Disusun oleh :
dr. Neni Varidah. MS
No. Registrasi : 1221100115170060
Pembimbing:
dr. H. Joko Santoso
1
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan oleh:
Disahkan Oleh :
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dalam rangka
melaksanakan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Kota Selatpanjang Kec.
Tebing Tinggi Kab. Kep. Meranti Riau pada tanggal 10 Juni 2016 sampai 09 Oktober 2016.
Laporan ini kami susun berdasarkan data yang kami peroleh selama menjalani
program Internsip. Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih yang sebesar
– besarnya atas bantuan, bimbingan serta nasehat yang diberikan selama menjalani
Internsip kepada :
3
8. Ibu Widya, Ratna, Selaku Apoteker di Puskesmas Kota Selatpanjang Kec.
Tebing Tinggi. Kab. Kep. Meranti
9. Ibu Dona, Ibu Wiwit, Bapak Manto, Anto, Yanto selaku Staf Tata Usaha di
Puskesmas Kota Selatpanjang Kec. Tebing Tinggi. Kab. Kep. Meranti
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhir
kata kami mengucapkan terima kasih dan berharap semoga laporan ini dapat bermanfaaat
untuk menambah pengetahuan kita semua.
4
Penulis
DAFTAR ISI
5
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN...................................................... 4
2.1 Scabies............................................................................................ 4
6
4.1 Letak Geografis ............................................................................... 15 4.2 Data
Geografis ....................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
7
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensititsasi terhadap
sarcoptes scabiei var huminis dan produknya. Sinonim dari penyakti ini adalah kudis.
Penyakti scabiei merupakan penyakti menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabiei
tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 cm. Akibatnya, penyakti ini
menimbulkan rasa gatal yang panas dan udem yang disebabakan oleh garukan.
Adapun rumusan masalah pada makalah mini project ini adalah sebagai berikut:
Selatpanjang.
8
1.3.2.3 Mengetahui faktor resiko Scabies
ditingkatkan kembali.
1.5 Sasaran
9
BERITA ACARA PRESENTASI MINI PROJECT
Pada hari ini tanggal 03 Oktober 2016 telah dipresentasikan mini project oleh :
Nama Peserta : dr. Neni Varidah. MS
Dengan Judul/Topik : Pemberian Edukasi Akan Pentingnya Mengenal dan
Mengerti Tentang Scabies di Wilayah Kerja UPT Puakesmas
Selatpanjang Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Kepulauan
Meranti Provinsi Riau
Nama Pendamping : dr. H. Joko Santoso
Nama Wahana : Puskesmas Kecamatan Tebingtinggi, Selatpanjang
Pendamping
10
PENDAHULUAN
1.2.Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensititsasi terhadap
sarcoptes scabiei var huminis dan produknya. Sinonim dari penyakti ini adalah kudis.
Penyakti scabiei merupakan penyakti menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabiei
tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 cm. Akibatnya, penyakti ini
menimbulkan rasa gatal yang panas dan udem yang disebabakan oleh garukan.
Adapun rumusan masalah pada makalah mini project ini adalah sebagai berikut:
Selatpanjang.
11
1.3.4 Tujuan Khusus
ditingkatkan kembali.
12
mengaplikasikan informasi mengenai Scabies dalam kehidupan sehari-hari
1.5 Sasaran
13
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Scabies
Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes sabies varian hominisdan produknya. Penyakit ini sering juga
disebut dengan nama lain kudis, The itch, Seven year itch, Gudikan, Gatal Agogo, Budukan
atau Penyakit Ampera.
14
Secara morfologi merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya
yang betina berkisar antara 330 - 450 mikron x 250 - 350 mikron, sedangkan jantan lebih
kecil, yakni 200 - 240 mikron x 150 - 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang
kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat (Handoko, 2008).
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi
di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang - kadang masih dapat hidup dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan
dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 - 3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah
dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3 -
5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 - 3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklushidupnya
mulai dari telur sampai bentuk dewasamemerlukan waktu antara 8-12 hari (Handoko,
2008).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 - 4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa
yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau scabies betina membuat liang di epidermis dan
meletakkan telur - telurnya didalam liang yang ditinggalkannya, sedangkan tungau scabies
jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya, yaitu kawin dengan tungau betina
setelah melaksanakan tugas mereka masing - masing akan mati.
2.1.3. Patogenesis Penyakit Scabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh
penderita akibat garukan. Penularan juga dapat terjadi karena bersalaman atau
15
bergandengan tangan yang lama dengan penderita sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,
menyebabkan kuman skabies berpindah ke lain tangan. Kuman skabies dapat menyebabkan
bintil ( papul, gelembung berisi air, vesikel dan kudis ) pada pergelangan tangan. Gatal
yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap tungau yang memerlukan waktu kira - kira
sebulan setelah infestasi. Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtikaria dan lain - lain. Dengan garukan dapat menimbulkan
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal - gatal yang terjadi
dapat lebih luas dari lokasi tungau.
2.1.4. Gejala Penyakit Scabies
Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa gatal
biasanya hanya pada lesi tetapi pada scabies kronis gatal dapat dirasakan pada seluruh
tubuh. Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada malam hari, ruam
kulit yang terjadi terutama dibagian sela - sela jari tangan, bawah ketiak, pinggang, alat
kelamin, sekeliling siku, aerola mammae (area sekeliling puting susu) dan permukaan
depan pergelangan (Sungkar, 2000) Sampai besar, berwarna kemerahan yang
disebabkan garukan keras. Bintik - bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi,
dimana ada empat tanda kardinal yaitu :
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malamhari yang disebabkan karena aktifitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama, barak -
barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar terkena
penyakit ini. Penyakit scabies amat mudah menular melalui pemakaian handuk, baju
maupun seprai secara bersama - sama. Penyakit Skabies mudah menyerang daerah
yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat - tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu - abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata - rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
16
sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain - lain).
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum komeum yang
tipis, yaitu: sela - sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong,
genitalia ekstema (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu
atau lebih stadium tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
2.1.5. Penularan Scabies
17
2.1.6. Bentuk – bentuk Scabies
Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya
sehingga disebut sebagai The great imitator. Terdapat beberapa bentuk - bentuk
skabies yang mana bentuk - bentuk tersebut mempunyai cirri - ciri yang berbeda
antara lain :
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang penderita
skabies menemukan hanya 7 % terowongan.
2. Skabies incognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala
dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies
incognitosering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas
dan mirip penyakit gatal lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Pada nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki - laki, inguinal dan aksila.
Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang
berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap
selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies
dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
scabies manusia yaitu tidak dapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia
eksterna.Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang
18
kesayangan yaitu paha, perut, dada, dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi
lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 - 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri
karena S. scabiei var.Binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies norwegia
Skabies norwegia atau scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala
yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai
distrofikuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia
tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular Karena jumlah tungau yang menginfestasi
sangat banyak (ribuan).
Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologiksehingga system imun tubuh
gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah. Pada penderita
kusta, skabies Norwegia mungkin terjadi akibat defisiensi imunologi, terutama pada tipe
kusta lepromatosa. Selain itu terjadi gangguan neurologik yang menyebabkan gangguan
persepsi gatal dan anestasi terutama pada jari tangan dan kaki. Pada penderita kusta juga
terjadi kontraktur pada jari - jari tangan sehingga penderita tidak dapat membersihkan
dirinya dengan baik.
6. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo,
ektima sehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada bayi lesi di muka sering
terjadi.
7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
19
2.1.7. Pengobatan Penyakit Scabies
20
kemudian. Krotamiton 10 % dalam krim atau lotion, merupakan obat pilihan. Mempunyai 2
efek sebagai antiskabies dan antigatal
2.1.8. Pencegahan Penyakit Scabies
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun
b. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur minimal 2 kali
dalam seminggu
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
e. Hindari kontak dengan orang - orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
skabies
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita,
mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan
penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari.
Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi
ulang. Langkah - langkah yang dapat diambil dalam pencegahan penyakit skabies adalah
sebagai berikut :
a. Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan caramerendam di cairan
antiseptik
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprai dalam air sabun hangat dan gunakan setrika panas
untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering (dry-cleaned)
c. Keringkan topi dan jaket
d. Hindari pemakaian bersama sisir atau alat cukur dan lainnya
Departemen Kesehatan RI 2002, memberikan beberapa cara pencegahan dengan
melakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan
21
penyakit skabies. Diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang – orang
yang kontak meliputi:
a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
b. Laporkan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan
c. Isolasi penderita yang terinfeksi penyakit skabies. Yang terinfeksi penyakit scabies
sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit di isolasi sampai
dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif Disinfeksi serentak yaitu pakaian
dan sprai yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci
dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini
membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat.
