Anda di halaman 1dari 55

PENGARUH PEMBERIAN MADU DAN KAYU MANIS

(Cinnamomun burmanii) TERHADAP KADAR GULA


DARAH TIKUS PUTIH PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE II

SKRIPSI
SANKIKI RIHAYANTI MALAU

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN

SANKIKI RIHAYANTI MALAU. D14080174. 2012. Pengaruh Pemberian Madu


dan Kayu Manis (Cinnamomun burmanii) terhadap Kadar Gula Darah Tikus
Putih Penderita Diabetes Mellitus Tipe II. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. B. N. Polii,SU.


Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan


kadar glukosa darah melebihi batas normal yang diakibatkan oleh tubuh kekurangan
insulin atau mengalami resistensi insulin. Penyakit ini sudah menjadi penyakit yang
mendunia yang dapat menyerang semua lapisan masyarakat dan semua umur.
Penyakit DM ini menjadi perhatian dunia karena prevalensinya dari tahun ke tahun
semakin meningkat dan penyakit DM ini merupakan penyakit yang berhubungan
dengan risiko gangguan kardiovaskular yang dapat meningkatkan mortalitas di dunia
saat ini, khususnya di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur pengaruh tingkat
pemberian kayu manis, madu dan campuran madu dan kayu manis terhadap kadar
gula darah tikus penderita DM tipe II. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Lapang Satwa Harapan Blok A, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan hewan
model; Laboratorium Nutrisi Pedaging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutri dan
Teknologi Pakan untuk pembuatan ransum kontrol dan uji proksimat. Penelitian ini
dilakukan dari bulan November 2011 hingga bulan Maret 2012.
Penelitian ini menggunakan 45 ekor tikus putih galur Sprague dawley yang
positif DM II dengan umur satu bulan dan bobot badan 100 g. Tikus tersebut terbagi
menjadi lima kelompok perlakuan, masing-masing kelompok perlakuan terbagi
menjadi tiga kali pengulangan. Grup pertama (K) yaitu grup yang diberikan ransum
kontrol dan air minum, grup kedua (M) yaitu grup yang diberikan ransum kontrol
dan madu 1 ml/ekor, grup ketiga (CM) yaitu grup yang diberikan ransum kontrol dan
kayu manis 0,004 g/ekor, grup keempat (C1M) yaitu grup yang diberikan ransum
kontrol, madu 1 ml dan kayu manis 0,004 g dan grup yang kelima (C2M) yaitu grup
yang diberikan ransum kontrol, madu 1 ml dan kayu manis 0,008g dan masing-
masing perlakuan terdiri dari sembilan ekor hewan model. Masa perlakuan dilakukan
selama dua hari. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL
faktorial intime. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi
karbohidart dan kalori yang masuk kedalam tubuh dan kadar glukosa darah. Hasil
pengukuran konsumsi karbohidrat minimal 5,83 – 7,09 g dengan asupan kalori
sebesar 32,16 – 38,64 kalori/ekor/hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan
pada 30 menit, 60 menit, 24 jam, 26 jam setelah pemberian perlakuan. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan program SAS 9.1.3.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum diinduksi aloksan rata-rata
92,27 ± 26,89 mg/dl, setelah diinduksi aloksan rata-rata kadar glukosa darah 398,13
± 169,10 mg/dl dan setelah diberikan perlakuan 306,79 ± 177,13 mg/dl.Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan kontrol, madu, kayu manis dan

i
 
campuran madu dan kayu manis memberikan pengaruh yang signifikan dalam
menurunkan kadar glukosa darah (p<0,05) tetapi waktu yang ditetapkan dalam
pengambilan data tidak berpengaruh nyata (p>0,05). Pengaruh penginduksian
aloksan dengan dosis 125 cc/Kg BB telah mengakibatkan kerusakan sel β pankreas.
Perlakuan madu lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian kayu manis kurang efektif
dalam penurunan kadar glukosa darah bila kondisi pankreas rusak total. Waktu yang
ditentukan yaitu 30 menit, 60 menit, 24 jam dan 26 jam dalam pengambilan data
tidak berpengaruh dalam penurunan kadar glukosa darah.
Kata-kata kunci: kadar glukosa darah, kayu manis, madu

ii
 
ABSTRACT

Influence of Honey and Cinnamon Supplementation (Cinnamomun burmanii)


Toward the Blood Sugar Level of Type 2 Diabetic White Mice
Malau, S, R.., B. N. Polii., D. A. Astuti.

Diabetes Mellitus (DM) is a disease characterized by blood glucose levels


exceeding normal limits due to lack of insulin in the body. This disease has spread
globally and the sufferers are from all walks of life and ages, with increasing
numbers from year to year. With the new movement of back to nature, nowadays the
alternative herbal medicine of diabetes which able to improve blood glucose leval is
highly sought after. One alternative focused for the purpose is cinnamon with the
honey addition. Cinnamon contains the chemical compounds called cinnamtannin B1
and its water extract acts directly on insulin receptors subunits by activating pi3-
kinase that will stimulate the translocation of glukosa-4 (glut-4 ) carrier. Honey
contains a fructose sugar which could be safely digested by diabetics without the
insulin release. The aim of this research is to measure the influence of honey with a
mixture of powdered cinnamon in lowering blood sugar level on mice that suffer
from aloksan-induced diabetes mellitus type 2. Minimal in carbohydrate
consumption measurement result 5,83 up to 7,09 with the caloric intake of 32,16 up
to 38,64 calorie/tail/day. Effect of alloxan induction doses of 125 cc/Kg BB caused
damage of pancreatic ß cells. Treatment of honey was more effective in decreasing
of blood glucose levels when compared with other treatments. Giving cinnamon was
less effective in reducing blood glucose levels when the conditions of pancreas are
totally damaged . Specified time were 30 minutes, 60 minutes, 24 hours and 26 hours
in the data retrieval had no effect in the reduction of blood glucose levels.
Keywords : blood sugar level, cinnamon, diabetes, honey

iii
 
PENGARUH PEMBERIAN MADU DAN KAYU MANIS
(Cinnamomun burmanii) TERHADAP KADAR GULA
DARAH TIKUS PUTIH PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE II

SANKIKI RIHAYANTI MALAU


D14080174

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

iv
 
Judul : Pengaruh Pemberian Madu dan Kayu Manis (Cinnamomun burmanii)
terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih Penderita Diabetes Mellitus
Tipe II
Nama : Sankiki Rihayanti Malau
NIM : D14080174

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Ir. B. N. Polii, SU. Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S.
NIP. 19480402 198003 2 001 NIP.19611005 1985032 2 001

Mengetahui :
Ketua Departemen
Ilmu Pruduksi dan Teknologi Peternakan

(Prof Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)


NIP. 195912121986031004

Tanggal Ujian : 14 September 2012 Tanggal Lulus :

v
 
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pulau Samosir, Sumatera Utara pada tanggal 01 Oktober


1990. Penulis dalah anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak
Horasman Malau dan Ibu Derita Masdi Silalahi. Penulis mengawali pendidikan di
SD Negeri 3 Pangururan tahun 1996-2002, dan melanjutkan Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri 1 Pangururan dan lulus tahun 2005. Pendidikan Sekolah
Menengah Keatas diselesaikan di SMA Negeri 1 Pangururan pada tahun 2008
Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara. Penulis diterima di IPB melalui jalur
USMI pada tahun 2008 di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan.
Penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan magang. Penulis aktif dalam
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) sebagai pengurus di bidang kesenian periode
2010-2011, aktif dalam Persekutuan Oikumene Protestan Khatolik (POPK) Fakultas
Peternakan. Penulis sering mengikuti kepanitiaan yaitu divisi PDD (Publikasi,
Dekorasi dan Dokumentasi) pada reatret Komisi Kesenian PMK IPB 2009, divisi
PDD (Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi) pada perayaan Natal Fakultas
Peternakan 2009, Makrab IPTP IPB (2011). Penulis juga pernah mengikuti
kepanitian Festival Musik PMK IPB sebagai divisi dana usaha dan kepanitian
Komisi Pra Alumni yaitu divisi konsumsi (2012). Penulis pernah mengikuti magang
di Balai Inseminasi Buattan (BIB) Lembang tahun 2010. Penulis juga berkesempatan
menjadi penerima beasiswa POM (Perkumpulan Orangtua Mahasiswa) IPB (2008-
2009) dan bea siswa BBM (Bantuan Beasiswa Mahasiswa) IPB (2011).

vi
 
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakn kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat, kasih dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Pemberian Madu dan Kayu Manis (Cinnamomun
burmanii) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih Penderita Diabetes Mellitus
Tipe II”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini
bertujuan untuk memberikan informasi tentang pengobatan penyakit Diabates
mellitus tipe II.
Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis pada bulan
November 2011 – Maret 2012 yang bertempat di Laboratorium Lapang Genetika dan
Pemuliaan Ternak atau kandang Blok A Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Skripsi ini membahas tentang seberapa besar pengaruh dari pemberian
madu dengan bubuk kayu manis yang berpotensi dalam memperbaiki kadar glukosa
darah pada penderita DM (Diabates Mellitus) Tipe II. Kayu manis yang digunakan
mengandung atau yang lebih dikenal dengan proantosianidin jenis A. Aktivitas dari
Cinnamtannin B1 yang difokuskan dapat memperbaiki sel β pankreas yang
mengalami kerusakan akibat penginduksian aloksan.

Masyarakat membutuhkan informasi berupa obat- obat herbal yang dapat


menyembuhkan penyakit Diabetes Mellitus khususnya tipe II. Penyakit Diabetes
Mellitu Tipe II merupakan jenis penyakit yang sudah menduduki penringkat ke
empat di Indonesia dan penyakit ini dapat meyebabkan kematian. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga
penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu
pengetahuan.

