Anda di halaman 1dari 4

Contoh sediaan bahan alam yang mengandung karbohidat :

1. Laktosa
Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan bayi
mammalia, termasuk manusia, yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak,mineral dan vitamin. Laktosa yang merupakan satu-satunya karbohidrat
dalam susu mammalia, adalah disakarida yang terdiri dari gabungan 2
Monosakrida yaitu glukosa dan galaktosa (Heyman, 2006)

Laktosa yang terdapat pada susu, perlu dihidrolisa menjadi glukosa


dan galaktosa terlebih dahulu supaya bisa diserap oleh dinding usus dan
memasuki peredaran darah (Ingram et al. 2009). Untuk proses hidrolisa
tersebut diperlukan ensim laktase, yang terdapat pada brush border mukosa
usus halus. Adanya defisiensi ensim tersebut akan menyebabkan kondisi yang
disebut intoleransi laktosa (Sinuhaji, 2006)

Laktosa yang merupakan disakarida terdiri dari gugus galaktose dan glukosa
akan dihidrolisa dengan bantuan ensim laktase menghasilkan monosakarida
yaitu galaktosa dan glukosa.

Laktosa merupakan sumber energi yang memasok hampir setengah


keseluruhan kalori dalam susu (35-45%). Disamping itu laktosa juga penting
untuk absorpsi kalsium. Namun studi klinis menunjukkan mineralisasi bayi
yang mendapat formula susu sapi maupun formula kedelai tidak ada
perbedaan (Latief, 1991).
Galaktosa yang merupakan hidrolisa laktosa adalah senyawa yang
penting untuk pembentukan serebrosida. Serebrosida ini penting untuk
perkembangan dan fungsi otak. Galaktosa juga dapat dibentuk tubuh dari
bahan lain (Latief, 1991).
Karena itu keberadaan laktosa sebagai karbohidrat utama di susu
mamalia, termasuk ASI merupakan hal yang unik. Proses evolusi terpilihnya
laktosa menjadi satu-satunya sumber karbohidrat utama yang terdapat pada
susu merupakan cerminan dari adanya fungsi laktosa yang penting pada bayi
mamalia. Dalam bidang farmasi laktosa digunakan sbg pengencer (bahan
pengisi) tablet, opium, dll (Latief, 1991).

2. Gum Arab

Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di


Sudan dan Senegal. Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-
satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-ramnosa
(Tranggono dkk,1991).

Berat molekulnya antara 250.000-1.000.000. Gum arab jauh lebih


mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan
yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong
pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula
(Tranggono dkk,1991).

Gum dimurnikan melalui proses pengendapan dengan menggunakan


etanol dan diikuti proses elektrodialisis. Gum arab stabil dalam larutan asam.
pH alami gum dari Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari
residu asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum arab berhubungan dengan
kandungan nitrogennya (protein) (Gaonkar, 1995).

Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan


viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang
menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk
mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi
secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas
(Gaonkar, 1995).

Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat digunakan untuk


pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap
emulsi. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak
membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%).
Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi
(Tranggono dkk, 1991). Gum arab mempunyai gugus arabinogalactan protein
(AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan
pengental (Gaonkar,1995).

Gum arab merupakan bahan pengental emulsi yang efektif karena


kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan pada pembuatan roti.
Gum arab memiliki keunikan karena kelarutannya yang tinggi dan
viskositasnya rendah (Hui, 1992)

Komponen Nilai (%)

Galaktosa 36,2 ± 2,3

Arabinosa 30,5 ± 3,5

Rhamnosa 13,0 ± 1,1


Asam glukoronik 19,5 ± 0,2

Protein 2,24 ± 0,15

Sumber : Glicksman (1992)

Alinkolis, J. J. 1989. Candy Technology. The AVI Publishing Co. Westport


Connecticut

Gaonkar, A. G. 1995. Inggredient Interactions Effects on Food Quality. Marcell


Dekker, Inc., New York

Heyman MB. 2006. Lactose ntolerance in infants, children, and adolescent. Ped.
J.118, 3, 1279.

Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Volume II. John
Willey and Sons Inc, Canada

Ingram CJ, Mulcare CA, Itan Y, Thomas MG, Swallow DM. 2009. Lactose digestion
and the evolutionary genetics of lactase persistence. Hum. Genet. 124, 6, 579-
591. Latief, A. & Wiharta, A.S. (1991). Intoleransi Laktosa dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit.

Sinuhaji AB. 2006. Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara 39, 4, 424-429

Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki,


dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU
Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai