Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai sumber utama ajaran Islam, Al-Qur’an dan hadits memiliki
kedudukan sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Al-Qur’an dan Hadits
merupakan dua pedoman umat muslim yang saling berhubungan satu sama lain. Al-
Qur’an tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya Hadits sebagai penjelas Al-Qur’an
yang masih bersifat global. Al-Qur'an dan Hadits sebagai petunjuk bagi manusia
yang membawa berita gembira berupa pemecahan masalah yang dihadapi manusia
untuk masa lalu, keadaan saat ini maupun keadaan pada masa yang akan datang,
juga sangat erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan
oleh umat manusia. Sehingga Al-Qur'an dan Hadits sering disebut sebagai sumber
segala ilmu pengetahuan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu kimia mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Peran ilmu kimia sangatlah luas dalam kehidupan
manusia. Pengembangan material untuk bangunan, pengelolaan sumber daya alam,
penanggulangan limbah, bahkan dalam bidang kesehatan. Ilmu kimia tentu saja
akan sangat erat kaitannya dengan bidang kesehatan. Pemahaman mengenai reaksi-
reaksi kimia adalah hal yang wajib diketahui oleh para tenaga medis dan kesehatan.
Tak hanya itu, penyelesaian masalah-masalah kesehatan memerlukan analisis
reaksi kimia dan pembuatan obat-obatan kimia membutuhkan kemampuan sintesis
senyawa aktif dalam obat tersebut.
Penggabungan ilmu kimia dengan ilmu kesehatan disebut dengan ilmu
kimia farmasi, dimana pada umumnya mempelajari bahan obat-obatan baik yang
berasal dari alam maupun sintetik. Ilmu kimia farmasi dalam bidang kedokteran
berguna untuk membantu penyembuhan pasien yang mengidap penyakit, cara
interaksi obat terhadap penyakit yang menggunakan obat-obatan yang dibuat
berdasarkan riset terhadap proses dan reaksi kimia bahan yang berkhasiat.
Penyakit yang seringkali dialami oleh sebagian besar makhluk hidup
khususnya hewan dan manusia adalah penyakit infeksi yang desebabkan oleh
empat kelompok besar hama penyakit yaitu bakteri, jamur, virus dan parasit.

1
Penyakit infeksi bakteri menempati urutan teratas penyebab penyakit dan kematian.
Menurut Nasronudin (2007) bahwa untuk mengatasi infeksi karena bakteri,
antibiotik mempunyai peranan penting, antibiotik diharapkan mampu
mengeliminasi bakteri penyebab infeksi. Antibiotik merupakan obat yang paling
banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Senyawa kimia khas
yang dihasilkan akan mampu mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan
bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan.
Dewasa ini penggunaan bahan alam untuk pengobatan lebih ditekankan, hal
ini dikarenakan sedikit bahkan hampir tidak ada efek negatif yang ditimbulkan dari
penggunaan obat yang bersumber dari bahan alam. Kemampuan bahan-bahan alami
untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang dapat memberikan efek
farmakologis menjadikan bahan alami tersebut sering digunakan sebagai salah satu
sumber alternatif untuk menyembuhkan penyakit tertentu (Stachowicz, 2001).
Metabolit sekunder dari berbagai invertebrata laut dapat dimanfaatkan
dalam kehidupan manusia sebagai bahan obat-obatan. Banyak organisme laut yang
telah terbukti mengandung senyawa bioaktif yang berkasiat sebagai antibakterial,
antivirus, maupun antikanker (Barnes, 1991). Polychaeta merupakan hewan
invertebrata yang termasuk anggota filum Annelida. Masyarakat di Indonesia
mengenal polychaeta dengan nama cacing laut, karena habitatnya sebagian besar di
laut. Cacing laut yang hidup di daerah bentos menghasilkan senyawa bromopenol,
bromopyrol dan bromobenzyl alkohol (Woodin et al., 1987, Woodin, 1991). Lebih
jauh dari penelitian Lovell et al. (1999) menunjukan bahwa senyawa bromophenol
mempunyai sifat antimikroba dalam hal ini bromophenol mampu menghambat
respirasi mikroba termasuk bakteri penyebab penyakit.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis berusaha untuk mengekplorasi
beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, yang berhubungan
dengan tema antibakteri. Setidaknya ada sejumlah alasan dalam penulisan tema ini,
Pertama: sudah saatnya bagi umat Islam untuk kembali kapada ajaran Al-Qur’an
dan sunnah, karena telah terbukti kelemahan dan keterbelakangan umat Islam
selama ini akibat meninggalkan ajaran-ajarannya. Kedua: ingin menunjukkan
bahwa Islam telah memiliki konsep yang mampu menjelaskan problematika

2
penyakit sekaligus memberikan solusi alternatifnya, yang semua itu bisa kita kaji
dari ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah pada latar belakang tersebut, maka dapat
dirumuskan masalah secara spesifik sebagai berikut: Bagaimana melakukan
eksplorasi ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW terkait
dengan tema antibakteri?

C. Tujuan
Untuk melakukan eksplorasi ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi
saw terkait dengan tema antibakteri. Dengan ditulisnya makalah ini, penulis
berharap dapat membantu memberikan pengetahuan mengenai Integrasi Al-Qur’an
dan Hadits dengan Sains sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
a) Penulis dapat mengetahui dan menambah wawasan tentang Integrasi Al-
Qur’an dan Hadits dengan Sains.
b) Penulis dapat mengetahui beberapa peranan dari ilmu kimia dan hubungan
ilmu kimia itu dengan ilmu lainnya, khususnya dengan ilmu agama yang
berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.

2. Manfaat Bagi Pembaca


a) Pembaca akan terbuka hati nuraninya mendalami ilmu kimia dan ilmu
agama yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits.
b) Pembaca akan termotivasi untuk melakukan upaya dalam mencegah atau
menyembuhkan penyakit terutama yang disebabkan oleh bakteri.

E. Metode Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis dengan menggunakan berbagai
metode. Metode-metode yang dipakai dalam penyusunan makalah ini adalah

3
dengan cara membaca berbagai macam sumber referensi buku yang terkait dengan
Integrasi Al-Qur’an dan Hadits dengan Sains. Diharapkan metode ini dapat
menghasilkan makalah yang bermanfaat dan memudahkan pembaca dalam
memahami isi makalah ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Bakteri
Mikroorganisme merupakan penyebab berbagai macam penyakit yang telah
melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007).
Mikroorganisme berkembang biak dalam tubuh manusia sehingga menyebabkan
penyakit (Achmadi, 2006). Berdasarkan ukuran dan sifatnya, mikroorganisme
dikategorikan ke dalam empat kelompok yakni virus, bakteri, jamur dan parasit
(Achmadi, 2006). Bakteri yang berkembang dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan beberapa infeksi. Infeksi ini harus segera diatasi agar tidak
berkembang menjadi penyakit yang lebih serius, salah satunya yaitu dengan
memberikan suatu zat antibiotik untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang merugikan (patogen) dalam tubuh manusia. Adapun pembuktian adanya
bakteri dalam Al-Qur’an telah Allah sampaikan dalam surah Qs An-Nahl ayat
8 yang artinya :

َ ‫َو ْٱل َخ ْي َل َو ْٱل ِبغَا َل َو ْٱل َح ِم‬


َ‫ير ِلت َ ْر َكبُوهَا َو ِزينَةً ۚ َو َي ْخلُ ُق َما ََل تَ ْعلَ ُمون‬
Artinya: “Dan Allah menciptakan apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. An-
Nahl: 8).

Muhammad Qurash Shihab menafsirkan dalam tafsir Al-Misbah bahwa dia


telah menciptakan kuda, baghal (peranakan kuda dan keledai) dan keledai untuk
menjadi kendaraan kalian dan hiasan yang menyenangkan hati kalian.
Allah akan menciptakan sarana transportasi yang tidak kalian ketahui dari segala
apa yang ditundukkan Allah untuk manusia jika kalian mau berpikir dan
mengerahkan segala potensi yang ada.
Berdasarkan surah tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT telah
menciptakan keberadaan bentuk-bentuk kehidupan yang manusia sebelumnya tidak
mengetahui. Manusia masih mengungkap ayat Al-Qur’an tentang keberadaan
adanya kehidupan itu, baru kemudian setelah alat mikroskop ditemukan, manusia
mulai dapat melihat dengan mata penglihatannya tentang makhluk hidup yang
terkecil. Hal tersebut membuktikan bahwa sebelum adanya penemuan terkait

5
bakteri, Al-Qur’an lebih dahulu menyebutkan di dalam ayat-ayatnya. Lalu Firman
Allah SWT menyampaikan kembali dalam firmannya, sebagai berikut:

۟ ُ‫ضةً َف َما فَ ْوقَ َها ۚ فَأ َ َّما ٱلَّذِينَ َءا َمن‬


‫وا‬ َ ‫ب َمث َ ًًل َّما َبعُو‬ َ ‫ٱَّلل ََل يَ ْستَ ْح ِىۦٓ أَن َيض ِْر‬ َ َّ ‫ِإ َّن‬
َّ ‫وا فَ َيقُولُونَ َما َذآ أ َ َرا َد‬
ۘ ‫ٱَّللُ ِب َٰ َه َذا َمث َ ًًل‬ ۟ ‫فَ َي ْعلَ ُمونَ أَنَّهُ ْٱل َح ُّق ِمن َّر ِب ِه ْم ۖ َوأ َ َّما ٱلَّذِينَ َكفَ ُر‬
َ‫ُض ُّل بِ ِهۦٓ إِ ََّل ْٱل َٰفَ ِسقِين‬
ِ ‫يرا ۚ َو َما ي‬ ً ِ‫يرا َويَ ْهدِى ِب ِهۦ َكث‬ ً ‫ُض ُّل بِ ِهۦ َك ِث‬ ِ ‫ي‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa


nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka
mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka. Dan adapun
mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk
perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah,
dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan
tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Baqarah
: 26).

Berdasarkan tafsir Al-Muyassar bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala tidak


malu dari kebenaran dengan menyebutkan sesuatu baik sedikit maupun banyak,
meskipun hanya menyebutkan perumpamaan dengan sesuatu yang sangat kecil,
seperti seekor nyamuk atau lalat dan binatang serupa lainnya. Yang Allah jadikan
perumpamaan akan lemahnya semua yang disembah selain Allah. Adapun orang-
orang Mukmin mereka mengetahui hikmah Allah dalam membuat perumpamaan
dengan sesuatu yang kecil maupun besar dari makhluk-Nya, sedangkan orang-
orang kafir mereka mencemooh sembari berkata: “apa maksud Allah membuat
perumpamaan dengan serangga-serangga yang hina ini?”. Maka Allah menjawab
pengingkaran mereka, bahwa tujuannya adalah untuk menguji dan membedakan
mana orang mukmin dan mana orang kafir, karena itu Allah memalingkan dengan
perumpamaan tersebut banyak manusia dari kebenaran lantaran penghinaan mereka
terhadap bentuk perumpamaan itu dan sebaliknya Allah memberikan Taufik bagi
orang selain mereka untuk mendapatkan tambahan keimanan dan hidayah. Dan
Allah tidak menzalimi siapapun, karena Dia tidaklah memalingkan dari kebenaran
kecuali orang-orang yang sudah keluar dari ketaatan kepada-Nya.

6
Lafadz famaa fauqohaa (“atau yang lebih rendah dari itu”) pada ayat diatas
maksudnya yaitu sesuatu yang lebih rendah dari nyamuk dalam hal makna dan fisik
mengingat nyamuk adalah makhluk kecil yang tidak berarti. Adapun ukuran hewan
yang lebih kecil dibanding nyamuk antara lain yaitu bakteri. Bakteri adalah
organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan
berukuran renik (mikroskopis). Bakteri merupakan organisme yang paling banyak
jumlahnya dan lebih tersebar luas dibandingkan mahluk hidup yang lain. Bakteri
memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-
tempat yang ekstrim. Terdapat bakteri yang menguntungkan dan ada pula yang
merugikan (Warsito, 1995).

Ibnu Katsir menasirkan bahwa kata (yang lebih rendah dari itu),
menunjukkan bahwa Allah SWT kuasa untuk menciptakan apa saja, yaitu
penciptaan apapun dengan obyek apa saja, baik yang besar maupun yang lebih
kecil. Allah SWT tidak pernah menganggap remeh sesuatu pun yang Dia ciptakan
meskipun hal itu kecil. Orang-orang yang beriman meyakini bahwa dalam
perumpamaan penciptaan yang dilakukan oleh Allah SWT memiliki manfaat bagi
kehidupan manusia (Al-Mubarok, 2006). Sebagaimana Allah SWT menciptakan
bakteri meskipun memiliki ukuran yang sangat kecil tetapi keberadaannya memiliki
manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.

B. Tinjauan Cacing Laut


Cacing laut (Lysidice oele) adalah salah satu biota khas perairan Maluku.
Habitat hidup cacing ini adalah pada daerah terumbu karang dan banyak ditemukan
di beberapa daerah antara lain pulau Ambon, Seram, Saparua, Banda dan kepulauan
Kei. Proses reproduksi biasanya berlangsung pada bulan Maret atau April pada saat
air pasang tertinggi, pemunculannya setahun sekali, di musim tertentu, wilayah
tersebut menjadi zona perkawinan bagi jutaan cacing laor (Swartana, 1983). Cacing
laut mengandung banyak protein, kaya akan asam amino esensial, asam lemak tidak
jenuh dan berbagai mineral dengan nilai biologis yang tinggi. Cacing laut yang
dikonsumsi masyarakat Maluku berpotensi mengandung nutrisi yang baik bagi
kesehatan manusia. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah:168 Allah berfirman:

َ َٰ ‫ش ْي‬
‫ط ِن ۚ إِنَّهُۥ لَ ُك ْم‬ َّ ‫ت ٱل‬ ُ ‫وا ُخ‬
ِ ‫ط َٰ َو‬ َ ‫ض َح َٰلَ ًًل‬
۟ ُ‫ط ِيبًا َو ََل تَتَّبِع‬ ِ ‫وا ِم َّما فِى ْٱْل َ ْر‬ ُ َّ‫َٰ ٓيَأَيُّ َها ٱلن‬
۟ ُ‫اس ُكل‬
‫عد ٌُّو ُّم ِبين‬
َ
7
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-
Baqarah: 168).

Berdasarkan tafsir Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah


bahwa wahai manusia, makanlah apa yang Kami ciptakan di bumi dari segala yang
halal yang tidak Kami haramkan dan yang baik-baik yang disukai manusia.
Janganlah mengikuti jejak langkah setan yang merayu kalian agar memakan yang
haram atau menghalalkan yang haram. Kalian sesungguhnya telah mengetahui
permusuhan dan kejahatan-kejahatan setan. Lalu Firman Allah SWT
menyampaikan kembali dalam firmannya, sebagai berikut:

‫ص ْي ُد ْٱل َب ِر َما د ُْمت ُ ْم‬


َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫َّار ِة ۖ َو ُح ِر َم‬
َ ‫سي‬ َّ ‫ط َعا ُمهُۥ َم َٰت َعًا لَّ ُك ْم َو ِلل‬ َ ‫أ ُ ِح َّل لَ ُك ْم‬
َ ‫ص ْي ُد ْٱل َب ْح ِر َو‬

ٓ ‫ٱَّلل ٱلَّذ‬
َ‫ِى ِإ َل ْي ِه ت ُ ْحش َُرون‬ َ َّ ‫وا‬ ۟ ُ‫ُح ُر ًما ۗ َوٱتَّق‬
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut.” (QS. Al-Maidah: 96).

Berdasarkan tafsir Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah


bahwanya Allah menghalalkan kalian berburu dan memakan binatang laut.
Orang-orang yang menetap (tidak berada dalam perjalanan) dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan, keduanya juga dibolehkan memanfaatkannya. Kalian
diharamkan menangkap binatang buruan darat yang liar, yang biasa terlatih di
dalam rumah, selama kalian menunaikan ibadah haji dan umrah di tanah suci.
Hadirkanlah Allah dalam diri kalian setiap saat dan takutlah hukuman-Nya.
Janganlah kalian melanggar perintah-perintah-Nya. Sesungguhnya kepada-Nyalah
kalian kembali pada hari kiamat dan Dia akan membalas perbuatan kalian.
Dari pengalaman empiris maupun dari hasil penelitian, diketahui bahwa
cacing laut bermanfaat untuk penyembuhan penyakit tifus, penyumbatan pembuluh
darah, dan lain-lain. Walau demikian besar manfaat cacing, Dari ayat-ayat di atas
jelaslah bahwa manusia diharuskan memakan makanan yang halal lagi baik.

8
Seorang mukmin (orang yang beriman) sudah semestinya memakan dan meminum
atas sesuatu yang sudah mendapat label Halal oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun,
tidak hanya cukup makan dan minum apa-apa yang dihalalkan oleh Syari’at saja
melainkan makanan dan minuman itu hendaknya juga Tayyibah (Baik). Maka,
makanan dan minuman yang halal dan tayib itulah barang konsumsinya orang-
orang beriman. Sedangkan sebagian besar orang menganggap cacing adalah hewan
yang menjijikkan. Walaupun demikian dilihat dari manfaatnya yang sangat besar
sekali dibidang kimia dan kesehatan. Pemanfaatan senyawa yang terkandung di
dalam cacing laut digunakan sebagai obat dari penyakit berbahaya dan sering
dialami oleh manusia dan hewan, diantaranya adalah tifus dan diare. Selain itu,
sebagai seorang muslim tentunya segala tindakan harus didasarkan kepada tuntunan
Al-Qur’an dan Hadits agar masuk kedalam golongan orang-orang beriman dan
bertakwa.
Manfaat cacing laut sangat besar sekali, disamping memiliki metabolit
primer (protein, lemak, dll) yang tinggi juga dapat menghasilkan senyawa metabolit
sekunder. Senyawa ini biasanya dihasilkan ketika hewan dan tumbuhan berada
dalam keadaan berbahaya dan terancam oleh organisme lain sebagai pelindung diri.
Oleh karena itulah beberapa penelitian menjadikan senyawa metabolit sekunder
sebagai senyawa antimikroba. Senyawa yang dihasilkan oleh cacing laor secara
umum adalah bromopenol yang dimanfaatkan sebagai antibakteri baik sebagai
penghambat pertumbuhan maupun sebagai pembunuh dari bakteri patogen yang
berbahaya.

