Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, sebagai penguasa yang
Akbar bagi seluruh alam semesta karena atas rahmat dan berkat-Nyalah sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pelayanan Kesehatan
Korban Bencana”, dengan waktu yang telah ditentukan.
Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
kekurangan-kekurangan tersebut. Sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Akhirnya semoga Allah SWT, senantiasa memberikan petunjuk
kepada kita semua agar apa yang kita cita-citakan menjadi sukses.

Bukit Tinggi, 29 November 2018


Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
A. Bencana.........................................................................................................4
B. Tahapan Bencana..........................................................................................4
C. Manajemen Bencana.....................................................................................9
D. Permasalahan Di Bidang Kesehatan Akibat Bencana.................................10
E. Dampak Bencana Terhadap Kesehatan.......................................................11
F. Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju Lokasi Bencana
Alam...................................................................................................................13
G. Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan
Pengungsi...........................................................................................................14
BAB III PENUTUP...............................................................................................17
A. Kesimpulan.................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia telah dinyatakan sebagai salah satu negara paling rawan


bencana. Menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR),
Indonesia menduduki urutan ke-7 di antara negara-negara yang rawan
bencana. Kenyataan terus menunjukkan bagaimana Indonesia tetap rentan
terhadap bencana baik yang disebabkan oleh alam seperti gempa bumi,
tsunami, gunung meletus dan lainnya maupun non alam seperti banjir,
penyakit menular, kebakaran hutan dan lainnya, serta bencana sosial berupa
konflik sosial di berbagai daerah (Tukino, 2013).
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa Bencana alam
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (Tondobala, 2011).
Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu
yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkenah
(Efendi dan Makhfudli, 2009).
Bencana merupakan fakta yang tidak dapat dihindari akan tetapi dapat
diantisipasi atau diminimalkan dampaknya. Pembagian peran yang jelas antara
berbagai pihak yang terlibat dan pemanfaatan media komunikasi dapat
mempercepat penyebaran informasi, memperlancar komunikasi dan
koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat sehingga diharapkan dapat
meminimalkan risiko bencana baik risiko kerusakan ataupun kehilangan
(Rahmawati, 2014).
Bencana yang terjadi membawa sebuah konsekuensi untuk
mempengaruhi manusia dan / atau lingkungannya. Kerentanan terhadap
bencana dapat disebabkan oleh kurangnya manajemen bencana yang tepat,
dampak lingkungan, atau manusia sendiri. Kerugian yang dihasilkan

1
tergantung pada kapasitas ketahanan komunitas terhadap bencana (Ulum,
2013).
Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas hidup
penduduk, termasuk kesehatan. Salah satu permasalahan yang dihadapi setelah
terj adi bencana adalah pelayanan kesehatan terhadap korban bencana. Untuk
penanganan kesehatan korban bencana, berbagai piranti legal (peraturan,
standar) telah dikeluarkan. Salah satunya adalah peraturan yang menyebutkan
peran penting Puskesmas dalam penanggulangan bencana (Departemen
Kesehatan RI, 2007; Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan, 2006; Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2001 dalam Widyatun dan Fatoni,
2013).
Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan
krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM (sumber daya manusia)
kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis akibat
bencana. Kondisi tersebut memang sudah ada sejak sebelum terjadinya
bencana atau karena adanya tenaga kesehatan yang menjadi korban bencana
(Ismunandar, 2013).
Pada konsep penanggulangan bencana, salah satu bentuknya adalah
manajemen risiko bencana. Pada tahap tersebut, diupayakan bila terjadi
peristiwa bencana, kerusakan, dan kerugian dengan skala dampak yang cukup
besar dapat dihindari, atau diminimalisir (Tatas, dkk, 2015).
Hasil studi menunjukkan bahwa di sektor kesehatan, berbagai piranti
legal (peraturan, standar) telah menyebutkan peran penting petugas kesehatan
dalam penanggulangan bencana. Bencana tidak hanya menimbulkan korban
meninggal dan luka serta rusaknya berbagai fasilitas kesehatan, tetapi juga
berdampak pada permasalahan kesehatan masyarakat, seperti munculnya
berbagai penyakit paskagempa, fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik, trauma kejiwaan serta akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan pasangan. Petugas kesehatan bersama dengan
masyarakat berperan dalam penanggulangan bencana gempa, mulai dari sesaat
setelah gempa (hari ke-1 hingga hari ke-3), masa tanggap darurat (hari ke-3
hingga sebulan) serta masa rehabilitasi dan rekonstruksi (sejak sebulan
paskagempa). Beberapa faktor turut mendukung kelancaran petugas

2
Puskesmas dalam melakukan tindakan gawat darurat pada saat gempa,
termasuk partisipasi aktif masyarakat dan relawan dalam membantu
penanganan korban (Widyatun dan Fatoni, 2013).

B. Rumusan Masalah

1. Apa Permasalahan di bidang kesehatan akibat bencana


2. Apa Dampak Bencana Terhadap Kesehatan
3. Bagaimana Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju
Lokasi Bencana Alam
4. Bagaimana Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan
Penanganan Pengungsi

C. Tujuan

1. Apa Permasalahan di bidang kesehatan akibat bencana


2. Apa Dampak Bencana Terhadap Kesehatan
3. Bagaimana Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju
Lokasi Bencana Alam
4. Bagaimana Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan
Penanganan Pengungsi

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bencana

Menurut UU No. 24 tahun 2007, pengertian bencana adalah Peristiwa atau


rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
(Toha, 2007).

Pengertian bencana menurut International Strategy


for Disaster Reduction (2004) adalah suatu gangguan serius terhadap
aktivitas di masyarakat yang menyebabkan kerugian luas pada kehidupan manusia
dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan
masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber
daya mereka sendiri. World Health Organization (WHO), mendefinisi-kan
bencana adalah Kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang ber-makna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar

B. Tahapan Bencana

Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster,


tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap
rekonstruksi.

a. Tahapan Pra Disaster

Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai
saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini
dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap

4
pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan
dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan
sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang
(impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana.
Dengan pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana
adalah masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat
awam khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang
perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan
minta tolong, kempuan menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang
tepat, memberikan pertolongan serta melakukan transportasi Peran tenaga
kesehatan dalam fase Pra Disaster adalah:

a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan


dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.

b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi


lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana
kepada masyarakat.

c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk


meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi
hal-hal berikut ini:

1. Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana

2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota


keluarga yang lain

3. Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon


darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance.

5
b. Tahapan Bencana (Impact)

Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya


bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap
serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu
serangan yang singkat misalnya: serangan angin puting beliung, serangan gempa
atau ledakan bom, waktunya hanya beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa
sangat dahsyat. Waktu serangan yang lama misalnya : saat serangan tsunami di
Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang, serangan semburan lumpur
lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum berhenti yang
mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar.

Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah:

a) Bertindak cepat

b) Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara


pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat

c) Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan

d) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang


menanggulangi terjadinya bencana

6
c. Tahapan Emergency

Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang


pertama, bila serangan bencana terjadi secara periodik seperti di Aceh dan
semburan lumpur Lapindo sampai terjadi-nya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa
terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi ini, korban
memerlukan bantu-an dari tenaga medis spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat,
awam khusus yang terampil dan tersertifikasi. Di dan alat evakuasi, alat
transportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi, makanan, pakaian dan lebih
khusus pakaian anak-anak, pakaian wanita terutama celana dalam, BH, pembalut
wanita yang kadang malah hampir tidak ada. Diperlukan mini hospital dilapangan,
dapur umum dan mana-jemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara dan
sanitasi lingkung-an terpelihara dengan baik.

Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :

a) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-


hari.

b) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian.

c) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan


kesehatan di RS.

d) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.

e) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,


peralatan kesehatan.

f) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular


maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya.

g) Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi


yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun
reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot).

7
h) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.

i) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater.

j) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan


dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

d. Tahap Rekonstruksi

Pada tahap ini mulai dibangun tempat ting-gal, sarana umum seperti
sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap
rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama
yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi
budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan normanorma hidup yang lebih baik
yang lebih beradab. Deng-an melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat
korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding
sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharus-nya bisa dijadikan momentum oleh
pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab,
lebih santun, lebih cerdas hidupnya, lebih me-miliki daya saing di dunia
internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena yang seringkali kita
baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan untuk korban bencana dan
saling tunggu antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:

a. Tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder (PTSD).

b. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerjasama
dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan masyarakat pasca
gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan (Recovery) menuju keadaan
sehat dan aman

8
C. Manajemen Bencana

Manajemen Bencana adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk


mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan kerangka
kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi agar dapat
menghindari ataupun pulih dari dampak bencana. Skala dan status bencana
menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh presiden. Penentuan skala dan
status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah korban dan material yang
dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas area yang terkena, sarana
umum yang tidak berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan kemampuan
sumber daya lokal untuk mengatasinya. Tujuan dari manajemen bencana:

1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa


yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara.

