Anda di halaman 1dari 37

Oleh : DR.

Ida Leida M
Dibawakan pada Seminar Nasional FKM Unmul
Banjarmasin, 18 November 2018
Nama DR. Ida Leida Maria, SKM, MKM, MscPH

Pendidikan :
S1 : FKM Unhas
S2 : FKM Univ. Indonesia
Griffith University Australia
S3 : FK Unhas
Sandwich PhD Program Griffith University
Australia

Pekerjaan
1. Dosen FKM Unhas
2. Direktur Penddikan Unhas
3. Pimpinan Redakasi Jurnal MKMI FKM UNHAS

Organisasi
1. Wakil ketua bid. Pendidikan AIPTKMI
2. Ketua IBA regianal Timur UKAMI
3. Anggita The UNION international TB
4. Wakil PAEI Sulsel
5. Anggita IAKMI
6. Anggota Persakmi
SISTEMATIKA PAPARAN
1. Pengertian Lahan Basah

2. Lahan Basah dan Penyakit

3.Risk Assement Lahan


Basah

4.Peranan Kesmas
3
DEFINISI LAHAN BASAH (WETLAND)
Konvensi Ramsar (1971) pasal 1 ayat 1 :
Lahan-basah mencakup wilayah payau, rawa, gambut, atau
perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau
sementara, dengan air yang mengalir atau diam
(menggenang), tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah
dengan air laut yang kedalamannya pada saat pasang rendah
(surut) tidak melebihi enam meter”.
KATEGORI LAHAN-BASAH
Katagori berdasarkan pada letaknya secara umum dan
kaitannya dengan aktivitas manusia

LAHAN BASAH LAUT

LAHAN BASAH DARATAN

LAHAN BASAH BUATAN


MANFAAT LAHAN BASAH BAGI
KESEHATAN
Kesehatan berhubungan Produk lahan basah dapat Lahan basah dapat di
dengan lahan basah digunakan untuk gunkan untuk
untuk kebutuhan keperluan farmasi atau peneingkata nilai
kelangsungan hidup obat lainnya. Hewan yang ekonomi seperti ;
sepert : air untuk berasosiasi dengan lahan pariwisata, pembakit
makanan, air untuk basah, jamur, bakteri, dan listtrik, produksi
minum, memasak dan tumbuhan rendah (alga), pertanian
makan, mencuci, sumber produk alami baru Transportasi dll
membersihkan, yang paling produktif. Dengan Kondisi
kesehatan dan perawatan ekonomi yang baik
kesehatan maka kesehatan akan
baik
Produksi
Human Need kesehatan Nilai Ekonomi
MANFAAT LAHAN BASAH
Wetland (Lahan Basah) merupakan ekosistem yang paling beragam
dan paling produktif di dunia, dengan manfaat ekonomi sebagai
berikut :

 Suplai air (kuantitas &  Pertanian


kualitas)  Produksi air
 Perikanan

 Sumber daya energi  Transportasi


 Wildlife resouces  Rekreasi dan peluang
pariwisata
PERMASALAHAN PADA LAHAN BASAH
Menurut World’s Water 1998-1999 (Zimmerman, 2001), beberapa permasalahn yang dapat
terjadi pada daerah wetland, yaitu :

Separuh penduduk dunia tidak mendapatkan layanan


sanitasi, dan lebih dari satu miliar orang tidak
mendpatkan air minum yang layak minum

Hampir 250 juta kasus kolera, disentri dan


penyakit terkait air lainnya

Peningkatan kebutuhan air yang layak


untuk industri, pertanian dan perkotaan
PERMASALAHAN PADA LAHAN BASAH
Menurut WWF ( 2018) :

Dalam kurun waktu 40 tahun ekosistim satwa liar,


Hutan, Lautan Sungai menurun 60 % akibat aktifitas
manusia

Setengah dari karang air dangkal di bumi


telah hilang

Populasi air tawar menurun 85% dalam


kurun waktu 30 tahun
Health vs Disease
A positive state of physical
HEALTH and mental well being
Contents Title

A departure from a state of health;


any impairment to health resulting
in physiological dysfunction; “dis- DISEASE
ease” means literally a departure
from a state of ease Contents Title
Hubungan Keadaan Geografis terhadap
Kesehatan
Communicable Non Communicable Injury Nutrition Psychosocial
Disease Disease Dosirder

Reservoir    

Upper catchment 

Irigasi    

Daerah Banjir     

Muara  

Daerah   
Perkotaan
 
Pesisir
Lahan Basah & Penyakit
Atribut Spesifik pada Daerah Lahan Basah:
Adanya hubungan antara kepadatan penduduk pertanian ,perikanan, dan
industri
Polusi udara dari kondisi di atas
Wilayah yang menyediakan ternak, satwa liar dan orang
Setelah menjadi sasaran modifikasi habitat substansial
Wilayah jarang terisolasi, bukan daerah yang terhubung dalam DAS
Perdagangan
Tingginya keanekaragaman host taxa
Proporsi yang tinggi dari invasi spesies asing dengan parasit yang terkait
Dampak spesifik perubahan iklim di lahan basah, host, vektor dan patogen
Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Munculnya Penyakit
pada Daerah Lahan Basah (Adaptasi dari Morse, 2004)
Faktor Contoh faktor Spesifik Contoh penyakit di lahan basah

