Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyakit TB Paru

2.1.1. Definisi Tuberkulosis

Pengertian Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) ialah penyakit menular yang diakibatkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis atau kuman TB. Sebagian bakteri ini menyerang paru, namun dapat

pun menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia ialah satu-satunya lokasi untuk

bakteri itu menyerang. Bakteri ini berbentuk batang dan tergolong* bakteri aerob obligat (Depkes

RI, 2011).

2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah masalah kesehatan masyarakat yang urgen di dunia

ini. Pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) sudah mencanangkan

tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan

bahwa ada 8,8 juta permasalahan baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta

adalah permasalahan BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga warga dunia telah

terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut keterangan dari regional WHO jumlah terbesar

permasalahan TB

terjadi di Asia Tenggara yakni 33 % dari seluruh permasalahan TB di dunia, tetapi bila

dilihat dari jumlah pendduduk ada 182 permasalahan per 100.000 penduduk. Di Afrika

hampir 2 kali lebih banyak dari Asia Tenggara yakni 350 per 100.000 warga(Fordiastiko, 2012).

Diperkirakan angka kematian dampak TB ialah 8000 masing-masing hari dan 2 - 3 juta

setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 melafalkan bahwa jumlah terbesar
kematian dampak TB ada di Asia tenggara yakni 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39

orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat

di Afrika yakni 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang lumayan tinggi

menyebabkan peningkatan cepat permasalahan TB yang muncul. Pada tahun 1995, diduga

setiap tahun terjadi selama 9 juta penderita baru TB Paru dengan kematian 3 juta orang (WHO,

Treatment of TB Paru, Guidelines for National Programmes, 1997). Di negara-negara berkembang

kematian TB Paru adalah 25% dari semua kematian, yang sebetulnya dapat dicegah.

Diperkirakan 95% penderita TB Paru sedang di negara berkembang, 75% penderita TB Paru ialah

kelompok umur produktif yakni 15-50 tahun (Depkes RI, 2012).

2.1.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis

Tuberkulosis ialah penyakit menular, dengan kata lain orang yang bermukim serumah dengan

penderita atau kontak erat dengan penderita yang memiliki risiko tinggi guna tertular. Sumber

penularannya ialah pasien TB paru dengan BTA positip khususnya pada masa-masa batuk atau

bersin, dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam format percikan dahak (droplet

nuclei). Sekali batuk bisa menghasilkan selama 3000 cipratan dahak dan lazimnya penularan

terjadi dalam ruangan dimana cipratan dahak berada dalam masa-masa yang lama (Hasmi, 2015).

Kuman TB Paru mempunyai sifat aerob dan lambat tumbuh (Holt, 1994). Suhu

optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman TB Paru cepat mati pada penyampaian sinar

matahari langsung tapi bisa bertahan sejumlah jam pada lokasi yang gelap dan lembab serta bisa

bertahan hidup 8-10 hari pada sputum kering yang melekat pada debu (Depkes RI, 2012).

Sumber infeksi yang terpenting ialah dahak penderita TB Paru Positif. Penularan terjadi melewati

percikan dahak (droplet Infection) ketika penderita batuk, berbicara atau meludah. Kuman TB

Paru dari cipratan tersebut melayang di udara, andai terhirup oleh orang lain bakal masuk
kedalam sistem respirasi dan selanjutnya dapat mengakibatkan penyakit pada penderita yang

menghirupnya (Depkes RI, 2012).

Dengan demikian penyakit ini paling erat kaitanya dengan lingkungan, penyakit TB Paru bisa

terjadi dampak dari komponen lingkungan yang tidak sebanding (pencemaran udara). Masalah

perusakan udara di permukaan bumi telah ada semenjak zaman pembentukan bumi tersebut

sendiri. Namun dampak untuk kesehatan manusia, tentu dibuka sejak insan kesatu tersebut

terbentuk. Udara ialah salah satu media transmisi penularan TB Paru dimana insan memerlukan

oksigen guna kehidupan. Jadi andai seorang penderita TB Paru positif melemparkan dahak di

sembarang tempat, maka kuman TB dalam jumlah besar berada di angkasa (Heryanto, 2012).

Kuman TB Paru bisa menginfeksi sekian banyak bagian tubuh dan lebih memilih

bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru adalah tempat predileksi

utama kuman TB Paru. Gambaran TB Paru pada paru yang bisa di jumpai merupakan kavitasi,

fibrosis, pneumonia progresif dan TB Paru endobronkhial. Sedangkan bagian tubuh tambahan

paru yang tidak jarang terkena TB Paru ialah pleura, kelenjar getah bening, rangkaian saraf

pusat, abdomen dan tulang (WHO, 2015).

Resiko penularan masing-masing tahun (Anual Risk Of Tuberkulosis Infection= ARTI)

di Indonesia dianggap lumayan tinggi dan berfariasi antara 1-2%. Pada wilayah dengan ARTI

sebesar 1%, berarti masing-masing tahun salah satu 1000 penduduk, 10 orang bakal terinfeksi.

Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak bakal menjadi penderita TB, melulu 10% dari

yang terinfeksi yang bakal menjadi penderita TB. Dari penjelasan tersebut di atas, dapat diduga

bahwa wilayah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 warga rata-rata terjadi 100 penderita

Tuberkulosis masing-masing tahun, dimana 50% penderita ialah BTA positif. Faktor yang

mempengaruhi bisa jadi seseorang menderita TB (Depkes RI, 2012).


Sumber penularan ialah penderita TBC BTA (+) yang ditularkan dari orang ke orang oleh

transmisi melewati udara. Pada masa-masa berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,

penderita menyebarkan kuman ke udara dalam format droplet (percian dahak) besar (>100 µ) dan

kecil (1-5 µ). Droplet yang besar menetap, sedangkan droplet yang kecil tertahan di angkasa dan

tercium oleh pribadi yang rentan (Smeltzer & Bare, 2002). Droplet yang berisi kuman bisa

bertahan di angkasa pada suhu kamar selama sejumlah jam dan orang bias terinfeksi bila droplet

tersebut tercium* kedalamdrainase pernapasan. (Suradi, 2011).

Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh insan melalui pernapasan, kuman TBC itu* dapat

menyebar dari paru ke unsur tubuh lainnya, melewati saluran peredaran darah, system drainase

limfe, drainase nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan

dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin

tinggi derajat positif hasil pengecekan dahak, kian menular penderita itu (Depkes RI, 2008).

Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh tingkat penularan, lamanya

pajanan/kontak dan daya tahan tubuh (Kemenkes RI, 2013)

2.1.4 Diagnosa TBC (Tuberkulosis) Paru

Diagnosa penyakit TBC Paru dapat dilaksanakan dengan teknik : (Fordiastiko, 2012).

1.Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

2. Pemeriksaan Foto Toraks

2.1.5. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Penemuan basil tahan asam (BTA) adalah suatu perangkat penentu yang arnat

penting dalam diagnosis Tuberkulosis Paru. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa

dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pengecekan dahak secara


mikroskopis. Hasil pengecekan dinyatakan bilamana sedikitnya dua dari tiga specimen hasilnya

positif (Depkes RI, 2012).

Tujuan pengecekan dahak ialah untuk mendirikan diagnosis dan

menilai klasifikasi/tipe penyakit, menilai peradaban pengobatan dan untuk

menilai tingkat penularan. Pemeriksaan dilaksanakan pada penderita Tuberkulosis

Paru dan suspek Tuberkulosis. Pengambilan spesimen dahak yakni : (Depkes RI, 2012)

a. S (Sewaktu) : dahak dikoleksi pada ketika suspek datang berang jangsana pertarma kali. Pada

ketika pulang, suspek memba sebuah pot dahak untuk mengoleksi dahak hari kedua.

b. P (Pagi) : dahak dikoleksi dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot diangkut dan di berikan sendiri untuk petugas di UPK (Unit Pelayanan

Kesehatan).

c. S (Sewaktu) : dahak dikoleksi di UPK pada hari kedua saat memberikan dahak pagi.

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Negatif dan potret rontgen

dada menunjukkan cerminan tuberkulosis aktif ditentukan oleh dokter, selanjutnya

dibagi menjadi format berat dan enteng tergantung pada cerminan luas kerusakan

paru pada potret rontgen dan menyaksikan kepada suasana penderita yang buruk. Penentuan

klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilaksanakan untuk memutuskan paduan

OAT yang cocok dan dilaksanakan sebelum pengobatan dibuka (Fordiastiko, 2012).

2.1.6. Pemeriksaan Foto Toraks

Tidak dibetulkan mendiagnosa penyakit TB Paru melulu dengan menurut

foto toraks saja. Foto toraks tidak tidak jarang kali memberikan cerminan yang khas pada TB

Paru (Dinkes Provinsi NAD, 2017). Indikasi pemeriksaan potret toraks ialah sebagai berikut :
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2. Mengalami komplikasi sesak nafas berat yang membutuhkan penanganan eksklusif.

2.1.7 Gejala TBC (Tuberkulosis) Paru

Gambaran klinik Tuberkulosis paru, (Fordiastiko, 2012).

Gejala klinik Tuberkulosis dapat dipecah menjadi 2 golongan, yaitu fenomena respiratorik (atau

fenomena organ yang terlibat) dan fenomena sistemik.

a. Gejala respiratorik

1. Batuk ≥ 3 minggu

2. Batuk darah

3. Sesak napas

4. Nyeri dada sekitar lebih dari 3 minggu 15 Semua fenomena tersebut diatas mungkin

diakibatkan penyakit lain, namun bila ada tanda-tanda yang manapun diatas, dahak perlu

dilaksanakan pemeriksaan (Crofton,2002).

b. Gejala sistemik

1. Keadaan umum, kadang-kadang suasana penderita TB paru paling kurus, berat badan menurun,

terlihat pucat atau kemerahan.

2. Demam, penderita TB paru pada malam hari bisa jadi mengalami eskalasi suhu badan secara

tidak tertata

3. Nadi, pada lazimnya penderita TB paru bertambah seiring dengan demam.


4. Dada, seringkali mengindikasikan tanda-tanda abnormal. Hal sangat umum ialah krepitasi

halus dibagian atas pada satu atau kedua paru. Adanya suara pernafasan bronchial pada unsur atas

kedua paru yang memunculkan wheezing terlokalisasi diakibatkan oleh tuberkulosis (crofton,

2002 ).

2.1.8 Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru

Tipe penderita ditentukan menurut riwayat penyembuhan sebelumnya. Ada

beberapa tipe penderita yakni ; (Fahmi , 2007)

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau telah* pernah

menelan OAT tidak cukup dari satu bulan (30 takaran harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah ditetapkan sembuh, lantas kembali lagi berobat

dengan hasil pengecekan dahak BTA positif

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat penyembuhan di sebuah kabupaten lain

dan lantas pindah berobat ke kabupaten tersebut. Penderita pindahan

tersebut mesti membawa Surat rujukan/pindah (Form TB. 09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan sesudah default/drop out)

Adalah penderita yang telah berobat paling tidak cukup 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,

lantas datang pulang berobat. Umumnya penderita

tersebut pulang dengan hasil pengecekan dahak BTA positif


e. Lain-lain

1). Gagal

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau pulang menjadi

positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.

2). Kasus Kroni

Adalah penderita dengan hasil pengecekan masih BTA positif sesudah selesai penyembuhan

ulang kelompok 2 (Bahar, 2000).

2.1.9 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis.

1. Infeksi Primer

Tuberkulosis paru primer ialah peradangan paru yang diakibatkan oleh basil

tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pemah memiliki kekebalan yang

spesifik terhadap basil tersebut. Terjadi ketika seseorang terkena kesatu kali dengan

kuman TBC. Droplet yang terhirup paling kecil ukurannya, sampai-sampai dapat melewati

sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai-sampai sampai di alveolus

dan menetap disana (Gitawati, 2014).

Kelanjutan dari infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk

dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada lazimnya reaksi daya

tahan tubuh itu dapat menghentikan pertumbuhan kuman tuberkulosis.

Meskipun demikian, terdapat beberapa, kuman bakal menetap sebagai kuman persisten

atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan

perkembangan kuman, akibatnya dalam sejumlah bulan, yang terkait akan

menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yakni waktu yang dibutuhkan mulai

terinfeksi hingga menjadi sakit diduga sekitar 6 bulan (Hasmi, 2014).


2.1.10 Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)

Tuberkulosis pasca primer seringkali terjadi setelah sejumlah bulan atau tahun

sesudah tuberkulosis primer. Infeksi bisa berasal dari luar (eksogen) yakni infeksi

ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis, infeksi dari dalam (endogeny

yaitu infeksi berasal dari basil yang telah ada dalam tubuh, adalah proses lama

yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu suasana menjadi aktif kembali, misalnya

karena daya, tahan tubuh yang menurun dampak terinfeksi HIV atau kedudukan gizi yang

buruk (Heryanto, 2012).

2.1.11. Faktor Determinan Penyakit Tuberkulosis

1. Host

a. Umur

Sebagian besar masuknya TB pada anak tidak memunculkan penyakit tetapi

tetap bermukim dalam paru hingga anak menjadi dewasa. Pada negara berkembang

cenderung terjadi pada kumpulan umur produktif (15-50 tahun), urusan* ini disebabkan

karena orang pada umur produktif memiliki mobilitas yang tinggi sampai-sampai untuk

terpapar kuman Tuberkulosis lebih banyak (Intang, 2014).

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa laki-laki lebih ingin terkena

TB Paru dikomparasikan perempuan. Hal ini terjadi sebab* laki-laki mempunyai mobilitas

yang tinggi, selain tersebut adanya kelaziman merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat

menurunkan daya tahan tubuh sehingga gampang terkena TB Paru (Kharisma, 2015).

c. Nutrisi dan Sosial Ekonomi

Keadaan malnutrisi bakal mempermudah terjadinya penyakit TB Paru


Keadaan ini merupakan hal penting yang dominan di negara miskin, baik pada

orang dewasa maupun anak-anak (Notoadmodjo, 2000).

d. Faktor Toksik

Kebiasaan mengisap rokok dan minum alkohol bisa menurunkan sistem pertahanan tubuh, selain

tersebut obat-obatan kortikosteroid dan imunosupresan pun dapat menurunkan kekebalan tubuh

(Notoadmodjo, 2008).

2. Agent

Tuberkulosis Paru diakibatkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Bagi dapat

memprovokasi seseorang menjadi sakit tergantung dari : (Mubarak, 2007).

1. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi yang mencukupi.

2. Virulensi yang tinggi dari basil Tuberkulosis.

3. Lingkungan

Lingkungan yang buruk, contohnya pemukiman yang padat dan kumuh, rumah

yang lembab, gelap dan kamar tanpa ventilasi serta Lingkungan kerja yang jelek akan

mempermudah penularan infeksi TB Paru (Suryanto, 2012).

2.1.12. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan Tuberkulosis Pengobatan TB bertujuan guna menyembuhkan pasien dan

membetulkan produktivitas serta kualitas hidup, menangkal terjadinya kematian oleh sebab TB

atau akibat buruk selanjutnya, menangkal terjadinya kekambuhan TB, menurunkan penularan

TB, menangkal terjadinya dan penularan TB resisten obat (Kemenkes RI, 2014: 34). Penggunaan

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan dalam penyembuhan TB ialah antibotik dan anti

infeksi sintetis guna membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga

mekanisme, yakni aiktifitas membunuh bakteri, kegiatan sterilisasi, dan menangkal resistensi.
Obat yang umum dipakai ialah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin

(Andareto, 2015: 69). 1. Prinsip penyembuhan TB Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ialah

komponen terpenting dalam penyembuhan TB, penyembuhan TB ialah adalah salah-satu upaya

sangat efisisen untuk menangkal penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan

tuberkulosis dilaksanakan dengan prinsip sebagai berikut: a. OAT mestidiserahkan dalam

format kombinasi sejumlah jenis obat, dalam jumlah lumayan dan takaran tepat cocok dengan

kelompok pengobatan. Jangan pakai OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi

Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan paling dianjurkan. b. Untuk memastikan

kepatuhan pasien menelan obat, dilaksanakan pengawasan langsung DOTS (Directly Observed

Treatment Short Course) oleh seorang pengawas minum obat (PMO)

2. Pengobatan TB

a. Tahap mula (Intensif) Pada etape intensif pasien mendapat obat masing-masing hari dan perlu

dipantau secara langsung oleh seorang pengawas menelan obat untuk menangkal terjadinya

resistensi. Bila penyembuhan tahap intensif tersebut diserahkan secara tepat, seringkali pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun masa-masa 2 minggu. Sebagian besar pasien TB

BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan

. b. Tahap lanjutan Pada etape lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,tetapi dalam

jangka masa-masa yang lama. Tahap lanjutan urgen untuk membunuh kuman persisten sehingga

menangkal terjadinya kekambuhan (Rian, 2010:. WHO dan IUATLD (International Union

Against Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu: 1.

Kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3 Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid

(Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebutdiserahkan setiap hari sekitar 2 bulan (2HRZE).

Kemudian diteruskan dengan etape lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),
diserahkan tiga kali dalam seminggu sekitar 4 bulan 4(HR)3. Obat ini diserahkan untuk: a.

Penderita baru TBC paru BTA positif b. Penderita TBC paru BTA positif rontgen positif yang

“sakit berat” c. Penderita TBC tambahan paru berat 2. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Tahap intensif diserahkan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid (H),

Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) dan suntikan Streptomisin masing-masing

hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan

Etambutol (E) masing-masing hari. Setelah tersebut diteruskan dengan etape lanjutan sekitar 5

bulan dengan HRE yang diserahkan tiga kali dalam seminggu. Obat ini diserahkan untuk: a.

Penderita kambuh (relaps) b. Penderita tidak berhasil (failure) c. Penderita dengan penyembuhan

setelah lalai (after default) 3. Kategori 3: 2HRZ/4H3R3 Tahap intensif terdiri dari HRZ

diserahkan setiap harisekitar 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan etape lanjutan terdiri dari HR

sekitar 4 bulan diserahkan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diserahkan untuk: a. Penderita

baru BTA positif dan rontgen positif sakit enteng b. Penderita tambahan paru ringan,yakni TBC

kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang

belakang), sendi dan kelenjar adrenal. 4. OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir etape intensif

penyembuhan penderita baru BTA positif dengankelompok 1 atau penderita BTA positif

penyembuhan ulang dengan kelompok 2, hasil pengecekan dahak masih BTA positif,

diserahkan sisipan (HRZE), masing-masing hari sekitar 1 bulan (Kemenkes RI, 2014).

2.2.Sikap (Attitude)

Berdasarkan keterangan dari Notoatmodjo (2005) dalam Suryanto, 2012, sikap

adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap sebuah stimulus atau

objek. Sikap pun adalah kesiapan atau keikhlasan untuk beraksi dan pun adalah pelaksanaan

motif tertentu. Berdasarkan keterangan dari Fahmi (2007), sikap adalah pendapat maupun
pendangan seseorang tentang sebuah objek yang melampaui tindakannya. Sikap tidak mungkin

terbentuk sebelum mendapat informasi, menyaksikan atau merasakan sendiri sebuah objek.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari sekian banyak tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) inginkan dan menyimak stimulus yang

diserahkan (objek).

2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, menggarap atau menyelesaikan

tugas yang diberikan ialah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing). Mengajak orang beda untuk menggarap atau mendiskusikan sebuah

masalah ialah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang sangat tinggi.

Berdasarkan keterangan dari Ahmadi (2003), sikap dipisahkan menjadi :

a. Sikap negatif yakni : sikap yang mengindikasikan penolakan atau tidak menyetujui

terhadap norma yang berlaku dimana pribadi itu berada

b. Sikap positif yakni : sikap yang mengindikasikan menerima terhadap norma yang

berlaku dimana pribadi itu berada.

Manusia dicetuskan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk

sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia paling besar. Bila telah

terbentuk pada diri manusia, maka sikap tersebut akan turut menilai teknik tingkahlakunya

terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan mengakibatkan manusia beraksi secara khas

terhadap objeknya. Sikap dapat dibedakan menjadi : (Depkes RI, 2012).


a. Sikap Sosial

Suatu sikap sosial yang ditetapkan dalam pekerjaan yang sama dan berulangulang

terhadap objek sosial. Karena seringkali objek sosial itu ditetapkan tidak melulu oleh seseorang

saja namun oleh orang beda yang sekelompok atau masyarakat.

b. Sikap Individu

Sikap individu dipunyai hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual berkenaan

dengan objek perhatian sosial. Sikap individu disusun* karena sifat pribadi diri sendiri. Sikap

dapat ditafsirkan sebagai sebuah bentukkecenderungan untuk

bertingkah laku, dapat ditafsirkan suatu format respon evaluativ yaitu sebuah respon

yang telah dalam pertimbangan oleh pribadi yang bersangkutan.

Sikap mempunyai sejumlah karakteristik yakni :

1. Selalu terdapat objeknya

2. Biasanya mempunyai sifat evaluative

3. Relatif mantap

4. Dapat dirubah

Sikap ialah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau

objek. Sikap secara nyata mengindikasikan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu. Berdasarkan keterangan dari Allpon (1954) dalam Gitawati, (2012) bahwa sikap

tersebut mempunyai 3 komponen pokok yakni :

1. Kepercayaan (keyakinan), gagasan dan konsep terhadap sebuah objek.

2. Kehidupan emosional atau penilaian emosional terhadap sebuah objek

3. Kecenderungan guna bertindak


Ketiga komponen ini akan menyusun sikap yang utuh (Total Attitude), dalam

penentuanberpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap adalah

kecenderungan guna merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau

situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui

sesudah seseorang tersebut berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang

(Ahmadi, 2003). Pengukuran sikap bisa dilakuan secara langsung atau tidak langsung, melewati

pendapat atau pertanyaan narasumber terhadap sebuah objek secara tidak langsung

dilaksanakan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian ditetapkan pendapat responden.

Sikap ialah respons tertutup seseorang terhadap sebuah stimulus atau objek, baik yang

mempunyai sifat intern maupun ekstern sampai-sampai manifestasinya tidak dapat langsung

dilihat, tetapi melulu dapat diartikan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersbeut. Sikap

secara realitas mengindikasikan adanya kecocokan respons terhadap stimulus tertentu. Tingkatan

sikap ialah menerima, merespons, menghargai dan bertanggung jawab (Suryanto, 2012)

2.2.13. Praktik atau Tindakan

Tindakan ialah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu tindakan nyata. Tindakan

pun adalah respon seseorang terhadap stimilus dalam format nyata atau terbuka. Suatu

rangsangan bakal direspon oleh seseorang cocok dengan makna rangsangan itu untuk orang

yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini dinamakan perilaku, format perilaku dapat

mempunyai sifat sederhana dan kompleks. Dalam ketentuan teoritis, tingkah laku dapat

dipisahkan atas sikap, di dalam sikap ditafsirkan sebagai sebuah kecenderungan potensi untuk

menyelenggarakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam sebuah

tindakan guna terwujudnya sikap supaya menjadi sebuah tindakan yang nyata dibutuhkan factor

penyokong atau sebuah kondisi kemudahan yang memungkinkan (Gitawati, 2014).


Berdasarkan keterangan dari Notoatmodjo (2005), dalam Sukarna (2013) tindakan

ialah gerakan atau tindakan dari tubuh sesudah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari

dalam maupun luar tubuh sebuah lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan

tidak sedikit ditentukan oleh bagaimana keyakinan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Secara biologis, sikap dapat digambarkan dalam suatu format tindakan, tetapi tidak pula dapat

disebutkan bahwa sikap perbuatan mempunyai hubungan yang sistematis. Respon terhadap

stimulus tersebut telah jelas dalam format tindakan atau praktek (practice), yang dengan

gampang dapat dicermati atau disaksikan oleh orang lain. Oleh karena itu disebut pun over

behavior. Berdasarkan keterangan dari Notoatmodjo (2008), empat tingkatan tindakan ialah :

1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki sekian banyak objek berkaitan dengan

perbuatan yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat mengerjakan sesuatu cocok dengan

urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism), bilamana seseorang sudah dapat mengerjakan sesuatu

dengan benar secara otomatis atau sesuatu tersebut adalah kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), ialah suatu praktek atau perbuatan yang sudah berkembang dengan

baik, dengan kata lain tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

perbuatan tersebut.

Berdasarkan keterangan dari Green yang dilansir oleh Notoatmodjo (2002), faktor-

faktor yang adalah penyebab perilaku menurut keterangan dari Green diprovokasi oleh tiga

hal yaitu faktor predisposisi laksana pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan
motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau hal pendukung (enabling) perilaku ialah

fasilitas, sarana, atau prasarana yang menyokong atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat. Terakhir hal penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Jadi, dapat diputuskan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan

oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang

bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku semua petugas kesehatan

terhadap kesehatan pun akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seperti halnya

pengetahuan dan sikap, praktik pun mempunyai* tingkatantingkatan,yakni :

a) Persepsi, yakni mengenal dan memilih sekian banyak objek cocok dengan tindakan yang

bakal dilakukan.

b) Respons terpimpin, yaitu pribadi dapat mengerjakan sesuatu dengan urutan yang benar cocok

contoh.

c) Mekanisme, pribadi dapat mengerjakan sesuatu dengan benar secara otomatis atau telah

menjadi kebiasaan.

d) Adaptasi, ialah suatu perbuatan yang telah berkembang dan dimodifikasi tanpa

meminimalisir kebenaran.

2.3. Kerangka Teori


1. Pengetahuan
Tindakan Pencegahan
- Notoadmojdo
penularan TB Paru
(2008)
- Fordiastiko pada kelaurga
(2012)
- Hasmi, (2014)
- Tarihoran
(2014)
2. Sikap
- Suryanto, (2012)
- Fahmi (2007)
- Depkes RI (2012)
2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsepsional dapat

digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independet Variabel Dependen

Pengetahuan

Tindakan Pencegahan
penularan TB Paru
pada kelaurga

Sikap

2.5. Hipotesa

Ha. Ada hubungan karakteristik penderita TB Paru Positif Terhadap Tindakan Pencegahan

Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga berdasarkan pengetahuan di wilayah kerja

Puskesmas Tanah Jambo Aye Aceh Utara

Ho. Tidak ada hubungan karakteristik penderita TB Paru Positif Terhadap Tindakan

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga berdasarkan pengetahuan di wilayah

kerja Puskesmas Tanah Jambo Aye Aceh Utara


Ha. Ada hubungan karakteristik penderita TB Paru Positif Terhadap Tindakan Pencegahan

Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga berdasarkan sikap di wilayah kerja Puskesmas

Tanah Jambo Aye Aceh Utara

Ho. Tidak ada hubungan karakteristik penderita TB Paru Positif Terhadap Tindakan

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga berdasarkan sikap di wilayah kerja

Puskesmas Tanah Jambo Aye Aceh Utara

Anda mungkin juga menyukai