Anda di halaman 1dari 19

PENDAPATAN

Definisi Pendapatan

FASB mendefiniskan pendapatan dan untung sebagai berikut (SFAC No. 6):

revenues are inflows or other enhancements of assets of an entity or settlements of it's liabilities (or
combination of both) from delivering or producing goods, rendering services, or other activities that
constitute the entity's ongoing major or central operation (prg 78)

”Pendapatan adalah arus masuk atau perangkat tambahan aset lain dari suatu entitas atau penyelesaian
kewajiban itu (atau kombinasi keduanya) dari pengiriman atau produksi barang, jasa render, atau
kegiatan lainnya yang merupakan yang sedang berlangsung entitas besar atau pusat operasi(prg 78)”

Paton dan Littleton (1970) mengkarakteristikan pendapatan :

Revenue is the product of the enterprise, measured by the amount of new assets received from
customers;... Stated in terms of assets the revenue of the enterprise is represented, finally, by the flow of
funds from the customers or patrons in exchange for the product of the bussines, either commodities or
services (hlmn 47 -47)

”Pendapatan adalah produk dari perusahaan, diukur dengan jumlah aset baru yang diterima dari
pelanggan; ... Dinyatakan dalam hal aset pendapatan dari perusahaan diwakili, akhirnya, oleh aliran
dana dari pelanggan atau pelanggan dalam pertukaran untuk produk bisnis, baik komoditas atau jasa
(hlmn 47-47)”

Dari beberapa definisi di atas, dapat didaftar karakteristik – karakteristik yang membentuk pengertian
pendapatan dan untung. Yang membentuk pengertian pendapatan adalah :

1. Aliran masuk atau kenaikan aset

2. Kegiatan yang merepresentasi operasi utama atau sentral yang menerus

3. Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewjibn

4. Suatu entitas

5. Produk perusahaan

1
6. Pertukaran produk

7. Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk

8. Mengakibatkan kenaikan ekuitas

Karekteristik 3-8 sebenarnya merupakan penjabaran atau konsekuensi dari ketiga karakteristik
sebelumnya, Karakteristik 1-2 merupakan karakteristik utama sedangkan lainnya merupakan
karakteristik konsekuensi, pendukung atau penjelas.

Kenaikan Aset

Untuk dapat mengatakan bahwa pendapatan ada atau timbul, harus terjadi transaksi atau kejadian yang
menaikkan aset atau menimbulkan aliran masuk aset. Tidak ada batasan bahwa aset harus berupa kas
atau alat likuid yang lain.Akan tetapi tidak semua kenaikan aset dapat menimbulkan pendapatan.

Paton dan litleton menyebutkan bahwa aset dapat bertambah karena berbagai transaksi, kejadian, atau
keadaan sebagai berikut :

(a) Transaksi pendanaan yang berasal dari kreditor dan investor

(b) Laba yang berasal dari kegiatan investasi (penjualan aset tetap, surat berharga, segmen bisnis,
dan anak perusahaan)

(c) Hadiah, donasi, atau temuan

(d) Revaluasi aset yang telah ada

(e) Penyediaan dan / atau penyerahan produk (barang dan jasa)

FSAB mengisyaratkan jumlah kotor dengan menyatakan bahwa pendapatan adalah jumlah rupiah yang
datang dari penyerahan produk atau pelaksanaan jasa (from delivering goods atau rendering services).

Operasi Utama Berlanjut

Pengertian operasi utama dalamm hal ini lebih dikaitkan dengan tujuan utama perusahaan yaitu
menghasilkan produk / jasa untuk mendatangkan laba (profit-directed activities) dan bukan untuk
membatasi jenis produk utama dan produk samping. Pengertian operasi utama menunjuk kegiatan
sebagaimana pengertian dalam klasifikasi kegiatan yang membentuk statement aliran kas yaitu, operasi

2
(operating), investasi (investing), dan pendanaan (financing).

Operasi dan Nonoperasi

Produk yang dihasilkan secara tidak rutin atau insidental sering dianggap sebagai pos pendapatan
“nonoperasi” dan dipisahkan penyajiannya.Paton dan Littleon (1970) berpendapat bahwa pemisahan
laba atau rugi sebagai pos operasi dan nonoperasi hanya dapat dibenarkan kalau laba dan rugi tersebut
benar-benar luar biasa dan berkaitan dengan tujuan perusahaan utama hanya secara sangat kebetulan
saja.

Untuk kepentingan manajerial, pemisahaan kegiatan menjadi operasi dan non-operasi dapat saja
dilakukan.Akan tetapi, untuk tujuan eksternal, kedua kegiatan tersebut harus tetap dipandang sebagai
kegiatan operasi.

Penurunan Kewajiban

Pendapatan tidak hanya didefinisi dari sudut kenaikan aset tetapi juga dari penurunan atau pelunasan
kewajiban.

Pengiriman barang atau pelaksanaan jasa akan mengurangi kewajiban yang menimbulkan
pendapatan.Kejadian (event) pengiriman barang mengubah kewajiban menjadi pendapatan.

Suatu Entitas

Telah disebutkan, dengan konsep kesatuan usaha, ekuitas secara konseptual adalah utang perusahaan
kepada pemilik. Oleh karena itu, naiknya asset karena pendapatan akan mengakibatkan naiknya
ekuitas. Ekuitas naik karena pendapatan. Jadi, naiknya ekuitas merupakan konsekuensi, bukan sumber
pendapatan sehingga pendapatan tidak dapat didefinisikan sebagai kenaikan ekuitas.

Produksi Perusahaan

Definisi Netral terhadap konsep aliran adalah definisi oleh Paton dan Littleton menyatakan bahwa
pendapatan adalah produk perusahaan.

1. Pendapatan Didefinisi sebagai fisis bukan moneter

2. Definisi yang netral terhadap saat pengakuan

3
3. Aliran aset dari pelanggan berfungsi hanya sebagai pengukur tetapi bukan pendapatan itu
sendiri

4. Produk fisis yang yang dihasilkan oleh kegiatan usaha itulah yang merupakan pendapatan.

FASB menyebutkan, untuk disebut pendapatan kenaikan aset harus berasal dari penyerahan barang atau
pelaksanaan jasa. Rincian lebih lanjut yang dibuat Kam (1990) mengenai kedua aliran (fisis dan
moneter) :

Aliran Fisis berupa :

1.Kejadian memproduksi dan menjual produk (output).

2.Objek, yaitu produk fisis itu sendiri

Aliran Moneter berupa :

1.Kejadian Menaiknya nilai aset perusahaan karena pruduksi atau penjualan produk ke
konsumer.

2.Objek, yaitu jumlah rupiah (kos atau nilai) aset atau produk yang dihasilkan atau dijual.

Dalam Mendefinisi Pendapatan FASB dan APB lebih menekankan butir (3) tanpa mengabaikan butir
(1), Paton dan Littleton lebih menekankan pada butir (1) tanpa mengabaikan butir (3) karena mereka
berpendapat bahwa proses pembentukan pendapatan (earning process) lebih penting daripada peristiwa
penjualan untuk memaknai pengertian pendapatan.

Pertukaran (Exchange)

Paton dan Littleton memasukan kata pertukaran (exchange) dalam definisinya karena pendapatan
akhirnya harus dinyatakan dalam satuan moneter untuk dicatat dalam sistem pembukuan.

Berbagai Bentuk dan Nama

Pendapatan adalah konsep bersifat generik dan mencakupi semua pos dengan berbagai bentuk dan
nama apapun.Pendapatan untuk perusahaan perdagangan, misalnya, disebut dengan penjualan. Untuk
perusahaan jasa, pendapatan dapat diberi pewatas untuk menunjukan kegiatan atau jenis jasa yang
diberikan (pendapatan sewa, pendapatan jasa angkutan, pendapatan bunga).

4
Untung

Seperti pendapatan, kata – kata kunci yang melekat pada pengertian untung adalah :

1. Kenaikan ekuitas (aset bersih)

2. Transaksi periferal atau insidental

3. Selain yang berupa pendapatan atau investasi oleh pemilik

FSAB merinci lebih lanjut transaksi, kejadian, atau keadaan yang menimbulkan untung menjadi empat
sumber atau karakteristik yaitu (SFAC No. 6, prg. 85) :

a. Periferal dan insidental

Penjualan investasi dalam surat berharga, penjualan aset tetap, pelunasan utang obligasi
sebelum jatuh tempo.

b. Transfer nontimbal – balik (nonreciprocal transfers) dengan pihak lain:

Hadiah dan donasi (bagi organisasi nonprofit) dan penerimaan ganti rugi pemenangan tuntutan
perkara hukum

c. Penahanan aset (holding assets):

Kenaikan Harga securitas investasi, kenaikan nilai-tukar valuta asing, dan kenaikan karena
penahanan sediaan (holding gains).

d. Faktor lingkungan

Ganti rugi asuransi musibah alam yang melebihi kos aset yang rusak.

Pengakuan Pendapatan

Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah
tersebut terefleksi dalam statemen keuangan. Pengertian atau definisi pendapatan harus dipisahkan
dengan pengakuan pendapatan bahkan pengertian pendapatan sebenarnya juga harus dipisahkan dengan
pengukuran pendapatan. Dengan demikian, suatu jumlah yang memenuhi definisi pendapatan tidak
dengan sendirinya jumlah tersebut diakui ( dicatat secara resmi ) sebagai pendapatan.

Pengakuan pendapatan tidak boleh menyimpang dari landasan konseptual. Oleh karena itu, secara

5
konseptual pendapatan hanya dapat diakui jika memenuhi kualitas keterukuran (measurabilitty)dan
keterandalan (reliability).

