik diperlukan untuk mengurangi gejala, risiko rekurensi, dan komplikasi
infeksi bakterial sekunder. Komplikasi lain, yaitu reaksi alergi lokal atau sistemik,
dilaporkan juga edema dan reaksi vesikobulosa yang ditemukan antara 6% - 9%
dari 67 pasien. 1,5,9
Terapi lini pertama adalah anti-helmintik ivermectin (150-200 µg/kg berat
badan) dosis tunggal atau albendazole (400-800 mg/hari) dosis tunggal per oral
selama tiga hari.2,6,7 Tingkat kesembuhan mencapai 100 persen. Pilihan lain yang
aman dan cukup efektif adalah tiabendazole topikal dan albendazole topikal
dioleskan dua kali sehari selama 10 hari. Namun, obat ini tidak tersedia di semua
negara.2,7
Albendazol antihelmintas bersepektrum luas yang mengganggu ambilan
glukosa dan agregasi mikrotubuli. Dewasa : 400 mg per oral, sekali sehari, selama
3 hari. Anak-anak <2tahun: 200 mg/hari selama 3 hari dan diulang 3 minggu
kemudian jika perlu >2 tahun: sama seperti dewasa Bila digunakan 1-3 hari,

7
albendazol hampir bebas efek samping. Bisa terjadi gejala ringan distres
epigastrium, diare, sakit kepala, nausea, pusing, lesu dan insomnia. Pada
pemakaian jangka panjang harus dicek darah dan fungsi hati. Tidak boleh
diberikan pada orang yang hipersensitif terhadap benzimidazol lainnya atau orang
dengan sirosis. Kemanan pada ibu hamil dan anak kurang dari 2 tahun masih
belum diketahui.12
Pemberian albendazol dosis tunggal 400 mg per oral (PO) memberikan
kesembuhan 46-100%. Pada pemberian ivermectin 12 mg dosis tunggal PO
diperoleh kesembuhan 81-100%.10 Pemberian albendazol 400-800 mg/hari PO
selama 3-5 hari merupakan terapi yang cukup efektif, dan pemberian ivermectin
200 µg/kg BB PO dosis tunggal selama 1-2 hr merupakan terapi pilihan.11 Caumes
dkk. menyimpulkan bahwa dosis oral tunggal 12mg dari ivermectin lebih efektif
daripada dosis oral tunggal dari 400mg albendazole untuk pengobatan CLM.13
Sebelum ketersediaan antihelminthics, cryotherapy dengan nitrogen cair
pada satu waktu digunakan untuk pengobatan CLM. Cara terapi dengan
cryotherapy/ freezing menggunakan nitrogen liquid dan ethyl chloride sudah tidak
dianjurkan. Cara tersebut dinilai tidak efektif dan sulit karena lokasi larva tidak
diketahui pasti, larva berada beberapa sentimeter di luar lesi yang terlihat. Juga,
telah ditunjukkan bahwa larva dapat bertahan hidup pada suhu serendah -21ºC
selama lebih dari 5 menit.13 Bila terlalu lama digunakan dapat merusak jaringan
sekitar dan membentuk bula yang dapat meninggalkan bekas luka sehingga
mengganggu secara kosmetik. Dengan demikian, cryotherapy tidak lagi secara
rutin direkomendasikan untuk pengobatan CLM kecuali untuk pasien yang
kontraindikasi antihelminthics oral (misalnya, pregnancy) atau tidak ditoleransi.
Pada kasus anak, penggunaan bedah beku bukan merupakan pilihan utama karena
tindakan tersebut merupakan tindakan yang cukup invasif dan cukup sulit untuk
pasien anak yang kurang kooperatif.3,7,9,10,13

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Baple K, Clayton J. Hookworm-related cutaneous larva migrans acquired in the


UK: Case report. BMJ Case Rep. 2015;2015. pii: bcr2015210165. doi:
10.1136/bcr2015-210165.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. Vol 2. New York:
McGraw-Hill; 2008. p.2023-4.
3. Aisah S. Creeping eruption. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku
ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
p.125-6.
4. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2005.
p.172-3
5. Supplee SJ, Gupta S, Alweis R. Creeping eruptions: Cutaneous larva migrans. J
Comm Hospital Intern Med Perspectives. 2013;3:21833
6. Padmavathy L, Rao LL. Cutaneous larva migrans: A case report. Indian J Med
Microbiol. 2015;23(2):135-6.
7. Hochedez P, Caumes E. Hookworm-related cutaneous larva migrans. J Travel
Med. 2007;14:326-33.
8. Jackson A, Heukelbach J, Calheiros CM, Soares VL, Harms G. A study in a
community in Brazil in which cutaneous larva migrans is endemic. Clin Infect
Dis. 2006;43:13-8.
9. Caumes E. Treatment of cutaneous larva migrans. Clin Infect Dis. 2000;30(5):
811-4.
10. Ibrahim NM, Teravaj P. Rash in a foreign worker. Malays Fam Physician.
2016;11(2&3):39-41.
11.Zalaudek I, Giacomel J, Cabo H, Di Stefani A, Ferrara G, Hofmann-Wellenhof
R, dkk. Entodermoscopy: A new tool for diagnosing skin infections and
infestations. Dermatology. 2008; 216: 14-23
12. Katzung, G Bertram. Farmakologi Dasar & Klinik; alih bahasa Aryandhito
Widhi Nugroho, Leo Rendhy, Linda Dwijayanthi. –-Ed.10—Jakarta: EGC,
2010
13. Leung1, Alexander K.C, Benjamin Barankin, Kam L.E. Hon. Cutaneous
Larva Migrans: Review Article. Canada: Bentham Science Publishers; 2017.
(PDF) Cutaneous Larva Migrans. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/312302631_Cutaneous_Larva_Migra
ns [accessed Dec 9 2018].

Anda mungkin juga menyukai