Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH STANDARDISASI BAHAN ALAM

TANAMAN OBAT UNGGULAN INDONESIA


Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Desianti Nur Cahya :10060316182
Naura Annatasya :10060316184
Childa :10060316187
Irman Maryawan :10060316190
Friska Aulia Hidayat :10060316192

Kelas: Farmasi - E
Dosen Pengampu: Leni Purwanti, S.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1439 H / 2018 M
BAB I
PENDAHULUAN

Tanaman obat sudah banyak sekali digunakan oleh manusia sejak zaman
dahulu. Bahkan dipercaya mempunyai khasiat yang lebih ampuh daripada obat-obat
dokter. Namun, karena perkembangan jaman dan semakin meningkatnya
pengetahuan manusia tentang farmakologi dan ilmu kedokteran, banyak masyarakat
yang beralih ke obat-obatan dokter karena lebih mempercayai obat-obatan kimia yang
telah teruji khasiatnya secara laboratorium, dibandingkan dengan obat tradisional
yang banyak belum bisa dibuktikan secara laboratorium.
Seiring berjalannya waktu, kehidupan berubah. Dengan adanya krisis
moneter, masyarakat terdorong kembali menggunakan obat-obat tradisional yang
boleh dikatakan bebas dari komponen impor, terutama bebas dari bahan-bahan kimia
yang kemungkinan dapat berakibat fatal bagi kesehatan tubuh.
Karena dengan perkembangan teknologi pula, semakin banyak tanaman obat
tradisional yang telah bisa dibuktikan khasiatnya secara laboratorium dan dijamin
aman untuk dikonsumsi dan bisa menyembuhkan penyakit tanpa menimbulkan efek
samping.
Banyak bagian tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat, diantaranya
adalah bagian buah, batang, daun, dan akar atau umbi. Oleh karena pentingnya
tanaman-tanaman obat tersebut maka perlu kita mempelajarinya dengan baik
sehingga dapat berdaya guna bagi kita.
Tanaman Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) merupakan salah satu
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa daun, buah, batang, dan biji tanaman jati belanda mempunyai
banyak sekali manfaat . Senyawa yang paling banyak terkandung dalam ekstrak yaitu
tanin dan flavonoid, sedangkan senyawa yang lain yaitu saponin dan steroid.
BAB 2
ISI

2.1. Deskripsi Tanaman

Gambar 2.1. Tanaman jati belanda


2.1.1. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman jati belanda (Sulaksana dan Dadang, 2005) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Guazuma
Spesies : Guazuma ulmifolia Lamk.
2.1.2 Morfologi Tanaman
Jati belanda merupakan tanaman semak atau pohon dengan tinggi 10 – 20
mm, berbatang keras, bulat, permukaan kasar, beralur banyak, berkayu, bercabang,
berwarna hijau keputih-putihan. Bunga tunggal, muncul dari ketiak daun, panjang 2 -
4 cm, berjumlah banyak, bentuk agak ramping, memiliki tangkai bunga sekitar 5 mm,
kelopak bunga lebih kurang 3 - 4 mm, warna kuning dan berbau wangi. Berakar
tunggang dengan warna putih kecoklatan. Berdaun tunggal dengan warna hijau,
berbentuk bulat telur dengan permukaan kasar, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal
berlekuk, pertulangan menyirip, panjang 4 - 22,5 cm, dan lebar 2-10 cm, panjang
tangkai daun 5 - 25 mm, mempunyai daun penumpu berbentuk lanset atau berbentuk
paku yang panjangnya 3 - 6 mm. Buah berbentuk kotak, bulat, keras, permukaan
berduri, warna hijau dan menjadi hitam jika tua (Ditjen POM, 1979).
 Anatomi
a. Akar (radix)
Akar (Radix) tersusun oleh empat lapisan jaringan pokok yaitu epidermis,
korteks, endodermis, dan silinder pusat (stele). Batas antara ujung akar dengan
kaliptra tidak jelas, perisikel terdiri dari satu lapis sel berdinding tebal, letak berkas
pengangkut pada akar sekunder bersifat kolateral (xylem di dalam dan floem di luar),
mempunyai empulur sempit atau tidak mempunyai empulur pada pusat akar, perisikel
membentuk cabang akar dan meristem sekunder seperti kambium dan kambium
gabus, kambium tampak sebagai meristem sekunder, jumlah lengan protoxilem antara
2 (diark) sampai 6 (heksark), jarang lebih (Depkes RI, 1979).
b. Batang (Caulis)
Struktur primer batangnya dibangun oleh jaringan-jaringan primer sebagai
berikut: epidermis, korteks, dan stele (silinder pusat). Stele tersebut disusun oleh
xylem primer, floem primer, kambium vaskular, dan empulur. Struktur sekunder
batangnya terdiri atas floem sekunder, xylem sekunder, gabus, dan cambium gabus.
Batang bercabang-cabang, pembuluh angkut tersusun dalam susunan lingkaran atau
berseling radial, mempunyai cambium vascular, sehingga dapat tumbuh membesar,
tidak mempunyai meristem interlakar, jari-jari empulur deretan parenkima di antara
berkas pengangkut, dan dapat dibedakn antara daerah korteks dan empulur (Depkes
RI, 1979).
Terdapat lubang sekretori (schizogenous dan lysigenous) dan getah. Namun
pada beberapa tanaman juga tidak diketemukan lubang sekretori. Terdapat cambium
gabus yang paa permulannya hanya dangkal saja. Nodus tri-lakunar. Jaringan
pengangkutan utama berbentuk silinder, tanpa berkas terpisah. Tidak terdapat berkas
kortikal. Sebagian besar tidak terdapat berkas medular atau dapat pula terdapat berkas
medularnya (Leptonychia). Tidak terdapat floem internal. Perkembangan sekunder
berasal dari cincin cambial. Floem sekunder terbagi atas zona keras (fibrous) dan
lunak (parenchymatous). Pada xylem tidak terdapat trakeid fibre, dengan fibre
libriform; dengan berkas pengangkutnya. Parenkim bertipe apotracheal atau
paratracheal (Depkes RI, 1979).
c. Daun (Folium)
Epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel, berambut penutup dan berambut
kelenjar. Sel epidermis besar, pada penampang tangensial tampak berbentuk
poligonal; kutikula agak tebal, tidak berstomata. Epidermis bawah terdiri dari 1 lapis
sel, berstomata, berambut penutup dan berambut kelenjar. Sel epidermis bawah lebih
kecil daripada epidermis atas, pada penampang tangensial tampak dinding samping
bergelombang. Stomata tidak anisositik, bentuk jorong, panjang 20mm sampai
40mm. Rambut penutup bentuk menyerupai bintang, terdiri dari beberapa rambut
bersel tunggal yang berimpit pada bagian pangkalnya, dinding tebal tidak berwarna,
panjang berbeda-beda, ruang rambut berwarna coklat (Depkes RI, 1979).
Rambut kelenjar terdiri dari 2 sampai 3 sel tangkai dan 3 sel kepala, 1 sel
kepala lebih besar dari 2 sel lainnya. Mesofil terdiri dari jaringan palisade dan
jaringan bunga karang. Di dalam mesofil terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk
prisma. Jaringan palisade tersusun rapat terdiri dari 2 sampai 4 lapis sel. Berkas
pembuluh tipe kolateral, disertai serabut sklerenkim dan serabut hablur yang berisi
hablur kalsium oksalat berbentuk prisma. Hablur kalsium oksalat terdapat lebih
banyak pada tulang daun daripada di mesofil. Pada parenkim tulang daun terdapat sel
lendir atau saluran lender (Depkes RI, 1979).
d. Bunga (Flos)
Bunga berbentuk aktinomof atau terdapat pula zygomorf (jarang) serta
bersifat biseksual atau jarang sekali yang bersifat uniseksual. Androecium (alat
kelamin jantan) sering kali terdiri atas dua ulir dengan masing-masing ulir terdiri atas
5 stamen (benang sari) yang mana filamennya menyatu membentuk sebuah tabung
yang umumnya mengelilingi ovarium atau tumbuh daru sebuah androgynophore.
Gynoecium (alat kelamin betina) tersusun atas sekumpulan putik tunggal yang terdiri
atas 4-5 bagian yang berasosiasi dengan carpella (daun buah) (Depkes RI, 1979).
e. Buah (Fructus)
Buah terdiri dari tiga lapisan yaitu : epikarpium (kulit luar), mesokarpium
(bagian tebal dan lunak), dan endokarpium (yang melapisi biji). Carpela buah
berbentuk apocarpous atau syncarpous; sebuah folikel atau samaroid. Kapsula
biasanya septicidal atau loculicidal. Biji endosperma pada umumnya namun terdapat
pula non endosperma. Endosperma dapat berminyak atau pun tidak berminyak
(Depkes RI, 1979).
f. Biji (Semen)
Biji terdiri atas kulit biji, endosperm, dan embrio. Germinasi phanerocotylar
atau cryptocotylar. Biji mengandung zat tepung, memiliki dua kotiledon berbentuk
datar, terlipat, atau menggulung. Embrio chlorophyllous (4/5); lurus atau
bergelombang (Depkes RI, 1979).
2.1.3 Habitus
Tumbuhan berupa semak atau pohon, tinggi 10 m sampai 20 m, percabangan
ramping (Arief, 2005).
2.1.4. Habitat dan Daerah Distribusi
Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dibawa dari Amerika oleh
orang Portugis ke Indonesia dan dikultivasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur
(Suharmiati dan Herti, 2003).
Tanaman jati belanda tumbuh dengan biji, dapat juga dengan stek tunas
berakar. Perbanyakan tanaman jati belanda dilakukan dengan biji. Tanaman ini
dirawat dengan disiram dengan air, dijaga kelembaban tanahnya, dan dipupuk dengan
pupuk organik. Tanaman ini menghendaki tempat yang terbuka dengan cukup sinar
matahari (Arief, 2005).
2.2. Standardisasi Simplisia dan Ekstrak
2.2.1. Pengertian Standardisasi
Standardisasi adalah proses penetapan sifat berdasarkan parameter-parameter
tertentu untuk mencapai derajat kualitas yang sama. Serangkaian parameter, prosedur
dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi standar (kimia, biologi dan farmasi),
termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya.
Proses menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai
nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula)
terlebih dahulu. Tujuannya agar diperoleh bentuk bahan baku atau produk
kefarmasian yang bermutu, aman serta bermanfaat (Handa et al., 2008).
2.2.2. Standardisasi Simplisia
Syarat yang harus dipenuhi antara lain kemurnian simplisia, tidak
mengandung pestisida berbahaya, logam berat, dan senyawa toksik dan beberapa
persyaratan lain dalam Farmakope Indonesia.
2.2.3. Standardisasi Ektrak
Kegunaan ekstrak obat terstandar antara lain mempertahankan konsistensi
kandungan senyawa aktif batch yang diproduksi, pemekatan kandungan senyawa
aktif pada ekstrak. Ekstrak distandardisasi dengan beberapa dua parameter yaitu
parameter spesifik dan parameter non spesifik. Parameter spesifik meliputi identitas,
organoleptik, senyawa kimia larut air dan etanol, kandungan kimia. Sedangkan
parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu, cemaran
logam dan bobot jenis (Handa et al., 2008).
 Uji Organoleptik
Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia Jati Belanda berupa epidermis atas,
epidermis bawah dengan stomata, rambut penutup berbentuk bintang, rambut penutup
pada tulang daun, serabut dengan kristal kalsium oksalat, dan rambut kelenjar dengan
kristal kalsium oksalat (Farmakope Herbal Indonesia Edisi I, 2008).
 Uji Kadar Sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa
kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji
bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari
simplisia akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas
farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995). Kadar sari larut dalam air
simplisia jati belanda tidak kurang dari 12,4%, kadar sari larut dalam etanol simplisia
jati belanda tidak kurang dari 3,2% (Farmakope Herbal Indonesia Edisi I, 2008).
 Uji Kadar Air
Penentuan kadar air pada ekstrak bertujuan untuk memberi batasan minimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (ekstrak,) makin tinggi
kadar air, makin mudah untuk ditumbuhi jamur, kapang sehingga dapat menurunkan
aktivitas biologi ekstrak dalam masa penyimpanan. Kadar air tergantung pada waktu
pengeringan simplisia, makin kering makin kecil kadar airnya. Prinsipnya yaitu
menguapkan air yang ada pada sampel atau dengan cara pemanasan pada suhu 105°C
selama 5 jam (Mutiatikum, 2015). Kadar air dalam simplisia jati belanda harus
kurang dari 10% (Farmakope Herbal Indonesia Edisi I, 2008).
 Uji Kadar Abu
Penentuan kadar abu diukur dengan memasukkan ekstrak ke dalam tanur
dengan temperatur 450°C sampai terbentuk abu. Kadar abu ditentukan dalam persen
terhadap bobot awal. Kadar abu total juga dapat digunakan sebagai landasan untuk
mengetahui kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai akhir pembuatan ekstrak. Kadar abu total simplisia jati belanda nilai kadar
abu total tidak lebih dari 7,2%, kadar abu tidak larut asam simplisia jati belanda tidak
lebih dari 2,7% (Farmakope Herbal Indonesia Edisi I, 2008).
 Uji Susut Pengeringan
Penetapan susut pengeringan pada ekstrak merupakan salah satu persyaratan
yang harus dipenuhi dalam standardisasi tumbuhan yang berkhasiat obat dengan
tujuan dapat memberikan batas maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang
hilang pada proses pengeringan (Depkes RI 2000). Susut pengeringan simplisa jati
belanda nilai susut pengeringan tidak lebih dari 12% (Farmakope Herbal Indonesia
Edisi I, 2008).
2.3. Penggunaaan Empiris dan Efek Farmakologis
2.3.1. Penggunaaan Empiris
Penggunaan secara empiris oleh masyarakat sering digunakan sebagai obat
pelangsing, sedangkan bijinya digunakan untuk menghentikan diare dan sebagai
karminatif. Penggunaan seduhan daun jati Belanda secara oral dan terus menerus
selama 1 bulan dapat meningkatkan aktifitas SGPT dua kali normal dengan dosis 500
mg/bb, namun setelah diteruskan 3 bulan akan kembali normal (Ditjen POM, 1978).
 Khasiat Dan Pemanfaatan Empiris
1. Rebusan biji Jati Belanda yang dibakar seperti kopi bisa diminum untuk obat
sembelit. Biji Jati belanda yang dibakar dan dilumatkan di dalam air ditambah
adas bermanfaat mengobati perut kembung dan sesak nafas.
2. Untuk obat pelangsing, dipakai kira-kira 20 gram serbuk daun jati Belanda,
diseduh dengan 1 gelas air matang panas, setelah dingin kemudian disaring.
Hasil dari penyaringan diminum sehari dua kali pada pagi dan sore.
Beberapa peneltian farmakologis menyebutkan bahwa daun Jati Belanda
dapat menghambat pertambahan berat badan dan mengurangi lemak tubuh.
2.3.1. Efek Farmakologis
Manfaat tanaman jati belanda antara lain (Arief, 2005):
 Biji : untuk menhentikan diare, pelangsing, obat sembelit, perut kembung,
sesak dan sakit perut
 Kulit dalam : astrigen, diaforetik, dan elephantiasis.
 Buah : untuk obat batuk, diare, sebagai sedapan, obat batuk berdahak dan
perut kembung.
 Daun : pelangsing tubuh.
2.4. Kandungan Senyawa Kimia
Seluruh bagian tanaman jati belanda mengandung senyawa aktif seperti tanin.
Kulit batang juga mengandung damar, tanin dan beberapa zat pahit, glukosa dan asam
lemak (Sulaksana dan Dadang, 2005). Daun jati belanda juga mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid, damar, fenol, triterpen, glikosida sianogenik, dan steroid. Buah
mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, terpenoid, glikosida jantung. Bunga segar
jati belanda mengandung kaemferitin, kuersetin, dan kaemfenol (Kemenkes RI,
2010).
2.4.1. Golongan Senyawa dan Senyawa Marker
 Senyawa-Senyawa Aktif Jati Belanda
a. Tanin

