Anda di halaman 1dari 5

BAB I

Judul, Effect of applying play therapy on children with attention deficit hyperactivity disorder

Peneliti, Nahed Saied El-Nagger , Manal Hassan Abo-Elmagd, Hanan Ibrahim Ahmed

Nama Jurnal, Journal of Nursing Education and Practice, Vol:7 No (5)

Tahun Jurnal, 2017

Ringkasan

ADHD adalah diklasifikasikan sebagai ketidakmampuan belajar sebagian besar


dikembangkan selama masa kanak-kanak. Anak-anak dengan ADHD itu sulit untuk
memperhatikan, mengikuti arah dan mengatur tindakan mereka. gangguan tersebut tidak
mempengaruhi kecerdasan umum, tetapi anak-anak dengan ADHD membutuhkan bimbingan yang
tepat untuk membedakan kata-kata, huruf dan simbol. Terapi bermain dianggap sebagai metode
ideal untuk emosi dan sosial masalah anak-anak dengan ADHD. Selain itu, terapi bermain
memiliki efek positif pada internalisasi dan eksternalisasi masalah perilaku, self-efficacy, konsep
diri, kecemasan, depresi dan kepatuhan pengobatan biasa terjadi pada anak usia 4 hingga 12 tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek penerapan terapi bermain pada anak-anak
dengan ADHD melalui:

a. Menilai kurangnya perhatian anak-anak, hiperaktif, impulsivitas, dan gejala kecemasan


sebelum menerapkan sesi terapi bermain.

b. Merancang dan mengimplementasikan sesi terapi bermain untuk anak-anak ADHD.

c. Mengevaluasi efek terapi bermain pada kurangnya perhatian anak-anak, hiperaktif,


impulsivitas, dan gejala kecemasan setelah menerapkan sesi terapi bermain.

Hipotesis penelitian ini yaitu terapi bermain memiliki pengaruh positif pada anak dengan
ADHD dengan desain studi kuasi eksperimental. Penelitian dilakukan di Perawatan Badghish dan
Pusat Rehabilitasi Pribadi di kota Jeddah di Kerajaan Arab Saudi.

Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, subjek penelitian terdiri dari 40 anak-
anak prasekolah dan usia sekolah dengan ADHD dengan didampingi guru dan orangtua. Kriteria
inklusi yaitu anak-anak dengan ADHD dan menerima rejimen pengobatan, usia anak-anak berkisar
antara 4-12 tahun, dan dari kedua jenis kelamin. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu Anak-anak
dengan cacat fisik dan mental (misalnya, cerebral palsy, dan keterbelakangan mental), dan anak-
anak memiliki riwayat epilepsi.

Instrumen penelitian dengan 4 jenis kuesioner yaitu Self-Administered Questionnaire for


children’s parents on an individual base untuk mengkaji karateristik sosiodemografi anak dengan
ADHD beserta keluarga dan riwayat penyakitnya diisi oleh orang tua, Conner’s Abbreviated
Parents Rating Scale yang bertujuan mengkaji dan mengevaluasi masalah perilaku anak dengan
ADHD dan respon orangtua serta gurunya juga memonitor kemajuan terapi bermain yang diisi
oleh orang tua dan guru mereka, Child Symptoms Inventory Rating Scale (CSI-4) Parent Form
yang mengkaji gejala seperti kurang perhatian, hiperaktif, dan impulsif, serta Vanderbilt ADHD
Parent and Teacher Rating Scale yang diisi oleh orang tua dan guru untuk mengkaji kecemasan
anak dengan ADHD. Adapun instrumen berupa buklet pedoman terapi bermain yang berisi
pengenalan ADHD, konsep ADHD, penyebab ADHD, gejala ADHD, peran orang tua, pedoman
bermain, dan sesi terapi bermain. Instrumen alat yang diperlukan untuk terapi bermain seperti:
boneka, tangan dan boneka jari (hewan dan manusia), perlengkapan seperti pensil, cat, dan papan
gambar, juga alat-alat konstruksi mainan konstruksi blok dan teka-teki, kartu memori selain alat
musik.

Data yang terkumpul diorganisir, ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan SPSS versi
20. Statistik deskriptif persentase menghitung, dan frekuensi dianalisis dengan Chi-square.
Penelitian dilakukan pada 29 desember 2015 - 29 desember 2015 pengumpulan data dan aplikasi
dari sesi terapi bermain. Pada awal penelitian studi percontohan dilakukan pada 10% dari studi
sampel (4 anak-anak dengan ADHD dan didampingi orang tua mereka dan guru) untuk
menyelidiki kelayakan dan kejelasan dari alat-alat penelitian dan mereka dikeluarkan dari sampel
penelitian dan mengambil waktu satu bulan diikuti oleh dua minggu untuk penilaian awal (pra
terapi) dari anak-anak yang dipelajari oleh orang tua mereka dan guru, kemudian delapan minggu
untuk aplikasi sesi terapi bermain dan dua minggu terakhir adalah untuk penilaian ulang (pasca
terapi) dari anak-anak yang dipelajari oleh orang tua mereka.

Hasil penelitian ini yaitu mayoritas anak-anak (87,5%) tidak memiliki saudara kandung dengan
ADHD. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa lebih dari separuh anak-anak laki-laki dan
hampir dua pertiga (65%) dari mereka usia mereka adalah 6-12 tahun (usia sekolah). Hasil ini
didukung oleh Schlack et al (2014) yang menyebutkan bahwa tingkat ADHD lebih tinggi pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, Al Hariri dan Faisal (2013) yang menyebutkan
bahwa tingginya insiden ADHD adalah di antara anak-anak usia sekolah.

Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak tidak memiliki penyakit kronis (85%)
dan sebanyak(87,5%) dari mereka tidak memiliki saudara yang menderita ADHD. Hasil ini
bertentangan dengan Adler et al. (2015) yang melaporkan bahwa ADHD adalah diwariskan, risiko
lebih dari 10 kali jika memiliki saudara kandung dari anak-anak dengan ADHD. Siasalem (2011)
menyatakan bahwa 28% dari variasi genetik ADHD yang terlibat dalam pertumbuhan saraf
meningkatkan risiko ADHD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga dengan kondisi sosial
ekonomi yang moderat (85%). Hasil ini setuju dengan Schlack et al (2014) yang menyebutkan
bahwa anak-anak dari keluarga kondisi sosial ekonomi rendah 2,5 kali lebih mungkin didiagnosis
dengan ADHD dari anak-anak dari status sosial ekonomi tinggi, selain semakin banyak anak-anak
prasekolah menunjukkan signifikan agresi, impulsif, dan perilaku yang mengganggu lainnya.

Mengenai anak kinerja sekolah, pidato, kemampuan mereka dalam membaca, menulis dan
berhitung, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak-anak yang diteliti memiliki
kesulitan untuk di kedua kinerja mereka sekolah & perkembangan bicara, juga kemampuan mereka
dalam membaca, menulis dan berhitung berada di bawah normal. Ini bisa menjadi hasil dari gejala
ADHD, yang membuat mereka sulit untuk fokus pada hal-hal dan menyelesaikan tugas-tugas
mereka. Dengan demikian, hasil ini konsisten dengan Evance et al. (2014) yang menekankan
bahwa anak-anak memiliki gejala kekurangan perhatian, hiperaktif, dan impulsif dengan atau
tanpa diagnosis formal ADHD, juga menderita ketidakmampuan belajar, hasil akademik dan
pendidikan yang buruk. Juga, ADHD dapat berpengaruh pada kualitas hidup anak. Padahal, ada
hubungan antara ADHD yang tidak diobati dan kurangnya kinerja sekolah anak-anak, di samping
kesulitan untuk sosialisasi.

Mengenai efek penerapan terapi bermain pada anak-anak belajar emosional dan masalah
perilaku seperti yang dilaporkan oleh orang tua mereka, ada statistik perbedaan signifikan sebelum
dan sesudah terapi bermain tentang mempelajari gangguan-gangguan emosional anak-anak,
ketakutan, dan kecemasan, kegelisahan, tangisan dan gangguan tidur, (p- nilai ≤0,1 berarti ada
perbedaan signifikan, p- nilai pada seluruh gangguan emosional dan masalah perilaku yaitu p-
0,00) Sementara itu, tidak ada perbedaan statistik mengenai depresi, agresi, dan pemotongan kuku
(p- nilai ≥ 0,06 tidak ada perbedaan signifikan, p-nilai pada depresi yaitu p-0,42, p-nilai pada agresi
yaitu p-0,20, dan p- nilai pada pemotongan kuku yaitu p-0,31), ini bisa disebabkan oleh penyakit
lain yang disertai dengan ADHD. Hasil ini didukung oleh Nigussie (2013), Welch (2015) dan Al
Khateeb (2011) yang menyebutkan bahwa hanya dengan beberapa sesi bermain terapi terutama
dalam pengaturan krisis, juga terapi bermain anak-anak terpusat (CCPT) dan terapi cerita memiliki
efek positif pada gejala yang berkaitan dengan ADHD dan kondisi emosional mereka seperti
tangisan yang sulit menenangkan, ketegangan ekstrim, ketakutan, dan kemarahan yang meledak-
ledak. Sebaliknya, Al Raminy (2010) dan Yehia (2013) menyatakan bahwa bermain itu sendiri
tidak selalu menghasilkan perilaku dan perubahan emosional. Hasil studi saat ini menjelaskan
bahwa, ada statistik yang tinggi perbedaan signifikan terapi pra dan pasca bermain. Hasil ini
konsisten dengan Barzegary dan Zamini (2011) yang menunjukkan efek terapi bermain berkisar
dari efek positif sedang hingga tinggi terutama ketika ada keterlibatan orang tua yang aktif, hasil
studi ini menunjukkan bahwa ada perbedaan statistik yang signifikan sebelum dan sesudah
menerapkan terapi bermain itu mengkonfirmasi hipotesis dari penelitian ini mengenai kurangnya
perhatian, hiperaktif dan impulsivitas seperti yang dilaporkan oleh orang tua dan guru mereka.
Hasil ini konsisten dengan Abdul Hadi, dan Al Saheb (2012), dan Kaduson dan Finnerty (2009)
yang menyimpulkan bahwa perilaku kognitif dan permainan terapi bermain efektif untuk anak-
anak ADHD dalam meningkatkan perhatian, mengurangi impulsif, dan pengendalian diri. Terapi
bermain mengurangi gejala ADHD dan itu bisa digunakan sebagai metode pengobatan untuk anak-
anak ADHD.

Menurut Barzegary dan Zamini (2010) yang menyatakan bahwa menonton cincin bermain
menurunkan tiga fitur dasar gejala ADHD termasuk hiperaktif, defisit perhatian, impulsif, dan
mengeluarkan sebagian energi. Adapun menurut penelitian Bahrami (2012) menekankan bahwa
permainan bola, memiliki efek positif dalam pengurangan gejala ADHD. Saat mempelajari
hubungan antara gejala anak yang dipelajari ADHD dalam bentuk kurangnya perhatian, hiperaktif
& impulsivitas dan usia mereka & gender pra dan pasca bermain terapi. Welch (2015)
menyebutkan bahwa usia seorang anak menerima terapi bermain adalah 7 tahun, dan ketika itu
dilakukan oleh para profesional ini berkurang menjadi 6,7 tahun.

Anda mungkin juga menyukai