Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama bagi anak dalam proses

pertumbuhan dan perkembangannya bahkan dalam usaha pendidikan dan pembinaan

untuk menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani, rohani dan sosial. Didalam

keluarga orang tua (ayah-ibu) mempunyai tugas, fungsi dan peran yang sangat penting

dalam menuntun dan mengarahkan proses pertumbuhan dan perkembangan

emosi,berpikir dan sosial psikologis serta rohani anak menuju kematangan/kedewasaan

yang cerdas, terampil dan berbudi pekerti yang luhur.1

Setiap Bapak atau ibu pasti mengharapkan bahwa kelahiran anak/buah hati

cinta kasih mereka dalam keadaan normal, namun dalam kenyataan kadangkala

harapan atau impian tersebut tidak sesuai dengan kenyataan karena dalam proses

kelahiran bahkan sesudah kelahiran anak mengalami perubahan pertumbuhan dan

perkembangan yang tidak normal atau mengalami beberapa gangguan tertentu

sehingga anak memiliki kebutuhan khusus seperti gangguan pada anak autis.1

Beberapa permasalahan yang secara umum terdapat pada anak dengan

gangguan autis adalah pada aspek sosial dan komunikasi yang sangat kurang atau

lambat serta perilaku yang repetitif atau pengulangan dan keadaan ini dapat kita amati

pada anak seperti kekurang mampuan anak untuk menjalin interaksi sosial yang timbal

balik secara baik dan memadai, kurang kontak mata, ekspresi wajah yang kurang ceria

atau hidup serta gerak-gerik anggota tubuh yang kurang tertuju, tidak dapat bermain

1
dengan teman sebaya sehingga terlihat sendiri saja atau cenderung menjadi penyendiri

bahkan tidak dapat berempati atau merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dalam

bidang atau aspek komunikasi anak autis juga mengalami permasalahan pada

kemampuan berbicara yang sangat lambat, bahkan wicaranya sama sekali tidak

berkembang serta tidak ada usaha dari sang anak untuk dapat mengimbangi komunikasi

dengan orang lain atau kalau anak autis bisa/dapat berbicara maka bicaranya tersebut

tidak dipakai untuk berkomunikasi dengan orang lain tetapi dengan dirinya sendiri dan

sering pula menggunakan bahasa atau kata-kata yang aneh yang tidak dimengerti serta

diulang-ulang.1

Cara bermain anak autis sangat kurang variatif, kurang imajinatif serta tidak

dapat meniru, secara tiba-tiba sering menangis tanpa sebab, menolak untuk dipeluk,

tidak menengok atau menoleh bila dipanggil namanya bahkan tidak tertarik pada

berbagai jenis atau bentuk permainan, namun seringkali bermain dengan benda- benda

yang bukan permainan misalnya bermain sepeda bukan dinaiki tapi sepeda tersebut

dibalik dan ia memutar-mutar bolanya. Anak dengan gangguan autis juga sering

menunjukkan kemampuan atau ketrampilan yang sangat baik tapi sebaliknya sangat

terlambat misalnya dapat menggambar sesuatu objek secara baik dan rinci tapi

sebaliknya tidak dapat mengancing bajunya, pintar atau trampil bongkar pasang

permainan tertentu tapi sangat sulit/sukar mematuhi dan mengikuti perintah, dapat

berjalan tepat pada usia normal tapi tidak dapat berkomunikasi, sangat lancar membeo

bicara tapi tidak dapat atau sulit berbicara dari diri sendiri,pada suatu waktu dapat

secara tepat dan cepat melakukan sesuatu tapi pada lain waktu tidak sama sekali.

2
Mendapati kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak bermasalah seperti ini maka

sangat beragam reaksi dari orang tua dan dapat diduga bahwa reaksi utama yang paling

mungkin ditampilkan oleh para orang tua atau keluarga adalah kekecewaan dan

kesedihan serta kebingungan yang mungkin seterusnya akan disusul dengan rasa malu

sehingga membuat orang tua memilih untuk bersembunyi bahkan menutup-nutupi

keadaan buah hati mereka dari lingkungan sekitarnya dengan mengurung anak di dalam

rumah bahkan kamar tertentu, serta mengucilkan anak dari lingkungan mereka

ketimbang mencari keterangan/informasi yang benar mengenai gangguan atau kelainan

tumbuh kembang anak mereka.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Autisme

Autisme berasal dari bahasa Yunani yakni kata “Auto” yang berarti berdiri

sendiri. Arti kata ini ditujukan pada seseorang penyandang autism yang seakan-akan

hidup didunianya sendiri. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan secara

menyeluruh yang mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi,

komunikasi, dan juga perilaku. Gangguan tersebut dari taraf yang ringan sampai taraf

yang berat. Gejala autis ini pada umumnya muncul sebelum anak mencapai usia 3

tahun. Pada umumnya penyandang autis mengacuhkan suara, penglihatan ataupun

kejadian yang melibatkab mereka, dan mereka menghindarai atau tidak merespon

kontak sosial misalnya pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan

anak.2,3

B. Prevalensi Autisme

American Academy of Neurologist memiliki data adanya 15 kasus autisme per

10.000 anak pada tahun 1999. Pada tahun 2001 autisme meningkat menjadi 20 per

10.000 anak (autism society of America, 2007 dalam Linsey). Indonesia pada tahun

1996 menurut yayasan autism di Indonesia 4,5 per 10.000 anak usia 8-10 tahun.