2. Mengurangi penderitaan korban bencana

3. Mempercepat pemulihan

4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan


tempat ketika kehidupannya terancam

Didalam siklus manajemen bencana terdapat beberapa tahapan dalam


upaya untuk menangani suatu bencana yaitu:

1. Penanganan Darurat; yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi


harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana.
Sedangkan keadaan darurat yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar
biasa yang berada di luar kemampuan masyarakat untuk menghadapinya
dengan sumber daya atau kapasitas yang ada sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas
hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung terhadap keamanan banyak
orang di dalam suatu komunitas atau lokasi.

2. Pemulihan (recovery) adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok
terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:

9
a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya
sementara atau berjangka pendek.

b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen

3. Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi


kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Namun perlu disadari bahwa
pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar bencana.

4. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak


buruk dari suatu ancaman. Misalnya: penataan kembali lahan desa agar
terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.

5. Kesiap-siagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika


terjadi (kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan
terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat danidentifikasi atas
sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini
dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.

D. Permasalahan Di Bidang Kesehatan Akibat Bencana

Berdasarkan Efendi dan makhfudli (2009), Berikut ini merupakan


akibat-akibat bencana yang dapat muncul baik langsung maupun tidak
langsung terhadap bidang kesehatan.
a. Korban jiwa, luka, dan sakit (berkaitan dengan angka kesakitan dan
kematian).
b. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan berisiko
mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress.
c. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vektor
penyakit.
d. Sering kali sistem pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak, besar
kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana.

10
e. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan
berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.

E. Dampak Bencana Terhadap Kesehatan

Salah satu dampak hencana terhadap menurunnya kualitas hidup


penduduk dapat dilihat dari herhagai permasalahan kesehatan masyarakat
yang terjadi. Bencana yang diikuti dengan pengungsian herpotensi
menimhulkan masalah kesehatan yang sehenamya diawali oleh masalah
hidang/sektor lain. Bencana gempa humi, hanjir, longsor dan letusan gunung
herapi, dalam jangka pendek dapat herdampak pada korhan meninggal, korhan
cedera herat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risik penyakit
menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (Pan
American Health Organization, 2006). Timhulnya masalah kesehatan antara
lain herawal dari kurangnya air hersih yang herakihat pada huruknya
kehersihan diri, huruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dan
perkemhanghiakan heherapa jenis penyakit menular (Widyatun dan Fatoni,
2013).
Dampak bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian masal,
terganggunya tatanan sosiologis dan psikologis masyarakat, pengangguran,
kemiskinan, kriminalitas, keterbelakang-an, dan hancurnya lingkungan hidup
masyarakat. Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan oleh bencana ini, maka
penanganan bencana menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian dan
tugas kita bersama (Kurniayanti, 2012).
Terjadinya bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh
manusia itu sendiri akan mengakibatkan dampak (akibat buruk) yang akan
dirasakan oleh manusia itu sendiri, yaitu berupa kerusakan lingkungan,
kerusakan ekosistem alam, budaya sosial maupun kerugian finansial serta
korban jiwa (simangunsong, 2009).
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari
proses terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang
akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan ~kebutuhan gizi
korhan hencana. Pengungsian tempat ttnggal (shelter) yang ada sering tidak

11
memenuhi syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung
dapat menurunkan daya tahan tuhuh dan hila tidak segera ditanggulangi akan
menimhulkan masalah di hidang kesehatan. Sementara itu, pemherian
pelayanan kesehatan pada kondisi hencana sering menemui hanyak kendala
akihat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat
serta alat kesehatan, terhatasnya tenaga kesehatandan dana operasional.
Kondisi ini tentunya dapat menimhulkan dampak lehih huruk hila tidak segera
ditangani (Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal
Departemen Kesehatan, 2001).
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif herheda-heda,
antara lain tergantung dari jenis dan hesaran hencana yang terjadi. Kasus
cedera yang memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lehih hanyak
dijumpai pada hencana gempa humi dihandingkan dengan kasus cedera akihat
hanjir dan gelomhang pasang. Sehaliknya, hencana hanjir yang terjadi dalam
waktu relatif lama dapat menyehahkan kerusakan sistem sanitasi dan air
bersih, serta menimhulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti
diare dan leptospirosis. Terkait dengan hencana gempa humi, selain
dipengaruhi kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi
hanyak sedikitnya korhan meninggal dan cedera akihat hencana ini, yakni: tipe
rumah, waktu pada hari terjadinya gempa dan kepadatan penduduk (Pan
American Health Organization, 2006).
Pengaruh bencana yang terjadi tiba-tiba tidak hanya menyebabkan
banyak kematian, tetapi juga gangguan sosial besar-besaran dan kejadian luar
biasa (KLB) penyakit epidemi, serta kelangkaan bahan pangan sehingga orang
yang selamat sepenuhnya bergantung pada bantuan luar. Pengamatan
sistematis yang dilakukan terhadap pengaruhbencana alam padakesehatan
manusia menghasilkan berbagai kesimpulan,baik tentang pengaruh bencana
pada kesehatan maupun tentang cara yang paling efektif untuk menyediakan
bantuan kemanusiaan (Machmud, 2009).

12
F. Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju Lokasi

Bencana Alam

Menurut Machmud (2009), pada saat terjadi bencana perlu adanya


mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan
Krisis yang meliputi:
1. Tim Reaksi Cepat
2. Tim PenilaianCepat (TimRHA)
3. Tim Bantuan Kesehatan Sebagai koordinator Tim adalah Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (mengacu Surat Kepmenkes nomor
066 tahun 2006).
Tim Reaksi Cepat
1. Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah
ada informasi kejadian bencana, terdiri dari :
Pelayanan Medik :
a. DokterUmum/BSB
b. Dokter Sp. Bedah
c. Dokter Sp. Anestesi
d. Perawat Mahir (Perawat bedah, gadar)
e. Tenaga Disaster Victims Identification(DVI)
f. Apoteker/Ass. Apoteker
g. Sopir Ambulans
2. Surveilans Epidemiolog/Sanitarian
3. Petugas Komunikasi
Tim RHA
Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau
menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam, terdiri dari:
1. DokterUmum : 1org
2. Epidemiolog : 1org
3. Sanitarian : 1org
Tim BantuanKesehatan

13
Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi
Cepat dan TimRHA kembali dengan laporan hasilkegiatanmereka di
lapangan, terdiri dari:
1. Dokter Umum
2. Apoteker dan Asisten Apoteker
3. Perawat (D3/S1 Keperawatan)
4. Perawat Mahir
5. Bidan(D3 Kebidanan)
6. Sanitarian (D3 Kesling/ S1Kesmas)
7. Ahli Gizi (D3/D4 Kesehatan/ SI Kesmas)
8. Tenaga Surveilans (D3/D4 Kes/ SI Kesmas)
9. Entomolog(D3/D4Kes/ S1Kesmas/ S1Biologi)
Kebutuhan tenaga kesehatan selain yang tercantum di atas, disesuaikan
dengan jenis bencana dan kasus yang ada, misal:
 Gempa bumi
 Banjir Bandang/tanah longsor
 Gunung meletus
 Tsunami
 Ledakan bom/kecelakaan industri
 Kerusuhan massal
 Kecelakaan transportasi
 Kebakaran hutan

G. Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan

Pengungsi

Menurut Widyatun dan Fatoni (2013), Berdasarkan SK Menkes Nomor


1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal Penanggulangan
Masalah Kesehatan akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Dalam
dokumen tersebut standar minimal yang harus dipenuhi meliputi berbagai
aspek :

14
1. Pelayanan kesehatan, termaksut pelayanan kesehatan masyarakat,
kesehatan reproduksi dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan
kesehatan, satu pusat kesehatan pengungsi idealnya digunakan untuk
melayani 20.000 orang, sedangkan rumah sakit untuk 200.000 sasaran.
Penyediaan pelayanan kesehatan juga dapat memanfaatkan partisipasi
rumah sakit swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun
intemasional yang terkait dengan bidang kesehatan.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi,
penanganan masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus,
surveilans dan ketenagaan. Berkaitan dengan sumber daya manusia
(SDM), Kementerian Kesehatan telah menetapkan jumlah kebutuhan
tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari:
pekerja kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang), dokter ( 1
orang), paramedis ( 4-5 orang), asisten apoteker ( 1 orang), teknisi
laboratorium ( 1 orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas sanitasi
(2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (10-20 orang).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian,
surveilans gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu
dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti
jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu
hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut penting diperoleh,
misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahah
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu,
pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban
bencana, termasuk kaum perempuan, untuk memastikan
kebutuhankebutuhan dasar korban bencana terpenuhi.
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran
manusia, pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi
kesehatan. Beberapa tolok ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah:
a. persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
b. jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,satu
kran air untuk 80-100 orang,

15
c. satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah
tangga atau menurut j enis kelamin,
d. jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat
pengungsian,
e. bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan
lubang sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari
pemukiman atau tempat pengungsian,
f. bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
g. tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar
pemukiman atau tempat pengungsian.
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti
penampungan keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang
tertutup yang tersedia, misalnya, setidaknya tersedia per orang rata-rata
berukuran 3,5-4,5 m2 Kebutuhan sandang juga perlu memperhatikan
kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-anak
serta pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Permasalahan di bidang kesehatan akibat bencana yaitu Korban jiwa, luka,


dan sakit (berkaitan dengan angka kesakitan dan kematian). Adanya
pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan berisiko
mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress. Kerusakan
lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vektor
penyakit. Sering kali sistem pelayanan kesehatan terhenti, selain karena
rusak, besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban
bencana. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin
menurun dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.
2. Dampak bencana terhadap kesehatan dapat berupa kematian masal,
terganggunya tatanan sosiologis dan psikologis masyarakat,
pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, keterbelakang-an, dan hancurnya
lingkungan hidup masyarakat.
3. Persiapan sumber daya manusia (SDM) kesehatan menuju lokasi bencana
alam pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan
yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
Tim Reaksi Cepat, Tim Penilaian Cepat (Tim RHA) dan Tim Bantuan
Kesehatan.
4. Penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penanganan
pengungsi yaitu Pelayanan kesehatan, Pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, Gizi dan pangan, Lingkungan, serta Hal-hal yang
berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan.

B. Saran

Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam


meningkatkan derajat kesehatan. Buruknya pelayanan kesehatan di indonesia
harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memperbaiki kondisi

17
tersebut. Seperti akses pelayanan yang perlu di tingkatkan dalam penanganan
korban akibat bencana.

18
DAFTAR PUSTAKA

Efendi Ferry Dan Mukhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunikasi Teori


Dan Praktik Dalam Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Ismunandar. 2013. Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu Dalam
Penanganan Korban Bencana. Volume 8 No.3. Poltekkes Kemenkes Palu.
Sulawesi Tengah

Kurniayanti Ari Mizam. 2012. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan


Manajemen Bencana. Vol 01. No 01. STIKES Widyagama Husada. Jawa
Timur.

Machmud rizanda. 2009. Peran petugas kesehatan dalam penaggulangan bencana


alam. Vol 3. No 1. Universitas Andalas. Sumatera Barat.

Rahmawati, 2014. Peran Media Komunikasi Dalam Tanggap Bencana Banjir


Lahar Dingin Di Sungai Code Kota Yogyakarta. Vol. 5. No. 1. Majelis
Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Yogyakarta.

Simangunsong, MB. R. 2009. Bencana alam dan kemiskinan. Vol 1. No 1.


Universitas HKBD Nommensen. Sumatera Utara.

Tatas, dkk. 2015. Rencana Kontijensi untuk Tanah Longsor di Desa Kalikuning,
Pacitan, Jawa Timur. Volume 13. Nomor 2. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.

Ulum Chazienul Mochamad. 2013. Governance Dan Capacity Building Dalam


Manajemen Bencana Banjir Di Indonesia. Vol. 4 No. 2. Universitas
Brawijaya. Yogyakarta

Widayatun dan Fatoni Zainal. 2013. Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi


Bencana: Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat. Vol 8. No.
1. Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan - Lembaga Ilmu Pengetahuan

Anda mungkin juga menyukai