Mencuci sprai, sarung bantal dan pakaian pada penderita.
22
2.2. Kerangka Teori
23
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di wilayah kerja UPTD Kesehatan
Puskesmas Selatpanjang mengenai Scabies Bagi Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas
Selatpanjang, maka diberikan penyuluhan mengenai Scabies Bagi Masyarakat Wilayah
Kerja Puskesmas Selatpanjang. Materi yang disampaikan dalam penyuluhan meliputi:
1. Pengertian scabies
2. Mengetahui penyebab penyakit scabies
3. Mengetahui ciri-ciri (gejala klinis) penyakit scabies
4. Mengetahui obat-obat penyakit scabies
5. Mengetahui dan mengerti pencegahan penyakit scabies dan pola hidup sehat
3.4 Media
Media yang digunakan berupa lembar materi penyuluhan atau leaflet.
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Secara geografis kabupaten Kepulauan Meranti berada pada koordinat antara sekitar 0° 42'
30" - 1° 28' 0" LU, dan 102° 12' 0" - 103° 10' 0" BT, dan terletak pada bagian pesisir timur
pulau Sumatera, dengan pesisir pantai yang berbatasan dengan sejumlah negara tetangga
dan masuk dalam daerah Segitiga Pertumbuhan Ekonomi (Growth Triagle) Indonesia -
Malaysia - Singapore (IMS-GT ) dan secara tidak langsung sudah menjadi daerah
Hinterland Kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam - Tj. Balai Karimun.
25
Luas wilayah Puskesmas Selat panjang adalah 543 km persegi dengan jumlah
penduduk 33.599 jiwa, jumlah KK 7.427 jiwa dengan jumlah kepadatan penduduk
620 jiwa / km2, kepadatan penduduk pada masing-masing desa tidak merata.
B. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial di wilayah Puskesmas Selat panjang umumnya homogen dan
pendapatannya sebagian besar pedagang, Pegawai Negeri, sopir becak, buruh industri
pohon sagu dan perikanan. mengenai pendapatan perkapita pertahun belum didata.
Tingkat Pendidikan untuk wilayah pedesaan umumnya tamat SD dan SLTP dan
masih sedikit sekali yang tamat perguruan tinggi dan untuk wilayah perkotaan umumnya
tamatan SLTA hingga perguruan tinggi, sedangkan yang melek huruf sebanyak 2389 orang
atau 9,03% dari jumlah penduduk.
Dengan melihat tingkat pendidikan tersebut diatas keinginan masyarakat untuk
menyerap informasi Kesehatan sebenarnya sudah cukup memadai untuk wilayah perkotaan,
namun faktor ekonomi dan pengetahuan yang menyebabkan kurangnya kemampuan
masyarakat untuk menyerap informasi tentang kesehatan, untuk mengatasinya perlu
dilakukan usaha dan pembinaan yang sangat optimal.
Sebagai sumber air bersih sebagian besar menggunakan sumber air bor serta air
hujan. Tempat pembungan air besar umumnya sudah menggunakan jamban keluarga dan
26
sedikit saja yang masih disungai dan selokan, untuk SPAL sudah banyak menggunakannya
tetapi masih banyak yang hanya sebatas saluran air hujan.
1. Evaluasi persiapan
Kesiapan para peserta penyuluhan dalam mengikuti penyuluhan Scabies cukup baik
Media, alat, dan sarana serta tempat kurang memadai di beberapa posyandu di
wilayah kerja UPT Kesehatan Puskesmas Selatpanjang
Tempat dan waktu yang tersedia sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
2. Evaluasi proses
Kegiatan penyuluhan dilakukan sesuai dengan tempat dan waktu yang sudah
direncanakan
Para peserta penyuluhan memperhatikan dan mendengar dengan seksama saat
penyuluhan dimulai
Para peserta penyuluhan aktif bertanya selama proses penyuluhan bila ada sesuatu
yang tidak mengerti
27
Para peserta penyuluhan kooperatif dan mau menyumbang pengalaman pribadi
selama penyuluhan
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penyuluhan mengenai Scabies yang dilakukan 1 kali, dihadiri oleh
masyarakat di lingkungan wilayah kerja UPT Kesehatan Puskesmas Selatpanjang.
Selama kegiatan penyuluhan terlihat para peserta penyuluhan antusias dalam
mendengar dan bertanya. Oleh karena itu, dengan dilaksanakannya penyuluhan secara
berkala diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta wawasan masyarakat
khususnya mengenai penyakit Scabies.
5.2 Saran
5.2.1. Kepada Puskesmas
Setiap kegiatan penyuluhan mengenai Scabies dimasyarakat diharapkan lebih
ditingkatkan kembali, guna menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat
mengingat angka scabies di wilayah kerja UPT Kesehatan Puskesmas Selatpanjang.
5.2.2. Kepada Penanggung Jawab Program
Agar merencanakan dan melaksanakan penyuluhan secara teratur dan
terjadwal.
Melakukan koordinasi kepada kader tiap-tiap posyandu untuk penyuluhan
yang akan dilakukan di posyandu, agar dapat menghimbau kepada para
anggotanya, agar setiap penyuluhan dihimbau supaya hadir tepat pada
waktunya dan peserta penyuluhan jumlahya ditingkatkan kembali.
Melakukan koordinasi kepada kader tiap-tiap posyandu agar dapat
menyediakan tempat, sarana, media yang mendukung untuk dilakukan
penyuluhan, agar penyuluh bisa memberikan penyuluhan dengan baik,
sehingga peserta penyuluhan dapat mengerti dengan baik, secara tidak
29
langsung dapat meningkatkan upaya promosi hidup sehat setiap warga
masyarakat di Kecamatan Tebing Tinggi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Akmal, S.C., Semiarty, R., Gayatri., 2013. Hubungan Personal Hygiene Dengan
Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah
Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas tahun
2013 Hal 164-167.
2. Al Audah,N., Umniyati, S R., Siswati, A S., 2012. Faktor Resiko Skabies Pada
Siswa Pondok Pesantren. Jurnal Buski Vol 4, No. 1 tahun 2012 Hal 14-22.
3. Alimul, A.A., 2009. Kebutuhan Dasar Manusia.1st ed. Jakarta: Salemba Medika.
4. Azwar, Saifuddin. 2000. Sikap Manusia dan Pengukurannya .Jakarta :
PustakaBelajar.
5. Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers
6. Beegs J, ed. 2005. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan: Michigan
Department of Community Health Scabies Prevention and Control Manual.
7. Binic, I., 2010. Crusted (Norwegian) Scabies Following Systemic and Topical
Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25:88-91
8. Chosidow, O., 2011. Nature of the Infection. The New England Journal of Medicine
Chosidow, O., 2006, Scabies, The New England Journal of Medicine, 354:16,
1718-1727
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta.
10. Fathoni, A., Ahsan., Susmarini, D., 2010., Hubungan Kemampuan Santri Mengenali
Penyakit Skabies Dengan Sikap Santri Dalam Pencegahan Penularan Penyakit
Skabies Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang, Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Malang.
11. Graham-Browns, Burns. 2005. Lecture Note on Dermatology. Edisi 8. Jakarta:
Erlangga.
31
12. Ghozali, Imam., 2012, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS Versi
20. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
13. Handoko, R. P., 2009. Skabies. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (EdisiV).
Editor: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 122-125
14. Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta. 109-113 Heukelbach,
J., Feldmeier, H., 2006, Scabies, Lancet, 367: 1767-1774
15. Howard M., 2003. Dermatology in General Medicine. Fithzpatric sJ.B. Philadelpia
Lippincott Co.
16. Hurlock, EB., 2010. Perkembangan Anak, Edisi Keenam, Jakarta; Erlangga
17. Iskandar, T., 2000. Masalah Skabies Pada Hewan dan Manusia Serta
Penanggulannya. Wartozoa Vol. 10, No. 1 tahun 2000. Hal 28-34 Jakarta : Rineka
Cipta
18. James S., 2010. Permethrin and Invermection For Scabies. The New England
Journal of Medicine362 : 8 [ 25 Juni 2013]
32
Lampiran 1
Leaflet Scabies
Puskesmas Selatpanjang
33