Bogor, September 2012

Penulis

vii
 
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ..................................................................................................... i
ABSTRACT........................................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
Permasalahan Diabetes Mellitus di Indonesia ........................................ 3
Madu ....................................................................................................... 3
Komposisi Madu ......................................................................... 4
Faktor-faktor Penentu Kualitas Madu ......................................... 5
Peranan Madu pada Penderita Diabetes Mellitus........................ 6
Kayu Manis ............................................................................................. 7
Diabaetes Mellitus................................................................................... 9
Klasifikasi Diabetes Mellitus .................................................................. 10
Metabolisme Glukosa pada Kondisi Diabetes Mellitus .......................... 13
Toleransi Glukosa ................................................................................... 13
Hewan Model .......................................................................................... 14
Aloksan sebagai Bahan Induksi Diabetes Mellitus Tipe II ..................... 15
METODE ............................................................................................................ 16
Lokasi dan Waktu ................................................................................... 16
Materi ...................................................................................................... 16
Prosedur .................................................................................................. 16
Penyusunan ransum Tikus........................................................... 16
Analisis Komposisi Nutrien Madu dan Kayu Manis ................. 18
Persiapan Hewan Model ............................................................. 18
Pemberian Pakan dan Perlakuan ................................................. 18
Penyuntikan Aloksan .................................................................. 18
Rancangan dan Analisis Data ................................................................. 19

viii
 
Peubah yang Diamati .................................................................. 20
Pengukuran Gula Darah .............................................................. 20
Pengukuran Konsumsi BETN, Lemak, Protein, Asupan Kalori . 20
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 21
Konsumsi BETN, Lemak dan Protein..................................................... 21
Kadar Glukosa Darah .............................................................................. 22
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 31
Kesimpulan ........................................................................................... 31
Saran ..................................................................................................... 31
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33
LAMPIRAN........................................................................................................ 36

ix
 
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Komposisi Kandungan Madu Dalam 100 g ………………………….. 5
2. Komposisi Kandungan Kayu Manis Dalam 100 g ………………….... 9
3. Kualitas Bahan Pakan Tikus Percobaan ...…………………............... 17
4. Komposisi Ransum Tikus…………………………………………….. 17
5. Hasil Uji Proksimat Nutrien Ransum, Madu dan Kayu Manis ..……... 18
6. Konsumsi BETN, Lemak dan Protein Oleh Tikus Selama Penelitian... 21
7. Konsumsi Total Energi Asal, BETN, Lemak dan Protein..................... 21
8. Kadar Glukosa Normal Hewan Model pada Kondisi Normal dan
setelah Diinduksi Aloksan..................................................................... 23
9. Kadar Glukosa Darah Hewan Model Setelah Pemberian
Perlakuan………………........................................................................ 28

x
 
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman

1. Kayu Manis……………………………………………….................... 7
2. Peranan Hormon Insulin……………………………………………… 12
3. Proses Masuknya Glukosa……………………………………………. 12
4. Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Waktu yang Berbeda Setelah
Pemberian Perlakuan...................……………………………………... 25

xi
 
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Uji Anova Kadar Glukosa pada Perlakuan dan Waktu yang
Berbeda .................................................................................................
38
2. Uji Lanjut dengan Menggunakan Uji Duncan dengan Program SAS 38
9.1.3.…............................................…………………………………..
3. Kondisi Kandang dan Pemeliharaan Tikus ....………………………... 38
4. Proses Pengambilan Darah…………..............………………………... 39
5. Gambar Aloksan, Madu dan Kayu manis…………………………….. 39
6. Konsumsi Kalori Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan ......... 40
7. Konsumsi Lemak Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan........ 40
8. Konsumsi BETN Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan........ 41
9. Konsumsi Protein Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan ...... 41
10. Perhitungan Energi Asal BETN………….........……………………… 41
11. Perhitungan Energi Asal Lemak Kasar......…………………………… 42
12. Perhitungan Energi Asal Protein Kasar ……………………………… 43
13. Kerangka Penelitian…………………………………………………... 42
 

xii
 
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit gangguan metabolik


dengan karakteristik tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin dan kinerja insulin. Penderita diabetes mellitus
mengalami gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Penyakit
diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang sudah menjadi perhatian dunia bukan
karena prevalensinya meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit
diabetes mellitus umumnya berhubungan dengan risiko utama gangguan
kardiovaskular yang meningkatkan mortalitas di dunia saat ini khusunya di
Indonesia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang
penyakit diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Peningkatan jumlah penderita penyakit diabetes mellitus
ini mengakibatkan perlunya mencari alternatife cara pencegahan dan
penyembuhannya.
Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah untuk dikonsumsi
karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu adalah salah satu
sumber karbohidrat yang komponen utamanya adalah gula. Gula yang dikandung
oleh madu sebagian besar berbentuk monosakarida yaitu fruktosa (levulosa) dan
glukosa (dektrosa), selebihnya adalah disakarida, polisakarida dan oligosakarida.
Madu menjadi sumber karbohidrat yang istimewa bagi penderita diabetes mellitus
karena dalam transportasinya bentuk fruktosa yang masuk ke sel-sel tubuh tidak
membutuhkan insulin.
Penggunaan tanaman obat mulai mendapatkan perhatian oleh dunia
fitofarmaka. Kayu manis (Cinnamomun burmanii) merupakan tanaman obat asli dari
Indonesia yang selama ini hanya digunakan untuk bumbu masak oleh ibu rumah
tangga. Kayu manis yang memiliki zat aktif yang disebut Cinnamtannin B1 yang
dapat mengaktifkan kinerja sel β pankreas untuk memproduksi insulin.
Berdasarkan latar belakang di atas, kayu manis yang memiliki zat akti
cinnamtannin B1 dan madu yang berupa gula fruktosa mempunyai potensi untuk
dijadikan obat pada penderita diabetes mellitus. Penggunaan kombinasi kayu manis
dan madu belum banyak dilakukan untuk memperbaiki kadar gula darah pada
penderita diabetes mellitus dengan dosis yang tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tentang pengaruh penggunaan kayu manis atau madu atau kombinasinya
pada hewan model tikus yang menderita diabetes mellitus tipe II.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh tingkat pemberian kayu


manis, madu dan campuran bubuk kayu manis dan madu terhadap kadar gula darah
tikus yang menderita DM tipe II.

2
 
TINJAUAN PUSTAKA

Permasalahan DM (Diabetes Mellitus) di Indonesia

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang


penyakit DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin dan kinerja dari insulin.
Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terurtama mata, ginjal, syaraf,
jantung dan pembuluh darah. Komplikasi hiperglikemia merupakan keadaan darurat
yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit diabetes mellitus. Komplikasi
hiperglikemia ini sudah menjadi masalah utama yang meningkatkan angka kematian
khususnya di Indonesia (Waspadji, 2004). Semakin meningkatnya jumlah penderita
diabetes mellitus di Indonesia mendorong para peneliti atau tim medis untuk mencari
tahu obat yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah pada penderita Diabetes
Mellitus tipe II.

Madu

Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah dengan


memanfaatkan tanaman bunga untuk dikonsumsi, karena mengandung bahan gizi
yang sangat essensial. Madu bukan hanya merupakan bahan pemanis, atau penyedap
makanan, tetapi sering juga digunakan untuk obat-obatan, yaitu sebagai penghilang
rasa lelah dan letih, untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut (Purbaya,
2002; Murtidjo, 1991). Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan
bunga tanaman. Madu memiliki warna, aroma dan rasa yang berbedabeda,
tergantung pada jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah
madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang agak asam), madu bunga timun
(rasanya sangat manis), madu kapuk/randu (rasanya manis, lebih legit dan agak
gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih legit dan aromanya lebih tajam). Selain itu
dikenal pula madu buah rambutan, madu kaliandra dan madu karet (Sarwono, 2001;
Suranto, 2004).

3
 
Kandungan nutrisi dalam madu terdiri dari beberapa jenis gula sederhana,
garam mineral dan bahan lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Sihombing,
1994). Penghasil madu adalah lebah dari bahan baku nektar, baik dari bunga maupun
bagian lain dari tumbuhan (ekstrafloral). Kadang-kadang madu juga diproduksi dari
honeydew, yaitu cairan hasil sekresi serangga yang terdapat dalam jaringan floem.
Sekresi tersebut mengandung gula sehingga menarik lebah untuk mengumpulkannya
(Gojmerac, 1983).
Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh
dari sarang lebah madu Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan
dengan pemanasan sampai 70°C. Setelah dingin kotoran yang mengapung disaring.
Selanjutnya, madu dapat ditambah dengan air secukupnya untuk pengenceran
sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dibakukan (Sarwono,
2001).

Komposisi Madu
Komposisi madu sangat beragam walaupun berasal dari pohon yang sama.
Hal ini karena pada hakikanya komposisi dominan yang ada pada madu seperti zat
gula, zat kimia, enzim, asam, dan vitamin berasal dari zat yang berbeda. Studi
chromatographic membuktikan kebenaran bahwa madu lebah terdiri dari berbagai zat
gula. Rasa manis yang ada pada madu mencapai 50 % rasa manis yang terdapat pada
gula. Pertambahan jumlah zat gula pada madu secara keseluruhan kadang mencapai
75 – 80 %. Jumlah zat gula inilah yang memberikan keistimewaan rasa pada madu.
Zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan kini
telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa dalam madu.
Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni: 1) komposisi nektar asal
madu bersangkutan dan 2) faktor-faktor eksternal tertentu. Madu mengandung enzim
seperti diastase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan katalase yang
mengakibatkan madu dapat dikonsumsi secara langsung oleh tubuh tanpa bantuan
hormon insulin (Sihombing, 1994).

4
 
Tabel 1. Komposisi Kandungan Madu Dalam 100 g
Komponen Kandungan (%)

Air 17,2
Fruktosa 38,19
Glukosa 31,28
Sukrosa 1,32
Nitrogen 0,041
Mineral 0,2
Protein 0,3
Sumber : Suarez et al., (2010)

Manfaat mengkonsumsi madu sangat baik karena mengandung mineral yang


dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti: Cu, Ma, Si, Cl, Ca, Na, P, Mg, dan Al.
Madu juga mengandung vitamin, khususnya dari kelompok B kompleks yaitu B1,
B2, B6 dan B3 yang komposisinya berubah-ubah sesuai dengan kualitas nektar dan
serbuk sari. Madu juga mengandung gula yaitu fruktosa, glukosa dan sukrosa yang
dalam jumlah kecil dapat meningkatkan energi karena kandungan kalori yang tinggi,
sehingga menjadi obat paling efektif untuk kelelahan. Madu dapat mengembalikan
glukosa oksigen yang digantikan oleh asam laktat selama kelelahan dan juga
menghasilkan rasa hangat ( Aden, 2010).

Faktor-faktor Penentu Kualitas Madu

Glukosa
Gula utama dari nektar adalah sukrosa, selama proses gula akan dihancurkan
oleh enzim invertase. Selama proses pematangan, gula nektar akan dipecah oleh
aktifitas enzim invertase menjadi bentuk gula sederhana yaitu glukosa dan fruktosa.
Secara simultan dengan hancurnya sukrosa, gula baru terbentuk (fruktosa dan
glukosa), jenis gula ini tidak terdapat pada nektar.

Kadar Air
Banyaknya air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang
mempunyai kadar air yang tinggi akan mudah berfermentasi. Fermentasi terjadi
karena jamur yang terdapat dalam madu. Jamur ini tumbuh aktif jika kadar air dalam

5
 
madu tinggi. Kandungan air dalam madu dapat diukur dengan suatu alat yang
dinamakan hydrometer yang dilengkapi dengan termometer. Selain itu pengukuran
air juga dapat menggunakan alat yang dinamakan refractometer. Misalnya kadar air
17,4% refracto indeksnya sebesar 1,493 pada 20 ºC (Sumoprastowo dan Suprapto,
1993).

Keasaman
Kandungan madu terdapat sejumlah asam organik yang memainkan peranan
penting dalam proses metabolisme tubuh. Jenis-jenis asam tersebut adalah asam
format, asam asetat, asam sitrat, asam laktat, asam butirat, asam oksalat, dan asam
suksinat (Al Jamili, 2004).

Warna, Aroma dan Rasa


Madu memiliki bermacam-macam warna yang dipengaruhi oleh jenis
tanaman asal dan sifat tanah, tetapi proses pemanasan juga mempengaruhi warna.
Pemanasan madu yang lama akan membuat warna madu menjadi lebih gelap. Aroma
madu berhubungan dengan warna, semakin gelap warna madu maka aromanya
makin keras atau tajam (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993). Selain warna dan
aroma, rasa madu juga merupakan bagian yang penting dalam pemasaran madu dan
dapat rusak selama pengolahan (Sihombing, 1994).

Peranan Madu pada Penderita Diabetes Mellitus


Pengaruh fruktosa terhadap kadar glukosa darah melalui proses sintesa dan
pemecahan glikogen yang dikontrol secara kovalen komplek oleh protein
phosphorolase dan dephosporilase dengan meregulasi enzim glikogen sintetase dan
glikogen phosphorilase. Fruktosa dapat meningkatkan penyimpanan glikogen hati
(Ermawati., 2007), sehingga fruktosa lebih baik dari pada glukosa dalam
glikogenesis. Glukokinase aktif akan meningkatkan serapan glukosa, penyimpanan
glikogen dan mengurangi hyperglikemia postprandial, dan dapat bermanfaat bagi
penderita Diabetes Mellitus tipe II (Ermawati, 2007). Fruktosa sebagai sumber
karbohidrat terlarut hanya sedikit disimpan sebagai glikogen di hati, hampir semua
fruktosa akan dikonversi oleh hati menjadi produk dalam lintasan glikolitik (Linder,
1992) .

6
 
Kayu Manis
Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmani Bl) adalah salah satu tanaman
yang biasanya digunakan masyarakat sebagai campuran makanan dan jamu.
Tanaman kayu manis di Indonesia merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan
sudah dikenal luas oleh suku-suku bangsanya, sehingga setiap suku memiliki sebutan
khusus untuknya antara lain: Keneel (Jawa), Holim (Melayu), modang siak-siak
(Batak), Kuli manih (Minang kabau), Kiamis (Sunda), Cingar (Bali), Onte (Sasak),
Kaninggu (Sumba), Kesingar (Nusa Tenggara) (Rismunandar dan Paimin, 2001).
Gambar kayu manis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kayu Manis


Sumber : Rismunandar dan Paimin, 2001
Menurut taksonominya, kayu manis diklasifikasikan sebagai berikut
(Rismunandar dan Paimin 2001)

Kingdom : Plantae
Divisi : Gymnospermae
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Policarpicae
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum burmannii
Pengujian zat aktif sebagai antihyperglisemia yang terdapat dalam kayu
manis telah dilakukan secara invitro. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan

7
 
HPLC, spektroskopi ultraviolet dan inframerah. Berdasarkan hasil spektroskopi di
dapat bahan aktif yang terdapat dalam kayu manis adalah cinnamtannin B1.
cinnamtannin B1 merupakan rangkaian flavan-3-ol atau yang lebih dikenal dengan
proantosianidin jenis A. Aktivitas dari cinnamtannin B1 pada kultur sel diuji dengan
menggunakan metode reproduksi sel, diferensiasi sel, pengaturan glukosa dan
penfosforilan reseptor insulin didalam jaringan adiposit. Hasil menunjukkan bahwa
cinnamtannin B1 dapat meningkatkan reproduksi sel β pankreas sekitar dua kali lipat
setelah 48 jam percobaan yang dilakukan. Dosis cinnamtannin B1 dalam
meningkatkan reproduksi sel β pankreas adalah 100 – 150 g/ml (0,11-017 mM)
(Taher, 2005).
Pencampuran 0,11 mM cinnamtannin B1 dengan 150-200 g/ml air dapat
menginduksi konversi sel preadiposit ke jaringan adiposit, aktivitas ini mirip dengan
cara kerja dari hormon insulin. Penggunaan cinnamtannin B1 pada kultur jaringan
adiposit dapat meningkatkan penggunaan atau pengambilan glukosa sebanyak 32%.
Campuran cinnamtannin B1 sebanyak 0,1 mM dan 100mM hormon insulin dapat
merangsang penyerapan glukosa sebanyak 1,8 dan 1,7 kali lipat dari masing-masing
bahan. cinnamtannin B1 dan ekstrak air juga dapat merangsang pemfosforilan
subunit reseptor insulin. Pemfosforilan reseptor insulin tidak berlaku pada sel 3T3-
L1 preadiposit. Perangsangan penyerapan glukosa dan pemfosforilan cinnamtannin
B1 disekat oleh wortmannin dan cytochalasin B (Taher, 2005).
Kayu manis adalah tanaman herbal tua yang sudah dipilih oleh cina sekitar
4000 tahun yang lalu sebagai obat. Di negara Cina mempelajari bahwa tanaman kayu
manis mempunyai kandungan kimia yang difokuskan untuk memperbaiki kadar gula
dalam darah dan konsentrasi lemak dalam tubuh penderita penyakit diabetes mellitus
tipe 2. Hal ini diketahui dari percobaan ektrak kayu manis yang dilakukan secara in
vitro dalam meningkatkan produksi insulin. Kayu manis dapat meningkatkan
produksi insulin dalam pankreas dan dapat memperbaiki bagian organ yang rusak
bagi penderita diabetes (Shen Yan, et al, 2010).
Cinnamtannin B1 dan ekstrak air bertindak secara langsung pada subunit
reseptor insulin dengan mengaktifkan PI3-kinase yang akan merangsang translokasi
pengangkut glukosa-4 (GLUT-4). Perangsangan atau pengangkut glukosa-4
selanjutnya dapat merangsang penyerapan glukosa dan memungkinkan

8
 
pembuangan glukosa oleh jaringan adiposit. Kajian yang telah dijalankan
menemukan bahwa cinnamtannin B1 berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan
untuk mengobati penyakit diabetes tipe 2 (Taher, 2005).

Tabel 2. Komposisi Kandungan Kayu Manis dalam 100 g


Nutrisi (100 g) Unit Jumlah
Air g 9,5
Kalori Kcal 355
Karbohidrat g 79,9
Protein g 3,9
Lemak g 3,2
Serat g 24,4
Abu g 3,6
Kalsium Mg 1228,5
Sumber : Farrel (1990)

Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling umum


ditemukan. Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme tubuh dalam proses
pemanfaatan karbohidrat kedalam sel yang ditandai dengan kenaikan gula darah
karena kurangnya kadar insulin maupun tidak efisiennya kerja insulin di dalam
tubuh. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia dan glikosuria (Budiyanto, 2002).
Adnyana et al.,(2004) juga menambahkan bahwa Diabetes mellitus adalah suatu
penyakit hiperglikemia yang bercirikan kekurangan insulin secara mutlak atau
penurunan kepekaan sel terhadap insulin.
Jung et al., (2006) melaporkan resistensi insulin berkontribusi terhadap
peningkatan pelepasan glukosa di hati dan menurunkan pengambilan (uptake)
glukosa ke dalam sel adipose. Kondisi ini justru akan menyebabkan terjadinya
hiperglikemia dan kegagalan pembentukan glikogen. Menurut Ramesh dan
Pugalendi (2006), pada tikus diabetes terjadi penurunan kadar insulin plasma, kadar
glikogen hati dan penurunan aktivitas enzim glukokinase.

9
 
Klasifikasi Diabetes Mellitus
a. Diabetes Mellitus Tipe I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel β pankreas, sehingga tidak
memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari
darah (Tjay dan Rahardja, 2002). Diabetes mellitus Tipe I ini merupakan bentuk
parah yang disertai ketosis pada keadaan tidak diobati. Diabetes ini sering timbul
pada anak-anak dan remaja, tetapi kadang-kadang pada orang dewasa terutama yang
tidak kegemukan. Diabetes ini merupakan jenis diabetes mellitus yang mengalami
kelainan katabolik tanpa adanya insulin yang bersirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel β pankreas gagal berespon terhadap semua ransangan
insulinogenik (Katzung, 1992).
b. Diabetes Melitus tipe II (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
Pada kondisi Diabetes mellitus II, insulin masih cukup untuk mencegah
terjadinya benda-benda keton sehingga jarang dijumpai ketosis. Diabetes mellitus
tipe II tersebut cenderung terjadi pada individu usia lanjut atau usia diatas 40 tahun
dan biasanya lebih banyak terjadi padda orang gemuk atau orang-orang yang
biasanya hidup makmur dan kurang gerak badan. Diabetes jenis ini tidak tergantung
dengan insulin , tidak cenderung untuk terjadi ketoasidosis dan tidak berhubungan
dengan adanya antibodi terhadap sel-sel langerhans. Diabetes mellitus Tipe II ini
lebih sering terjadi dibandingkan dengan diabetes mellitus Tipe I, perkembangannya
lebih lambat karena terjadi akibat kekurangan insulin relatif (Tjay dan Rahardja,
2002). Kasus diabetes yang paling sering dijumpai adalah diabetes mellitus tipe II,
yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Jenis
diabetes mellitus tipe II merupakan sasaran utama dalam penelitian ini.
c. Diabetes Mellitus tipe lain
Diabetes mellitus tipe lain dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi dan sindrom genetika lain yang berkaitan
dengan diabetes mellitus (Katzung, 1992).
d. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional yaitu diabetes yang timbul selama kehamilan,

10
 
artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa yang didapati selama masa
kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Diabetes mellitus gestasional
berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (disekitar waktu
melahirkan), dan sang ibu memiliki resiko untuk dapat menderita penyakit diabetes
mellitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun setelah melahirkan
(Woodley dan Wheland, 1995).