Pembentukan Pendapatan

Konsep pembentukan pendapatan menyatakan bahwa pendapatan terbentuk, terhimpun, atau terhak (to
be earned) bersamaan dengan dan melekat pada seluruh atau totalitas proses berlangsungnya operasi
perusahaan dan bukan sebagai hasil transaksi tertentu.

Operasi perusahaan meliputi kegiatan produksi, penjualan, dan pengumpulan piutang. Konsep
pembentukan ini sering disebut pendekatan proses pembentukan pendapatan (earning process
approach) atau pendekatan kegiatan (activities approach). Pendekatan ini dilandasi oleh konsep dasar
upaya dan hasil / capaian serta kontinuitas usaha.

Realisasi Pendapatan

Dengan konsep realisasi, pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk pada saat terjadi
kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk membayar produk baik produk
yang telah selesai dan diserahkan ataupun belum dibuat sama sekali. Dengan kata lain, pendapatan
terbentuk pada saat produk selesai dikerjakan dan terjual langsung atau pada saat terjual atas dasar
kontrak penjualan (barang mungkin belum jadi atau belum diserahkan).

Dengan pendekatan transaksi, terjadinya pendapatan lebih berkaitan dengan tahap kegiatan penjualan
dari pada dengan tahap produksi. Dengan kata lain, penghimpunan pendapatan hanya terjadi pada tahap
penjualan dan bila hal ini diterima maka konsep homogenitas kos harus ditolak karena hanya tahap
penjualan yang member kontribusi terjadinya pendapatan.

Konsep penghimpunan dan realisasi pendapatan sangat penting artinya dalam pengakuan pendapatan.
Berdasarkan konsep upaya dan hasil, konsep penghimpunan pendapatan secara konseptual lebih unggul
dan lebih konsisten dari pada konsep realisasi bila dikaitkan dengan definisi pendapatan secara umum
karena didukung oleh konsep dasar upaya dan hasil serta konsep homogenitas kos. Konsep realisasi
atau pendekatan transaksi lebih menekankan kejadian (event) yang dapa menandai pengkuan
pendapatan yaitu:

6
(1) Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses penjualan yang sah atau
semacamnya (misalnya kontrak penjualan).

(2) Penguatan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya asset lancar (kas,
setara kas, atau piutang).

Kriteria Pengakuan Pendapatan

Pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesai diproduksi dan penjualan benar-benar telah
terjadi yang ditandai dengan penyerahan barang. Terjadinya kontrak penjualan belum cukup untuk
mengakui pendapatan sebelum barang atau jasa sudah cukup selesai dikerjakan walaupun jumlah
rupiah pendapatan telah terealisasi karena belum ada upaya yang membentuk pendapatan.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kualitas keterukuran dan realibilitas dan untuk memenuhi konsep
dasar upaya dan hasil, criteria pengakuan pendapatan didasarkan atas dua konsep yang saling
melengkapi tersebut yaitu untuk dapat mengakui pendapatan, pembentukan pendapatan harus
dikonfirmasi dengan realisasi. Atas dasar pemikiran ini, FASB mengajukan dua criteria pengakuan
pendapatan (dan untung) yang keduanya harus dipenuhi yaitu (SFAC No. 5, prg. 83):

a. Terrealisasi atau cukup pasti terrealisasi (realized or realizable)

Pendapatan dapat dikatakan telah terrealisasi bilaman produk, barang dagangan atau asset lain
telah terjual atau ditukarkan dengan kas atau klaim atas kas. Pendapatan (dan untung) dapat
dikatakan cukup pasti terrealisasi bilamana asset berkaitan yang diterima atau ditahan mudah
dikonversi menjadi kas atau klaim atas kas yang cukup pasti jumlahnya.

b. Terbentuk/terhak (earned)

Pendapatan dapat dikatakan telah terbentuk bilamana perusahaan telah melakukan secara sub-
stansial kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat menghaki manfaat atau nilai yang melekat
pada pendapatan.

Kam (1990, hlm. 243-252) mengemukakan criteria pengakuan secara lebih teknis. Pendapatan baru
dapat diakui kalau dipenuhi syarat-syarat berikut:

(1) Keterukuran nilai asset

(2) Adanya suatu transaksi

7
(3) Proses penghimpunan secara substansial telah selesai

Syarat (1) dan (2) di atas telah dicakupi dalam criteria a dari FASB. Agar dikatakan terrealisasi
pendapatan memang harus diukur secara obyektif dan hal tersebut pada umumnya dicapai setelah ada
transaksi penjualan atau kontrak. Syarat (1) berkaitan dengan masalah apakah aliran masuk asset harus
bersifat likuid dan bila pendapatan dalam bentuk piutang apakah ketertagihan cukup pasti sehingga
jumlah rupiah pendapatan yang dicatat benar-benar merefleksi jumlah rupiah yang akhirnya diterima.

Saat Pengakuan Pendapatan

Berikut ini dibahas berbagai kaidah pengakuan dan masalah teoritisnya.

a. Pada Saat Kontrak Penjualan

Dapat terjadi perusahaan telah menandatangani kontrak penjualan dan bahkan sudah menerima
kas untuk seluruh nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai memproduksi barang. Pada saat
itu pendapatan sudah terrealisasi tetapi belum terbentuk. Karena hanya satu criteria yang dipen-
uhi, jelas pendapatan tidak dapat diakui pada saat tersebut. Sementara itu pembayaran dimuka
harus diakui sebagai kewajiban sampai barang atau jasa diserahkan kepada pembeli.

b. Selama Proses Produksi Secara Bertahap

Dalam industir tertentu, pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam hal ini,
pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per periode akuntansi) sejalan dengan
kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat proyek selesai dan diserahkan. Yang pertama
disebut metode persentase sedangkan yang terakhir disebut metode kontrak-selesai.

Metode di atas makin didukung kelayakannya untuk kontrak-kontrak yang pembayarannya dit-
entukan dengan system kos-plus yaitu harga kontrak yang akhirnya dibayar adalah sebesar kos
total ditambah persentase tertentu dari kos total tersebut. System kos-plus biasanya digunakan
kalau produk tidak standar sehingga kos pembuatannya tidak dapat diestimasi dengan cukup tel-
iti.

Akresi

Berkaitan dengan pengakuan pendapatan sebagai fungsi kegiatan produksi adalah masalah
akresi yaitu pertambahan nilai akibat pertumbuhan fisis atau proses alamiah lainnya. Per defin-

8
isi, akresi memenuhi pengertian pendapatan karena asset jelas telah bertambah dan banyaknya
tambahan fisis tersebut dapat ditentukan secara obyektif. Pertambahan tersebut juga berkaitan
dengan operasi utama perusahaan. Untuk merealisasi pertambahan nilai tersebut, proses produk-
si masih diperlukan dan masih harus diikuti dengan perubahan bentuk asset menjadi asset lancar
baru (kas atau piutang). Oleh karena itu, tidak selayaknyalah akresi diakui sebagai pendapatan.

Dari segi pelaporan periodic, tidak diakuinya akresi sebagai pendapatan bukan berarti meni-
adakan arti penting akresi, lebih-lebih untuk kepentingan analisis internal. Seperti pada kasus
tentang kontruksi jangka panjang, pemecahan yang paling baik untuk pengakuan pendapatan se-
hubungan dengan biaya akresi adalah pergantian takaran penandingan pendapatan dan biaya
dari perioda tahunan ke angkatan produk.

Apresiasi

Mirip dengan akresi adalah apa yang disebut apresiasi yaitu selisih “nilai pasar wajar” asset per-
usahaan dengan kos (atau nilai buku asset terdepresiasi). Dibanding akresi, apresiasi lebih kur-
ang memenuhi pengertian pendapatan karena tidak berkaitan langsung dengan operasi perusa-
haan tetapi lebih berkaitan dengan kondisi pasar. Paton dan Littleton (1970) sangat menentang
pengakuan apresiasi sebagai pendapatan. Argument yang diajukan diuraikan berikut ini.

Apresiasi Bukan Merupakan Transaksi. Kenaikan nilai pasar semata-mata dengan cara apa-
pun menghitungnya bukanlah merupakan pendapatan yang nyata. Apresiasi bukanlah hasil
suatu transaksi atau kegiatan produksi. Apresiasi juga tidak menambah sumber ekonomik yang
dapat digunakan untuk mendanai operasi.

Apresiasi Tidak Obyektif. Dalam keadaan yang sangat khusus, apresiasi dapat merupakan alat
atau cara untuk memperoleh tambahan asset likuid. Dengan demikian apresiasi seolah-olah
dapat diubah menjadi dana likuid melalui proses peminjaman atau utang. Kenaikan nilai asset
melalui penerbitan obligasi atau kontrak utang lainnya tidak sama dengan penjualan atau per-
tukaran asset yang sebelumnya dimiliki perusahaan.

Penghematan Kos

Prinsip yang masuk akal adalah semua jenis potongan pembelian diperlakukan sebagai pengur-
ang terhadap kos nominal pembelian. Setiap tambahan pembayaran karena ketidakmampuan

9
membayar dalam perioda potongan merupakan rugi. Sementara itu, potongan yang diperoleh
karena membayar dalam perioda potongan adalah pengurang atau penysuai kos bukan untung.

Penghematan kos sama sekali bukanlah pendapatan. Kalau pembelian dilakukan dengan cara bi-
jaksana, yang terjadi hanyalah bahwa kos akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
pembelian biasa.

c. Pada Saat Produksi Selesai

Kalau sudah ada kontrak penjualan sebelumnya, tidak ada masalah dengan pengakuan pada saat
produk selesai karena pendapatan sudah terrealisasi dan pada saat produk selesai pendapatan se-
cara substansial sudah terbentuk. Akan tetapi, kalau tidak ada kontrak sebelumnya, hanya criter-
ia terbentuk yang dipenuhi. Keberatan untuk mengakui biasanya didasarkan atas keterukuran
dan realibilitas jumlah rupiah pendapatan.

Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai diproduksi dapat dianggap layak untuk in-
dustry ekstraktif (pertambangan) termasuk pertanian. Kondisi ini memungkinkan untuk
menaksir dengan cukup tepat nilai jual yang dapat dirrealisasi suatu sediaan barang jadi ada
pada tanggal tertentu. Jadi, kondisi ini dapat mengganti criteria cukup pasti terrealisasi sehingga
pada saat selesainya produksi kedua criteria pengakuan dianggap telah terpenuhi.

Walaupun dasar pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai mempunyai alasan logis
yang kuat untuk industry ekstraktif, penggunaannya secar umum kurang dapat diterima bahkan
dalam industry ekstraktif sekalipun. Dengan kata lain, kegiatan produksi itu sendiri tanpa adan-
ya penguatan yang berasal dari penjualan dengan harga yang disepakati tidak dapat selalu di-
jadikan penguji yang obyektif dan menentukan untuk dasar pencatatan dan pengakuan
pendapatan.

d. Pada Saat Penjualan

Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan criteria
penghimpunan dan realisasi telah dipenuhi. Criteria terrealisasi telah dipenuhi karena telah ada
kesepakatan pihak lain untuk membayar jumlah rupiah pendapatan secara obyektif. Dengan de-
mikian, saat penjualan merupakan saat yang kritis dalam operasi perusahaan sehingga menjadi
standar utama dalam pengakuan pendapatan. Pada saat terjadi penjualan jumlah rupiah harga te-
lah disepakati dan produk telah keluar dari perusahaan. Di samping itu, transaksi penjualan

10
mengakibatkan masuknya asset baru ke dalam perusahaan untuk (1) menutup kos (potensial
jasa) yang terserap untuk melaksanakan kegiatan produksi yang terkulminasi dengan penyera-
han produk dan (2) menyediakan dana sebagai imbalan untuk pembayaran pajak kepada pemer-
intah, bunga kepada kreditor, dan deviden kepada pemegang saham.

Kendati saat penjualan menjadi standar umum pengakuan pendapatan, terdapat beberapa hal
yang sering diajukan sebagai keberatan terhadap dasar tersebut. Hal pertama berkaitan dengan
kepastian pengukuran pendapatan akibat kos purna-jual atau pasca-jual. Masalah lain berkaitan
dengan kemungkinan atau pengembalian barang. Akhirnya, kemungkinan ketaktertagihan pi-
utang bila penjualan tidak tunai.

Masalah-masalah tersebut tidak menghalangi secara konseptual maupun teknis untuk mengakui
pendapatan pada saat penjualan. Berikut ini dibahas cara-cara untuk mengatasi masalah di atas.

Kembalian dan Ptongan Tunai

Kembalian atau return untuk suatu perioda yang timbul akibat barang cacat atau rusak dicatat
dengan membalik jurnal yang telah dibuat pada saat penjualan dengan jumlah rupiah pengem-
balian.

Ada kalanya terjadi penjualan barang yang disertai dengan hak pembeli untuk mengembalikan
barang bukan karena barang rusak atau alasan umum lainnya melainkan karena perjanjian
menyatakan bahwa pembeli berhak dalam mengembalikan barang dalam perioda tertentu.
Adanya hak mengembalikan juga tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada saat penju-
alan. Dalam hal ini FASB menetapkan bahwa kalau suatu perusahaan menjual produknya
dengan hak mengembalikan maka pendapatan dapat diakui pada saat penjualan kalau semua
syarat-syarat berikut dipenuhi (SFAS No. 48, prg. 6):

a. Harga jual cukup pasti atau dapat ditentukan pada tanggal penjualan

b. Pembeli sudah membayar kepada penjual, atau pembeli berkewajiban untuk membayar pen-
jual dan kewajiban tersebut tidak bergantung pada laku-tidaknya produk dijual oleh pem-
beli.

c. Kewajiban membayar oleh pembeli tidak berubah dalam hal terjadi pencurian atau keru-
sakan fisis produk

11
d. Pembeli benar-benar ada secara substantive artinya pembeli merupakan suatu badan yang
secara ekonomik disebut sebagai perusahaan bukan sekedar formalitas.

e. Penjual tidak mempunyai kewajiban yang material untuk melakukan tindakan dimasa
datang yang secara langsung menjadikan pembeli mampu menjual produk bersangkutan

f. Jumlah rupiah kembalian dapat ditaksir secara layak.

Apabila penjualan dan kos barang terjual tidak diakui pada saat kontrak karena syarat-syarat di
atas tidak dipenuhi, pengakuannya dapat dilakukan pada saat hak pengembalian telah habis atau
pada saat semua syarat diatas telah terpenuhi manapun yang datang terlebih dahulu.

