Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkopneumonia merupakan salah satu jenis pneumonia, dimana saat ini


pneumonia masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara-negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak diseluruh dunia lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi diafrika dan asia
tenggara. Menurut Survei Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 2001,sebanyak
27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di indonesia disebabkan oleh
penyakit system respiratori, terutama pneumonia.​1
Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, seperti berat badan lahir
rendah (BBLR), tidak mendapat imuniasasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di
nasofaring dan tingginya terhadap pajanan polusi udara.​1

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi


umur pasien, namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam
pneumonia adalah streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza,
Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi
umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder
tidak dapat disingkirkan.​1

1
Sedangkan, gastroenteritis atau diare sering dianggap penyakit ringan, akan
tetapi masihmenjadi salah satu penyebab terbesar kesakitan dan kematian anak
didunia. Terhitung sebanyak 1,87 juta kematian pada anak di bawah usia 5 tahun
atau 19% dari seluruh kematian anak disebabkan oleh gastroenteritis.​2
Gastroenteritis merupakan salah satu sumber masalah kesehatan di negara
berkembang, termasuk di Indonesia, karena tingkat kesakitan dan kematiannya
yang masih tinggi. Lebih dari 2,3 milyar kasus dan 1,5 juta anak di bawah lima
tahun meninggal karena diare, mencakup sekitar 16% seluruh kematian anak di
bawah lima tahun di seluruh dunia. Asia Tenggara memberikan kontribusi besar,
yaitu 38%. Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
tahun 2007, angka kematian karena diare pada anak di bawah lima tahun sebesar
17,2%.​2
Gastroenteritis erat hubungannya dengan kejadian dehidrasi. Langkah
pertama dalam tatalaksana anak dehidrasi adalah dengan menilai derajat
dehidrasi. Dehidrasi dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara
mendadak sehingga dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: rejatan
hipovolemik, hipokalemia, hipoglikemia, kejang dll.​3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia
2.1.1 Defenisi Bronkopneumonia

Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang


alveolar.Istilah infeksi bawah seringkali digunakan utuk mencakup penyakit
bronchitis, bronkiolitis, pneumonia atau kombinasi dari ketiganya.Pneumonitis
adalah istilah umum untuk proses inflmasi paru yang dapat berkaitan ataupun
tidak dengan dengan konsolidasi paru.Pneumonia lobaris menggambarakan
pneumonia yang terlokalisir pada satu atau lebih paru.Pneumonia atipikal
mendeskripsikan pola selain dari pneumonia lobaris.
Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi paru yang terfokus pada area
bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat
mengakibatkan obstruksi saluran repiratori berkaliber kecil dan menyebabkan
konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdekatan.​4

2.1.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan merupakan penyabab utama
kematian pada balita. Beberapa factor yang dapat meningkatkan risiko untuk
terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan,
defisit imunologi, polusi, aspirasi, dll.

3
Pneumonia dapat terjadi pada usia berapapun, meskipun lebih sering terjadi
pada anak yang lebih muda. Pneumonia menyumbang 13% dari semua penyakit
menular pada bayi di bawah 2 tahun. Dalam sebuah penelitian berbasis
komunitas besar yang dilakukan oleh Denny dan Clyde, tingkat kejadian
pneumonia tahunan adalah 4 kasus per 100 anak-anak di kelompok usia
prasekolah, 2 kasus per 100 anak berusia 5-9 tahun, dan 1 kasus per 100
anak-anak berusia 9-15 tahun.
Dalam uji coba double-blind secara acak, vaksin pneumokokus heptavalen
mengurangi kejadian pneumonia yang didiagnosis secara klinis dan didiagnosis
secara radiografi pada anak-anak di bawah 5 tahun masing-masing 4% dan 20%.
Meskipun tingkat keseluruhan pneumonia telah menurun di Amerika Serikat
dengan penggunaan vaksin 7-valent, tingkat empiema dan pneumonia yang rumit
telah meningkat.
Dengan penggunaan vaksin polisakarida pneumokokus terkonjugasi
13-valent, tingkat keseluruhan pneumonia diantisipasi untuk menjatuhkan lebih
jauh. Vaksin baru ini mencakup serotipe yang dikaitkan dengan penyakit resisten
yang rumit atau antibiotik (19A dan 6A, misalnya).
Pada anak usia sekolah dan remaja, bronchopneumonia terjadi pada 0,8-2%
dari semua kasus pertusis dan 16-20% kasus rawat inap. M pneumoniae
menyumbang 14-35% rawat inap pneumonia pada kelompok usia ini, dan
pneumonia mikobakteri baru-baru ini dicatat dengan meningkatnya frekuensi di
beberapa daerah dalam kota, terutama anak-anak di tempat penampungan
tunawisma dan rumah kelompok dan dengan kontak rumah tangga.​6

2.1.3 Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada


perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi,

4
gambaran klinis, dan strtegi pengobatan. Spektrum mikroorgnisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar.Etiologi
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri gram negatif seperi E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan
oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut serig juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoni.
Di negara maju, Pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di
samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus.Virkki dkk, melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32 %,
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%.
Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytial virus (RSV),
Rhinovirus, dan Parainfluenza.Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Mycoplasma
pneumoniae.Kelompok anak berusia 2 tahun keatas mempunyai etiologi infeksi
bakteri yang lebih banyak dari pada anak berusia dibawah 2 tahun.​6

2.1.4 Patogenesis

Umumnya microorganisme terhisap keparu bagian perifer melalui saluran


respiratori mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman kejaringan sekitarnya.Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut ​stadium
hepatisasi merah​. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat
fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.

5
Stadium ini disebut ​stadium hepatisasi kelabu​. Selanjutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan
debris menghilang. Stadium ini disebut ​stadium resolusi.​ Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.​1
Antiobiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan
penyakit hingga stadium khas yang diuraikan di atas tidak terlihat lagi. Beberapa
bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala tertentu bila dibandingkan
dengan bakteri lain. Demikian pula bakteri tertentu lebih sering ditemukan pada
kelompok umur tertentu.Misalnya Streptococcus pnemoniae biasanya
bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan
paru, namun pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris).

Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh Streptokokus


aureus pada neonatus atau bayi kecil karena streptokokus aureus menghasilkan
berbagai toksin dan enzim seperti hemolizin, leukosidin, stafilokinase, dan
koagulase.Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi,
koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi eksudat fibrinopurulen
terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.​1

2.1.5 Gejala klinis

Gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
dapat berobat jalan saja.Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan,
dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah
sakit.

6
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasif, etiologi non-infeksi yang
relative lebih sering, dan faktor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada
anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia
ataupun bronkopneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak tergantung pada


berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :​1

- Gejala infeksi umumnya, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,


penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau
diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.

Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara nafas melemah, dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

2.1.6 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Hitung jenis leukosit pada pneumonia viral seringkali normal ataupun sedikit
meningkat, dengan limfosit predominan, sedangkan pada peneumonia bakterial
hitung jenis leukosit mengalami peningkatan >20.000/mm​3 dengan predominan
neutrofil.

7
Biakan darah positif ditemukan pada 10-20% pneumonia bakterial dan
merupakan konfirmasi sebagai penyebab peneumoniaapabila hasilnya positif
pada kuman yang diketahui sebagai patogen respiratori.

Pemeriksaan yang secara akurat dapat membantu penegakan diagnosis


pneumonia virus adalah pemeriksaan biakan atau pemeriksaan antigen viral
secara cepat pada sediaan sekret respiratori atas, tetapi ini tidak dapat
menyingkirkan pneumonia bakterialis.

Perlunya penegakan diagnosis etiologis pada pasien dengan pneumonia berat


yang memerlukan perawatan dirumah sakit, pasien imunokompromais, pasien
dengan pneumonia berulang, atau pasien yang tidak memberi respon terhadap
terapi empiris.pada pasien serperti ini perlu pemeriksaan bronkoskopi dengan
levase bronkoaveolar dan biopsy sikat mukosa, aspirasi pungsi paru dan biopsi
jaringan paru terbuka adalah beberapa metode untuk mengambil jaringan untuk
penegakkan diagnosis secara mikrobiologis.

Pneumonia Bakterial ditandai dengan adanya konsolidasi lobaris atau


pneumonia berbentuk bundar dengan disertai adanya efusi pleural pada 10-30%
kasus. Gambaran radiologi pada pneumonia viral adalah infiltrate
bronkopneumonia yang berbentuk seperti garis yang tumpang tindih (Streaky)
dan menyebar (Difus).​8

2.1.7 Diagnosa

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,


maka dalam upaya penanggulangannya, WHO mengembangkan pedoman
diagnosis dan tatalaksana yang sederhana.Gejala klinis sederhana tersebut
meliputi nafas cepat, sesak nafas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera
dirujuk kepelayanan kesehatan.

8
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan- 5 tahun adalah tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, tanda bahaya untuk bayi
dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
mengi, dan demam atau badan terasa dingin. Berikut ini adalah klasifikasi
pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.​5
Pneumonia Ringan

Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja,
nafas cepat :

o Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit


o Pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

Pneumonia Berat

Batuk dan atau kesulitan bernafas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

o Kepala terngguk-angguk
o Pernafasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrate luas,
konsolidasi, dll)

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :

● Nafas cepat:
✓ Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
✓ Anak umur 2 - 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
✓ Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
✓ Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
● Suara Merintih (grunting) pada bayi muda

9
● pada auskaltasi terdengar :
✓ Crackles (ronki)
✓ Suara pernafasan menurun
✓ Suara pernafasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dijumpai :

● Tidak dapat menyusu atau minum atau makan, atau memuntahkan


semuanya
● Kejang, letargis atau tidak sadar
● Sianosis
● Distress pernafasan berat

untuk keadaan diatas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya


pemberian oksigen, jenis antibiotik).​3

2.1.8 Diagnosa Banding

Saat dokter dihadapkan pada seorang anak yang mengalami demam, takipnea,
batuk, distres pernapasan, dan infiltrat pada radiografi dada, diagnosis pneumonia
sangat mungkin terjadi. Diagnosis lain harus dipertimbangkan. Pada neonatus
dengan gangguan pernafasan, anomalianatomi bawaan harus dikesampingkan,
seperti fistula trakeoesofagus, penyakit jantung kongenital, dan sepsis.​7
Pada bayi dan anak kecil, aspirasi benda asing (walaupun tidak ada riwayat
aspirasi yang disaksikan), bronkiolitis, gagal jantung, sepsis, dan asidosis
metabolik semuanya dapat menyebabkan takipnea. Dalam kasus ini, riwayat dan
pemeriksaan fisik yang hati-hati dan penelitian pencitraan yang mendukung
dapat membedakan pneumonia dari kondisi lain.​8

10
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh sangat penting untuk mengidentifikasi
fokus penyakit atau temuan yang dapat mengacu pada sebuah etiologi.Kongesti
mukosa dan inflamasi pada respiratori atas mengarah pada infeksi virus.Takipnea
dapat disebabkan oleh inflamasi respiratori yang menyebabkan adanya obstruksi
atau oleh pneumonia yang mengakibatkan pertukaran udara yang tidak adekuat
dan hipoksia.

Sianosis perifer ataupun umum menandakan adanya hipoksia dengan


pneumonia difus atau multilobuler atau efusi pleura yang massif.Pada bayi kecil,
serangan apneu dapat merupakan tanda pertama pneumonia.

Pola nafas yang tidak simetris atau dangkal dapat disebabkan oleh rasa
nyeri.posisi diafragma yang rendah, yang diketahui secara perkusi, menandakan
adanya air trapping (udara yang terjebak), yamg umum terjadi pada asma, tetapi
sering juga ditemukan pada infeksi virus pada respiratori bawah. Pergerakan
diafragma yang terbatas menandakan paru dalam keadaan hiperekspansi atau
keterbatasan dalam melakukan pengembangan paru akibat proses konsolidasi
yang besar yang mengakibatkan penurunan komplians paru.

Hiperekspansi akan mendorong diafragma dan hepar kearah bawah. Bunyi


pekak pada perkusi mungkin akibat infiltrat lobaris atau segmental atau bisa juga
disebabkan oleh cairan efusi. Pemeriksaan auskultasi dapat normal pada tahap
awal atau pada pneumonia fokal, tetapi apabila ditemukan adanya ronki kering
yang terlokalisir, dan mengi akan membantu pendeteksian dan lokalisasi
pneumonia. Bunyi respiratori yang menjauh menandakan proses konsolidasi
yang massif dengan area kembang paru yang terbatas atau adanya cairan pleura
atau adanya pneumotoraks.

11
Berbagai tipe pneumonia-pneumonia lobaris, bronkopneumonia, pneumonia
interstitial dan alveolar harus dibedakan berdasarkan pemeriksaan radiologi dan
patologi.Pneumonia harus dibedakan dari penyakit paru akut lainnya termasuk
edema paru yang disebabkan gagal jantung, pneumonitis alergi, pneumonia
aspirasi, dan eritematosus sistemik.Pada pemeriksaan radiografi pneumonia harus
dibedakan dari trauma paru dan kontusio paru, perdarahan, obstruksi benda asing
dan iritasi dari inflamasi subdiafragma.​2

2.1.9 Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringan penyakit, misalnya toksis, distress
pernafasan, tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus rawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.Untuk nyeri dan demam
dapat diberika analgetik atau antipiretik.Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif.Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

Pengguanaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan


pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.

12
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena
tidak tersediannya uji mikrobiologi cepat.Oleh karena itu, antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemulihan antibiotik empiris
didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan
usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.​5

Tatalaksana Pneumonia Ringan

- Anak dirawat jalan


- Beri antibiotic: Klotrimoksasol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari semalam
3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk
pasien HIV diberikan selama 5 hari.​5

Tindak lanjut

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak.Nasihat ibu untuk membaawa


kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk
atau tidak bisa minum atau menyusu.

ketika anak kembali:

- Jika pernafasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan


membaik, lanjutkan pengobtan sampai seluruhnya 3 hari.
- jika frekuensi, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti
keantibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak dirumah sakit dan tangani sesuai
penangan dibawah ini.

Tatalaksana Pneumonia Berat​5

Anak dirawat dirumah sakit

13
Terapi Anti-biotik

- Beri ampisilin/amoksisilin (20-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam)


yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. bila anak
mengalami respon yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya infus
dilanjutkan dirumah atau dirumah sakit dengan amoksisilin oral (15
mg/kgBB/ kali 3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
- Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernafasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol 925 mg/kgBB/kali IM ata IV selama 8 jam).
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin
- Sebagai alternative, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto
dada.
- Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotic dengan gentamisin
(7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV
setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari 3kali pemberian), bila
keadaan anak membaik lanjutkan kloksasilin (atau diklosasilin), secara oral 4
kali sehari sampai secara keselurahan mencapai 3 minggu, atau klindamisin
secara oral selama 2 minggu.

Terapi oksigen

- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

14
- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang
cukup), lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang
stabil, hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil >90%, pemberian
oksigen setelah saat ini tidak berguna.
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofarengeal, penggunaan
nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi
muda, masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan, okesigen
harus tersedia secera terus-menerus setiap waktu.
- Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam yang beratatau napas ≥70/menit) tidak ditemukan
lagi.

Perawat sabaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau


prong tidak tersumbat oleh mucus dan berada ditempat yang benar serta
memastikan semua sambungan baik.

Sumber oksigen utama adalah silinder penting untuk memastikan bahwa


semua alat diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf
diberitahu tentang penggunaan secara benar.​5

Perawatan penunjang

- Bila anak disertai demam (≥ 39˚C) yang tampaknya menyebabkan distress,


beri parasetamol)
- Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkodhilator kerja cepat
- Bila terdapat secret kentaldi tenggrokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh
anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan.

15
- Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi
hati-hati terhadap kelebihan cairan atau overhidrasi
o Anjurkan pemberian ASI
o Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastric dan berikan
cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan
oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastric untuk
meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan resiko pneumonia
aspirasi, jika okesigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastric,
pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
- Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan, beri
makanan sesuai dengan kebutuhannyadan sesuai kemampuan anak dalam
menerimanya.

Pemantauan

Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh
dokter minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan
tampak perbaikan klinis (bernafas tidak cepat , tidak adanya tarikan dinding dada,
bebas demam dan anak dapat makan dan minum).

Komplikasi

Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi anak
semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain. Jika
mungkin, lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi. Beberapa
komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

a. Pneumonia stafilokokus. Curiga kearah ini jika terapat perburukan klinis


secara cepat walaupun sudah diterapi, yang ditandai dengan adanya
pneumokokel atau pneumotoraks dengan efusi pleura pada foto dada,

16
ditemukannya kokus gram positif yang banyak pada sediaan apusan sputum.
Adanya infeksi kulit yang disertai pus/putula meudukung diagnosis.
o Tetapi dengan kloksasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) dan
gentamisin (7.5 mg/kgBB IM atau IV 1x sehari). Bila keadaan anak
mengalami perbaikan, lanjutkan kloksasilin oral 50 mg/kgBB/ 4 kali
sehari selama 3 minggu.
catatan: kloksasilin dapat diganti dengan antibiotik anti-stafilokokal lain
seperti oksasilin, flukloksasilin, atau dikloksasilin.
b. Empiema. Curiga kearah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan
tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung.
o Bila massif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal
o Pekak pada perkusi
o Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua
sisi dada.
o Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang diberi
antibiotic dan cairan pleura menjadi keruh atau purulen

Tatalaksana

Drainase

- Empiema harus didrainase. Mungkin diperlukan drainage ulangan sebanyak


2-3 kali jika terdapat cairan lagi.

Penatalaksanaan selanjutnya bergantung pada cairan.Jika memungkinkan, cairan


pleura harus dianalisis terutama protein dan glukosa, jumlah sel, jenis sel,
pemeriksaan bakteri dengan perwarnaan Gram dan Ziehl-Nielsen.

17
Terapi Antibiotik

- Bila pasien datang sudah dalam keadaan empiema, tatalaksana sebagai


pneumonia, tetapi bila merupakan komplikasi dalam perawatan ,terapi
antibiotic sesuai dengan alternatif terapi pneumonia.
- Jika terdapat kecurigaan infeksi Staphylococcus aureus, beri kloksasilin (dosis
50 mg/kgBB/kali IM/IV diberikan setiap 6 jam) dan gentamisin (dosis 7.5
mg/kgBB IM/IV sekali sehari). jika anak mengalami perbaikan, lanjutkan
dengan kloksasilin oral 50-100 mg/kgBB/hari. Lanjutkan terapi sampai
maksimal 3 mimnggu.

2.10 Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empyema torasis, pericarditis


purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmner seperti meningitis
purulenta.Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri.
Komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin
kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia
anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena itu miokarditis merupakan keadaan yang
fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik non-invasive
seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksan enzim.​5

2.11 Prognosis

Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh
sempurna. Walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu
sebelum kembali kekondisi normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat
berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat berulang.

18
Pada kasus seperti ini, kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari
harus dinvesitigasi lebih lanjut, seperti dengan uji tuberculin, pemeriksaan
hidroklorida keringat untuk penyakit kistik fibrosis, pemeriksaan immunoglobulin
serum dan determinasi subkelas igG, bronkoskopi untuk identifikasi kelainan
anatomis atau mencari benda asing, dan pemeriksaan barium meal untuk refluks
gastroesofageal.​4

2.2 Gastroenteritis
2.2.1 Defenisi Gastroenteritis
Gastroenteritis atau enteritis atau lebih sering disebut sebagai diare, yaitu
frekuensi abnormal dan konsistensi tinja yang lebih encer/cair.​1
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak ≥ 3 kali per hari, disertai
dengan perubahan konsistensi tinja menjadi lembek sampai cair dengan atau
tanpa lendir dan darah. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air
besarnya ≥ 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare tetapi masih
bersifat fisiologis atau normal. Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif diare
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.​9

2.2.2 Epidemiologi
Diare masih jadi masalah kesehatan masyarakat disearah berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak
6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian
tersebut terjadi dinegara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di
dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak

19
yaitu 42% di banding pneumonia 24% sedangkan untuk golongan usia 1-4 tahun
penyebab kematian karena diare 24,2% dibanding pneumonia 15,5%.​9

2.2.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran saluran pencernaa yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi :
➢ Infeksi bakteri : vibrio, E.coli, salmonella, shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagaianya.
➢ Infeksi virus :Rotavirus, Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adenovirus, Astrovirus dan lain – lain.
➢ Infeksi parasit : cacing (ascaris, trichiuris, oyuris, strongyloides)
protozoa ( Entamoeba histolytica, Giardia Lambia, Trichomonas
hominis) jamur (candida albican)
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti otitis media akut, tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleranci laktosa, maltosa dan
sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

20
4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.​3

Tabel 2.3.1 Organisme patogen yang sering Menyebabkan diare dan


mekanisme Patogeniknya​1​.
Golongan virus Mekanisme patogenik
Rotavirus Merusak mikro villi
Calicvirus Lesi mukosa
Astrovirus Lesi mukosa
Adenovirus enterik (serotipe 40 dan 41) Lesi mukosa

Bakteri Mekanisme patogenik

21
Campylobacter jejuni Menginvasi usus dengan enterotoksin
Clostridium diffcile sitotoksin,enterotoksin menempel dan
E.coli menipiskan mukosa hingga menimbulkan
-Enteropathogenic(EPEC) kerusakan mukosa usus.
-Enterotoxigenic(ETEC),
-Enteroinvasive(EIEC)
-Enterohemoragic (EHEC)
-Enteroaggregative (EAEC)

Salmonella Invasif,enterotoksin
Shigella Invasif,enterotoksin,sitotoksin
Vibrio cholerae Enterotoksin
Parasit Mekanisme patogenik
E.hystolytica Invasif,produksin enzim dan
sitotoksin,kista tidak dapat di
hancurkan.(cyst resistent) terhadap
destruksi fisis.

G.lamblia Menempel pada mukosa,kista tidak dapat


dihancurkan.

Menempel dan terjadi proses


Protozoa pembentuk spora di usus peradangan..
-​Cryptosporidium parvum .
-Isospora belli,
-​Cyclospora​,Mikrosporodia.

22
Sumber : Dari buku nelson ilmu pediatri anak Hal 483.

2.2.4 Patogenesis
1.Gangguan absorbsi atau diare osmotik

Secara umum terjadi penurunan fungsi absorbsi oleh berbagai sebab seperti :

a. Mengkonumsi mengnesium hidroksida.

b. Defiseinsi sukrase isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang


lebih besar.

c. Adanya bahan yang tidak diserap,menyebabkan bahan intraluminal pada


usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiporosmolaritas.akibar perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah
maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permaebel ,air dalam lumen usus.Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen,dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.sebagian kecil cairan ini akan
diabsorbsi kembali,akan tetapilainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada
bahanyang tidak dapat diserap seperti Mg,glukose,sukrose,laktose,maltosa di segmen
illeum dan melebihi kemampuan absorbsi kolon,sehingga terjadi diare.bahan-bahan
seperti kebohidrat dari jus buah,atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan,akan memberikan dampak yang sama.

2.Malabsorbsi umum.

Keadaan seperti short bowel syndrom,celiac,protein,peptida,tepung,asam


amino dan manosakarida mempunyai peran pada pada gerakan gerakan osmotik pada
lumen usus.kerusakan sel (yang secara normal akan menyerab Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman,seperti salmonella,shigella atau campylobacter.sel

23
tersebut juga dapat rusak karena inflammatrory bowel disease idiopatik,akibat toksin
atau obat-obat tertentu.gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorbsi usus halus adalah atropi villi.Lebih lanjut,mikroorganisme tertentu
(giardiasis,dan enteroadheren E.coli.) menyebabkan malabsobsi nutrien dengan
merubah faal membran brush border tanpa merusak sususnan anatomi
mukosa.Maldigesti protein lengkap,karbohidrat,dan trigliserida diakibatkan
insufisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsobsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotik.

Gangguan atau kegagalan eksresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan


kompleks protein,karbohidrat,trigliserida,selanjutnya menyebabkan
maldigesti,malabsorbsi dan akhirnya menyebabakan diare osmotik.Steatrorhe berbeda
dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang
intraluminal,tidak hanya menyebabkan diare osmotik,tetapi juga menyebabakan
pacuan sekresi Cl sehingga diare tersebut dapat disebabkan malbasobsi karbohidrat
oleh karena kerusakan difus mukosa usus,defiesiensi sukrosa,isomaltosa dan
defisiensi congenital latase,pemberian obat pencahar,laktulosa,pemberian Mg
hydroxida,malabsobsi karbohidrat yang berlebih pada hipermotilitas pada kolon
irriteble.Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,menyebabkan
kekambuhan diare.

3.Gangguan sekresi atau diare sekretori

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toxin) pada dinding usus akibat


hiperplasia kripta sehingga akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke
dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.

4.Gangguan motalitas usus atau gangguan peristaltik usus.

24
Meskipun jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motolitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi,naik peningkatan motilitas atau
penurunan motalitas ,keduanya dapat menyebabkan diare.penurunan motilitas dapat
diakibatkan bakteri yang menyebabkan diare.kegagalan motilitas usus yang berat
dapat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi,dekonjugasi garam empedu
dan malabasorbsi.hiperperistalitik pada anak jarang terjadi. ​Watery diare disebabkan
oleh hipermotilitas pada kasus kolon iriteble pada bayi gangguan mortilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyotoksikosis,malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lainnya.

2.2.5 Manifestasi Klinik


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare,kram perut dan muntah.sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.​9

Gastroenteritis dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik seperti demam,


letargi dan nyeri abdomen​1​. Diare akibat virus memiliki karakteristik diare cair(
watery stool),tanpa disertai darah ataupun lendir.dapat disertai gejala mual,muntah
dan dehidrasi tampak jelas.Bila ada demam umumnya ringan.​9

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat


dehidrasi. Panas badan pada umumnya terjadi pada penderita dengan inflammatory
diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian
bawah serta rektum menunjukan terkenanya usus besar. Mual muntah adalah
simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri
yang memproduksi enterotoksin, Giardia, Cryptosporidium.​9

25
Hal utama yang harus diperhatiakan pada tatalaksana anak dengan diare
adalah penilaian derajat dehidrasi dari tanda-tanda dan gejala klinis,kehilangan cairan
yang sedang berlangsung,dan kebutuhan cairan harian.​1

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995:​9

Klasifikasi Tanda-Tanda Atau Gejala


Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda
dibawah ini :
● letergis/tidak sadar
● mata cekung
● tidak bisa minum atau
malas minum
● cubitan kulit perut
kembali sangat lambat (>
2 detik)

Dehidrasi Terdapat dua atau lebih tanda di


ringan/sedang bawah ini :
● rewel,gelisah
● mata cekung
● anak terlihat sangat haus
● cubitan kulit kembali lambat.

Tanpa Dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk


diklasifikasikan sebagai dehidrasi
ringan atau berat.

26
2.2.6 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang ​watery ​dan tanpa mucus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mucus bias disebabkan
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif
yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasite usus seperti: ​E.
histolytica, B. coli, d​ an ​T. trichiura​. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan ​E. histolytica​darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan ​Salmonella, Giardia, Cryptosporidium, ​dan
Strongyloides.

b. Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyabab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri ynag menyerang mukosa kolon.
Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya
kuman invasive atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti

27
Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus, ​dan kemungkinan ​Aeromonas a​ tau ​P. shigelloides.​9
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan
pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).​3
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.​3
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor
dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).​3
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untukmengetahui jenis jasad renik atau
parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
diare kronik.​3

2.2.8 Tatalaksana
Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:​9
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit batu
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

1.Terapi Cairan/Rehidrasi
Pengobatan Diare Tanpa Dehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti: air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan
sebagainya. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia <1

28
tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml
dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.​9
Berikan larutan oralit setiap anak BAB dengan ketentuan, untuk anak berumur
<2 tahun berikan 50-100 ml tiap kali BAB. Sedangkan untuk anak 2 tahun atau lebih
berikan 100-200 ml tiap kali BAB.
Pengobatan Diare Dehidrasi Ringan-Sedang
Penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang harus di rawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam
pertama 75ml/kgBB. Apabila oleh karena suatu hal pemberian oralit tidak dapat di
berikan secara peroral, oralit dapat diberikan secara nasogastrik dengan volume yang
sama. Namun, bila penderita memburuk penderita tetap dirawat dan pengobatan yang
terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
Pengobatan Diare Dehidrasi Berat
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau di rumah
sakit. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberikan oralit
sampai cairan infus terpasang. Untuk rehidrasi secara parenteral digunakan cairan
Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya <1 tahun 1 jam
pertama 30 ml/kgBB, dilanjutkan 70ml/kgBB untuk 5 jam selanjutnya. Diatas 1 tahun
½ jam pertama 30ml/kgBB, dilanjutkan 70ml/kgBB untuk 2 ½ jam berikutnya.
Lakukan evaluasi tiap jam.​9

2. Tablet Zinc dengan dosis sesuai umur

Dibawah umur 6 bulan : diberikan 10 mg perhari

6 bulan ke atas : diberikan 20mg perhari

Ket: sedian 1 tablet 20 mg,pemberian preparat Zinc diberikan selama 10


hari.​5

29
Cara Pemberian :

- Bayi : larutkan tablet dengan sedikit (5 mL) ASI perah, CRO atau air
minum bersih di sendok kecil.

- Anak: tablet dikunyah atau dilarutkan dengan sedikit air di sendok.​5

3. Nutrisi

ASI dan makanan dengan menu yang sama saat sehat diberikan sesuai umur
tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan berbagai pengganti yang
hilang. Pemberian makanan diberikan setelah anak sudah teratasi dehidrasi,sebab
pada anak yang diare nafsu makan akan kembali setelah anak mengalami rehidrasi.
Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembali fungsi usus
normal,termasuk dalam mengabsorbsi berbagai nutrien sehingga dapat mencegah
perburukan gizi dapat dicegah atau setidaknya dapat dikurangi.​9

Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen yang


penting dalam tatalaksana diare. ASI tetap diberikan meskipun nafsu makan anak
belum membaik, pemberian makan tetap diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau
lebih..

4. Antibiotik

Antibiotik pada uymumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya ​self l​ imited dan
tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil(10-20%) yang
disebabkan oleh bakteri patogen.

Antibiotik pada diare:

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

30
Kolera Tetracycline 12,5 Erytrhromycin 12,5
mg/kgBB 4x sehari selama mg/kgBB 1x sehari selama
3 hari 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin 15mg/kgBB Pivmecillinam
2x sehari selama 3 hari 20mg/kgBB 4x sehari
selama 5 hari
Ceftriaxone 50-100 mg/kg
BB 1x sehari IM selama
2-5 hari
Amoebiasis Metrodinazole 10mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari(10
hari pada kasus berat)
Giardiasis Metrodinazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari
Sumber: WHO 2006

5. Edukasi.
Orang tua diminta untuk membawa kembali anaknya ke pusat pelayanan
kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: Demam, tinja berdarah, makan/minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering atau belum ada perbaikan atau belum
membaik dalam 3 hari . Orang tua dan pengasuh di ajarkan untuk menyiapkan oralit
secara benar.

Langkah promotif atau preventif : 1. ASI tetap diberiakan 2. Kebersihan


perorangan,cuci tangan sebelum makan.3.Kebersihan lingkungan,buang air besar di
jamban.4. Imunisasi campak. 5. Memberikan makanan penyampihan yang benar.
6.penyedian air minum yang bersih. 7.selalu memasak makanan.​1

31
Komplikasi utama dari gastroenteritis adalah dehidrasi dangan gangguan
fungsi kardiovaskular akiabat hipovolomia berat. Kejang dapat terjadi dengan adanya
demam tinggi, terutama pada infeksi shigella. Abses intestin dapat terjadi pada infeksi
shigella dan salmonella, terutama pada demam tifoid, yang dapat memicu terjadinya
perforasi usus, suatu komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Muntah yang sangat
hebat akibat gastroenteritis dapat menyebabkan ruptur esofagus atau aspirasi.

Kematian akibat diare mencerminkan adanya masalah gangguan sistem


homeostasis cairan dan elektrolit seperti
hipernatremia,hiponatremia,hiperkalemia,hipokalemiayang memicu terjadinya
dehidrasi, ketidakseimbanagan elektrolit dan unstabilitas vaskular serta syok.​3

2.2.8 Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakuakan dengan cara :

1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.

Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara


fekal-oral.pemutusan penyebaran kuman penyebab kuman diare perlu difokuskan
pada cara penyebaran ini.

Upaya pencegahan diare yang efektif meliputi :

a. Pemberian ASI yang benar.


b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudidayakan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum dan sesudah makan.
e. Penggunanan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.

32
f. Membuang tinja/kotoran rumah tangga yang benar.​9
1. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatakan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare antara lain :

a.Memberiakan ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b.Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikn makan


dalam jumlah cukup untuk memprtbaiki status gizi anak.

c.Imunisasi campak.​9

3. Penggunan Probiotik dan seng

Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik dan seng dalam
pencegahan diare.

Kandungan probiotik sering dimasukan dalam susu formula,menurut Komisi


Nutris ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition)
pada tahun 2004,didapatkan bahawa peranan probiotik terbukti mampu mencegah
terjadinya diare.

Kemungkinan mekanisme efek kerja probiotik dalam pencegahan diare


melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus (Ph,oksigen),produksi bahan anti
mikroba terhadap bebrapa patogen usus,kompetisi nutrisi,mencegah adhesi kuman
patogen pada enterosit,modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap
mukosa usus melalui penyedian nutrisi dan imunomodulasi.

Disimpulkan bahawa bebrapa probiotik potential mempunyai efek protektif


terhadap diare,tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk

33
efektifitas dan keamanan,walaupun sejauh ini penggunanan probiotik pada percobaan
klinis dikatakan aman.​1

BAB III

KESIMPULAN

Bronkopneumonia merupakan salah satu dari tipe pneumonia yang merupakan


suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah yang meningkat angka kejadiannya
pada anak-anak didunia terutama dinegara berkembang.Bronchopneumonia
adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung udara
dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan
menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak
bisa bekerja dan menimbulkan beberapa tanda dan gejala klinis seperti demam,sesak
nafas, batuk dan lain lain. Selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita
bronchopneumonia juga bisa mengalami kematian.Sebenarnya bronchopneumonia
bukanlah penyakit tunggal.Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada
lebih dari satu sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma,
jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

Sedangkan gastroenteritis adalah inflamasi saluran pencernaan disebabkan


oleh berbagai enteropatogen, termasuk bakteri, virus, dan parasit, ditandai dengan
adanya diare dan muntah, penurunan nafsu makan, anak rewel dan terkadang dapat
disertai demam. Manifestasi klinis tergantung pada organisme dan hospes serta
penyebab terjadinya diare tersebut.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Marcdante, Karen J., dkk. 2011.​ Nelson Essentials of Pediatrics.​ Edisi Ke


6.Jakarta:Elsvier,manajer penerbitan Hooi Ping Chee.
2. Halim, Ivan. 2012. ​Tatalaksana Diare Akut pada Anak Usia 1-24 Bulan di
Poliklinik Puskesmas Tanjung Pinang.​ Diambil dari:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_227Pola%20Tatalaksana%20Diare%
20Akut%20pada%20Anak%20Usia%201-24%20Bulan.pdf (diakses tanggal
24 September 2017)
3. Hasan, Rusepno. 2007. ​Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak.​ Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UI
4. Rahajoe,Nastiti N., dkk. 2013. ​Buku Ajar Respirologi.​ Edisi 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
5. Tim Adaptasi Indonesia 2009​. Pelayanan Anak Di Rumah Sakit.
Jakarta:WHO& Depkes RI.
6. Pusponegoro,D.H,dkk. 2004. ​Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak.
Jakarta: IDAI
7. Bennet, Nicholas John. 2017. ​Pediatric Of Pneumonia​. Diambil
dari:http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a5 (diakses
tanggal 19 Juli 2017)

35
8. Gereige, Rani S. dan Pablo Marcelo Laufer. 2013.​Pneumonia.​ Diambil dari:
APP and Journals
Gateway​http://pedsinreview.aappublications.org/content/34/10/438​(diakses
tanggal 20 september 2017)
9. Juffrie, Mohammad, dkk. 2015. ​Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid
1​. Jakarta: Buku Penerbit IDAI

36

Anda mungkin juga menyukai