Kerja Insulin

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di
dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada ( DM
Tipe 1) atau bila insulin itu kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan resistensi
insulin (DM Tipe II), maka glukosa tak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan
tetap berada didalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah
meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan jadi lemah karena tidak ada
sumber energi di dalam sel ( Suyono, 1992).
Selain pengaruh langsung hiperglikemia dalam meningkatkan ambilan
glukosa baik ke hati maupun jaringan perifer, hormon insulin juga mempunyai
peranan sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah. Hormon ini dihasilkan
oleh sel-sel beta pada pulau-pulau Langerhans pankreas sebagai reaksi langsung
terhadap keadaan hiperglikimia. Konsentrasi glukosa darah menentukan aliran lewat
glikolisis, siklus asam sitrat dan pembentukan ATP. Peningkatan konsentrasi ATP
akan menghambat saluran K+ yang sensitif terhadapa ATP sehingga menyebabkan
depolarisasi membran sel beta, keaaan ini akan meningkatkan aliran masuk Ca2+
lewat saluran Ca2+ terhadap voltase dan dengan demikian mestimulasi eksositosis
insulin (Linder, 1992). Secara sistematik peranan insulin seperti Gambar 2.

11
 
Gambar 2. Peranan Hormon Insulin
Sumber Linder, 1992
Gambar 2. Menunjukkan peranan insulin dalam menurunkan kadar glukosa
darah. Dalam kondisi normal ketika glukosa atau karbohidrat masuk kedalam tubuh
maka glukosa dalam darah meningkat. Peningkatan glukosa akan ditangkap oleh
sinyal dari sel β pankreas sehingga memproduksi insulin. Insulin akan
menghantarkan glukosa untuk masuk ke dalam sel hati, sel otot dan jaringan adiposa.
Glukosa yang berada dalam sel akan disimpan atau disintesis menjadi glikogen oleh
hormon insulin baik di sel hati, sel otot dan jaringan adiposa. Masuknya glukosa
dalam sel selain dipengaruhi oleh hormon insulin terdapat juga peran glukosa
transporter dalam memasukkan glukosa ke dalam sel. Mekanisme masuknya glukosa
ke dalam sel dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses Masuknya Glukosa


Sumber : Linder, 1992

12
 
Gambar 3 menunjukkan bahwa masuknya glukosa ke dalam sel otot rangka
dan ke jaringan adiposa hanya melalui pembawa di membran plasma yang dikenal
sebagai glukosa transporter. Glukosa transporter ini adalah glukosa transporter 4 atau
yang lebih dikenal dengan istilah GLUT 4. GLUT 4 ini ditemukan pada jaringan
adiposa dan otot serang lintang (otot rangka dan jantung). Glukosa akan masuk ke
dalam sel akibat proses kerjasama dari hormon insulin dengan GLUT 4. GLUT 4
menjadi pintu pembuka jalannya glukosa untuk masuk ke dalam sel akibat
perantaraan hormon insulin. Pengangkut-pengangkut tersebut diinsersikan ke dalam
membran plasma sebagai respon terhadap peningkatan sekresi insulin, sehingga
terjadi peningkatan pengangkutan glukosa ke dalam sel. Apabila sekresi insulin
berkurang, GLUT4 tersebut sebagian ditarik dari membran sel dan dikembalikan ke
simpanan intrasel.

Metabolisme Glukosa pada Kondisi DM


Masuknya glukosa ke dalam darah, meningkatkan kadar glukosa darah, yang
menyebabkan tersekresinya insulin dari pankreas dan menurunkan sekresi glukagon.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan pengambilan glukosa oleh hati, urat-urat
daging dan jaringan lemak, juga merangsang sintesis glikogen dalam hati dan urat
daging dengan jalan mengurangi cyclic Adenin Monofosfat (cAMP) dan proses
fosforilasi atau sintesis glukogen yang aktif. Sintesis dan penyimpanan glikogen
terbatas secara fisik, oleh karena sifat molekul glikogen yang sangat voluminous
(terhidrasi) dan diperkirakan bahwa tidak lebih dari 10-15 jam setara energi glukosa
dapat disimpan dalam hati (sekitar 100 g). Dalam kondisi pengambilan/konsumsi
glukosa maksimal ada kemungkinan lebih banyak lagi glikogen (sekitar 0,5 g) yang
diencerkan dalam massa jaringan yang lebih besar, disimpan dalam urat daging
(Linder, 1992).

Toleransi Glukosa

Respon tubuh terhadap influks glukosa diet dimonitor untuk menentukan


toleransi glukosa. Toleran atau tidak, ditentukan oleh tingkat kesanggupan
mekanisme untuk menghilangkan kelebihan glukosa dalam darah. Toleransi glukosa
biasanya diukur dengan mengikuti konsentrasi glukosa darah selama 15 menit
sampai 2 atau 3 jam setelah pemberian glukosa peroral sebanyak 50-100 g setelah

13
 
dipuasakan semalam. Bentuk kurva yang dihasilkan ditentukan oleh (1) kapasitas
tubuh mengekpresikan insulin yang cukup; (2) ketersediaan faktor-faktor lain yang
dibutuhkan untuk peningkatan insulin dan kerjanya; (3) tingkat katabolisme insulin;
(4) ada atau tidaknya antagonis insulin; (5) adanya/terbebasnya faktor-faktor
penghambat regulasi (counterregulator) seperti glukagon, yang akan menghambat
penurunan glukosa darah kalau kerja insulin selesai (Linder, 1992).
Tingkat pembebasan insulin dan efeltivitasnya menentukan kecepatan
glukosa darah mencapai puncaknya dapat dicapai dengan 160 mg/dl setelah 30-60
menit. Beberapa mekanisme yang sama menentukan waktu yang dibutuhkan untuk
menormalkan kembali kadar glukosa darah 70-105 mg/dl selama 1,5-2 jam. Kalau
kadar glukosa darah melebihi 180 mg/dl, maka ada glukosa yang akan keluar melalui
urin karena tubuli ginjal tidak dapat lagi menyerap kembali glukosa tersebut secara
cepat (Linder, 1992).

Hewan Model

Hewan model mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam mempelajari


penyakit yang akan diaplikasikan pada manusia. Percobaan mengenai diabetes
mellitus dengan menggunakan hewan model didasarkan pada patogenesis penyakit
tersebut pada manusia (Nugroho, 2006). Terdapat lima macam jenis tikus putih
(Albino normal rat, Rattus norvegicus) yang biasa digunakan dalam penelitian yaitu
Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley, dan Wistar. Tikus
Sprague Dawley betina jarang sekali digunakan sebagai hewan percobaan karena
kondisi hormonal yang berfluktuasi pada waktu beranjak dewasa, sehingga
dikhawatirkan akan memberi respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil
penelitian. Tikus Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala
kecil, dan ekornya lebih panjang daripada badannya dan pertumbuhan dari tikus
Sprague Dawley akan menurun setelah 100 hari.
Keuntungan menggunakan hewan model tikus Sprague Dawley adalah yang
mempunyai anatomi yang hampir sama dengan manusia, dapat bertahan hidup
dengan baik dalam kondisi laboratorium, memiliki karakteristik imunologis yang
mirip dengan manusia, secara ekonomi mudah didapatkan, memiliki ukuran yang

14
 
lebih besar dari tikus mencit dan wistar sehingga mudah untuk digunakan sebagai
penelitian (Haris, 2009).

Aloksan Sebagai Bahan Induksi Diabetes Mellitus Tipe II

Aloksan adalah substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin


sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer.
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada
binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan
kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan. Aloksan
juga bahan yang mudah didapatkan dan harganya yang ekonomis. Aloksan bersifat
toksik selektif terhadap sel beta pankreas yang memproduksi insulin karena
terakumulasinya aloksan secara khusus melalui transporter glukosa. Aloksan yang
dapat diberikan secara intervena, intraperitioneal, atau subkutan. Dosis pemberian
aloksan adalah 125 mg/kgBB. Kondisi hewan model sebelum melakukan
penyuntikan ini harus dalam keadaan puasa. Hewan model sebelum diinsuksi aloksan
harus terlebih dahulu dipuasakan selam 16 jam. Waktu pengukuran kadar glukosa
darah dilakukan tiga hari setelah penyuntikan. Pengukuran kadar glukosa darah harus
dalam keadaan puasa selama 16 jam sebelum pengukuran kadar glukosa darah
(Yuriska, 2012).

15
 
MATERI DAN METODE

Lokasi dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada bulan November 2011-
Maret 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Satwa Harapan Blok C
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum kontrol, madu, kayu
manis dan 45 ekor tikus putih galur Sprague dawley yang positif DM II dengan umur
satu bulan dan bobot badan 100 g. Tikus model yang digunakan mengalami DM tipe
II akibat peyuntikan aloksan. Bahan lain yang digunakan adalah NaCl, aloksan,
alkohol 70 %. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus,
tempat pakan dan air minum, alat digital pengukur gula darah (Blood glucose Test
Mater GlucoDrTM), penyaring kayu manis, blender natioanal, kapas, masker, spoit 1
ml, sarung tangan, alat tulis, kamera, komputer dan prog SAS.

Prosedur

Penyusunan Ransum Tikus


Penyusunan ransum dilakukan di laboratorim Nutrisi Pedaging Departemen
INTP, Fakultas Peternakan dan pembuatan pellet pakan dilakukan di industri pakan
indofeed, Bogor. Penyusunan pakan ini dilakukan dengan terlebih dahulu
menyiapkan segala bahan pakan yang dibutuhkan. Bahan atau formulasi pakan yang
digunakan adalah sebagai berikut:

16
 
Tabel 3. Kualitas Bahan Pakan Tikus Percobaan
Bahan BK PK LK SK Ca P EM
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (Kkal/g)
Jagung 89,74 8,51 3,59 2,5 0,01 0,28 3,620
Dedak padi 87,7 13 8,64 13,9 0.08 1,39 1,900
Bungkil
88,10 46,90 2,66 5,90 0.37 0,71 2,550
Kedelai
Tepung Ikan 91,90 55 7,52 0,7 7,19 2.88 2,750
DCP 90 0 0 0 16 21 0
NaCl 90 0 0 0 0.3 0 0
CaCO3 90 0 0 0 38 0 0
Sumber : Hartadi et al.(1990)

Tabel 4. Komposisi Ransum Tikus


Bahan Jumlah PK LK SK Ca P BETN EM

BK (%) (%) (%) (%) (%) (%) (Kkal/kg)


Jagung 45 3,83 1,71 1,13 0 0,13 33,39 1,485
Dedak padi 33 4,29 1,65 3,96 0,02 0,07 20,13 6,27
Bungkil 12 5,40 0,06 0,36 0,02 0,04 4,86 3,06
kedelai
Tepung ikan 6 1,80 0,12 0,06 0,39 0,17 3,54 165
DCP 1 0 0 0 0,22 0 0,90 0
Garam 2 0 0 0 0,01 0 1,80 0
CaCO3 1 0 0 0 0,38 0 0,90 0
Total 15,32 3,54 5,51 1,04 0,41 65,52 2,583
Keterangan : BK: Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK: Lemak Kasar SK: Serat Kasar; BETN:
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; EM: Energi Metabolis.

17
 
Analisis Komposisi Nutrien Madu dan Kayu Manis
Madu yang dicampur dengan bubuk kayu manis terlebih dahulu dilakukan
penggilingan kayu manis dengan menggunakan mesin penggiling. Masing-masing
bahan seperti bubuk kayu manis dan madu kemudian dianalisis jumlah kalorinya
dengan Bom Kalorimeter di Laboratorium Industri Pakan Institut Pertanian Bogor.

Tabel 5. Hasil Uji Proksimat Komposisi Nutrien dari, Madu dan KayuManis.
Bahan Bahan Kering Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar
(%) (%) (%) (%)
Kayu Manis* 94,17 7,66 6,07 25,53
Madu** 63,73 1,16 0,87 -
Keterangan : *) Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor
**) Laboratorium Nutrisi dan Biologi Radiasi , PAU, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Persiapan Hewan Model


Tikus sebanyak 45 ekor dipelihara dalam kandang dan terlebih dahulu
ditimbang bobot badannya ± 98,6 - 100 g/ekor kemudian diberi pakan sejumlah 10
g/ekor/hari dan memberikan air minum ad libitum. Adaptasi terhadap pakan dan
lingkungan atau kandang yang baru dilakukan selama ± 14 hari

Penyuntikan Aloksan
Hewan model sebanyak 45 ekor yang sudah beradaptasi dengan lingkungan
baru dipuasakan selama 16 jam sebelum dilakukan penyuntikan aloksan dengan
dosis 125 cc/Kg BB (Yuriska, 2012). Penyuntikan aloksan pada tikus tepatnya di
bagian subkutan. Cara penyuntikan subkutan adalah menentukan lokasi penyuntikan
yaitu 1/3 atas lengan atas atau 1/3 atas paha atas sekitar pusat atau 1/3 bagian dorsal.
Kulit diangkat sedikit dengan cubitan ringan oleh tangan kiri kemudian jarum
ditusukkan mengarah ke atas kira-kira sudut suntikan 45o. Setelah penyuntikan
aloksan tikus dipuasakan lagi selama satu jam kemudian baru diberikan pakan dan
minuman selama lima hari. Pemberian pakan dilakukan satu kali dalam sehari yaitu
pada pukul 07.00 WIB dengan jumlah pakan yang diberikan 10 g/ ekor. Pemberian
perlakuan yaitu madu dengan tambahan kayu manis sesuai dengan dosis yang sudah
ditentukan diberikan selama dua hari setelah tikus percobaan mengalami Diabetes

18
 
mellitus tipe II pada pukul 08.00 WIB. Hari kelima hewan model dipuasakan selama
16 jam lagi dan kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa darah tikus.

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL fac torial intime dalam
waktu yang sama dengan dua faktor. Faktor pertama terdiri dari lima jenis perlakuan
yaitu:
K = Kelompok kontrol yang diberi ransum kontrol dan air minum biasa.
M = Kelompok yang diberi ransum kontrol + madu sebanyak 1 ml/ ekor
CM = Kelompok yang diberi ransum kontrol + kayu manis sebanyak 0,004
g/ekor
C1M = Kelompok yang diberi ransum kontrol + madu 1 ml/ekor + kayu manis
0,004 g/ekor
C2M = Kelompok yang diberi ransum kontrol + madu 1 ml/ekor + kayu
manis 0,008 g/ekor
Faktor kedua adalah waktu pengambilan data (empat titik) yaitu 30 menit, 60 menit,
24 jam, dan 26 jam setelah pemberian perlakuan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2006) model matematika yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + γij + ωk + γjk + αωik +€ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan untuk perlakuan pemberian madu yang dicampur
dengan bubuk kayu manis terhadap tikus yang mengalami kadar gula
darah tinggi
µ = Rataan kadar gula darah
αi = Pengaruh faktor perlakuan (kontrol, kayu manis 0,004 g, madu 1
ml, kayu manis 0,004 g + 1 ml madu dan kayu manis 0,008 g + 1 ml
madu)
γij = Komponen acak perlakuan
ωk = Pengaruh waktu Pengamatan
γjk = Komponen acak waktu pengamatan
αωik = Pengaruh interaksi antara perlakuan dengan waktu
€ijk = Komponen acak dari interaksi antara perlakuan dengan waktu

19
 
Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati yaitu kadar glukosa darah tikus dalam keadaan normal,
setelah diinduksi aloksan dan setelah pemberian perlakuan. Sebelumnya dilakukan
pengukuran konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dan asupan kalori.

Gula Darah
Pengukuran gula darah dilakukan pada keadaan tikus sehat, setelah diinduksi
aloksan dan setelah pemberian perlakuan. Pengamatan dilakukan pada menit ke 30,
60, 24 jam dan 26 jam stelah dicekok dengan perlakuan (Adnyana et al. 2004).
Pengukuran glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat Blood glucose Test
Mater GlucoDrTM. Darah diambil dari bagian arteri caudalis yang sebelumnya telah
dibersihkan dengan alkohol 70%. Darah yang sudah diambil disentuhkan ke alat
glukometer. Kadar glukosa akan terbaca dilayar GlucoDrTM setelah 11 detik
pengamatan dalam satuan mg/dl.

Konsumsi Karbohidrat, Lemak, Protein dan Asupan Kalori


  Pengukuran konsumsi karbohidrat, lemak kasar dan protein kasar dilakukan
dengan cara perkalian konsumsi bahan kering dan bahan perlakuan dengan jumlah
kandungan karbohidrat dari pakan untuk karbohidrat. Begitu juga dengan
perhitungan lemak dan protein. Hasil konsumsi bahan kering dan bahan perlakuan
dikalikan dengan kandungn protein kasar untuk konsumsi protein. Konsumsi lemak
juga dihitung dengan cara perkalian bahan kering pakan dan bahan perlakuan dengan
jumah protein kasar. Asupan kalori dihitung dengan cara karbohidrat dikalikan
dengan 4,1 satuan kalori/g, untuk lemak dikalikan 9,1 satuan kalori/g, dan protein
dikalikan 4 satuan kalori/g.

   

20
 
HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan


kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum, madu, kayu manis dan
campuran antara madu dan kayu manis yang diberikan pada hewan model selama
satu bulan penelitian, seperti tertera pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Konsumsi BETN, Lemak, dan Protein Tikus Selama Penelitian


Perlakuan Bahan Kering (g) BETN (g) Lemak (g) Protein (g)
K 8,90 5,83 0,31 1,36
M 9,88 7,09 0,45 1,37
CM 8,90 5,83 0,44 1,36
C1M 9,88 7,04 0,45 1,37
C2M 9,89 7,09 0,45 1,37
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol +
kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M =
ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).

Tabel 7. Konsumsi Total Energi asal BETN, Lemak Kasar, dan Protein Kasar
Perlakuan Energi Asal BETN Energi Asal Energi Asal Total Energi
(kal) LK (kal) PK (kal) (kal/ekor/hari)
K 23,90 2,82 5,44 32,16
M 29,07 4,09 5,48 38,64
CM 23,90 4,00 5,44 33,34
C1M 28,86 4,09 5,48 38,43
C2M 29,07 4,09 5,48 38,64
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol +
kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M =
ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).

Hasil pada Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan jumlah karbohidrat atau total
asupan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak yang masuk ke dalam tubuh tikus.
Pemberian pakan dilakukan setiap harinya dalam waktu kurang lebih satu bulan dan
pemberian perlakuan dilakukan selama dua hari pengamatan. Bagi penderita
penyakit diabetes mellitus tipe II jumlah asupan makanan sangatlah berpengaruh

21
 
terhadap status kalori yang ada di dalam tubuh. Jumlah kalori asal karbohidrat yang
dikonsumsi akan sangat berpengaruh terhadap kadar glukosa darah, karena pada
penderita diabtes mellitus tipe II mengalami resistensi insulin, sehingga apabila
jumlah glukosa banyak masuk kedalam tubuh akan mengakibatkan penumpukan
glukosa darah pada darah.
Pembuatan hewan model diabetes tipe II ini dengan cara penyuntikan aloksan
dengan dosis 125 mg/ kg BB. Penyuntikan aloksan mengakibatkan kerusakan sel β
pankreas. Kerusakan sel β pankreas ini mengakibatkan hormon insulin tidak
diproduksi dengan baik. Resistensi insulin mengakibatkan asupan karbohidrat dan
kalori yang masuk ke dalam tubuh tidak bisa diantarkan ke sel, sehingga glukosa
menumpuk di darah. Akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat seperti yang
terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe II. Hal ini lah yang mengakibatkan
konsumsi karbohidrat yang diberikan tidak dapat di metabolisme di dalam tubuh
tikus untuk menjadi ATP, sehingga glukosa yang berasal dari pakan menumpuk di
dalam darah.
Kebutuhan karbohidrat dari pakan bagi seekor tikus dengan berat 98,6 g –
100 g adalah 3,6 – 4,5 g (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Jumlah karbohidrat
minimal yang dikonsumsi oleh masing-masing tikus selama penelitian sebesar 5,83 –
7,09 g. Jumlah karbohidrat yang masuk kedalam tubuh tikus melebihi dari batas
normal yaitu 3,6 – 4,5 g. Bila dibanding dengan yang disarankan Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) jumlah karbohidrat yang masuk kedalam tubuh hewan
model sudah diatas batasan normal tetapi bukanlah menjadi salah satu penyebab
kadar glukosa darah meningkat.
Total asupan kalori yang masuk ke dalam tubuh tikus berkisar antara 32,16 –
38,64 kalori/ekor/hari yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Jumlah
kalori ini belum melebihi batas normal kalori yang dibutuhkan tikus untuk
pertumbuhan. Jumlah kalori yang dibutuhkan tikus untuk pertumbuhan adalah 60
kalori (NRC, 1995). Hal ini menunjukkan jumlah asupan kalori asal karbohidrat,
lemak dan protein belum menjadi penyebab penyakit diabetes mellitus.

22
 
Kadar Glukosa Darah

Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus model pada saat keadaan normal
dan setelah diinduksi aloksan dengan dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam,
tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Kadar Gukosa Darah Hewan Model pada Kondisi Normal dan setelah
Diinduksi Aloksan
Kelompok hewan Kadar glukosa darah normal Kadar glukosa darah
model (mg/dl) diinduksi aloksan (mg/dl)
K 72,00 ± 1,00 360,67 ± 220,30
M 102,00 ± 44,03 479,33 ± 209,00
CM 103,67 ± 15,31 520,30 ± 106,02
C1M 108,33 ± 53,26 265,33 ± 12,86
C2M 99,33 ± 30,46 365,00 ± 184,58
Rata-rata 92,27 ± 26,89 398,13 ± 169,10
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol +
kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g + madu 1 ml; C2M =
ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).

Kadar glukosa darah hewan model dalam keadaan normal setelah dipuasakan
selama 16 jam menunjukkan kadar glukosa yang normal yaitu dengan rata-rata 92,27
± 26,89 mg/dl. Hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya (Taguchi,
1985) yang mengatakan bahwa kadar glukosa normal pada tikus jantan dengan galur
Spraque dawley 105,20 ± 14,2 mg/dl. Hewan yang masih dalam keadaan sehat atau
normal ini diberikan ransum standar sebanyak 10 g/ekor/hari. Kadar glukosa yang
normal ini terjadi karena proses metabolisme glukosa dalam tubuh berlangsung
dengan baik. Hewan model dalam keadaan normal atau belum mengalami
kerusakaan sel β pankreas yang memiliki hormon insulin sehingga masih dapat
berperan aktif dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dalam
tubuh. Metabolisme karbohidrat dalam tubuh tidak terlepas dari peranan hormon
insulin. Masuknya glukosa ke dalam darah pada hewan normal akan mengakibatkan
kadar glukosa darah meningkat dan menyebabkan tersekresinya hormon insulin dari
sel β pankreas. Hormon insulin akan bekerja mengantarkan glukosa yang masuk ke

23
 
semua sel yang membutuhkan, sehingga keadaan glukosa dalam darah tetap normal
dan mengakibatkan hewan model tetap dalam keadaan sehat.
Metabolisme hewan model akan berubah ketika mengalami gangguan pada
sel β pankreas. Kadar glukosa darah akan meningkat jika tidak ada hormon insulin
yang disekresikan oleh sel β pankreas. Sel β pankreas yang mengalami kerusakan
akibat penyuntikan aloksan akan dapat disembuhkan kembali, namun ada yang
mengalami kerusakan total sehingga pankreas tidak dapat menghasilkan hormon
insulin. Hal ini disebabkan oleh cara dan dosis penyuntikan aloksan yang kurang
tepat. Kadar glukosa darah hewan model ini mengalami peningkatan setelah
dilakukan penyuntikan dengan aloksan. Kadar glukosa darah dari semua perlakuan
meningkat menjadi lebih dari 105 mg/dl dalam keadaan puasa.
Kadar glukosa darah pada hewan model setelah diinduksi aloksan mengalami
peningkatan yang sangat tinggi yaitu rata-rata 398,13 mg/dl atau aloksan dapat
meningkatkan kadar glukosa darah hewan model sekitar 432,60 % dibandingkan
dengan kadar glukosa darah tikus pada keadaan normal sebelum diinduksi aloksan.
Hal ini menunjukkan bahwa efek penginduksian aloksan dengan dosis 125 mg/kgBB
berhasil mengakibatkan hewan model menderita diabetes mellitus. Penelitian
sebelumnya yang menggunakan hewan model juga mengalami peningkatan kadar
glukosa darah pada tikus dengan cara penginduksian aloksan melalui subkutan
(Studiawan dan Santoso, 2010).
Penyuntikan aloksan mengakibatkan kerusakan sel β pankreas secara total
sehingga produksi insulin semakin sedikit, dan berakibat pada peningkatan kadar
glukosa darah yang permanen. Yuriska (2012), mengatakan aloksan juga berpotensi
merusak substansi esensial di dalam sel β pankreas sehingga menyebabkan
berkurangnya granula-granula reseptor insulin. Kerusakan sel β pankreas setelah
diinduksi oleh aloksan sama kondisinya dengan penderita diabetes mellitus tipe II.
Pemilihan penggunaan aloksan dalam membuat hewan model diabetes
mellitus tipe II dilatar belakangi oleh aloksan yang mudah didapatkan, harganya
murah dan cepat mengakibatkan resistensi insulin. Selain aloksan terdapat juga
senyawa aktif yang dapat menyebabkan diabetes mellitus yaitu streptozotosin.
Streptozotosin dapat digunakan untuk menghasilkan hewan model mengidap diabetes
mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II, tetapi penggunaan streptozotosin ini lebih

24
 
suulit didapatkkan, hargannya yang lebih
l mahall, dan pengggunaanya berbeda deengan
alloksan. Perbbedaan pennggunaan aloksan den
ngan streptoozotosin lebbih terlihat pada
w
waktu yang relatif lebihh lama. Penggunaan streptozotos
s sin ini dilakkukan padaa saat
heewan modeel atau tikuss berumur 2 hari setellah kelahiraan, dan padda umur deelapan
saampai sepulluh minggu tikus tersebbut mengalaami gangguuan respon tterhadap glu
ukosa
daan sensitivittas sel β terhhadap glukoosa (Nugroh
ho, 2006).
Hasil pengukurann kadar gluukosa darah dilakukan sebanyak
s em
mpat kali seetelah
peemberian perlakuan yaaitu pada menit
m ke 30, menit kee 60, 24 jaam dan 26 jam,
deengan tujuaan ingin melihat
m kineetika glukosa terhadapp waktu. G
Gambaran antara
a
w
waktu pengam
mbilan dataa dengan pem
mberian perrlakuan terllihat seperti Gambar 4.

Kadar gluukosa
mg/dl
500

400
K
300 M

200 CM
C1M
100
C2M
0
30 menit 60 m
menit 24 jjam 26 jam
Waktu peengambilan data

G
Gambar 4. Gambaran
G Kaadar Glukosa Darah Paada Waktu yang
y Berbeda Setelah
Peemberian Peerlakuan
Keeterangan : K = ransum konntrol + air biassa; M = ransum kontrol + madu;
m CM = raansum kontrol +
kayyu manis 0,0004 g; C1M = ransum
r kontro
ol + kayu mannis 0,004 g + madu 1 ml; C2M
C =
rannsum kontrol + kayu manis 0,008 g + maadu 1ml; (Hasiil perhitungann, 2012).

Berdaasarkan hassil uji statisstik, waktu


u yang ditettapkan dalaam pengam
mbilan
daata tidak berrpengaruh terhadap
t pennurunan kadar glukosaa darah tikuss percobaan
n (P >
0,,05). Pengaambilan wakktu yang singkat ini sejalan
s denngan penelittian sebelum
mnya
(A
Adnyana ett al.,2004) yang mengggunakan buah
b menggkudu sebaggai antidiab
betes.
K
Kadar glukoosa darah mulai
m dari menit ke 30
3 sampai 26 jam setelah pemb
berian
peerlakuan tiddak menunjuukkan adanyya penurunaan pada sem
mua perlakuuan. Pengrussakan
seel β pankreaas oleh pembberian aloksan menunjukkan keruusakan perm
manen.

25
 
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini diduga bahwa pemberian kayu
manis 0,004 g dan madu 1 ml dengan waktu yang singkat yaitu 30 menit, 60 menit,
24 jam dan 26 jam tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam penurunan
kadar glukosa darah pada tikus penderita diabetes mellitus tipe II. Obat herbal adalah
jenis obat yang tidak dapat dilihat khasiat atau hasilnya dalam waktu yang singkat.
Penelitian sebelumnya dengan menggunakan bahan herbal lainnya dalam
menurunkan kadar gula darah dilakukan selama 3 bulan dengan alasan karena respon
obat herbal tidak sama dengan respon dari obat kimia yang dapat dilihat hasilnya
secara singkat (Gunawan, 2011).
Pengaruh pemberian perlakuan yaitu madu, kayu manis dan interaksi antara
kayu manis dengan madu pada tikus yang mengalami diabetes mellitus tipe II. Kadar
glukosa darah setelah pemberian perlakuan terlihat pada Tabel 10.

26
 
Tabel 9. Kadar Glukosa Darah Hewan Model Setelah Pemberian Perlakuan
Jenis Kadar gula darah tikus putih (mg/dl)
perlakuan Kadar glukosa 30 menit 60 menit 24 jam 26 jam Rata-rata
diinduksi aloksan
K 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30 360,67 ± 220,30d

M 479,33 ± 209,00 264,33 ± 188,88 252,66 ± 180,28 289,33 ± 242,46 251,00 ± 171,03 264,33 ± 169,29c

CM 520,30 ± 106,02 314,00 ± 170,27 421,00 ± 60,83 311,83 ± 157,03 399,67 ± 250,36 353,67±160,82b

C1M 265,33 ± 12,86 433,50 ± 27,57 331,00 ± 204,27 297,00 ± 158,37 409,00 ± 268,23 361,64 ± 176,26b

C2M 365,00 ± 184,58 476,67 ± 58,59 460,67 ± 73,92 492 ± 53,84 485,33 ± 44,64 458,92 ± 57,96a

Rata-rata 398,13 ± 169,10 309,43 ± 173,09 313,87 ± 172,78 275,07 ± 163,45 329,00 ± 209,58 306,79 ± 177,13
Keterangan : K = ransum kontrol + air biasa; M = ransum kontrol + madu; CM = ransum kontrol + kayu manis 0,004 g; C1M = ransum kontrol + kayu manis 0,004
g + madu 1 ml; C2M = ransum kontrol + kayu manis 0,008 g + madu 1ml; (Hasil perhitungan, 2012).

27
 
Hasil pengamatan dari 30 menit sampai dengan 26 jam setelah pemberian
perlakuan terlihat perbedaan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan kadar
glukosa darah setelah diinduksi aloksan yaitu menunjukkan adanya penurunan kadar
glukosa darah bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi
aloksan. Secara statistik perlakuan yang diberikan berpengaruh menurunkan kadar
glukosa darah (P < 0,05).
Kadar glukosa darah pada perlakuan kontrol dengan konsumsi BETN
sebanyak 5,83 g setelah diinduksi aloksan yaitu 360,67 ± 220,30 mg/dl. Pada
perlakuan kontrol hewan model hanya diberikan air minum saja sebanyak 1 ml dan
pengukuran kadar glukosa darah hanya dilakukan pada 30 menit pertama.
Pengukuran kadar glukosa darah pada hewan kontrol dilakukan satu kali karena
asumsi datanya sama.
Perlakuan madu (1ml/ ekor) dengan konsumsi BETN sebanyak 7,09 g
memberikan respon yang lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila
dibandingkan dengan perlakuan kayu manis dengan dosis bertingkat. Pemberian
madu memberikan penurunan kadar glukosa darah sampai 264,33 ± 169,29 mg/dl
atau sekitar 33,61 % dibandingkan sesaat setelah diinduksi aloksan, namun masih
tinggi bila dibandingkan kadar glukosa normal. Madu yang diberikan dengan tujuan
sebagai sumber karbohidrat yaitu dari kandungan fruktosanya dengan mudah dapat
diserap sel tubuh tikus yang menderita Diabetes mellitus tipe II, terlihat pada hasil
perlakuan yang hanya diberikan madu mengalami penurunan kadar glukosa darah
walaupun tidak mencapai normal. Pengamatan pemberian madu yang dijadikan
sebagai sumber karbohidrat yaitu dari kandungan fruktosanya bagi hewan model
terlihat sedikit lebih segar walaupun dalam keadaan diabetes dibandingkan dengan
yang lain dan pada hewan jenis perlakuan ini yang lebih lama bertahan hidup.
Hewan model pada jenis perlakuan madu ini masih memiliki glikogen yang
disimpan didalam sel hati yang bisa digunakan apabila tidak tersedia lagi glukosa
yang dihantarkan oleh hormon insulin ke sel dan ke jaringan adiposa. Perbedaan
pengaruh yang diberikan oleh perlakuan madu ini juga dapat disebabkan karena
pemberian fruktosa dapat meningkatkan C-peptida yang dapat mempengaruhi
resistensi insulin. Mekanisme pemberian fruktosa menyebabkan keseimbangan
energi positif yang dapat berdampak pada peningkatan berat badan. Penimbunan

28
 
dalam adiposit mengakibatkan konsentrasi asam lemak non-esterified meningkat dan
akibatnya dapat menurunkan sensifitas insulin melalui peningkatan kandungan lipida
intramyocelluler dalam sel otot tempat reseptor insulin berada (Ermawati, 2007).
Pada perlakuan kayu manis (CM) dengan konsusmi BETN sebanyak 5,83 g
menunjukkan kadar glukosa darah yang mengalami penurunan sekitar 11,17 % bila
dibandingkan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Senyawa aktif di kayu
manis berupa cinnamtannin B1 dengan dosis 0,004 g/ekor masih belum mampu
menurunkan kadar glukosa darah. Disamping itu tingkat kerusakan sel β pankreas
yang lanjut mengakibatkan insulin tidak dapat diproduksi. Kayu manis mengandung
zat aktif yang disebut cinnamtannin B1 bertindak secara langsung pada reseptor
insulin subunit dengan mengaktifkan PI3-kinase yang akan merangsang translokasi
pengangkut glukosa 4 (Taher,2005).
Tikus yang diberi perlakuan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor
(C1M) dengan konsumsi BETN sebanyak 7,04 g mengalami penurunan kadar
glukosa darah sekitar 9,16 % dibandingkan dengan kadar glukosa darah sesaat
setelah diinduksi aloksan. Perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1 ml/ekor
(C2M) dengan konsumsi BETN sebanyak 9,89 memberikan respon yang berbeda
yaitu menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah sekitar 13,24 % dibandingkan
dengan kadar glukosa darah setelah diinduksi aloksan. Perlakuan kayu manis (CM)
dengan dosis 0,004 g/ekor dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M)
lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan
perlakuan kayu manis 0,008 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C2M). Konsumsi BETN
yang sebanyak 9,89 g mengandung banyak glukosa sehingga mengakibatkan kadar
glukosa semakin meningkat di dalam darah, sehingga dengan dosis kayu manis 0,008
g tidak dapat lagi di metabolismekan di dalam tubuh tikus yang sudah mengalami
kerusakan sel β pankreas, sehingga kadar glukosa darah meningkat bila dibangkan
dengan kadar glukosa setelah diinduksi aloksan. Dosis kayu manis yang diberikan
sebanyak 0,004 g dengan bobot badan 100 g mengacu dari penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Azima et al. (2004). Hasil yang didapatkan sangatlah berbeda
dengan penelitian sebelumnya (Azima et al.,2004) terlihat jelas pada hasil glukosa
darah hewan model setelah diberikan perlakuan tidak memberikan penurunan kadar

29
 
glukosa darah sampai pada batas normal yaitu dibawah 105,20 ± 14,2 mg/dl
(Taguchi, 1985).
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada perlakuan kayu manis 0,004
g/ekor (CM) dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) tidak
bermakna secara statisktik karena hasil kadar glukosa darah yang didapatkan
memiliki standar deviasi yang tinggi. Standar deviasi yang tinggi ini antara lain
diakibatkan respon yang diberikan dari setiap hewan model yang bervariasi terhadap
kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang berbeda-beda ini juga disebabkan karena
penyamarataan waktu pada ke 45 ekor tikus selama percobaan. Seharusnya waktu
harus diatur supaya setiap hewan bisa mendapatkan waktu yang sama selama
pengamatan. Terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada perlakuan kayu manis
0,004 g/ekor (CM) dan kayu manis 0,004 g/ekor dan madu 1 ml/ekor (C1M) dalam
jumlah yang sedikit dan peningkatan kadar glukosa darah pada perlakuan kayu manis
0,008 g/ekor dan madu 1ml/ekor (C2M) ini diduga akibat cinnamtannin B1 yang
terdapat dalam kayu manis sebenarnya mempunyai dosis optimal dalam menggertak
kerja hormon insulin. Dugaan lain yaitu adanya pengaruh dari penyuntikan aloksan
yang mengakibatkan kerusakan permanen pada sel β pankreas. Kerusakan yang
permanen ini mengakibatkan zat aktif yang terdapat dalam kayu manis yaitu
cinnamtannin B1 tidak mampu untuk memperbaiki kerusakan sel β pankreas.
Selain pengaruh dari penyuntikan aloksan, kenaikan kadar glukosa darah dari
hewan model ini juga dapat diakibatkan karena faktor stress. Hewan model
mengalami stress ketika dilakukan pengambilan darah pada bagian ekor secara
berulang kali. Kondisi stres ini dapat menyebabkan hiperglikemia sesaat. Dilaporkan
juga bahwa obat-obatan yang bersifat sitotoksik terhadap sel β pankreas dan penyakit
pada pankreas dapat memicu terjadinya diabetes melltius atau kadar glukosa darah
meningkat (Handayani, 2005).

30
 
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengaruh penginduksian aloksan dengan dosis 125 cc/Kg BB telah


mengakibatkan kerusakan sel β pankreas. Perlakuan madu lebih efektif dalam
menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Pemberian kayu manis kurang efektif dalam penurunan kadar glukosa darah bila
kondisi pankreas rusak total. Waktu yang ditentukan yaitu 30 menit, 60 menit, 24
jam dan 26 jam dalam pengambilan data tidak berpengaruh dalam penurunan kadar
glukosa darah.

Saran

Metode penyuntikan dan dosis aloksan perlu diperbaiki. Kerusakan sel β


pankreas oleh aloksan dengan dosis yang kurang tepat dapat mengakibatkan sel tidak
dapat mengalami regenerasi sehingga insulin sama sekali tidak dapat di produksi.
Ransum yang diberikan seharusnya semipurified diet supaya jumlah glukosa dapat
ditekan dengan menanambahkan kandungan fruktosa.

31
 
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat-
Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ir. B. N. Polii, SU sebagai dosen pembimbing skripsi yang
utama. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir. Dewi Apri Astuti, MS.
Sebagai dosen pembimbing skripsi kedua dan kepada Ir. Andi Murfi, Msi. sebagai
dosen pembimbing akademik. Terima kasih kepada Dr.Ir. Salundik, Msi dan Prof.
Dr.Ir.I. Komang G. Wiryawan sebagai dosen penguji.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada kedua orang tua, Ayah Horasman
Malau dan Ibu Derita Masdi Silalahi yang telah memberikan doa, dukungan moral
maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan kewajiban
belajar selama ini. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk saudara terkasih
Ladistar, Eni, Masrina, Torkis, Duon dan Merrys terima kasih untuk doa dan
dukungan dan motivasinya selama menjalankan perkuliahan dan selama pengerjaan
tugas akhir berlangsung. Terima kasih juga kepada rekan sepenelitian saya Gigih Y.
Perwira, terim kasih untuk dukungan, bantuan dan semangatnya selama penelitian
dan pengerjaan tugas akhir ini.
Terima kasih penulis sampaikan untuk Astra, Ayu Lestari, Paingat, Amudi,
Erti, Ester, Regina, Atik, Nanda, Innesya, IPTP 45 yang telah memberikan bantuan
dan dukungan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk
sahabat Ruth, Handrio dan Immanuel yang telah memberikan dukungan dan motivasi
kepada penulis selama perkuliahan dan pelaksanaan tugas akhir ini. Kepada teman-
teman Gunawan, Tiur, Ria, Chastro, Fitrina, Hisar, Riko, Cheant, Debora, Eksas,
Christine, Verawati, Christini, Puyun, Leo, Liber, Gio, Kopral 45, Felichazqizorhe,
teman-teman Pondok Putri YN Weny, Dora, Posma, Viva, Lidia, Dita, Heny, Putri,
Melly, Mellysa, Rizky, Wirda, Rara, Ester, Septi, Dian, Satriani, Evi, Febi, Nella,
Christina, Gusti, Nikita teman- teman Persekutuan Oikumene Protestan Katolik
Fapet dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas
akhir ini. Terimakasih sudah menjadi sahabat yang selalu memberikan dukungan,
kerjasama, semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tugas
akhir ini dengan baik. Terima kasih kepada semua dosen dan staf yang ada di

32
 
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis, masyarakat dan seluruh pembaca.

33
 
DAFTAR PUSTAKA

Aden, R. 2010. Manfaat dan Khasiat Madu. Hanggar Kreator, Yogyakarta.


Adnyana, K. I., E. Yulinah, Andreanus, E. Soemardji, M. I. Komolosasi, J. I. Iwo,
Sigit & Suwendar. 2004. Uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol mengkudu
(Morinda citrifolia L.). J. Farma dan Toksik. 29 (2) :2004 -2043.
Al Jamili, S. 2004. Khasiat madu dalam Al-qur’an & Sunnah. Jakarta: Cendikia
Sentra Muslim.
American Diabetes Mellitus Association. 2004. Clinical Practice Recomendation.
USA : Johnson and Johnson Company.
Azima, F., D. Muchtadi, F. R. Zakaria, & B. P. Priosoeryanto. 2004. Potensi anti
hiperkolesterol ekstrak cassia vera (Cinnamomun burmanii Nees ex Blume). J.
Teknologi dan Industri Pangan. 15 (2) : 0216-2318.
Budiyanto, M. A. K. 2002. Efek hipolipidemik dan hipoglikemik. Nata de coco sglu
pada tikus wistar. Disertasi. Universitas Airlangga, Surabaya.
Ermawati, D. 2007. Pengaruh suplementasi fruktosa terhadap profil glukosa
darahdan profil
lipida darah pasien diabetes mellitus tipe II. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Unibraw, Malang.
Farrel, K.T. 1990. Spice, Condiments and Seasoning. 2nd edition. New York:
Nostrand Reinhold.
Gojmerac,W. L. 1983. Bees, Beekeeping, Honey, and Pollination. The AVI
Publishing Co. Inc. Westport. USA.
Gunawan, E.S. 2011. Pengaruh pemberian ekstrak kayu manis (Cinnamomun
burmanii) terhadap gambaran mikroskopis hepar, kadar SGOT dan SGPT
darah mencit BALB/C yang diinduksi paracetamol. Skripsi. Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang.
Haris, R. A. 2009. Efektivitas penggunaan iodin 10%, iodin 70% dan iodin 80% dan
NaCL
dalam percepatan penyembuhan luka pada punggung tikus jantan Sprague
Dawley. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiah
Surakarta, Surakarta.
Hartadi, H., S. Reksokadiprodjo & A. D. Tillman. 1990. Tabel komposisi pakan
untuk Indonesia. Gadjah Mada. Universitas Press Yogyakarta.
Jung U. J., M. K. Lee, Y. B. Park, S. M. Jeon, & M. S. Choi. 2006.
Antihyperglycemic and antioxidant properties of caffeic acid in db/ db mice.
J. Pharmacol and Experiment Therapeutics 318:476-483.
Katzung, B. G. 1992. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Linder, M. C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Karbohidrat. Dalam : Maria C. Linder,
editor. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia-Press: 27-
58.

34
 
Mattjik, A. A., & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Jilid 1. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB) Press,
Bogor.
Murtidjo, B. A. 1991. Memelihara Lebah Madu. Kanisius, Yogyakarta.
National Research Council. 1995. Nutrient Requirement of Laboratory Animals,
Fourt Revised Edition. National Academy Press, Washington D.C.
Nugroho, A. E. 2006. Hewan percobaan diabetes melitus: Patologi dan mekanisme
aksi diabetogenik. J. Biodiversitas. 4:378-382.
Purbaya, J. R. 2002. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Pionir Jaya,
Bandung.
Ramesh, B. & K.V.Pugalendi. 2006. Antihyperglycemic effect of umbelliferone in
streptozotocin-diabetic rats. J. Med Food 9 (4) : 562–566.
Rismunadar, F & B. Paimin. 2001. Kayu Manis Budi daya & Pengolahan. Jakarta:
Penebar swadaya, Jakarta.
Sarwono, B. 2001. Kiat mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu. Cetakan
Pertama. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.
Shen Yan., M. Fukushima, Y. Ito, E. Muraki, T. Hosono, T. Seiki & T. Ariga. 2010.
Verification of the antidiabetic effects of cinnamon (Cinnamomun
zeylanicum) using insulin uncotrolled type 1 diabetic rats and cultured
adipocytes. J. Biosel 14 (12): 2418-2445.
Sihombing, D.T. H. 1994. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Smith, J.B. & M. Soesanto. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta. Universitas Indonesia Salemba 4
: 37-48.
Studiawan, H. & M. H. Santoso. 2005. Uji aktivitas penurunan kadar glukosa darah
ekstrak daun Eugenia polyantha pada mencit yang diinduksi aloksan. Skripsi.
Fakultas Farmasi. Unuversitas Airlangga. Surabaya.
Suarez, A., S. Tulipani, S. Romandani, E. Bertoli, & M. Battino. 2010. Contribution
of honey in nutrition and human health. J. Nutr Metab 3: 15-23.
Suarsana, I. N., B. P. Priosoeryanto, T. Wrediyanti, & M. Bintang. 2010. Sintesis
glikogen hati dan otot pada tikus diabetes yang diberi ekstrak tempe. J.
Veteriner ISSN : 1411-8327.
Suranto, A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Agromedia Pustaka,
Tangerang.
Suyono, S. 1992. Upaya pencegahan primer diabetes dan sekunder dalam
mengantisipasi ledakan penderita diabetes menjelang abad ke 21. Pidato
Pengukuhan guru besar FKUI Ed., Mosby, London :523-539.
Sumoprastowo, R. M & R. A. Suprapto. 1993. Beternak Lebah Madu Moderm.
Jakarta : Bhratara.
Taguchi, Y. 1985. Experimental Animals. Tokyo: Clea Japan, Inc.
Taher, M. 2005. Isolation and invitro antidiabetic properties of a poanthocyanidin
from Cinnamomun zeylanicum. Tesis. Universiti Teknologi Malaysia,
Malaysia.

35
 
Tjay, T. H & K. Raharja. 2002. Obat- obatan Penting, Khasiat, Penggunan dan Efek-
Efek Sampingnya Edisi Kelima. PT Elax Media Komputindo, Jakarta.
Yuriska, A. F. 2012. Efek aloksan terhadap kadar glukosa darah tikus wistar.
Skripsi. Fakultas Kedoteran. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Waspadji, S. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Woodley, M. & A. Whelan. 1995. Pedoman Pengobatan. Edisi 1. Yayasan Essentia
Medica. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

LAMPIRAN

36
 
Lampiran 1. Hasil Uji Anova Kadar Glukosa pada Perlakuan dan Waktu yang
Berbeda
Pengamatan DF Type I SS Rata-rata F Value Pr > F
Perlakuan 4 882996,93 220749,23 21,43 <,0001
r(perlakuan) 10 553497,63 55349,76 5,37 0,0004
Jam 3 24762,18 8254,05 0,80 0,5053
r(jam) 6 58079,41 9679,90 0,94 0,4852
perlk*jam 12 68999,47 5749,96 0,56 0,8533

Lampiran 2. Uji Lanjut dengan Menggunakan Uji Duncan dengan Program SAS
9.1.3.
Perlakuan Rata-rata pengulangan Grup duncan
M 458,92 12 A
Kontro 367,63 12 B
CM 353,67 12 B
C1M 264,33 12 C
C2M 100 12 D

Lampiran 3. Kondisi Kandang dan Pemeliharaan Tikus (a) Posisi Punyusunan


Kandang, (b) Kandang Perlakuan, (c) Pencampuran Bahan Ransum Kontrol, (d)
Proses Pelleting

(a) (b)
Posisi Penyusunan Kandang Kandang Perlakuan

37
 
(c) (d)
Pencampuran Bahan Ransum Kontrol Proses Pelleting

Lampiran 4. Proses Pengambilan Darah (a) Pengambilan Darah, (b) Pengukuran


Glukosa Darah,

(a) (b)
Pengambilan Darah Pengukuran Glukosa Darah

Lampiran 5. Aloksan, Madu dan Kayu Manis (a) Bahan Aloksan, (b) Bahan Madu,
(c) Kayu Manis

(a) (b)
Bahan Aloksan Bahan Madu

38
 
(c)
Bahan Kayu Manis

Lampiran 6. Konsumsi Kalori Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan

Perlakuan Kalori (Kkal)


Kontrol 8,9g x 2,58 Kkal/g = 22,96
M (1,54g x 3,29 Kkal/g) + 22,96 = 28,02
CM (0,004g x 4,14 Kkal/g) + 22,96 = 22,97
C1M (0,004g x 4,14 Kkal/g) + (1,54g x 3,29 Kkal/g) + 22,96 = 28,03
C2M (0,008g x 4,14 Kkal/g) + (1,54g x 3,29 Kkal/g) + 22,96 = 28,05

Lampiran 7. Konsumsi Lemak Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan

Perlakuan Konsumsi Lemak (g/ekor/hari)

Kontrol 8,9g x 3,54% = 0,31


M (1,54g x 0,87%) + 0,31 = 0,45
CM (0,004g x 6,07%) + 0,31 = 0,44
C1M (0,004g x 6,07%) + (1,54g + 0,87%) + 0,31g = 0,45
C2M (0,008g x 6,07%) + (1,54g + 0,87%) + 0,31g = 0,45

39
 
Lampiran 8. Konsumsi BETN Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan

Bahan BETN (g)


Kontrol 8,9g x 65,52% = 5,83
M (1,54g x 82,4%) + 5,83 = 7,09
CM (0,004g x 79,8%) + 5,83 = 5,83
C1M (0,004g x 79,8%) + (1,54g x 82,4%) + 5,83 = 7,04
C2M (0,008g x 79,8%) + (1,54g x 82,4%) + 5,83 = 7,09

Lampiran 9. Konsumsi Protein Tikus Diabetes Mellitus Tipe II per Perlakuan

Bahan Protein Kasar (g)


Kontrol 8,9g x 15,32% = 1,36
M (1,54g x 1,16%) + 1,36 = 1,37
CM (0,004g x 7,66%) + 1,36 = 1,36
C1M (0,004g x 7,66%) + (1,54g x 1,16%) + 1,36 = 1,37
C2M (0,008g x 7,66%) + (1,54g x 1,16%) + 1,36 = 1,37

Lampiran 10. Perhitungan Energi Asal BETN

Bahan Energi Asal BETN (kal)


Kontrol 5,83g x 4,1 kal = 23,90
M 7,09g x 4,1 kal = 29,07
CM 5,83g x 4,1 kal = 23,90
C1M 7,04g x 4,1 kal = 28,86
C2M 7,09g x 4,1 kal = 29,07

Lampiran 11. Perhitungan Energi Asal Lemak Kasar

Bahan Energi Asal LK (kal)


Kontrol 0,31g x 9,1 kal = 2,82
M 0,45g x 9,1 kal = 4,09
CM 0,44g x 9,1 kal = 4,00
C1M 0,45g x 9,1 kal = 4,09
C2M 0,45g x 9,1 kal = 4,09

40
 
Lampiran 13. Perhitungan Energi Asal Protein Kasar

Bahan Energi Asal PK (kal)


Kontrol 1,36g x 4 kal = 5,44
M 1,37g x 4 kal = 5,48
CM 1,36g x 4 kal = 5,44
C1M 1,37g x 4 kal = 5,48
C2M 1,37g x 4 kal = 5,48

41
 
Lampiran 14. Kerangka Penelitian

45 ek ekor tikus Dikandangkan dengan 15 Glukosa darah


kelompok kadang, dengan 45 ekor tikus
masing masing kandang 3 ekor Dipuaskan selama diukur untuk Diberikan pakan 10
dan diberikan ransum standart 16 jam indikator g/ekor dan minum
sebanyak 10 g/ekor dan adabtasi glukosa darah
selama 2 minggu

Dipuasakan
Tetap dipelihara selam 5 Dipuasakan selama 1 jam Penyuntikan aloksan kembali selama 16
hari dengan pemberian dan diberikan makan kembali melalui subkutan jam
pakan standart sebanyak 10g/ekor
10g/ekor
Pengukuran
glukosa darah
setelah 30 dan 60
Pengukuran kadar menit pemberian
Pada hari kelima
glukosa darah perlakuan
dipuaskan kembali Pemberian
selama 16 jam sebanyak 15 ekor perlakuan pada hari
tikus perwakilan pertama Pemberian
perlakuan dan
pengukuran glukosa
darah pada jam ke
24 dan 26 setelah
pemberian perlakuan
42
 

Anda mungkin juga menyukai