Kos Purna-jual

Kalau memang dipandang penting bahwa penyesuaian untuk kos purna-jual merupakan bagian
dari pengukuran laba yang tepat, terdapat cara yang cukup layak untuk mengatasi masalah
tersebut. Prosedur yang umum dilakukan untuk mengantisipasi kos semacam itu adalah
mendebit jumlah rupiah yang sama kedalam suatu akun cadangan melalui penyesuaian akhir
tahun. Dari segi konsep penandingan, penyesuaian semacam itu merupakan suatu langkah yang
cukup masuk akal dalam upaya menandingkan pendapatan dan biaya yang tepat untuk perioda
tertentu.

Kerugian Piutang

Masalah kerugian piutang dapat diatasi dengan perlakuan yang sama seperti kos purna-jual
yaitu dengan membentuk cadangan kerugian piutang. Dengan demikian pendapatan dapat
disajikan dalam statement sejumlah piutang yang benar-benar dapat direalisasi. Kerugian
piutang yang ditaksir tersebut dapat disajikan dalam kelompok biaya dalam statemen laba-rugi
sebagai biaya penjualan yang bersangkutan dengan pengumpulan piutang atau dapat juga
sebagai pengurang langsung pos pendapatan.

Transaksi penjualan

Secara umum, penjualan adalah transaksi pertukaran barang atau jasa hasil produksi perusahaan
dengan kas atau klaim atas kas. Secara teknis, transaksi penjualan adalah transaksi pertukaran
asset secara actual bukan transaksi kontrak itu sendiri.

Kontrak penjualan yang belum disertai transfer produk secara teknis belum dapat dikatakan

12
sebagai transaksi penjualan betapapun perusahaan telah menerima uang muka. Melalui PSAK
No. 23, IAI membuat ketentuan untuk dapat mengakui pendapatan dari penjualan barang
sebagai berikut (pasal 13 atau 38):

(a) Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat
kepemilikan barang kepada pembeli

(b) Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang
dijual

(c) Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal

(d) Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir
keperusahaan tersebut

(e) Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat
diukur dengan andal

e. Pada Saat Kas Terkumpul

Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya merupakan pengakuan pendapatan
berdasarkan asas kas. Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang
kolektibilitas atau ketertagihan piutang. Dengan cara ini, pendapatan diakui sejumlah kas yang
diterima pada saat kas diterima atau terkumpul dan baru kemudian menentukan biaya yang
berkaitan dengan pendapatan dasar kas tersebut.

Bila dikaitkan dengan criteria pengakuan pendapatan, dasar ini sangat menekankan bahwa
pendapatan hanya dapat diakui kalau pendapatan tersebut cukup pasti terrealisasi. Validitas
dasar ini cukup didukung untuk perusahaan jasa yang umumnya menentukan tariff dan menagih
atas dasar jasa yang telah diberikan.

Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Pendek

Saat penyerahan jasa atau saat penerimaan kas keduanya dapat dijadikan pemicu untuk pen-
gukuran dan pengakuan pendapatan.

Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Panjang

Di lain pihak, apabila jasa yang diberikan adalah kompleks dan baru akan selesai dalam periode
yang relative panjang seperti halnya perusahaan penyewaan ruang atau bangunan maka besar

13
kemungkinan akan terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara jumlah rupiah pendapatan
yang diakui dalam suatu perioda atas dasar penyerahan jasa dan jumlah rupiah pendapatan yang
diakui dalam perioda yang sama atas dasar penerimaan kas.

Argumen Pendukung

Validitas pengakuan pendapatan secara proporsional dengan penerimaan kas didasarkan atas
tiga pertimbangan yang saling berkaitan yaitu:

(a) Seluruh atau sebagian piutang yang timbul bukan merupakan asset yang mempunyai daya
beli murni.

(b) Makin lama jangka waktu untuk mengangsur makin besar kemungkinan piutang tidak akan
tertagih.

(c) Kos purna-jual, terutama kos penagihan dan pengumpulan piutang, biasanya lebih tinggi
dibandingkan dengan kos purna-jual untuk penjualan kredit biasa.

Dari ketiga butir diatas, butir (a) merupakan pertimbangan yang paling mendukung dengan
alasan bahwa kalau pendapatan harus mengakibatkan adanya aliran masuk asset likuid maka
timbulnya piutang jangka panjang tidak dapat dijadikan bukti atau dasar untuk pengakuan
pendapatan. Validitas butir (b) masih diragukan. Dalam hubungannya dengan kepastian pelun-
asan seluruh angsuran, sisa uang muka yang biasanya dilakukan oleh pembeli cenderung men-
jadikan penjualan angsuran lebih terjamin pelunasannya dari pada penjualan kredit biasa.

Mengenai butir (c), masalah penaksiran kos purna-jual sebenarnya tidak berbeda dengan masa-
lah penaksiran jumlah cadangan kerugian piutang dan besarnya dapat ditentukan cukup teliti
atas dasar pengalaman. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk penjualan angsuran tidak ada alas-
an yang kuat untuk menggunakan dasar kas untuk pengakuan pendapatan.

Alasan Penyanggah

Paton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa pengakuan pendapatan dasar kas kurang dapat
didukung dengan berbagai alasan berikut. Pertama, tagihan (piutang) yang timbul akibat
penyerahan jasa pada dasarnya mempunyai kedudukan yuridis yang sama dengan piutang tim-
bul dari penjualan barang. Kedua, belum tentu bahwa kemungkinan kegagalan untuk menerima
pelunasan piutang dalam perusahaan jasa lebih besar daripada perusahaan dagang sehingga
mengharuskan perusahaan jasa mengakui pendapatan atas dasar kas diterima. Ketiga, dalam hal

14
pembayaran diterima di muka, kemungkinan terjadinya kerugian piutang memang sudah tidak
ada lagi tetapi tidak berarti bahwa pendapatan sudah dapat diakui. Agar tidak terjadi penyajian
yang menyesatkan maka pengakuan pendapatan atas dasar saat penyerahan jasa menjadi
pengakuan yang lebih unggul dari segi konsep penandingan.

Prosedur Akuntansi Dasar Kas

Bila dasar penerimaan kas memang terpaksa harus diterapkan maka perlu suatu prosedur akun-
tansi yang khusus untuk menjamin bahwa pendapatan dasar kas harus ditandingkan dengan
biaya yang diperkirakan berkaitan dengan pendapatan tersebut.

Penerapan dasar kas untuk mengukur pendapatan pada hakikatnya sama saja dengan tidak
mengakui piutang angsuran sebagai pos aset meskipun harga jual cukup pasti dan barang telah
dikirim. Paton dan Littleton (1970) menggambarkan prosedur akuntansi untuk mencapai pen-
andingan yang tepat dibawah ini.

(1) pada saat kontrak penjualan angsuran dan pengiriman seluruh barang, perusahaan mencatat
sebagai berikut:

Pengiriman Barang—dasar kas …......................... 60.000.000

Sediaan Barang Dagangan ….......................... 60.000.000

(2) bila perusahaan menerima uang muka atau angsuran, penerimaan tersebut dicatat sebagai
berikut:

kas ….................................................................... 5.000.000

Penjualan—Dasar Kas ….................................. 5.000.000

(3) pada akhir perioda harus diperhitungkan kos produk yang dapat dibebankan secara tepat ke
pendapatan dasar kas tersebut. Misalnya nilai kontrak penjualan angsuran dalam contoh di
atas adalah sebesar Rp. 100.000.000 dan kas yang telah diterima untuk suatu perioda adalah
Rp. 40.000.000 (40%). Jurnal akhir tahun sebagai berikut:

Kos Barang Terjual—Dasar Kas (40% x Rp.60.000.000) 24.000.000

Pengiriman Barang—Dasar Kas ….................. 24.000.000

15
(4) kalau ternyata pada akhir perioda terdapat penjualan yang sudah diterima kasnya tetapi
barang belum dikirim maka kos barang tersebut harus ditaksir dan ditambahkan ke kos
barang terjual dasar kas. Misalnya pada akhir perioda perusahaan telah menerima angsuran
Rp. 20.000.000 tetapi barang (dengan taksiran kos Rp. 12.000.000 belum dikirim). Jurnal
akhir tahun adalah:

Kos Barang Terjual—Dasar Kas …........................... 12.000.000

Utang Pengiriman Barang—Dasar Kas …........... 12.000.000

Biaya Administrasi dan Penjualan

Dalam contoh di atas belum dipersoalkan masalah kos yang tidak langsung melekat pada
produk (yaitu kos administrasi dan penjualan) untuk dibebankan secara tepat terhadap
pendapatan dasar kas. Prinsip penandingan yang tepat menuntut bahwa kalau pendapatan yang
diakui untuk suatu perioda hanya yang sudah diterima kasnya maka biaya-biaya yang harus
diperhitungkan untuk perioda tersebut adalah seluruh biaya-biaya yang diperkirakan
menghasilkan pendapatan tersebut.

Pada umumnya kos administrasi dan penjualan bukan merupakan kos yang dapat diperlakukan
seperti kos sediaan yaitu tersediaankan. Kos tersebut harus segera dibebankan kependapatan se-
bagai biaya perioda. Dalam hal inilah pengakuan pendapatan atas dasar kas menunjukkan
kelemahannya.

Kalau seluruh jumlah rupiah kas yang telah diterima dari pelanggan dalam suatu perioda diakui
sebagai pendapatan maka biaya yang dapat ditandingkan terhadap pendapatan tersebut adalah
biaya yang berkaitan dengan upaya untuk memperoleh pendapatan sebesar kas yang telah diter-
ima tersebut bukan biaya yang telah dibayar selama perioda bersangkutan.

Saat Pengakuan Penjualan Jasa

pengakuan pendapatan dari penjualan jasa secara umum mengikuti pemikiran yang melandasi pengak-
uan pendapatan untuk penjualan barang. AICPA memberikan kaidah pengakuan umum untuk penjualan
jasa sebagai berikut:

16
1. kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan satu pekerjaan atau tindakan, pendapatan harus diakui
pada saat pekerjaan tersebut telah dilakukan.

2. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau tindakan secara bertahap,
pendapatan harus diakui selama perioda pelaksanaan pekerjaan secara proporsional.

3. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau tindakan secara bertahap,
pendapatan dapat diakui pada saat seluruh pekerjaan telah selesai dilaksanakan bila kondisi berikut
dipenuhi:

a. proporsi jasa yang dilaksanakan pada tahap akhir pekerjaan begitu kritisnya sehingga seluruh
pekerjaan tidak dapat dikatakan selesai sebelum tahap akhir dilaksanakan.

b. jasa harus diberikan dalam beberapa tahap yang tidak dapat ditentukan di muka selama waktu
yang tidak pasti dan tidak ada cara yang cukup layak untuk menentukan tingkat penyelesaian
pekerjaan.

4. Kalau terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi berkenaan dengan ketertagihan atau kolektibilitas
pendapatan jasa, pendapatan baru diakui setelah kas terkumpul.

Dalam PSAK No. 23, IAI menetapkan bahwa pengakuan pendapatan atas dasar kemajuan pelaksanaan
merupakan ketentuan utama sedangkan kaidah lain merupakan pengecualian dari kaidah ini. Selain itu,
IAI juga menetapkan dasar yang disebut dengan kos terpulihkan sebagai pengecualian dari dasar
kemajuan pelaksanaan jasa. Hal ini dinyatakan dalam PSAK No. 23 berikut:

“bila hasil transaksi yang meliputi penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal, pendapatan yang
diakui hanya yang berkaitan dengan beban yang telah diakui yang dapat diperoleh kembali (pasal 25
atau 40)”

Lepas dari masalah kekacauan bahasa, pasal 19 sebenarnya sama dengan kaidah 2 dari AICPA di atas.
IAI mengeksplisitkan asumsi atau kondisi yang melandasi keterterapan pengakuan atas dasar kemajuan
pelaksanaan yaitu:

(a) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.

(b) benar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh per-
usahaan.

(c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal.

17
(d) biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut
dapat diukur dengan andal.

Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan

dari uraian tentang karakteristik, pengukuran, penghimpunan, dan realisasi pendapatan di atas beserta
konsekuensinya terhadap saat pengakuan, dapat disusun suatu pedoman umum pengakuan pendapatan
termasuk untung dan rugi. FASB meringkas pedoman umum ini dalam SFAC No. 5 prg. 84 sebagai
berikut:

a. kriteria terbentuk dan terrealisasi biasanya dipenuhi pada saat produk atau barang dagangan
diserahkan atau jasa diberikan kepada konsumer.

b. kalau kontrak penjualan atau penerimaan kas mendahului produksi dan pengiriman, pendapatan
dapat diakui pada saat terhak dan pengiriman.

c. kalau produk dikontrak sebelum diproduksi, pendapatan dapat diakui secara bertahap dengan
metode persentase penyelesaian pada saat sudah terbentuk asalkan taksiran yang layak atas hasil
pada saat penyelesaian dan taksiran kemajuan produksi dapat diukur dengan cukup andal.

d. kalau jasa diberikan atau hak untuk menggunakan ast berlangsung secara menerus selama suatu
perioda dengan kontrak harga yang pasti, pendapatan dapat diakui bersamaan dengan ber-
jalannya waktu.

e. kalau produk atau aset lain dapat segera terrealisasi karena dapat dijual dengan harga yang
cukup pasti tanpa biaya tambahan yang berarti, pendapatan dan beberapa untung atau rugi dapat
diakui pda saat selesainya produksi atau pada saat harga aset tersebut berubah.

f. kalau produk, jasa, atau aset lain ditukarkan dengan aset nonmoneter yang tidak segera dapat
dikonversi menjadi kas, pandapatan atau untung atau rugi dapat diakui pada saat meretia telah
terhak atau pada saat transaksi telah seleasi asalkan nilai wajar aset nonmoneter yang terlibat
dapat ditentukan dalam kisar yang layak.

g. kalau ketertagihan aset yang diterima untuk produk, jasa, atau aset lain meragukan, pendapatan
dapat diakui atas dasar kas yang terkumpul.

18
Prosedur Pengakuan

kebijakan akuntansi perusahaan harus menetapkan kejadian atau kegiatan internal apa yang dapat di-
gunakan sebagai pemicu pencatatan ke dalam sistem akuntansi. Untuk perusahaan pada umumnya, se-
lesainya pembuatan faktur bersamaan dengan pengiriman barang adalah saat yang paling tepat dalam
memberi bukti untuk pencatatan penjualan.

Penyajian

masalah yang berkaitan dengan penyajian pendapatan adalah pemisahan antara pendapatan dan untung
dan pemisahan berbagai sifat untung menjadi pos biasa dan luar biasa dan cara menuangkannya dalam
statemen laba-rugi.

19

Anda mungkin juga menyukai