Gambar 2.2. Struktur tanin


Tanin merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi fenolik
yang banyak dijumpai pada tumbuhan, terutama pada bagian daun, buah dan batang..
Tanin dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Tanin merupakan himpunan
polihidroksi fenol yang dapat dibedakan dari fenol-fenol lain karena kemampuannya
untuk mengendapkan protein. Tanin mempunyai aktivitas antioksidan dan
menghambat pertumbuhan tumor. Tumbuhan yang banyak mengandung tanin
diantaranya adalah teh, jambu biji dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Tanin
pada saat ini sudah banyak diisolasi dari tanaman dan dapat dijumpai di pasaran
berupa bubuk atau serbuk putih kekuningan, amorf, beraroma khas. Tanin merupakan
salah satu tipe dari senyawa metabolit sekunder yang mempunyai karakteristik (1)
senyawa oligomer dengan satuan struktur yang bermacam- macam dengan gugus
fenol bebas, (2) berat molekul antara 100 sampai 20.000, (3) larut dalam air, dan (4)
mampu berikatan dengan protein membentuk kompleks tanin-protein (Martin,2007).
Senyawa tanin dalam bidang pengobatan digunakan untuk mengobati diare,
hemostatik (menghentikan pendarahan), dan wasir. Senyawa tanin dibagi menjadi dua
yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terkondensasi
secara biosintesis yang terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal
(galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih
tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain dari tanin terkondensasi karena jika
direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus
dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Martin,2007).
Senyawa tannin merupakan zat aktif dari jati belanda yang bersifat polar.
Suatu molekul bersifat polar apabila tersusun atas atom-atom yang berbeda.
Kepolaran suatu molekul ditentukan oleh harga momen dipolnya (μ). Suatu molekul
bersifat polar bila μ > 0 dan nonpolar bila μ = 0. Struktur senyawa tanin tersusun atas
atom-atom yang berbeda dan tanin memiliki gugus hidroksi lebih dari satu dan
memiliki momen dipol tidak sama dengan nol (μ ≠ 0) yang menyebabkan tanin
bersifat polar, sehingga harus dilarutkan dengan pelarut yang bersifat polar.
Penelitian Ummah (2010) menunjukkan bahwa dengan pelarut campuran aseton dan
air didapatkan kadar tannin lebih banyak yaitu 10.92 %..
b. Flavanoid

Gambar 2.3. Struktur Flavonoid


Flavonoid merupakan salah satu jenis komponen yang terkandung dalam
tanaman, dan dapat ditemukan pada semua tanaman vaskuler. Flavonoid adalah
komponen yang mempunyai berat molekul rendah, dan pada dasarnya merupakan
phenylbenzopyrones (phenylchromones) dengan berbagai variasi pada struktur
dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling melekat. Struktur dasar ini terdiri dari
dua cincin benzene (A dan B) yang dihubungkan melalui cincin heterosiklik piran
atau piron (dengan ikatan ganda) yang disebut cincin “C” dan struktur dasar
flavonoid adalah rangkaian cincin karbon C6C3C6 (Miradiono, 2002).
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang
mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawasenyawa
flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoidaadalah 1,1 diaril
propana. Istilah flavonoida deiberikan pada suatu golongan besar senyawa yang
berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu
jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon
benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini, pada tingkat
oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk
yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap
sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini (Hutauruk
2010). Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan
dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini dapat ditemukan
pada batang, daun, bunga dan buah (Agestiawaji & Sugrani 2009).Sifat antioksidan
dari flavonoid berasal dari kemampuan untuk mentransfer sebuah elektron ke
senyawa radikal bebas dan juga membentuk kompleks dengan logam. Kedua
mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya menghambat
peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat
aktivitas beberapa enzim (Miradiono, 2002).
c. Saponin

Gambar 2.4. Struktur saponin


Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel
darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang
mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam
glukuronat (Harborn, 1987).
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.
Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah
ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok
menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk
dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin,
banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Harborn, 1987).
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya
dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin
steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin
triterpenoida (Farnsworth, 1966). Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan
berdasarkan struktur aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik
pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat
dan satuansatuan isoprenoid (Harborn, 1987).
Saponin terdiri dari sapogenin yaitu bagian yang bebas dari glikosida yang
disebut aglikon. Senyawa ini mempunyai efek antioksidan dengan
membentukhidroperoksida sebagai antioksidan sekunder sehingga menghambat
pembentukan lipid peroksida (Harborn, 1987).
d. Alkaloid

Gambar 2.5. Struktur senyawa-senyawa alkaloid


Alkaloid merupakan kelompok terbesar dari metabolit sekunder yang
memiliki atom nitrogen. Sebagian besar atom nitrogen merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Alkaloid pada umumnya bersifat basa. Sebagian besar alkaloid
mempunyai aktivitas biologis tertentu. Beberapa alkaloid dilaporkan memiliki sifat
beracun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan (Martin, 2007).
Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber pada tumbuh-tumbuhan. Namun
demikian alkaloid juga dapat ditemui pada bakteri, artopoda, amfibi, burung dan
mamalia. Alkaloid dapat ditemui pada berbagai bagian tanaman seperti akar, batang,
daun, dan biji. Alkaloid pada tanaman berfungsi sebagai: racun yang dapat
melindunginya dari serangga dan herbivora, faktor pengatur pertumbuhan, dan
senyawa simpanan yang mampu menyuplai nitrogen dan unsurunsur lain yang
diperlukan tanaman (Martin, 2007).
e. Steroid dan Triterpenoid

Gambar 2.6. Struktur Steroid dan Triterpenoid


Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan
bersifat optis aktif (Harborne 1987). Golongan senyawa triterpenoid yang
mengandung inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana
dan sebuah cincin siklopentana disebut senyawa steroid. Dahulu sering digunakan
sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain. Tahuntahunterakhir ini makin
banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Tiga senyawa
yang biasa disebut fitosterol terdapat pada hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu:
sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne 1987).
Pada uji aktivitas antioksidan senyawa steroid dan terpenoid menggunakan uji
DPPH, Peredaman radikal bebas terjadi ketika elektron tak berpasangan menjadi
berpasangan dengan adanya sebuah donor hidrogen, sehingga membentuk DPPH
yang lebih stabil DPPH yang merupakan suatu molekul radikal bebas dengan warna
ungu dapat berubah menjadi senyawa yang stabil dengan warna kuning oleh reaksi
dengan antioksidan, dimana antioksidan memberikan satu elektronnya pada DPPH
sehingga terjadi peredaman pada radikal bebas DPPH (Harborne 1987).
f. Kuersetin

Gambar 2.7. Struktur kuersetin


Kuersetin merupakan suatu senyawa yang telah diketahui memiliki beragam
aktivitas. Aktivitas kuersetin yang telah dilaporkan diantaranya sebagai antioksidan,
antibakteri, antivirus, dan mampu berpotensi untuk dimanfaatkan pada penderita
Alzheimer. Terkait dengan penurun kolesterol, kuersetin dilaporkan memiliki efek
kardioprotektif , menurunkan risiko arterosklerosis dan meningkatkan efluks
kolesterol pada liver serta meningkatkan perubahan kolesterol menjadi asam empedu
(Hayakama et al. 2015). Berdasarkan laporan kemampuan kuersetin sebagai penurun
kolesterol tersebut, kuersetin dapat digunakan sebagai senyawa penciri kualitas daun
jati belanda sebagai penurun kolesterol. Senyawa kuersetin memiliki nama IUPAC
berupa 2 (3,4-dihidroksifenil)-3,5,7-trihidroksi-4H-kromen-4-on dengan rumus
molekul C25H10O7 dan bobot molekul sebesar 302 g/mol. Spektrum UV-Vis yang
dihasilkan pada senyawa dengan waktu retensi 14 menit mungkin juga merupakan
kuersetin glikosida. Kuersetin glikosida juga dilaporkan memiliki beragam aktivitas
seperti meningkatkan ekspresi protein terkait tirosinase (TRP-1 dan TRP-2) dan
meningkatkan aktivitas melanogenesis (Yamauchi et al. 2014).
2.4. Pengujian praklinik dan uji klinik
2.4.1. Pengujian praklinik
Uji praklinik yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan senyawa
yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu diuji dengan
serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum calon obat baru ini dapat
dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat
farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan uji
(Ganiswara, 1995).
Serangkaian uji praklinik yang dilakukan antara lain (Ganiswara, 1995):
a. Uji farmakodinamik, untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek
farmakologik seperti yang diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan
mekanisme kerjanya. Dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
b. Uji Farmakokinetik, untuk mengetahui ADME (Absorpsi, Distribusi,
Metabolisme dan Eliminasi) Merancang dosis dan aturan pakai
c. Uji Toksikologi, untuk mengetahui keamanannya
d. Uji Farmasetika, untuk memperoleh data farmasetikanya, tentang formulasi,
standarisasi, stabilitas, bentuk sediaan yang paling sesuai dan cara
penggunaannya.
2.4.2. Uji klinik
Uji klinik merupakan pengujian pada calon fitofarmaka untuk mengetahui
atau memastikan adanya khasiat farmakologik, tolerabilitas, dan keamanan, serta uji
klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, atau pengobatan gejala
penyakit. Dasar untuk melakukan uji klinik adalah adanya pengalaman empiris dan
data farmakologik pada pengujian terhadap hewan yang menunjukkan fitofarmaka
tersebut mempunyai aktivitas farmakologik yang relevan. Persyaratan uji klinik
fitofarmaka dapat dilakukan pada manusia apabila sudah terbukti aman berdasarkan
penelitian toksikologi dan aman untuk manusia (Katzung, 1989).
 Tujuan Uji klinik
Uji klinik dilakukan untuk mencapai tujuan berikut (Katzung, 1989):
1. Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam
pencegahan atau pengobatan penyakit dan gejala penyakit.
2. Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan
keamanan dan manfaatnya.
 Tahapan Uji Klinik
Uji klinik terdiri atas empat fase, yaitu (Ganiswara, 1995):
 Fase I
Calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang
diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini, ditentukan
hubungan antara dosis dan efek yang ditimbulkan serta profil farmakokinetika obat
pada manusia.
 Fase II
Calon obat diuji pada pasien tertentu dan diamati efikasinya pada penyakit
yang diobati. Profil yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial
dengan efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini, mulai dilakukan
pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.
 Fase III
Fase ini melibatkan sekelompok besar pasien. Dalam fase ini, obat baru
dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah
diketahui.
 Fase IV
Setelah obat dipasarkan, masih dilakukan studi pasca-pemasaran (post
marketing surveillance). Pengamatan dilakukan pada pasien dengan berbagai kondisi,
usia, dan ras. Studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai
terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat. Fase ini
meliputi pemantauan toksisitas obat yang beredar.
2.5. Review Produk
2.5.1. Jati Belanda

Gambar 2.8. Produk Jati Belanda


Produsen : PT Industri Jamu Borobudur
Komposisi : Guazumae Folium Extract: 550 mg
Kemasan : 100 kapsul/botol
Badan POM RI: POM TR 062 356 251
Khasiat Jati Belanda: Selain berguna sebagai obat pelangsing badan dengan
mekanisme fat blocker, Jati Belanda juga mempunyai banyak khasiat lain,
diantaranya:
 Penurun kolesterol (antihiperlipidemia)
 Mengurangi kadar gula dalam darah (antihiperglikemia)
 Memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (antiperadangan)
 Memiliki aktivitas antioksidan dengan menghambat lipid peroksida dan
radikal hidroksil
 Dapat digunakan sebagai terapi pendamping pada gangguan
kardiovaskuler serta dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
2.5.2. Jati Belanda Herbal Suplement

Gambar 2.9. Produk Jati Belanda Herbal Suplement


Produsen : PT. Jamu Iboe
Kemasan : 30 kapsul / botol
Badan POM R I: POM TR. 102318971
Komposisi : Tiap kapsul mengandung ekstrak yang setara dengan daun
Jati Belanda (Guazumae Folium) 6 gram.
Khasiat : Membantu mengurangi lemak, obesitas terjadi karena
penumpukan lemak akibat ketidakseimbangan antara apa yang
dikonsumsi dan energi yang dikeluarkan, berat badan berlebih
akan berpengaruh pada penampilan dan rasa percaya diri, serta
memicu penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes dan
penyakit jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Agestiawaji R & Sugrani. (2009), Flavonoid (Quercetin). (Makalah Kimia Organik).


Makasar: Program S2 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Hasanuddin.
Arief, H., (2005), Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Penebar swadaya: Jakarta.
Badan Pengembangan Kesehatan (2010). Data Riset dan Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Jakarta: Kementrian Kesehatan Replubik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (1979), Materia Medika Indonesia Jilid
III, Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
Ditjen POM Depkes RI, (1987), Analisa Obat Tradisional, Jilid I., Jakarta.
Ditjen POM, Depkes RI, (2008), Farmakope Herbal Indonesia, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).
(1995), Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FK UI: Jakarta.
Handa, Sukhdev Swami., et al., (2008), Teknologi Ekstraksi Tanaman Obat Dan
Aromatik, Pusat Internasional Untuk Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Tinggi
Harbone, J. B., (1996), Metode Fitokimia Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
ITB: Bandung.
Katzung, (1989), Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. EGC: Jakarta.
Martin, (2007), The Aerial Parts of Guazuma ulmifolia Lam. Protect Against NSAID-
Induced Gastric Lesions. Journal of Ethnopharmacology 114 (2):153-160.
Miradiono, (2002), Efektivitas pengekstrak senyawa flavonoid dari daun jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.). Bogor: Departemen Kimia FMIPA IPB.
Suharmiati, Maryani, (2003), Khasiat dan Manfaat Jati Belanda si Pelangsing Tubuh
dan Peluruh Kolesterol. Agromedia Pustaka: Depok.
Sulaksana, J., dan Dadang, I.J.,. (2005). Kemuning dan Jati Belanda, Budi daya dan
Pemanfaatan untuk obat, Penebar Swadaya: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai