A. TINJAUAN KASUS
1. PENGERTIAN
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal injal biasanya
dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya
berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). Sedangkan gagal ginjal akut seringkali
berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang cepat dalam hitungan beberapa hari hingga
minggu dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya.
(Price dan Wilson, 2006)
CKD atau gagal ginjal konik didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversible, dan samar (insidious) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia. (Smeltezer, 2009).
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mepertahankan metabolisme
serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolic (toksik uremik) di dalam darah. (Arif
Muttaqin, 2011).
Pada penjelasan dari berbagai sumber, pengertiannya tidak jauh berbeda terhadap
sumber satu dengan sumber lainnya juga pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan
cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka
untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade,
dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT (
clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic
renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3
atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
Jadi gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible yang berlangsung menahun, sehingga tubuh gagal mempertahankan
1
metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh yang nantinya akan
mengakibatkan uremia.
2. ETIOLOGI / INDIKASI
Penyebab CKD belum diketahui. Tetapi beberapa kondisi atau penyakit yang
berhubungan dengan pembuluh darah atau struktur lain di ginjal dapat mengarah ke CKD.
Penyebab yang paling sering muncul adalah :
a. Diabetes Melitus
Kadar gula yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika kadar gula darah
mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal (Web MD, 2015).
b. Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat penyebab penurunan fungsi ginjal dan
tekanan darah sering menjadi penyebab utama terjadinya CKD (Web MD, 2015).
c. Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab dari gagal ginjal kronis,
antara lain :
1) Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista.
2) Memiliki arteri renal yang sempit.
3) Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal. Seperti obat
Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID) seperti Celecoxib dan Ibu profen dan
juga penggunaan antibiotic (Web MD, 2015).
3. PATOFISIOLOGI
Proses Terjadinya (Patofisiologi)
Masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya gagal ginjal kronik namun ada
beberapa factor yang mempengaruhi sehingga terjadinya gagal ginjal kronis dimana yang
pertama disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Ecolli dimana bakteri tersebut tertimbun di
area ginjal sehingga menyebabkan terjadi reaksi antigen dan antibody. Hal ini
menyebabkan Glomerulo Flitration Rate (GFR) menurun, jika hal ini berlangsung terus
menurus dalam waktu yang lama keadaan ini akan menyebabkan gagal ginjal kronis.
Yang kedua ada pada penyakit vaskuler juga dimana penyakit ini menyebabkan gagal
ginjal kronik dimulai dari terjadinya arteriosclerosis sehingga suplai darah ke ginjal
menurun yang berakibat Glomerulo Flitration Rate (GFR) menurun, yang pada akhirnya
menyebabkan gagal ginjal kronis.
Yang ketiga merupakan penyalahgunaan analgesic dimana mengandung zat toksik
sehingga menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Zat-zat toksik tersebut akan
tertimbun di ginjal hal ini yang menyebabkan terjadi reaksi antigen dan antibody sehingga
menyebabkan Glomerulo Flitration Rate (GFR) menurun, jika hal ini berlangsung terus
menerus dalam waktu yang lama keadaan ini akan menyebabkan gagal ginjal kronis
Obstruksi saluran kemih paling sering menyebabkan gagal ginjal kronis. Hal ini
berawal dari seringnya menahan kencing yang nantinya partikel atau zat yang terkandung
dalam urin mengendap. Apabila endapan itu terus menumpuk akan membentuk batu. Batu
ginjal tersebut menyumbat saluran kemih dan menyebabkan terjadinya retensi urine. Batu
yang besar dan kasar dapat menekan saraf perifer yang berakibat nyeri pinggang. Selain itu
batu yang besar dan kasar bisa mengiritasi saluran kemih seperti ureter dan uretra. Karena
terjadi iritasi, darah yang berasal dari saluran kemih keluar bersamaan dengan urine(
hematuria). Akibat darah yang terus menerus keluar melalui saluran kemih terjadilah
anemia.
3
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
a) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
b) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
c) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
4. MANIFESTASI KLINIS
a) Manifestasi klinis menurut Nanda NIC-NOC 2015, antara lain :
1) Gagal Ginjal Kronik
Menurut perjalanan klinisnya :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal.
4
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nocturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinine serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nocturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma),
yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10ml/menit, kadar serum kreatinin dan
BUN meningkat tajam dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain : hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
Pemeriksaan lab.darah
1) Hematologi
Haemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Eritrosit, Leukosit, Trombosit.
2) RFT (Renal Fungsi Test)
(Ureum dan Kreatinin).
3) LFT (Liver Fungsi Test)
4) Elektrolit
(Klorida, kalium, kalsium).
5) Koagulasi studi
PTT, PTTK
6) BGA
BUN / Krestinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar
kreatinin 10mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).
Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl.
SDM : waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
6
AGD : penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hydrogen dan ammonia atau hasil
akhir katobolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.
Kalium : peningkatan sehubungan denan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir
perubahan EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau lenih besar.
7) Urine rutin
9) Pemeriksaan Kardiovaskuler
ECG
ECO
10) Radidiagnostik
USG abdominal
CT scan abdominal
BNO/IVP, FPA
Renogram
RPG ( retio pielografi )
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengkajian klinik menetukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit penyerta, derajat
penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan funsi ginjal, factor resiko untuk
penurunan fungsi ginjal, dan factor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Pengelolaan
dapat meliputi : (NIC-NOC 2015)
7
1) Terapi penyakit ginjal
2) Pengobatan penyakit penyerta
3) Penghambatan penurunan fungsi ginjal
4) Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskuler
5) Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
6) Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transpalntasi jika timbul gejala dan
tanda uremia.
2. Dialysis
Sedangkan stadium V sudah dilakukan terapi pengganti dengan dialisis rutin
karena ginjal sudah tidak berfungsi lagi dan obat-obatan tidak mampu lagi
mengatasinya.. Sehingga fungsi ginjal disini digantikan oleh sebuah mesin untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang bila tidak dikeluarkan akan
menumpuk dalam tubuh dan menjadi racun bagi tubuh sendiri.
8
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung).
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal
kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani
pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama
beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
9
3. Obat – obatan
Diuretic untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat
menstimulasi produksi RBC seperti apoetin alfa bila terjadi anemia.
10
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
1. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengadakan difusi secara pasif
melalui membrane berpori dan kompartemen cair yang menuju kompartemen lain (Price dan
Wilson, 2005).
Hemodialisa merupakan pemisahan komponen darah dari zat metabolisme dan zat yang
dibutuhkan oleh tubuh menggunakan ginjal pengganti ( dialyzer) dan dializat melalui membran
semi permeable.
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti
air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
2. Tujuan Hemodialisa
1) Membuang zat-zat hasil metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat
2) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian
cairan biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (
penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi )
3) Mempertahankan dan mengembalikan sistem buffer tubuh ( keseimbangan asam-basa)
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
3. Etiologi
1) GGA dan GGK yang tidak berhasil diatas dengan terapi secara konservatif
2) GGK yang dipersiapkan untuk transplantasu ginjal
3) Ureum > 200 mg%
4) Kreatinin >8 mg%
5) Kelebihan volume cairan (overload), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit atau
hyperkalemia
6) Gangguan asam basa ( asidosis ) dengan Ph ,7,2
7) Keracunan obat-obatan dengan kesalahan transfuse
8) Tes klinis kreatinin , 10ml/menit
9) Perikaditis
11
10) Enchepalopati
11) Uremis lung
12) Hipertensi berat
4. Prinsip Hemodialisis
1) Difusi
Difusi merupakan berpindahnya suatu zat solut karena yang ditimbulkan oleh perbedaan
kadar zat didalam darah dan di dalam dializat, yaitu semakin tinggi kadar zat darah, makin
banyak yang pindah ke dializat, kecepatan perpindahan ini dipengaruhi oleh:
a. Konsentrasi zat
b. Berat molekul
c. QB (Quick Blood ) dan QD (Quick Dializat )
d. Luas permukaan membran
e. Permeabilitas membran
2) Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi merupakan perpindahan air dan zat melalui membran semipermeable akibat
tekanan hidrostatik yang bekerja pada membran/perbedaan tekanan hidrpstatik dari dalam
kompartemen darah dan dializat. Kecepatan perpindahan ini dipengaruhi oleh :
a. TMP (Trans Membran Presure)
b. Koefisien Ultra Filtrasi
c. QB (Quick Blood) dan QD (Quick Dializer )
2) Cairan Dializat
a. Acid
b. Bikarbonat
12
3) Dializer
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah
dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang
digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi
efisiensi dializer, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air ( ultrafiltrasi )
dan produk-produk sisa (klirens).
6. Heparinisasi
Merupakan suatu cara untuk mencegah pembekuan darah. Untuk pasien stabil tanpa
resiko pendarahan heparin dapat diberikan secara kontinyu:
1) Diberikan dosis awal secara bolus 2000 unit
2) Tunggu 3 sampai 5 menit untuk memberi kesempatan heparin menyebar merata kemudian
dialisis dimulai. Dilanjutkan dengan infus heparin dengan kecepatan 1000 unit/jam
kontinyu ( dengan pompa )
3) Dilakukan penilaian koagulasi
7. Akses Vaskular
1) Permanen: jenis AV fistula dan AV shunt.
2) Sementara: jenis femoral (double lumen dan akses femoral).
13
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. PRE HD
Data Subjektif
1) Pasien mengeluh sesak jika minum secara berlebihan
2) Pasien mengatakan mual dan muntah
3) Pasien mengatakan sakit kepala
4) Pasien mengatakan demam
5) Pasien mengeluh bengkak pada kaki
6) Pasien mengatakan lemas jika beraktivitas secara berlebihan
Data Objektif
1) Pasien tampak lemas
2) Nafas pasien terlihat pendek
3) Pasien terlihat mengalami penurunan / penaikan berat badan
4) Pasien terlihat mual dan ingin muntah
5) Kulit pasien terlihat kurang elastis
6) CRT lebih dari 3 detik
7) Pasien terlihat mengalami edema pada ektremitas bawah
Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane
mukosa mulut.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tekanan ekspirasi
dan inspirasi.
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan anemia.
14
b. INTRA HD
Data Subjektif
1) Pasien mengeluh lemas
2) Pasien mengeluh mual dan muntah
3) Pasien mengeluh kesakitan saat disuntik
Data Objektif
1) Pasien terlihat lemah
2) Pasien terlihat cemas
3) Pasien terlihat meringis saat dilakukan penyuntikan
Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi syok berhubungan dengan syok hypovolemia
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
c. POST HD
Data Subjektif
1) Pasien mengatakan sudah tidak lemas lagi
2) Pasien mengatakan keadaanya sudah membaik
Data Objektif
1) Terdapat bekas suntikan luka punksi pada akses vascular
2) Keadaan umum pasien terlihat baik
3) Tidak ada kenaikan pada berat badan pasien
4) Pasien tidak mengalami tekanan darah tinggi
Diagnosa Keperawatan
1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas
15
2. PERENCANAAN (PRE, INTRA DAN POST HD)
A. PRE HD
a. Prioritas Masalah
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa
mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil.
Kriteria Hasil :
a) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
c) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d) Pasien tidak mual dan muntah
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi.
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
Rasional : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi.
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
Rasional : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan.
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
Rasional : Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social.
e. Berikan perawatan mulut sering
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan
makanan.
16
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tekanan ekspirasi
dan inspirasi.
Tujuan : pola nafas kembali stabil dan normal
Kriteria hasil :
a) Suara nafas bersih tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu bernafas
dengan mudah)
b) Menunjukkan jalan nafas yang paten (irama nafas dan frekuensi nafas
dalam rentang normal dan tidak ada suara nafas yang absnormal)
c) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi
a) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
Rasional : Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c) Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Mencegah terjadinya sesak nafas
d) Batasi untuk beraktivitas
Rasional : Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia
17
mengeluarkan zat-zat sisa dari dalam tubuh.
c) Monitoring status cairan (intake dan outout)
Rasional : membantu mengevaluasi status cairan khususnya bila
dibandingkan dengan BB.
d) Observasi TTV setiap 2 jam
Rasional : mengetahui status vitas pasien teruama tekanan darah.
e) Anjurkan pasien memenuhi diet cairan agar tetap seimbang
Rasional : memberikan pemahaman ke pasien untuk menjaga kebutuhan
cairan tubuh tetap seimbang
f) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk memantau kadar Na pasien
Rasional : kadar Na yang tinggi menunjukkan kelebihan elektrolit
18
B. INTRA HD
a. Prioritas Masalah
1) Resiko tinggi syok berhubungan dengan syok hypovolemia
Tujuan :
Kriteria hasil :
a) Keadaan umum pasien baik
b) TTV pasien dalam batas normal
c) Nadi, irama jantung, frekuensi nafas dan irama pernafasan dalam batas yang
diharapkan
d) Kesadaran compos metis
Intervensi
a) Observasi keadaan umum pasien
Rasional : keadaan umum yang lemah menunjukkan terjadnya syok.
b) Observasi TTV pasien
Rasional : penurunan tekanan darah dan nadi menunjukkan syok.
c) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena sesuai indikasi
Rasional : mengganti kekurangan cairan dan menyeimbangkan cairan
vaskuler
19
c) Catat intake dan output cairan
Rasional : mengetahui keseimbangan cairan pasien.
d) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena sesuai indikasi
Rasioal : mengatasi kekurangn cairan dan menyeimbangkan cairan tubuh
pasien.
20
C. POST HD
a. Prioritas Masalah
1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Tujuan : menghindari terjadinya infeksi selama dilakukan prosedur invasif
Kriteria hasil :
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c) Jumlah leukosit dalam batas normal
d) Menunjukkan prilaku hidup sehat
Intervensi
a) Observasi TTV pasien
Rasional : peningkatan suhu tubuh menunjukkan aktivitas infeksi
b) Observasi daerah penusukan fistula
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi di area penusukan fistula
c) Lakukan Teknik steril saat melalukan pemasangan alat HD dan perawatan
luka tusukan
Rasional : sebagai tindakan preventif dalam menanggulangi infeksi
d) Segera cabut jarum fistula jika terjadi pembengkakan di area penusukan
Rasional : menghindari kondisi yang lebih buruk seperti trauma pecah
pembuluh darah
21
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
Rasional : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c) Inspeksi area tergantung terhadap udem
Rasional : Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d) Ubah posisi sesering mungkin
Rasional : Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
e) Berikan perawatan kulit
Rasional : Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f) Pertahankan linen kering
Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
Rasional : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h) Anjurkan memakai pakaian katun longgar
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit.
3. IMPLEMENTASI
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan adalah tindakan yang dilakukan sesuai
dengan rencana asuhan keperawtana yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan
yang telah dibuat dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi
(Tarwoto Wartonah, 2003).
b) INTRA HD
1) Resiko tinggi syok teratasi.
2) Kekurangan volume cairan teratasi.
3) Nyeri akut teratasi.
c) POST HD
1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive teratasi.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas teratasi.
23