Sedangkan angka autism di surabay sebanyak 115 pada tahun 1999, 167 pada tahun

2000 dan 225 pada tahun 2001.4

Eric Frombonne seorang psikiater di Maudsley Hospital London, dalam

penelitiannya dengan Chakrabarti (2001) memperkirakan bahwa insiden autisme di

4
antara anak-anak prasekolah adalah sekitar 60 per 10.000 anak. Hasil ini sesuai dengan

angka yang disebutkan oleh Centers for Disease Control and Prevention di Amerika

Serikat. Demikian juga Autism Research Centre dari Cambridge University

merekomendasikan di Negara Cambridge terdapat 1 kasus per 175 anak dengan

prevalensi rata-rata 58 anak autis per 10.000 anak.5

Meskipun demikian apabila masih menggunakan data 15 -20 per 10.000 anak,

dengan jumlah anak Indonesia kurang lebih 40 juta maka terdapat sekitar 60.000 anak

penyandang autisme. Apabila kelahiran anak setiap tahun 4,6 juta maka setiap tahun

jumlah anak autis akan bertambah sekitar 6900 anak.5

C. Faktor Penyebab Autisme

Penyebab autis sangat kompleks, yang telah diketahui sekarang adala karena

adanya gangguan pada fungsi susuna saraf pusat. Gangguan fungsi ini diakibatkan

karena kelainan struktur otak yang mungkin terjadi pada saat janin usia dibawah 3

bulan. Ibu mungki mengidap penyakit TORCH (Tokso, Rubella, Cytomegali, Herpes),

mengkonsumsi makanan yang mengandung zat kimia yang mengganggu pertumbuhan

sel otak, menghirup udara beracun, mengalami perdarahan hebat. Faktor genetic juga

memegang peran terhadap munculnya autism. Diperkirakan kehidupan manusia yenga

terlalu banyak memakai zat kimia beracun dapt menyebabkan mutasi kelainan genetic.

Pencernaan yang buruk juga memegang peran penting, seringkali adanya jamur yang

terlalu banyak diusus sehingga menghambat sekresi enzim. Usus tidak dapat menyerap

5
sari-sari makanan tetapi berubah menjadi “morfin” yang mempengaruhi perkembangan

anak.3

Autisme juga merupakan sebuah gejala yang kompleks, karena kelainan pada

anak autisme seringkali tidak hanya terjadi pada satu bagian, namun meliputi banyak

faktor. Di bawah ini beberapa faktor penyebab kelainan yang bisa terjadi pada anak

autisme:

1. Kelainan anatomis otak: kelaianan pada bagian-bagian tertentu otak yang

meliputi Cerebellum (otak kecil), lobus parietalis, dan sistem limbik ini

mencerminkan bentuk-bentuk perilaku berbeda yang muncul pada anak-anak

autis.

2. Faktor pemicu tertentu saat hamil: terjadi pada masa kehamilan 0-4 bulan, bisa

diakibatkan karena:

a. Polutan logam berat

b. Infeksi

c. Zat adiktif

d. Hyperemesis

e. Pendarahan berat

f. Alergi berat

3. Zat-zat adiktif yang mencemari otak anak:

a. Asupan MSG

b. Protein tepung terigu, protein susu sapi

c. Zat perwarnaan

6
d. Bahan pengawet

4. Gangguan system pencernaan: seperti kurangnya enzim sekretin diketahui

berhubungan dengan munculnya gejala autisme.

5. Kekacauan interpretasi dari sensori yang menyebabkan stimulus dipersepsi

secara berlebihan oleh anak sehingga menimbulkan kebingungan juga menjadi

salah satu penyebab autism.

6. Jamur yang muncul diusus anak: akibat pemakaian antibiotic yang berlebihan

dapat memicu gangguan pada otak.1

Secara neurobiologis diduga terdapat tiga tempat yang berbeda dengan

mekanisme yang berbeda yang dapat menyebabkan autisme yaitu :

1. Gangguan fungsi mekanisme kortikal menyeleksi atensi, akibat adanya

kelainan pada proyeksi asending dari serebelium dan batang otak.

2. Gangguan fungsi mekanisme limbic untuk mendapatkan informasi, misalnya

daya ingat.

3. Gangguan pada proses informasi oleh korteks asosiasi dan jaringan

pendistribusiannya.2

Sedang pendapat lain menurut Widyawati dalam sebuah simposium autis

pada tangga 30 Agustus 1997, mengemukakan beberapa teori penyebab

autisme antara lain :

7
1. Teori Psikososial

Menurut Kanner diantara penyebab autisme pada anak yaitu lahir dari perilaku

sosial yang tidak seimbang, seperti orang tua yang emosional, kaku dan obsessif, yang

mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfir yang secara emosional kurang hangat

bahkan dingin. Pendapat lain mengatakan bahwa telah adanya trauma pada anak yang

disebabkan hostilitas yang tidak disadari dari ibu, yang tidak mengendaki kelahiran

anaknya.2

2. Teori Biologis

Dari hasil penelitian, secara genetik terhadap keluarga dan anak kembar

menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam autisme. Pada anak kembar

satu telur ditemukan sekitar 36-89%, sedang pada anak kembar dua telur 0%. Pada

penelitian lain, ditemukan keluarga 2,5-3% autisme pada saudara kandung, yang berarti

50-100 kali lebih tinggi dibanding pada populasi normal. Selain itu komplikasi

pranatal, perinatal, dan neo natal yang meningkat juga ditemukan pada anak dengan

autisme. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah adanya pendarahan setelah

trimester pertama dan ada kotoran janin pada cairan amnion, yang merupakan tanda

bahaya dari janin (fetal distress).2

3. Teori Imunologi

Dalam teori ini, telah ditemukan respons dari sistem imun pada beberapa anak

autistik meningkatkan kemungkinan adanya dasar imuniologis pada beberapa kasus

autisme. Ditemukannya antibodi beberapa ibu terhadap antigen lekosit anak mereka

yang autisme, memperkuat dugaan ini, karena ternyata anti gen lekosit juga ditemukan

8
pada sel-sel otak. Dengan demikian, antibodi ibu dapat secara langsung merusak

jaringan saraf otak janin yang menjadi penyebab timbulnya autisme.2

4. Infeksi Virus

Peningkatan frekeuensi yang tinggi dari gangguan autisme pada

anakanakdengan congenital, rubella, herpes simplex encephalitis, dan

cytomegalovirus invection, juga pada anak-anak yang lahir selama musim semi dengan

mekungkinan ibu mereka menderita influensa musim dinginsaat mereka ada di dalam

rahim, telah membuat para peneliti menduga infeksi virus ini merupakan salah satu

penyebab autisme. Para ilmuan lain, menyatakan bahwa kemungkinana besar penyebab

autisme adalah faktor kecenderungan yang dibawa oleh faktor genetik. Sekalipun

begitu sampai saat ini kromosom mana yang membawa sifat autisme belum dapat

dketahui, sebab pada anak-anak yang mempunyai kondisi kromosom yang sama bisa

juga memberi gambaran gangguan yang berbeda.2

Beberapa gejala yang dapat diamati dan perlu diwaspadai menurut usia adalah:

1. Usia 0-6 tahun

a. Bayi Nampak terlalu tenang.

b. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik.

c. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi

d. Tidak pernah terjadi kontak mata atau senyum secara sosial

e. Bila digendong mengepal tangan atau menegangkan kaki secara berlebihan.

2. Usia 6-12 bulan

a. Kalau digendong kaku atau tegang.

9
b. Tidak tertarik pada mainan.

c. Tidak bereaksi terhadap suara atau kata.

d. Selalu memandang suatu benda atau tangannya sendiri secara lama (akibat

terlambat dalam perkembangan motoric halus dan kasar)

3. Usia 2-3 tahun

a. Tidak berminat atau bersosialisasi terhadap anak-anak lain.

b. Tidak ada kontak mata.

c. Tidak pernah focus.

d. Kaku terhadap orang lain.

e. Senang digendong dan malas menggerakkan tubuhnya.

4. Usia 4-5 tahun

a. Suka berteriak-teriak

b. Suka membeo atau menirukan suara orang atau mengeluarkan suara-suara

aneh

c. Gampang marah atau emosi apabila rutinitasnya diganggu dan kemauannya

tidak dituruti.

d. Agresif dan mudah menyakiti diri sendiri.3

D. Gejala Klinis Autisme

Gejala Klinis yang sering dijumpai pada anak autis.

1. Gangguan Fisik

10
a. Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atu kelainan maturasi otak

sehingga terjadi dominasi serebral

b. Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal.

c. Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi

telinga, sendawa yang berlebihan, kejang demam dan konstipasi.

2. Gangguan perilaku

a. Gangguan dalam interaksi sosial

Anak tidak mampu berhubungan secara normal baik dengan orang tua

maupun orang lain. Anak tidak bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau

menolak bila dipeluk atau disayang. Anak lebih senang menyendiri dan

tidak responsive terhdap senyuman ataupun sentuhan.

b. Gangguan komunikasi dan bahasa:

Kemampuan komunikasi dan bahsa sangat lambat dan bahkan tidak ada

sama sekali. Mengeluarkan gumaman kata-kata yang tidak bermakna, suka

membeo dan mengulang-ulang. Mereka tidak menunjukkan atau memakai

gerakan tubuhnya, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk dipergunakan

mengambil objek yang dimaksud.

c. Gangguan perilaku motoris:

Terdapat gerakan yang stereotipik seperti bertepuk tangan, duduk sambil

mengayun-ayunkan badan kedepan-kebelakang. Koordinasi motoris

terganggu, kesulitan mengubah rutinitas, terjadi hiperaktivitas atau justru

sangat pasif, agresif dan kadang mengamuk tanpa sebab.

11
d. Gangguan emosi, perasaan dan afek:

Rasa takut tiba-tiba muncul terhadap objek yang tidak menakutkan.

Seringkali timbul perubahan perasaan secara tiba-tiba seperti tertawa tanpa

sebab atau mendadak menangis.

e. Gangguan persepsi sensoris:

Seperti suka mencium atau menjilat benda, bila mendengar suara keras

langsung tutup telinga, tidak suka disentuh/sangat sensitive, tidak merasa

sakit bila terluka atau terbentur dan sebagainya.5

Pembagian autism yang lain seperti yang dikemukakan oleh Sutadi yang

dikutip oleh Sicillya, adalah adalah low-functioning dan high-functioning. Tetapi

kategori tersebut tidak memiliki batasan yang jelas. Dengan kata lain seseorang yang

nonverbal jelas retardasi dan self abuse adalah low-functioning; dan seseorang yang

memiliki keterampilan bahasa dan matematika adalah high-functioning. Umumnya

penyandang autisme tidak cocok pada ekstrim high atau low dari spektrum autistic.

Mayoritas masuk diantara kombinasi keduanya low dan high-functioning, karena di

satu sisi seorang penyandang autisme dapat dikategorikan sebagai low tetapi pada sisi

lain termasuk high.5

Pembagian lain adalah echolalic, primitive, residual dan negativistic. Echolalic

autism yaitu pada anak yang sering mengulang atau membeokan bahasa, kemampuan

12
bahasa buruk dan memiliki sejumlah gerakan motorik stereotipik (mengepak-

ngepakkan tangan, meloncat-loncat, mengedip-ngedip) ketika gembira. Residual state

autism mirip dengan sindrom Asperger, individu tersebut mempunyai perilaku (agak)

ganjil, tetapi tidak begitu menarik diri walau tampaknya anti sosial atau tidak responsif.

Negativistic autism, anak yang secara aktif menolak kontak sosial, akan mendorong

atau lari dibanding berlaku pasif atau tak memperdulikan orang lain. Sedangkan ICD-

10 membedakan autisme sebagai childhood autism, atypical autism, atypical in age of

onset, atypicality in symptomatology dan atypicality in both age of onset and

symptomatology.5

E. Diagnosa Autisme

Menegakkan diagnosis gangguan autisme tidak memerlukan pemeriksaan yang

canggih-canggih seperti brainmapping, CT-Scan, MRI dan lain sebagainya.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hanya dilakukan bila ada indikasi, Misalnya bila

anak kejang maka EEG atau brainmapping dilakukan untuk melihat apakah ada

epilepsi. Mendiagnosis autis membutuhkan kecermatan, pengalaman dan waktu yang

ralatif lama untuk pengamatan. Selama ini belum ditemukan tes klinis yang dapat

mendiagnosa langusng autism. Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara seksama

mengamati peilaku anak dalam komunikasi, bertingkah laku dan tingkat

perkembangannya. Penetapan diagnosis gangguan autism, para klinis sering

menggunakan pedoman Diagnosis And Statistical Manual Of Mental (DSM IV).

Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak, oleh karena itu diagnosis

13
ditegakkan dari gejala-gejala yang tampak yang menunjukkan adanya penyimpangan

dari perkembangan yang normal sesuai umurnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

telah merumuskan suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat menegakkan

diagnosis autisme. Rumusan ini dipakai di seluruh dunia dan dikenal dengan sebutan

ICD-10 (International Clasification of Diseases) 1993. Rumusan diagnostik lain yang

juga dipakai di seluruh dunia untuk menjadi panduan diagnosis adalah yang disebut

DSM-IV 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika. Isi ICD-10 maupun DSM-

IV sebenarnya sama.3,5

Pada anak yang menunjukkan gejala-gejala yang terdapat dalam kriteria DSM

IV, harus segera dilakukan assessment pengkajian yang diikuti penegakan diagnosis.

Pengkajian yang diikuti penegakan diagnosis. Pengkajian harus dibuat lengkap untuk

memberikan gambaran yang jelas mengenai tingkat kelainan anak. Hasil pengkajian

menjadi dasar penegakan diagnosis dan perencanaan penanganan anak autis. Hasil

diagnosis juga dijadikan pedoman untuk memberikan layanan terapi, model layanan

pendidikan dan juga strategi pembelajaran. Pelaksanaan diagnosis harus dilakukan oleh

orang yang tepat yaitu oleh ahli yang terdiri dari psikolog klinis, dokter spesialis anak,

psikiter anak. Pelaksanaan diagnosis autis dapat dilakukan melalui pengamatan

langsung dan melalui wawancara dengan orang tua.3,5

Kriteria DSM-IV untuk Autisme Masa Anak-anak:

a) Minimal ada enam dari gejala (1), (2), dan (3), dengan sedikitnya dua gejala

dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).

14
1. Gangguan kualitatif Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal

balik. Minimal harus ada dua gejala sebagai berikut:

a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata

sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang

tertuju.

b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya

c. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.

d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditujukan oleh minimal

satu dari gejala-gejala sbb:

a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (tidak ada

usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain bicara)

b. Bila bicara, bicaranya tidak dipergunakan untuk komunikasi.

c. Sering mempergunakan Bahasa yang aneh dan diulang-ulang.

d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dn kurang bisa meniru.

3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan

kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala sbb:

a. Mempertahankan satu minta atau lebih dengan cara yang sangat khas dan

berlebih-lebihan.

b. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas yang tidak ada

gunanya.

c. Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang.

15
d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

b) Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam

bidang (1) interaksi sosial, (2) bicara dan berbahasa, dan (3) cara bermain

yang kurang variatif.

c) Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau Gangguan Disentegratif Masa

Anak-Anak.5

Gejala-gejala tersebut seharusnya sudah tampak jelas sebelum anak mencapai

usia tiga tahun. Pada sebagian besar anak sebenarnya gejala ini sudah mulai ada sejak

lahir. Seorang ibu yang berpengalaman dan cermat akan bisa melihat betapa bayinya

yang berumur beberapa bulan sudah menolak menatap mata, lebih senang main sendiri

serta tidak responsif terhadap suara ibunya. Hal ini semakin lama semakin jelas bila

anak kemudian bicaranya tidak berkembang secara normal. Sebagian anak kecil sudah

sempat berkembang secara normal, namun sebelum berumur tiga tahun terjadi

perhentian perkembangan kemudian mengalami kemunduran yang drastis dan

akhirnya timbul gejala- gejala autisme yang lain.5

Mengenai fungsi intelektualitas Kaplan memberikangambaran 40% anak

dengan autisme infantil menderita retardasi mental sedang, berat dan sangat berat,

sedangkan 30% dengan retardasi mental ringan; sisanya memiliki fungsi intelek yang

normal. Pada jurnal Sicillya menyebutkan 75-80% anak autis menderita retardasi

mental. Dikatakan bahwa sebagian anak autis menunjukkan fungsi intelektual yang

dibawah rata-rata. 40% IQ di bawah 50, 30% IQ antara 50-70 dan 30% skor di atas 70.

16
Terdapat gangguan kemampuan kognitif dan visuomotor dengan daya ingat yang luar

biasa.5

Deteksi autis dengan skrening; alat deteksi anak autisme juga dapat

menggunakan skernning, JK Buitelaar, seorang profesor psikiatri anak dari Belanda

bersama timnyatengah menyusun alat untuk mendeteksi dini berbagai gejala utisme

dalamsebuah proyek yang bernama SOSO. Alat deteksi dini autisme yang baru ini

ESAT (Early Screnning Autism Traits) merupakan suatau model untuk memberikan

intervensi dini sesuai dengan keunikan yang disandang oleh setiap anak autisme.2

Deteksi autis dengan CHAT digunakan pada penderita autisme di atas 18 bulan.

CHAT dikembangkan di inggris dengan metode yang berisi beberapa daftar pertanyaan

yang meliputi aspek ; imition, perend play, dan joint attention.2

F. Klasifikasi dan Tipe Autisme

Menurut Galih A. Veskarisyanti dalam bukunya “12 Terapi autis” Menjelaskan

bahwa Autisme dapat diklasifikasikan kedalam tipe yaitu: Sindrom Rett, Gangguan

disintegrasi masa kanak-kanak dan Sindrom Asperger dan ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Andri Priyatna dalam Amazing Autism dan dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Sindrom Rett (Rett’s Syndrome)

Gangguan Rett (Rett”s Syndrome) merupakan gangguan yang ditandai adanya

keadaan abnormal pada fisik, perilaku, kemampuan kognitif, dan motorik, yang

17
normal. Gangguan ini hanya dialami oleh anak perempuan. Anak- anak yang

mengalami gangguan ini biasanya kehilangan kemampuan pada gerakan tangan yang

memounyai tujuan keterampilan manipulatif dari kemampuan motoric halus yang telah

terlatih. Selain itu, terjadi hambatan pada seluruh ataupun sebagian perkembangan

berbahasa anak.1

2. Gangguan Disentegrasi Masa Kanak (Childhood Disentagrative Disorder)

Gangguan Disintergratif Masa Kanak (Childhood Disintegrative Disorder)

merupakan gangguan yang melibatkan hilangnya keterampilan yang telah dikuasai

anak setelah satu periode perkembangan normal pada tahun pertama. Gangguan ini

biasa muncul pada anak laki-laki. Perkembangan normal anak hanya terjadi pada tahun

pertama, setelah itu secara signifikan keterampilan yang telah dimiiki seperti

pemahaman, penggunaan bahasa, dan yang lainnya menghilang. Selain itu juga terjadi

keabnormalan fungsi yang tampak pada gangguan komunikasi, serta minat dan

aktivitas yang sempit.1

3. Syndrome Asperger (Asperger’s Syndrome)

Sindrom Asperger (Asperger’s Syndrome) adalah bentuk yang lebih ringan dari

gangguan perkembangan pervasif. Ditunjukkan dengan penarikan diri dari interaksi

sosial serta perilaku stereotip, namun tanpa disertai keterlambatan yang signifikan

pada aspek bahasa dan kognitif. Asparger mirip dengan autisme infantil dalam hal

18
interaksi sosial yang kurang. Dari ketiga klasifikasi autis tersebut dapat digolongkan

kedalam tiga tipe yaitu :

a. Aloof

Anak dengan autism dari tipe ini senantiasa berusaha menarik diri dari kontak

sosial, dan cenderung untuk menyendiri dipojok.

b. Passive

Anaka dngan autism tipe ini tidak berusaha mengadakan kontak sosial

melainkan hanya menerima saja.

c. Active but odd

Sedangkan tipe ini, anak melakukan pendekatan namun hanya bersifat stu sisi

yang bersifat repetitive dan aneh.1

G. Diagnosis Banding

Kecermatan dalam mendiagnosa autism bagi kalangan professional memang

sangat diperlukan karena cukup banyak kelainan lain yang memiliki tanda atau gejala

mirip dengan autism infantil. Beberapa diagnose banding yang penting antara lain:

1. Skizofrenia pada anak; kebanyakan anak dengan skizofrenia secara umum

tampak normal pada saat bayi sampai sekitar usia 2-3 tahun. Gangguan baru

muncul berupa halusinasi dan waham, gejala ini tidak terdapat pada autisme.

Biasanya anak dengan skizofrenia tidak terdapat retardasi mental.5

19
2. Retardasi mental; keterampilan sosial dan komunikasi baik verbal maupun non

verbal pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes

intelegensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari

berbagai tes, berbeda dengan autisme hasil tesnya beraneka ragam. Walaupun

demikian anak dengan taraf retardasi mental yang berat dapat juga mengalami

gangguan dalam interaksi sosial dan kemampuan berkomunikasi.5

3. Gangguan perkembangan berbahasa ekspresif ataupun reseptif: kondisi ini

menunjukkan adanya gangguan pada pemahaman dan atau dalam

mengekspresikan pembicaraan. Namun komunikasi non verbalnya baik,

dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan

adanya stereotipik dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial. Pada

disfasia juga tidak dijumpai perilaku repetitive maupun obsesif.5

4. Gangguan kelekatan yang reaktif; suatu gangguan dalam hubungan sosial pada

bayi dan anak kecil yang muncul karena pengasuhan yang buruk, sehingga

dengan terapi dan pengasuhan yang baik dan sesuai, maka kondisi ini dapat

kembali normal.5

H. Terapi Autisme

Penanganan anak autis bertujuan agar perkembangan yang terlambat pada

dirinya dapat diatasi sesuai dengan perkembangan usianya. Semakin cepat mengetahui

anak mengalami autis, maka akan semakin cepat pula usaha penanganannya lebih cepat

dilakuka dan idak membutuhkan waktu yang relative lama. Intervensi dini secara

intensif dan optimal dapat bermanfaat untuk penanganan anak autis yang biasa disebut

20
terapi. Saat yang paling tepat untuk memberikan penanganan pada kasus autis adalah

masa balita adalah masa awal mempelajari sesuatu. Anak dibawah usia 3 tahun

memiliki otak yang masih bersifat plastis. Pada masa ini sel-sel otak mengalami

perkembangan yang sangat pesat, sehingga ada gangguan pada salah satu bagian otak

diharapkan dapat tergantikan dengan sel-sel baru. Terapi yang dilakukan berperan

sebagai stimulasi bagi perkembagan fungsi sel-sel otak. Sampai saat ini belum ada obat

yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan saraf yang keliatannya mendasari

autis. Gejala yang timbul pada anak autis sangat bervariasi, oleh karena itu terapisnya

sangat indivisual dan tergantung keadaan dan gejala yng timbul dan harus ditangani

secara holistik oleh tim ahli.3

1. Terapi peilaku

Terapi perilaku digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak lazim. Terapi

perilaku ini dapat dilakukan dengan cara terapi okuvasi, dan terapi wicara.

Terapi okuvasi dilakukan dalam upaya membantu menguatkan, memperbaiki

dan menibngkatkan keterampilan ototnya. Sedangkan terapi wicara dapat

menggunakan metode ABA (Applied Behaviour Analysis).2

2. Terapi wicara yaitu terapi yang membantu anak melancarkan otot-otot mulut

sehingga membantu anak berbicara lebih baik. bantuan yang dapat diberikan

dalam terapi wicara adalah :

a. Untuk organ biacara dan sekitarnya yang sifatnya fungsional. Bantuan

untuk melatih organ bicara yang mengalami kesulitan.

b. Untuk artikulasi atau pengucapan.3

21
3. Terapi Biomedik

Terapi biomedik yaitu penanganan biomedis melalui perbaikan kondisi tubuh

agar terkepas dari factor-faktor yang merusak misalnya keracunan logam berat,

allergen dan lain-lain. Terapi biomedik ini mencari semua gangguan tersebut,

apanila ditemukan maka harus diperbaiki. Sehingga diharapkan bahwa fungsi

susunan saraf pusat bisa bekerja lebih baik sehingga gejala-gejala autism

berkurang atau bahkan menghilang. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

pemeriksaan laboratorik yang meliputi pemeriksaan dara, urin, rambut dan

feses. Terapi yang telah ada dengan memperbaiki dari dalam dengan harapan

perbaikan akan lebih cepat terjadi. Namun menurut Dr. Handojo yang dikutip

oleh Jaja Suteja teori biomedik yaitu dengan cara mensuplai terhadap anak-

anak autis dengan pemberian obat dari dokter spesialis jiwa anak. Jenis obat,

food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat in adalah risperidone,

ritalin, haloperidol, pyrodoksin, DMG, TMG, magnesium, Omega-3, dan

Omega-6 dan sebagainya.2,5

4. Terapi makanan

Beberapa anak dengan gangguan autism pada umunya alergi terhadap bebrapa

makanan. Pengalaman dan perhatian orang tua dalam menyiapkan dan

mengatur menu makanan serta mengamati gejala yang timbul akibat makanan

tertentu sangat bermanfaat dalam menentukan terapi selanjutnya. Terapi diet

22
disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak. Berikut ini beberapa

contoh diet untuk anak autis.

a. Diet tanpa gluten dan kasein

Diet tanpa gluten dan kasein sering direkomendasikan untuk anak dengan

gangguan autism. Orang tua pada umumnya memulai dengan diet tanpa gluten

dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang

mengandung gluten dan kasein. Gluten adalah protein yang terdapat dalam

tumbuhan keluarga rumput misalnya : gandum, dan havermuth. Gluten

memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu. Kasein adalah protein

susu. Gluten dan kasein tidak menimbulkan efek samping apabila dikonsumsi

oleh orang sehat. Penurunan gejala autism dengan diet khusus biasanya dapat

dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila diet yang telah dijalankan tidak

menunjukkan perubahan atau kemajuan yang berarti, maka diet tersebut dapat

dihentikan dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.

Makanan yang dihindari adalah makanan yang mengandung gluten yaitu semua

makanan yang dibuat dari terigu, havermuth misalnya : roti, mie, kue, cake,

biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spaghetti, tepung bumbu dan lain-lain.

Produk-produk lain yang perlu diwaspadai untuk dihindari adalah soda kue,

baking soda, kaldu instant, saus tomat, dan saus lainnya, serta lada bubuk yang

dimungkinkan menggunakan campuran tepung terigu. Makanan sumber kasein

adalah susu dan hasil olahannya misalnya es krim, keju, mentega, yogurt, dan

makanan yang menggunakan campuran susu.

23
Ada juuga makanan yang tidak dianjurkan untuk anak autis yaitu : hasil olahan

makanan yang diawetkan misalnya : sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden,

daging asap, ikan asap, buah dan sayur dalam kaleng.

Makanan sumber karbohidrat yang dianjurkan untuk anak autis adalah beras,

singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, garut dan umbi-umbian.

Makanan sumber protein yang dianjurkan adalah susu kedelai, daging segar,

ikan segar, ungags, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang

merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri. Sayuran segar seperti bayam,

brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun. Buah-buahan

segar seperti anggur, apel, papaya, manga, pisang, jambu, jeruk, dan semangka.

b. Diet anti yeast/ragi/jamur

Diet makanan ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast

1) Makanan yang perlu dihindari adalah :

a) Makanan yang mengandung gula dan yeast misalnya roti, pastry,

biscuit, kue

b) Makanan hasil olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet

c) Macam-macam saus (saus tomat, saus cabe), monosodium glutamate,

amcam-macam kecap, macam-macam acar atau makanan yang

menggunakan cuka, mayonnaise

d) Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur

merang

e) Buah yang dikeringkan misalnya kismis, kurma, sale pisang

24
f) Sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol dan semua jenis

minuman manis.

2) Makanan yang dianjurkan adalah :

a) Makanan sumber karbohidrat yaitu beras, tepung beras, kentang, ubi,

singkong, jagung dan talas

b) Makanan sumber protein yaitu daging, ikan, udang, dan hasil laut lain

yang segar

c) Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan seperti kacang

hijau, kacang polong

d) Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli,

kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi,

tomat, buncis, kacang panjang, kangkung

e) Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, manga, pisang dalam

jumlah terbatas dan tidak berlebihan

c. Diet untuk alergi dan intoleransi makanan

Pada umumnya anak autis menderita alergi berat. Makanan yang sering menim

ulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, coklat, gandum. Untuk mengatur

makanan terhadap anak yang alergi dan intoleransi maknan pertama-tama harus

mencari sumber penyebabnya dulu. Maknan yang diduga menyebabkan gejala

alergi atau intoleransi harus dihindakan. Jika anak alergi denga undang maka

semua makanan yang mengandung udang harus dihindarkan.

Cara mengatur makanan untuk anak autis yaitu :

25
1) Berikan makanan yang seibang untuk menjamin agar tubuh memperoleh

semua zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan

sel-sel yang rusak, dan kegiatan sehari-hari

2) Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif da nada infeksi

jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan

fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa

3) Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak

jagung, minyak biji Bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai

4) Cukup mengkonsumsi serat, khusunya serat yang berasal dari sayuran dan

buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi perhari

5) Pilih makanan yang tidak menggunakan zat penambah rasa, zat pewarna,

dan zat pengawet.

6) Apabila keseimbangan gizi tidak dapat dipenuhi, dapat memberikan

suplemen vitamin dan mineral

7) Perhatikan label pada makanan untuk mengetahui komposisi makanan

secara lengkap dan waktu kardaluarsanya

8) Memberikan makanan yang cukup bervariasi, sehingga anak tidak bosan

9) Hindari makanan siap saji, ganti dengan buah dan sayuran segar

5. Terapi Fisik

Fisioterapi bagi anak-anak autis bertujuan untuk mengembangkan, memelihara,

dan mengembalikan kemampuan maksimal gerak dan fungsi anggota tubuh

26
sepoanjang kehidupannya. Dalam terapi ini, terapis harus mampu

mengembangkan seoptimal mungkin kemampuan gerak anak, misalnya

gerakan meneukuk kaki, menekuk tangan, membungkuk berdiri seimbang,

berjalan hingga berlari.

6. Terapi perilaku

Terapi perilaku yaitu terapi yang bertujuan agar perilaku anak menjadi

terkendali dan mengerti norma sosial yang berlaku. Focus penanganan dalam

terapi perilaku adalah pemberian reinforcement positif setiap kali anak merepon

dengan benar sesuai dengan instruksi yang diberikan. Dalam terapi perilaku imi

tidak menerapkan hukuman bila anak merespon negative atau salah atau tidak

tepat atas instruksi yang diberikan. Perlakuan ini diharapkan dapat

meningkatkan respon positif anak dan mengurangi kemungkinan ia merespon

negative terhadap instruksi yang diberikan.3

Prinsip dasar terapi ini adalah atencendent yang diikuti Behavior, dan diikuti

Consequence. Atencendent adalah hal yang mendahului perilaku berupa

instruksi yang diberikan oelh seseorang kepada anak autis. Melalui metode

pembelajaran yang terstruktur anak autis diharapkan dapat memahami

Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan oleh anak setelah mendapat

instruksi, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak autis

memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku atau kadang hadiah) yang

menyenangkan. Tujuan penanganan ini adalah untuk meningkatkan

pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini pada umumnya

27
mendapat hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan

konsisten pada usia dini.3

Terapi untuk anak autis harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada

hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh seriap anak

misalnya komunikasi dan persoalan-persoalan perilaku. Adanya berbagai jenis

terapi ini dapat dipilih orangtua penyandang autis untuk memilih salah satu

jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi

gangguan serta hambatan autism. Tidak ada satu jenis terapi yang berhasil bagi

semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak berdasarkan

potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri.

Terapi harus dilakukan secara multidisplin ilmu, misalnya terapi wicara dan

terapi okupasi. Tenaga ahliyang menangani anak harus mampu mengarahkan

pilihan-pilihan terhadap jenis-jenis terapi yang ada pada saat ini. tidak ada

jaminan terapi yang ada saat ini. tidak ada jaminan terapi yang telah dipilih oleh

orang tua penyandang anak autid dan keluarga dapat berjalan secara efektif.

Tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten selama 3

bulan. Amati selama 3 bulan tersebut, apabila tidak ada perubahan atau

kemajuan yang nyata dapat melakukan perubahan terapi. Orang tua

penyandang autis harus melaksanakan bimbingan dan arahan yang diberikan

oleh ahlinya secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yan signifikan selama 3

bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Orangtua

28
penyandang autis harus tetap bersikap obyektif dan tanyakan pada ahli apabila

terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.3

7. Terapi Sosial

Dalam terapi sosial, seorang terapis harus membantu memberikan fasilitas pada

anak-anak autis utnuk bergaul dengan teman-teman sebayanya dan mengajari

cara-caranya secara langsung, karena biasanya anak-penyandang autis

memiliki kelemahan dalam bidang komunikasi dan interaksi.2

8. Terapi Bermain

Terapi betrmain bertujuan agar anak-anak autis selalu memiliki sikap yang

riang dan gembira terutama dalam kebersamannya dengan temanteman

sebayanya. Hal ini sangat berguna untuk membantu anak autism dapat

bersosialisasi dengan anak-anak yang lainnya.2

9. Terapi Perkembangan

Dalam terapi perkembangan, anak akan dipelajari minatnya, kekuatannya dan

tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial,

emosional dan intelektualnya sampai benar-benar anak tersebut mengalami

kemajuan sampai dengan interaksi simboliknya. 2

10. Terapi Visual

Terapi visual, bertujuan agar anak-anak autis dapat belajar dan berkomunikasi

dengan cara melihat (visual learner) gambar-gambar yang unik dan disenangi.

Misalnya dengan metode PECS (Picture Exchange Communication System).

29
11. Terapi Musik

Terapi musik dapat juga dilakukan untuk membantu perkembangan anak.

Musik yang dipakai adalah musik yang lembut, dan dapat dengan mudah

dipahami anak. Tujuan dari terapi musik ini adalah agar anak dapat menanggap

melalui pendengarnnya, lalu diaktifkan di dalam otaknya, kemudian

dihubungkan ke pusat-pusat saraf yang berkaitan dengan emosi, imajinasi dan

ketenangan.2

12. Terapi Obat

Dalam terapi obat, penderita autis dapat diberikan obat-obatan hanya pada

kondisi-kondisi tertentu saja, pemberiannya pun sangat terbatas karena terapi

obat tidak terlalu menentukan dalam penyembuhan anak-anak autis.2

13. Terapi Lumba-lumba

Terapi dengan menggunakan ikan lumba-lumba dapat dilakukan dalam durasi

sekitar 40 menit, dengan tujuan untuk menyeimbangkan hormone endoktrinnya

dan sensor yang dikeluarkan melalui suara lumba-lumba dapat bermanfaat

untuk memulihkan sensoris anak penyandang autis.2

14. Sosialisasi ke sekolah regular

Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik

dapat dicoba untuk memasuki sekolah normal sesuai dengan umurnya, tetapi

terapi perilakunya jangan ditinggalkan. 2

30
15. Sekolah pendidikan khusus

Salah satu bentuk terapi terhadap anak-autis juga adalah dengan

memasukannya di sekolah khusus anak-anak autis karena di dalam pendidikan

khusus biasanya telah mencakup terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi

okuvasi. Pada pendidikan khusus biasanya seorang terapis hanya mampu

menangani seorang anak pada saat yang sama.2

31
BAB III

KESIMPULAN

Intervensi dini secara intensif dan optimal dapat bermanfaat untuk penanganan

anak autis. Pengkajian yang dilakukan pada anak autis sangat penting dalam

menegakkan diagnosis serta rencana terapi. Banyak cara dalam program terapi untuk

anak autis, tetapi keterlibatan orang tua. Dalam memahami metode terapi akan

meningkatkan hasil yang dicapai. Memahami konsep dasar dari berbagai program

terapi adalah langkah utama untuk mendapatkan pilihan terapi.

Sampai saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki struktur otak atau

jarinan saraf yang kelihatannya mendasari autis. Terapi yang dapat dilakukan untuk

menangani anak autis diantaranya adalah terapi perilaku, terapi wicara, terapi

biomedik, terapi makanan, terapi fisik, terapi sosial, terapi bermain, terapi

perkembangan, terapi visual, terapi music, terapi obat, terapi lumba-lumba, sosialisasi

kesekolah regular, sekolah pendidikan khusus. Gejala yang timbul pada anak autis

sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual dan tergantung keadaan

dan gejala yang timbul dan harus ditangani secara holistic oleh tim ahli.

32
33

Anda mungkin juga menyukai