C. Tinjauan Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat menganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara menganggu metabolisme mikroba yang merugikan.
Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan menginfeksi dan
menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan. Antibakteri termasuk kedalam
antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Hamdani,
2013). Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu
suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik,

9
bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988). Antibiotik adalah
senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau dihasilkan secara sintetik
yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain
(Agus, 1994). Antibiotik merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi, misalnya radang paru-paru, typus, luka-
luka berat dan sebagainya (Widjajanti, 1999).
Dalam perkembangan sains, baik dalam bentuk teori maupun penelitian
laboratorium, memberi kejelasan bahwa pada sayap lalat terdapat toksin atau
kemudian dikenal dengan antibakteri tersebut dapat diperoleh ketika lalat tersebut
dibenamkan secara keseluruhan ke dalam minuman. Disinilah oleh Nabi dikatakan
sebagai sayap lainnya terdapat obat. Adapun Haditsnya sebagai berikut:

‫ فَإ ِ َّن فِى إِحْ َدى َجنَا َح ْي ِه َدا ًء َواْل ُ ْخ َرى‬، ُ‫ ث ُ َّم ِليَ ْن ِز ْعه‬، ُ‫ب أ َ َح ِد ُك ْم فَ ْليَ ْغ ِم ْسه‬ ُ َ‫إِ َذا َوقَ َع الذُّب‬
ِ ‫اب فِى ش ََرا‬
‫ِش َفا ًء‬
Artinya: "Apabila seekor lalat masuk ke dalam minuman salah seorang
kalian, maka celupkanlah ia, kemudian angkat dan buanglah lalatnya sebab pada
salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya ada obatnya.” (HR.
Bukhari, Ibn Majah, dan Ahmad).

Diantara mu'jizat kenabian Rasulullah dari aspek kedokteran yang harus


ditulis dengan tinta emas oleh sejarah kedokteran adalah alat pembuat sakit dan alat
pembuat obat pada kedua sayap lalat yang sudah beliau ungkapkan 14 abad sebelum
dunia kedokteran berbicara. Penyebutan lalat pada Hadits tersebut adalah bahwa air
tetap suci dan bersih jika dihinggapi lalat yang membawa bakteri penyebab sakit,
kemudian kita celupkan lalat tersebut agar sayap pembawa obat (penawarnya) pun
tercelup ke air. Percobaan ilmiah kontemporer pun sudah dilakukan untuk
mengungkapkan rahasia di balik Hadits ini. Bahwasannya ada kekhususan pada
salah salah satu sayapnya yang sekaligus menjadi penawar atau obat terhadap
bakteri yang berada pada sayap lainnya.
Lalat sering sekali dijumpai di tempat-tempat kotor dan bau, selain itu
banyak juga terdapat di tempat yang ada makanan, karena makanan atau minuman
dapat mengundang penciuman lalat. Ketika lalat hinggap pada sampah dan kotoran

10
yang mengandung milyaran bakteri dan antibakteri, virus dan antivirus serta kuman
yang lengkap dengan penangkalnya, Allah memberikan kemampuan kepada hewan
kecil itu untuk membawa kuman pada salah satu sayapnya dan membawa obat pada
sayap yang lain (Yanuardi, 2014) Jika tidak, niscaya semua spesies lalat akan
musnah di muka bumi ini akibat serangan bakteri dan mikroba pada sampah.
Seandainya lalat tidak memiliki kemampuan itu, niscaya saat ini tidak akan ada
ribuan jenis lalat. Keberhasilan lalat untuk mempertahankan spesiesnya yang begitu
banyak menjadi bukti yang sangat kuat bahwa selain membawa penyakit, ia juga
membawa penawarnya (Raghib Al-Najjar, 2010)
Ditinjau dari sisi ilmu kedokteran, dapat dikemukakan bahwa memang
benar, lalat membawa bakteri yang menyebabkan wabah penyakit pada setiap kali
ia hinggap di makanan dan di minuman, bahkan Hadis ini secara jelas
mengungkapkan ini. Lalat memiliki antidote (daya tahan tubuh yang menghasilkan
semacam toksin yang bertindak sebagai penawar) yang mampu memproteksi
dirinya dari bahaya bakteri tersebut. Toksin yang berfungsi sebagai penawar bakteri
tersebut dapat diperoleh dengan cara membenamkan secara total ke dalam
minuman. Bakteri yang ditimbulkan oleh lalat akan menghasilkan banyak banteri,
tetapi pada saat yang sama, toksin yang terdapat pada lalat juga membunuh bakteri-
bakteri yang dibawanya. Hal inilah yang disebut oleh Nabi Muhammad dalam
ungkapan wa la-ukhra syifa (sayap yang lain adalah obat) (Nizar, 2008)
Sebagaimana Allah menjelaskan dalam Al-Qur’anul Karim, bahwasanya Allah
menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.

َ‫ش ْىءٍ َخلَ ْقنَا زَ ْو َجي ِْن َل َعلَّ ُك ْم ت َ َذ َّك ُرون‬


َ ‫َو ِمن ُك ِل‬
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz-Adzariyaat: 49).

Menurut Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi


dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa “Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-
pasangan.” Artinya Semua makhluk itu berpasang-pasangan, bumi dan langit,
malam dan siang hari, matahari dan rembulan, daratan dan lautan, terang dan gelap,
iman dan kafir, mati dan hidup, celaka dan bahagia, serta surga dan neraka, hingga

11
semua makhluk hidup dan tetumbuhan pun demikian pula. Kemudian dilanjutkan
“Supaya kamu mengingat” artinya yakni agar kamu mengetahui dengan yakin
bahwa Tuhan Yang Menciptakan semuanya itu adalah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
Hal ini sesuai dengan sabda Rosulullah SAW. Hal ini sebagaimana yang beliau
berkata:

‫َما أ َ ْنزَ َل هللاُ َدا ًء إِ ََّل أ َ ْنزَ َل لَه ُ ِشفَا ًء‬


Artinya: “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga
menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

Pada ayat di atas, Allah SWT menerangkan bahwa Ia menciptakan segala


macam kejadian dalam bentuk yang berlainan dan dengan sifat yang bertentangan.
Yaitu setiap sesuatu merupakan lawan atau pasangan bagi yang lain. Dijadikan-Nya
kebahagiaan dan kesengsaraan, petunjuk dan kesesatan, malam dan siang, langit
dan bumi, hitam dan putih, lautan dan daratan, gelap dan terang, hidup dan mati,
surga dan neraka, dan sebagainya. Semuanya itu dimaksudkan agar manusia ingat
dan sadar serta mengambil pelajaran dari semuanya itu, sehingga mengetahui
bahwa Allah SWT-lah Tuhan yang Maha Esa yang berhak disembah dan tak ada
sekutu bagi-nya.
Penjelasan dalam Hadits-hadits ini mencakup semua penyakit hati, juga
penyakit jiwa dan penyakit anggota badan. Sebagaimana juga mencakup
pengobatan atau penyembuhannya. Bahkan dalam Hadits yang lainnya Nabi
Muhammad SAW menyebutkan bahwa kejahilan adalah penyakit dan beliau
menjadikan penyembuhnya adalah bertanya kepada orang yang berilmu. Ayat
diatas dapat pula dimaknai bahwa jika Allah menurunkan penyakit pada diri
manusia, Dia turunkan pula obatnya, dan manusia disarankan untuk berikhtiar
menemukannya. Rasulullah SAW. memerintahkan berobat bagi siapapun yang
sakit. Sebagaimana sabda beliau SAW. “Berobatlah, karena tiada suatu penyakit
yang diturunkan Allah kecuali diturunkan pula penangkalnya, selain dari satu
penyakit, yaitu ketuaan” (H.R Abu Daud dan At-Tirmidzi dari sahabat Nabi
Usamah bin Syuraik) (Shihab, 1996).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sungguh Al-Qur’an dan Hadits telah menjadi pelajaran yang perlu kita
jadikan petunjuk untuk mencari ilmu Allah yang sangat luas dan tak terbatas.
Al-Qur’an dan Hadits dalam fungsinya sebagai sumber referensi sains memang
tidak perlu diragukan. Di dalamnya terdapat banyak makna tersirat dan tersurat
mengenai alam ini yang membuat ilmuwan tergelitik untuk mengkajinya.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah banyak dilakukan menunjukkan bahwa
cacing laut mengandung banyak senyawa kimia yang bermanfaat bagi manusia dan
hewan. Senyawa yang dihasilkan oleh cacing laut berupa bromopenol terbukti
memiliki kemampuan sebagai antibakteri penyebab penyakit berbahaya pada
manusia dan hewan. Beberapa hasil penelitian tersebut membuktikan kebenaran Al-
Qur’an dan Hadits Rasulullah tentang adanya hikmah dibalik setiap penciptaan-
Nya. Kebaran yang hakiki ini hanya akan diketahui oleh orang-orang yang
berkeinginan untuk mendalami dan mengkaji segala sesuatu dengan sunguh-
sungguh dengan memperhatikan ayat-ayat Allah, mereka adalah orang-orang yang
disebut sebagai Ulul Albab. Mereka adalah orang-orang beriman dan berakal,
dimana ketika ia memperhatikan sesuatu, ia selalu memperoleh manfaat dan
faedahnya.

B. Saran
Demikian sedikit bahasan tentang Integrasi Al-Qur’an dan Hadits dengan
Sains “Antibakteri” ini. Terbatasnya referensi tentang bahasan ini membuat
penulisan makalah ini sangat tidak sempurna. Oleh karena kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini sangat kami nantikan. Trimakasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2006. Imunisasi: Mengapa Perlu?. Jakarta: PT. Kompas
Media Nusantara.

Agus, Azwar. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi. Palembang: Universitas


Sriwijaya.

Al-mubarok, S. 2006. Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid I. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
Penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari.

Barnes. 1991. Invertebrate Zoology. Sanders College. Publishing, Orlando, Florida.


893p.

Lovell, H.R., Steward C.C., and Phillips T. 1999. Activity of Marine Sediment
Bacterial Communities Exposed to 4-Bromophenol, a Polychaete Secondary
Metabolite. Journal Department of Biological Sciences and Belle W. Baruch
Institute of Marine Science and Coastal Research, University of South
Carolina, Columbia. South Carolina 29208, USA. Vol. 179: 241-246.

Pelczar, Michael J dan Chan, E. C. S. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid I.


Jakarta: UI Press.

Nasronudin. 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan. Sosial.
Surabaya: Airlangga University Press.

Nizar Ali. 2008. Hadis Versus Sains: Memahami hadis-hadis Musykil, h. 32-33.
Yogyakarta: Teras.

Raghib Al-Najjar,Zaghlul. 2010. Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi. Jakarta:
Zaman.

Shihab, Muhammad Quraish. 1999. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan


Keserasian alQur'an. Jakarta: Lentera Hati.

Stachowicz JJ. 2001. Chemical ecology of mobile benthic invertebrates: predator


and prey, allies and competitor. Dalam Marine Chemical Ecology James B,
Mc Clintock Mc, Baker BJ (Eds). CRC Press USA: 157-194.

Swartana A. 1983. Cacing Yang Enak Dimakan. Lonawarta LIPI. Lembaga


Oceanografi Nasional. Stasiun Peneliti Laut–Ambon. No.2.

14
Warsito, Hermawan. 1992. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : Gramedia
Utama.
Widjajanti, V. Nuraini. 1999. Obat – Obatan. Yogyakarta: Kanisius.

Woodin, S.A., Walla M.D and Lincoln D.E. 1987. Occurrence of brominated
compounds m soft-bottom benthic organisms. Journal Exp Mar Biol Ecol.
107:209-217.

Yanuardi Syukur. 2014. Ternyata Sayap Lalat Mengandung Obat, h. 172. Jakarta
Timur: Pustaka Makmur.

15

Anda mungkin juga menyukai