Pertanian  Sistem produksi  Sangat pathogeic flu burung, misalnya H5N1


 Bendungan  Schistosomaiasis
 Perubahan manajemen air  Avian botulisme
 Hilangnya habitat / degradasi
 Polusi
Globalisasi  Perubahan produksi pangan  Flu burung yang sangat patogen
 Perdagangan internasional  Chytridiomycosis amfibi
 Spesies asing  Wabah Crayfish

Demografi  Sanitasi yang buruk  Kolera dan parasit usus lainnya (mikro dan makro)
 Wildlife interface  Demam Ross River
manusia dan/atau
 Melanggar daerah satwa liar  Somateria mollissima
perilaku
 Konflik sipil  Keracunan timbal
 Pemanenan non-berkelanjutan
 Pemburuan

Teknologi  Perubahan produksi pangan  Patogen resisten antibiotik


 Breakdown dalam pelayanan medis  Kolera dan tipus
dan perubahan
industri
Perubahan iklim • Perubahan curah hujan dan  Avian botulisme
temperatur  Penyakit Bluetongue
 Demam kuning
PROPORSI PEMAKAIAN AIR < 20 L PER ORANG
PER HARI DI RUMAH TANGGA, 2013 - 2018

15
Kondisi Rumah  Mudah terjangkit Malaria
LAHAN BASAH  Mudah terjangkit Malaria
Persen

0
2
4
6
8
10
12
14
18
20

16
Papua
Pabar
NTT
Bengkulu
Malut
Maluku
Babel
Sulteng
NTB
Sulut
Kalbar
0,4
1,4

INDONESIA
Kepri
Jambi
Lampung
2013

Sumsel
Sutra
Sulbar
2018

Aceh
Sumut
Kaltim
Kalteng
MENURUT PROVINSI, 2013-2018

Kaltara
Sumbar
Sulsel
Riau
Kalsel
18

Gorontalo
Banten
DIY
DKI
Jabar
PREVALENSI MALARIA BERDASARKAN RIWAYAT PEMERIKSAAN DARAH

Bali
Jateng
Jatim
PREVALENSI FILARIASIS BERDASARKAN DIAGNOSIS NAKES*
MENURUT PROVINSI, 2007-2018

2,0 2007 2018


1,8
1,6
1,4
1,2
Persen

1,0 0,8
0,8
0,6
0,4
0,05
0,2
0,0
Kalteng
Kepri

Aceh

Jatim
NTT
Sultra

Sumut

Kaltara

Sumbar
Jambi

Sulteng
Riau

NTB
Jabar

jateng

Banten

DKI
Kalsel

Babel

Sulsel
Pabar
Maluku

Papua

Sumssel

Sulbar

Kalbar

Malut

Lampung

kaltim

Sulut

Bali
Bengkulu

DIY

Gorontalo
INDONESIA
*Tenaga kesehatan (nakes): Dokter spesialis, dokter umum, bidan, dan perawat 19
PROPORSI PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN)
YANG DILAKUKAN RUMAH TANGGA, 2018

100
100
90
90
80
80
70
70
60
60
50
43.6
40
50
31.2
30
40 32,7
29,4
20 16.2 30

10 20

0 10
Kalteng

Babsel
Jabar

Malut

Sulteng
Kepri

Riau

Jatim
Sultra
Bali
DKI

Maluku
NTB

NTT

Sulut
Banten
Sumut

Sulbar

Kalbar
Sumbar

Kaltim
Kaltara

Gorontalo
Sulsel

Kalsel
Sumsel

Jateng

Jambi
Aceh

Pabar
INDONESIA
Papua.

Lampung

DIY
Bengkulu

0
Perkotaan Perdesaan

Catatan : Cara PSN yang ditanya adalah 3M, yaitu Menutup, Menguras dan Memusnahkan 20
Rumah Padat Lembah di link. Lahan
basah Mudah terkena Asma
PREVALENSI ASMA PADA PENDUDUK SEMUA UMUR MENURUT PROVINSI, 2013-2018

2013 2018

4.5 4.5
Persen (%)

2.4

1.0
Bali

NTB

DKI

Sumsel

NTT
Sumbar
Babel

Pabar

Jambi
Riau

Papua
Kalsel

Sulsel

Jateng
Jatim
Kalbar

Sulbar
Aceh

Sumut
Banten
Kaltara

Maluku
Sulut
DIY
Kaltim

Bengkulu

Lampung
Sultra
Kalteng

Sulteng

Kepri
Jabar

INDONESIA

Malut
Gorontalo

• 2013: wawancara semua umur berdasarkan gejala (belum ada provinsi Kalimantan Utara)
• 2018: wawancara semua umur berdasarkan diagnosis dokter

22
Produksi Ikan Tawar Banyak 
Dikeringkan Mudah terkena Hipertensi
Persen (%)

Kalsel

44.1
Jabar
Kaltim
Jateng
Kalbar
Jatim
Sulbar
Kalteng
25.8
INDONESIA
34.1

RKD 2007, 2013: belum ada Kalimantan Utara


DKI
2007

Sulut
Kaltara
DIY
2013

Sulsel
Sumsel
Bali
2018

Lampung
Babel
Sulteng
Sultra
Gorontalo
Banten
Sumut
Riau
Jambi
Maluku
Bengkulu
24

NTB
NTT
Aceh
Pabar
PENDUDUK UMUR ≥ 18 TAHUN MENURUT PROVINSI, 2007-2018

Kepri
Sumbar
PREVALENSI HIPERTENSI BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN PADA

Malut
Papua
22.2
Persen (%)

Kalsel

44.1
Jabar
Kaltim
Jateng
Kalbar
Jatim
Sulbar
Kalteng
INDONESIA
34.1

DKI

RKD 2007, 2013: belum ada Kalimantan Utara


Sulut
Kaltara
DIY
Sulsel
Sumsel
Bali
Lampung
Babel
Sulteng
Sultra
Gorontalo
Banten
Sumut
Riau
Jambi
Maluku
Bengkulu
NTB
NTT
Aceh
Pabar
PADA PENDUDUK UMUR ≥ 18 TAHUN MENURUT PROVINSI, 2018
PREVALENSI HIPERTENSI BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN

Kepri
25
Riskesdas 2013: 25.8%

Sumbar
Malut
Papua
22.2
PREVALENSI KANKER BERDASARKAN DIAGNOSIS DOKTER
MENURUT PROVINSI (PER MIL), 2013-2018

2013 2.018
4,9
Permil (‰)

1,8
0,9
1.4

Jambi
Jabar
Sumsel

Babel

Lampung

Bengkulu

Pabar
Jateng

Malut
Kalsel

Kepri

Sulsel

Papua

Banten
Sumbar

Sumut
Aceh

Sulbar

Kalbar
Gorontalo

NTB
Riau
Sulut

Maluku
Kaltim
Bali

Jatim
DIY

Sulteng

NTT

Kalteng

Sultra
DKI

Kaltara

INDONESIA

• 2013 : wawancara semua umur berdasarkan diagnosis dokter (belum ada provinsi Kalimantan Utara)
• 2018 : wawancara semua umur berdasarkan diagnosis dokter
26
KONSEP MANAJEMEN PENYAKIT PADA LAHAN BASAH
Promosi Kesehatan dalam Pencegahan Penyakit Menular

Re-orienting health
services
Mengembangkan
personal skills
Memperkut Community
Action
Menciptakan
Lingkungan yang
Mendukung
Membangun Health
Public Policy
Model for Wetland Risk
Asessment
Recommended Satructure and Management
Plant
Wetlands and Public Health
Relationship
STANDAR KOMPETENSI

Delapan Kompetensi
Ukuran Profesional
Kesmas

Utama
1b.Diagnosis &
Investigasi

Sumber: Naskah Aademik


FUNGSI KESMAS

Knowledge driven

Enlightenmen Problem-
t PH solving

Interactive
IMPLEMENTASI KOMPETENSI
KESMAS
PADA LAHAN BASAH
1. Mengidentifikasikan masalah kesehatan atau kondisi
lingkungan pada daerah lahan basah
2. Mempelajari kondisi lingkungan lahan basah dan
perilaku di masyarakat di lahan basah yang menjadi
faktor risiko kesehatan
3. Menggerakkan kemitraan dengan masyarakat untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan berkaitan dengan Lahan Basah.
4. Mengembangkan kebijakan dan perencanaan untuk
mendukung adanya upaya kesehatan perorangan
maupun upaya kesehatan masyarakat secara bersama-
sama
4 Jati Diri T. Kesmas
6. Menegakkan hukum dan peraturan yang
melindungi kesehatan dan menjamin
keselamatan

7. Menciptakan sistem rujukan yang dapat


menjamin pemberian layanan kesehatan yang
dalam kondisi ketidak tersediaan layanan

8. Menjamin tenaga kesehatan yang bekerja di


masyarakat memiliki kompetensi yang tepat dan
sesuai Yang Di Butuhkan Untuk Pemcehan
MasAlah Lahan Basah

9. Mengevaluasi keefektifan, keterjangkauan, dan


mutu layanan kesehatan baik perorangan
maupun masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai