Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era globalisasi saat ini berdampak terhadap sistem perdagangan bebas (free trade) dan
lebih terbuka antara negara satu dengan negara lainnya. Sistem perdagangan bebas
memungkinkan produk yang dihasilkan oleh industri agar produknya dapat bersaing di pasar
dalam negeri maupun pasar internasional. Di sisi lain, persaingan antar negara yang semakin
ketat diikuti oleh persaingan antar industri dalam menghasilkan produk yang bermutu. Krisis
global seperti saat ini, pengembangan agroindustri yang masih mempunyai peluang dan
potensi adalah industri yang memanfaatkan bahan baku utama produk hasil pertanian dalam
negeri, mengandung komponen bahan impor sekecil mungkin, dan produk yang dihasilkannya
mempunya mutu yang mampu bersaing di pasar dalam negeri maupun ekspor.
Ikan lemuru adalah ikan berlemak (fatty fish) karena kandungan lemaknya relatif tinggi
pada saat tertentu dan bervariasi dari tahun ke tahun. Hal ini sering menjadi kendala dalam
usaha pengolahan ikan lemuru. Pengamatan dan studi pustaka menunjukkan bahwa variasi
kandungan lemak ikan lemuru sangat dipengaruhi oleh beberapa sifat biologinya. Lemak
lemuru mengandung cukup banyak asam-asam lemak polienoat penting (EPA = C20:5𝜔3 dan
DHA = C22: 𝜔3 yang dianggap bermanfaat untuk mencegah penyakit jantung koroner
(Moeljanto, 1988).
Total produksi perikanan Jawa Timur pada tahun 2000 sebesar 298.068,2 ton dengan
produksi rata-rata 195.364,44 ton dengan kenaikan rata-rata sekitar 4,4%. Salah satu sumber
ikan laut yang penting adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru), dengan produksi rata-rata
23.300,92 ton dan produksi tertinggi pada tahun 1998 yaitu 23,7%. Total produksi ikan laut
tahun 1976-2000 berkisar 87.807,7- 298.068,2 ton dengan rata-rata 195.364,4 ton per tahun,
sedangkan produksi lemuru berkisar antara 4.101,7-65.977,9 ton dengan rata-rata 23.300,9 ton
per tahun (Anonim, 1976-2000).
Ikan lemuru banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi langsung, baik yang diolah
dalam bentuk ikan kaleng, ikan pindang, maupun ikan asin. Produk akhir dari komoditi ikan
lemuru ini adalah sebagai tepung ikan, minyak ikan dan bahan pakan ikan. Ikan lemuru banyak
dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi langsung, terutama yang diolah dalam bentuk ikan
kaleng, ikan pindang dan ikan asin (Anonim, 1999). Hasil tangkapan ikan lemuru banyak
didominasi dengan jenis olahan ikan kaleng. Hal ini berarti, ikan lemuru yang berhasil
ditangkap oleh nelayan lebih banyak di supply untuk kebutuhan industri ikan kaleng (canning).
Ikan kaleng ini dipasarkan baik di pasar lokal, nasional maupun internasional. (Anonim, 1999).
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan dan
kerusakan, selain itu juga untuk memperpanjang dan mendiversifikasikan daya awet produk
olahan hasil perikanan, pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan
ikan secara modern yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan
dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas dan aluminium. Pengemasan
secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat
ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008).
Semua makanan kaleng umumnya diberikan perlakuan hingga tercapai keadaan steril
komersial yaitu tingkat kesterilan dimana mikroorganisme yang dapat tumbuh dan
menyebabkan kerusakan bahan pangan tersebut pada keadaan penanganan dan penyimpanan
yang normal telah mati (Tjahjadi dan Herlina, 2011).
Beberapa negara menjadikan masalah keamanan pangan sebagai salah satu isu yang perlu
diatur secara wajib (mandatory). Dalam upaya memperbaiki mutu produk sesuai dengan
tuntunan FAO (Food and Agriculture Organization of United Nations) menganjurkan agar
setiap pengolahan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice) dan SSOP (Sanitation
Standart Operation Procedure) berdasarkan konsepsi HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point). Sistem HACCP didesain untuk meminimalkan resiko, tetapi tidak berfungsi
meniadakan semua resiko akibat kemungkinan terjadinya ketidakamanan makanan (Ardani,
2005). HACCP merupakan salah satu bentuk managemen resiko yang dikembangkan untuk
menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat
memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen (Husni &
Putra, 2014). Proses pengalengan makanan memiliki potensi bahaya mulai dari penerimaan
bahan baku, proses, hingga produk akhir. Salah satu bahaya pada makanan kaleng adalah
adanya bakteri Clostridium botulinum yang merupakan salah satu jenis bakteri patogen.
Clostridium botulinum mengeluarkan racun botulin yang dapat mematikan manusia
(Muchtadi, 1995).
CV. Pasific Harvest berlokasi di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1993 dan merupakan salah satu produsen
pengalengan ikan terbesar di Indonesia yang memproduksi lebih dari 120 juta kaleng ikan yang
akan dipasok ke pasar Indonesia, Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Barang produksi yang
dihasilkan antara lain tuna kaleng, sarden kaleng dan berbagai produk lainnya. Melalui kerja
lapangan (KL) yang dilakukan CV. Pasific Harvest diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana penerapan HACCP khususnya pada proses pengalengan ikan lemuru (Sardinella
lemuru) di CV. Pasific Harvest guna mempertahankan mutu produk dan perusahaan sehingga
dapat menjaga eksistensinya untuk bersaing di pasar nasional dan internasional.
B. Tujuan
Kerja lapangan di CV. Pasific Harvest bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis penerapan sistem HACCP pada pengalengan ikan
sarden di CV. Pasific Harvest
2. Mendapatkan keterampilan dan pengalaman kerja dalam kegiatan pengolahan
produk ikan berbasis pengalengan di CV. Pasific Harvest
3. Mengetahui masalah dan cara mengatasi masalah terkait dengan pengalengan ikan
di CV. Pasific Harvest
C. Manfaat
Melalui kerja lapangan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan pengalaman
kerja pada proses pengolahan produk perikanan berbasis pengalengan serta dapat mengetahui
penerapan sistem HACCP pada pengalengan ikan dalam menjamin keamanan produk bagi
konsumen.
D. Waktu dan Tempat
Kerja Lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 11 Januari sampai 15 Februari 2016 dengan
berlokasi di CV. Pasific Harvest di Jl. Tratas nomor. 61 Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur
(68472)
BAB II
KEADAAN UMUM CV. PACIFIC HARVEST
A. Sejarah
CV. Pasific Harvest adalah Industri yang telah difokuskan pada pembuatan produk
makanan laut seperti: sarden kaleng, makarel kaleng, tuna kaleng, ikan beku (seafood), dan
tepung ikan serta minyak ikan . Pasific Harvest didirikan pada tahun 1993 dan terletak di
Banyuwangi, Jawa Timur . Perusahaan ini telah berkembang sangat pesat sebagai hasil dari
komitmen yang kuat. Saat ini, CV. Pasific Harvest telah memiliki tiga pabrik seluas 6
hektar yang berada di kawasan industri Muncar Jawa Timur. Dalam satu hari, pabrik ini
mampu mengolah bahan baku hingga 200 ton. CV. Pasific Harvest memiliki kebijakan dan
komitmen yang kuat untuk memprioritaskan kepuasan pelanggan, menghasilkan produk
berkualitas baik, dengan harga yang wajar dan pengiriman yang tepat waktu. CV. Pasific
Harvest terus meningkatkan sistem manajemen kualitas. Semua tahapan dalam proses
produksi benar-benar diperiksa dan dikendalikan agar kualitas produk yang dihasilkan oleh
CV. Pasific Harvest dapat dipastikan keamanannya dan mampu memenuhi kepuasan
konsumen.

B. Visi dan Misi


 Visi
Menjadi salah satu industri pangan hasil laut terdepan yang menghasilkan produk
bermutu tinggi dan aman untuk memberikana kepuasan kepada semua kebutuhan
pelanggan
 Misi
1. Mempertahankan standar mutu keamanan produk hasil laut
2. Menerapkan sistem manajemen mutu dan keamanan terpadu dari produk hasil
laut secara berkelanjutan, efektif, dan konsisten yang dapat diterima oleh negara
pengimpor
3. Mengembangkan kapasistas guna memenuhi permintaan pelanggan yang selalu
meningkat
4. Mengembangkan usaha untuk menciptakan daya saing dari pada perusahaan
C. Struktur Organisasi
D. Lokasi
CV. Pasific Harvest berlokasi di Jalan Tratas No.61 Muncar, Banyuwangi, Jawa
Timur.
E. Fasilitas-fasilitas
Fasilitas yang terdapat pada CV. Pasific Harvest antara lain unit kesehatan, ruang
loker karyawan, kantin, ruangan merokok, ruang terbuka hijau, pos satpam, kamar mandi,
ruang istirahat, dan fasilitas antar-jemput bagi pegawai borongan.
BAB III
BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG
A. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan ikan sarden dalam kaleng
adalah ikan dengan spesies Sardinella longiceps, Sardinella fimbriata, Scomber
australasicus, dan Scomber japonicus. Bahan baku tersebut berasal dari perairan lokal
maupun impor dari negara lain. Bahan impor digunakan saat musim paceklik pada perairan
lokal. Bahan baku lokal didapatkan dari Perairan Selat Bali, Perairan Utara Jawa (Laut
Jawa), Perairan Selat Madura, dan Perairan Selatan Jawa (Samudra Hindia). Sedangkan
bahan baku impor diperoleh dari Cina, India, Pakistan, Yaman, dan Oman. Bahan baku
diterima dalam kondisi segar atau beku dengan suhu pusat minimal 4,40C. Sebelum
dibongkar, kendaraan pengangkut bahan baku dicek untuk memastikan kendaraan dan cara
penanganan bahan baku dalam kondisi higiene dan aman. Setelah itu muatan dibongkar
dan bahan baku diperiksa kondisi fisik, kimia, dan biologi. Bahan baku beku dikemas
dalam kemasan polybag dan wadah karton sementara bahan baku segar dimasukkan ke
dalam wadah berinsulasi dan ditambah dengan es. Standar bahan baku berdasarkan SNI
01-2729.1-2006, SNI 01-2729.2-2006, dan SNI 01-2729.3-2006.

B. Bahan Pendukung
Bahan pendukung merupakan hal yang penting bagi proses pengalengan sarden.
Bahan pendukung yang digunakan pada proses pengalengan sarden antara lain seperti
kaleng dan kardus. Sedangkan, bahan pendukung yang digunakan untuk membuat medium
antara lain tomat, cabai, bawang putih, bawang merah, perisa, merica, dan bumbu-bumbu
yang lain.

C. Persyaratan Bahan Baku


Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan.
Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti berikut :
 Kenampakan: mata cerah, bersih
 Bau: Segar
 Tekstur: elastis dan padat.
Syarat standar cemaran mikrobiologi untuk bahan baku yang diterima adalah:
Cemaran Mikroba Satuan Peryaratan
- ALT Koloni/g maksimal 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g maksimal ˂ 2
- Salmonella APM/25g Negatif
- Vibrio cholerae APM/25g Negatif

Sedangkan syarat standar cemaran kimia untuk bahan baku yang diterima adalah :
Cemaran Kimia Satuan Peryaratan
- Raksa (Hg) mg/kg maksimal 0,5
- Timbal (Pb) mg/kg maksimal 0,4
- Histamin mg/kg maksimal 100
- Cadmium (Cd) Mg/kg maksimal 0,1
BAB IV
PROSES PENGALENGAN

Proses Pengalengan dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :


1. Proses Produksi
Proses Produksi merupakan proses paling inti, yang terdiri dari tahapan-tahapan,
diantaranya :
A. Penerimaan bahan baku (segar maupun beku)
Penerimaan bahan baku segar berasal dari nelayan lokal yang mengambil ikan dari
selat Bali, sementara bahan baku beku diperoleh dengan cara impor. Bahan baku yang
telah diterima kemudian ditimbang dan dilakukan sampling dan dilakukan pengujian
secara fisik dan kimiawi. Pengujian fisik dilakukan untuk melihan seberapa besar
kerusakan pada tubuh ikan saat diterima, jika ikan yang diterima pecah perut maka ikan
tersebut akan dikembalikan. Sementara uji kimiawi dilakukan dengan pengujian
histamin di laboratorium.
B. Pelelehan
Proses pelelehan dilakukan pada ikan yang diterima dalam bentuk beku maupun
ikan segar yang disimpan dalam cold storage. Ikan dimasukan ke dalam bak
penampungan kemudian diberi perlakuan dengan cara air mengalir. Setelah es meleleh
maka ikan siap diproses.
C. Pencucian I
Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada
tubuh ikan. Pencucian merupakan hal yang penting untuk menjaga mutu ikan.
D. Pemotongan kepala dan ekor, pembuangan isi perut (Cutting)
Bahan mentah berupa ikan dipotong kepala dan ekornya menggunakan gunting
kemudian dibuang bagian isi perut dengan cara ditarik keatas kemudian dicuci.
rendemen yang dihasilkan antara 55-60%. Kulit ikan lemuru mudah sobek sehingga
untuk memperoleh bahan mentah bermutu tinggi, harus diusahakan agar badan ikan
tidak terluka. Hal ini perlu dihindari dengan memberikan penanganan yang baik dan
hati-hati pada ikan lemuru. Ikan lemuru mempunyai isi perut yang relatif besar dan
harus dibuang supaya tidak mempengaruhi rasa pada produk yang dihasilkan. Dalam
penyiangan ikan lemuru harus teliti agar tidak ada bagian isi perut yang tertinggal
(Moeljanto, 1982).
E. Pencucian II
Proses pencucian II dilakukan untuk menghilangkan kotoran maupun isi perut yang
masih menempel pada tubuh ikan. Setelah proses ini, ikan siap untuk diisikan ke dalam
kaleng.
F. Pengisian dalam kaleng
Kaleng yang digunakan dalam proses pembuatan ikan sarden adalah kaleng besar
dan kelang kecil. Kaleng besar berisi 8 ikan sementara kaleng kecil berisi 4 ikan. Proses
pengisian harus dilakukan secara cepat dan dengan air mengalir untuk menjaga kesegaran
dari ikan. Proses Pengisian hendaknya dilakukan secara teratur dan seragam. Produk
diisikan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan head
space.
Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup yang
berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi agar
tidak menekan wadah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi menggelembung.
Besarnya headspace dalam wadah apabila terlalu kecil akan menyebabkan pecahnya
wadah akibat ekspansi (pengembangan) produk selama proses sterilisasi. Apabila head
space terlalu besar, sejumlah kecil udara akan terperangkap dalam kaleng sehingga akan
mengakibatkan terjadinya oksidasi dan perubahan warna produk (Adawyah, 2007).
G. Pre cooking dan Exhauting
Setelah ikan diisikan dalam kaleng, ikan dimasukan dalam mesin exhauting untuk
menarik udara keluar pada kaleng di sela-sela ikan. Exhauting dilakukan pada suhu 80-900
celcius selama 10 menit. Suhu tengah bahan setelah proses exhauting sekitar 600 celcius.
Alat exhauting dapat menampung 1300 kaleng.
Penghampaan udara (exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar
oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga
tidak mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga
dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi
sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan untuk meningkatkan suhu
produk didalam wadah sampai mencapai suhu awal (initial temperature). Penutupan wadah
dilakukan setelah proses penghampaan udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya pembusukan (Muchtadi, 1995).
Sebagian besar oksigen dan gas lain harus dihilangkan dari bahan di dalam wadah
sebelum operasi penutupan. Di dalam wadah yang sudah ditutup tidak diinginkan adanya
oksigen, karena gas itu dapat bereaksi dengan bahan pangan atau bagian dalam kaleng
sehingga akan mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Pada
pabrik berskala kecil, exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan
pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam
keadaan panas dan wadah ditutup juga dalam keadaan masih panas. Pabrik pengalengan
ikan yang berskala besar, exhausting dilakukan secara mekanis dan dinamakan pengepakan
vakum (vacuum packed) (Adawyah, 2007).
H. Penirisan
Penirisan ikan dilakukan dengan mesin dengan cara memiringkan kaleng pada
kemiringan tertentu supaya air yang terdapat dalam kaleng keluar kemudian digantikan
dengan medium dengan berbagai rasa.
I. Pengisian media
Proses pengisian media dilakukan menggunakan alat dan dengan suhu medium 700
celcius. Rasa dari media sesuai dengan permintaan buyer dan pengisian media dilakukan
dengan memperhatikan headspace. Medium pengalengan adalah larutan atau bahan
lainnya yang ditambahkan ke dalam produk waktu proses pengisian. Medium pengalengan
dapat memberikan citarasa pada produk, mengurangi waktu sterilisasi dengan
meningkatkan proses perambatan panas dan mengurangi korosi kaleng dengan cara
menghilangkan udara. Bila dalam pengalengan tersebut ditambahkan medium
pengalengan, tinggi head space tidak boleh kurang dari 0,25 inchi, tetapi bila produk
dikalengkan tanpa penambahan medium, diperbolehkan produk diisi sampai hampir penuh
dengan meninggalkan sedikit ruang head space (Muchtadi, 1995).
J. Penutupan kaleng (seaming)
Proses seaming menggunakan alat dengan kecepatan 0,5Hz dan 0,7Hz. Alat dengan
kecepatan 0,5Hz dapat menghasilkan 75 kaleng/menit sementara alat dengan kecepatan
0,7Hz menghasilkan 150 kaleng/menit. Kontrol dilakukan setiap 1 jam sekali dengan
melihat nett weight.
Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan double seaming. Mesin yang digunakan
untuk membuat penutupan tersebut (double seamer machine) jenisnya bervariasi dari yang
digerakkan dengan tangan sampai yang otomatis, tetapi pada prinsipnya kerja mesin
tersebut sama, yaitu menjalankan dua operasi dasar. Operasi pertama berfungsi untuk
membentuk atau menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng dan badan kaleng,
sedangkan operasi kedua berfungsi untuk meratakan gulungan yang dihasilkan oleh operasi
pertama (Muchtadi, 1995).
K. Pencucian kaleng
Setelah kaleng tertutup, kaleng dialirkan dalam mesin pencuci dengan suhu 400
celsius yang mencakup pencucian, pembilasan dan pengeringan. Pencucian
menggunakan sabun yang tidak berbau. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada kaleng. Pencucian dilakukan supaya kaleng bersih dari
kotoran dan tidak berkarat.
L. Strerilisasi
Proses sterilisasi dilakukan dalm mesin retort dengan tahapan-tahapan sebagi
berikut :
- Venting : dengan suhu 1100 celcius dengan tekanan 0,38 atm selama 10 menit.
- Sterilisasi : dengan tekanan 0,87 atm dengan suhu 1180 celcius selama 90 menit
untuk club can dan 110 menit untuk round can
- Cooling : dengan suhu 400 celcius selama 10 menit kemudian disiram dengan air
klorin dan dibiarkan 1x24jam.
Menurut Muchtadi (1995) sterilisasi adalah operasi yang paling penting dalam
pengalengan makanan. Sterilisasi tidak hanyabertujuan untuk menghancurkan mikroba
pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak,
yaitu dilihat dari penampilannya, teksturnya dan citarasa sesuai yang diinginkan. Oleh
karena itu, proses pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk
menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk
menjadi terlalu masak.
Proses panas harus cukup untuk menonaktifkan mikroba yang terdapat dalam
makanan kaleng atau untuk mencapai sterilisasi komersial. Ikan yang memiliki pH
mendekati netral, yaitu 6,8, biasanya diproses dengan suhu 1210C dengan waktu tergantung
pada cepat lambatnya perambatan panas. Proses pemanasan makanan kaleng yang
dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari
Clostridium botulinum (Adawyah, 2007).

M. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan dengan cara mengangin-anginkan kaleng selama
1x24 jam dan digunakan untuk melihat apakah ada kerusakan selama proses sterilisasi.
Setelah pendinginan jika masih terdapat kaleng yang kotor terkena noda minyak maka
kaleng tersebut akan masuk kembali pada proses drying (pencucian, pembilasan,
pengeringan).
N. Pengkodean
Pengkodean bertujuian untuk memberikan kode pada kaleng menggunakan mesin apa
sehingga suatu saat jika ada complain dari buyer maka data akan mudah dicari
O. Pelabelan
Setelah dingin kaleng diberi label sesuai dengan keinginan produsen, pemberian
label ditunjukkan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan untuk mengetahui kapan
waktu produksi sehingga dapat menentukan masa kadaluarsa dan dengan pemberian label
produk akan dikenal masyarakat.
P. Inkubasi
Inkubasi bertujuan untuk menguji mutu produk sebelum dipasarkan, jika produk
kaleng bocor maka akan terlihat saat proses inkubasi sehingga produk tidak dipasarkan.
Proses inkubasi berlangsung selama 2minggu pada ruang penyimpanan sementara.
Q. Pengepakan
Pengepakan dilakukan secara manual tanpa bantuan alat, pengepakan berdasarkan
permintaan buyer dalam satu kotak berisi berapa kaleng sarden. Pada proses pengepakan
dilakukan juga cheking product paling akhir. Jika terdapat kaleng yang penyok maka
kaleng tersebut tidak akan dipasarkan.
R. Penyimpanan
Penyimpanan dalam gudang ditata berdasarkan tanggal produksi dan menggunakan
sistem fifo ( first in first out) sehingga bahan yang pertama kali datang akan pertama kali
dikeluarkan dari gudang.
S. Pengiriman
Pengiriman merupakan tahap terakir dari proses produksi. Pengiriman dilakukan
dengan memindahkan kaleng ke dalam truk dengan unit load fork lift. Kemudian truk akan
membawa kaleng tersebut ke pelabuhan untuk dikirim ke luar negeri menggunakan kapal.
2. Proses Persiapan Media.
Media berasal dari bahan segar dan bahan yang berasal dari pabrik. Proses persiapan media
meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
2.1. Bahan segar :
Penerimaan bahan segar : Kesegaran bahan mentah sangat penting dalam industri
perikanan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan jelek dan bagus
kualitasnya, apabila kualitas bahan mentah bagus maka produk yang dihasilkan juga
bagus (Wulandari et al., 2009).
A. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada
bahan segar yang akan diolah sebagai bahan pembuat medium. Proses pencucian dilakukan
dengan manual.
B. Penggilingan
Proses penggilingan dilakukan dengan tujuan menghaluskan dan mencampurkan
bahan baku medium sebelum dimasak. Proses penggilingan dilakukan menggunakan alat
bernama hammermill.
C. Pemasakan
Proses pemasakan dilakukan menggunakan hammermill dengan suhu diatas 80-900
celcius. Pemasakan dengan cara menyampurkan bahan-bahan dengan tambahan formula
khusus selama kurang lebih 60menit selanjutnya dialirkan untuk diisikan ke dalam kaleng.
Suhu media saat dialirkan sekitar 700 celcius.
2.2. Bahan berasal dari pabrik :
A. Penerimaan bahan
Bahan yang berasal dari pabrik berupa pasta, gula, tepung, penyedap makanan dan
lain-lain. Bahan tersebut setelah diterima kemudian disimpan dalam gudang bahan media.
Selama penerimaan bahan dilakukan kontrol untuk mengecek mutu dari bahan tersebut.
B. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan setelah proses penerimaan. Bahan baku setelah diterima
disimpan dalam gudang bahan media. Proses penggunaan bahan dalam gudang
menggunakan sistem fifo (first in, first out) sehingga bahan yang pertama datang akan
terlebih dahulu dikeluarkan.
C. Mixing
Mixing merupakan proses pencampuran bahan segar dan bahan yang berasal dari
pabrik untuk dibuat menjadi media dengan formula khusus. Proses mixing dilakukan
dengan suhu tinggi dan dilakukan dengan alat bernama hammermill. Setelah proses mixing
maka media sudah siap digunakan untuk dialirkan dan dimasukan dalam kaleng.
3. Proses Persiapan Bahan Pengemas
Bahan pengemas meliputi kaleng dan bahan lain seperti karton, label, dan plastik.
Penggunaan kaleng sebagai wadah pengalengan ikan memberikan beberap keuntungan.
Keuntungan tersebut yaitu, kaleng dapat menjaga pangan didalamnya dari kontaminasi
yang menyebabkan kebusukan, kaleng dapat menjaga bahan pangan dari perubahan kadar
air dan masuknya oksigen yang tidak diinginkan. Keuntungan lain adalah meningkatkan
daya tarik karena mudah ditata saat display penjualan (Muchtadi, 1995).
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kaleng, yaitu Electrolyte Tin Plate
(ETP), Tin Free Syeel (TFS) dan alumunium. Kebanyakan pengalengan menggunakan
TFS-CT yang merupakan lapisan baja yang dilapisi kromium secara elektris kemudian
terbentuk kromium oksida pada seluruh permukaannya. Kelebihan penggunaan TFS antara
lain, tidak menggunakan timah putih sehingga harga lebih murah, daya adesi terhadap
bahan organik lebih baik, sedangkan kekurangannya adalah berpeluang lebih tinggi untuk
berkarat (Adawyah, 2007).
Wadah kaleng yang akan digunakan hendaknya dibersihkan dan diperiksa secara
teliti sebelum digunakan untuk pengalengan. Cara tersebut apabila dilaksanakan dengan
baik akan menekan terjadinya kebusukan. Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya
diperiksa solderan, adanya karat atau ada cacat lainnya, seperti lekuk-lekuk atau penyok.
Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun dan hangat kemudian dibilas dengan
air bersih. Tutup kaleng hendaknya tidak dicuci untuk menghindari kerusakan pada gasket
(Adawyah, 2007). Gasket adalah karet perekat yang akan memberikan penutupan hermetis
antara badan dan tutup kaleng (Muchtadi, 1995).
Proses persiapan bahan pengemas (kaleng maupun karton, label, dan plastik)
meliputi tahapan-tahapan berikut ini :
- penerimaan kaleng, karton, label, dan plastik
- penyimpanan kaleng, karton, label dan plastik
- pencucian kaleng, karton, label, dan plastik
BAB V
PENGENDALIAN MUTU IKAN SARDEN KALENG

Anda mungkin juga menyukai