PENDAHULUAN
populasi sehat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitia Rajeswari (2004) di India
oleh Tinartayu (2016), dari semua responden 68% penderita TBC paru
tergolong dalam penderita dengan kualitas hidup baik, 30% dengan kualitas
hidup sedang dan 2% dengan kualitas hidup buruk. Salah satu penyebab
penelitian yang dilakukan oleh Pare, dkk (2012) terhadap dukungan sosial dan
pasien yang tidak teratur berobat lebih banyak ditemukan dukungan sosial
yang kurang sebanyak 14 orang (63.6%) daripada untuk kategori baik 8 orang
(36.4%).
1
2
di seluruh dunia. Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 1,3 juta kematian
akibat tuberkulosis (turun dari 1,7 juta pada tahun 2000). Diperkirakan 10,4
juta orang menderita TBC pada tahun 2016 yang terdiri dari 90% dewasa,
65% laki-laki dan 56% berada di 5 negara: India, Indonesia, China, Filipina
orang menderita TBC pada tahun 2016 yang terdiri dari 94% dewasa dan 68%
23.456. Untuk cakupan suspek TBC Paru di Banyuwangi tahun 2014 tercapai
8.298 suspek diperiksa (49%) dari target 16.912 suspek sedangkan cakupan
penemuan penderita BTA Positip 900 penderita (53,2 %) dari target 1.869
TBC paru tidak hanya mempunyai dampak secara fisik, tetapi juga
tidak berjalan dengan semestinya. Pasien dengan pengobatan lama juga akan
pengobatan menjadi terputus atau tidak tuntas (drop out) (Ratnasari, 2012).
penderita TBC paru dalam menjalani pengobatan yang rutin dan lama
tersebut. Penderita kronis seperti TBC paru perlu mendapat dukungan sosial
lebih, karena dengan dukungan sosial dari orang tersebut dapat mengurangi
tahun 2018.
tahun 2018.
5
tuberkulosis paru.