Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI RUPTUR GINJAL

Dosen Pembimbing

dr. Budiawan Atmadja, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Melia Fadiansari Suriansyah

1361050163

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

PERIODE 23 JULI – 25 AGUSTUS 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 1

BAB I .............................................................................................................................................. 2

PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 2

BAB II............................................................................................................................................. 3

2.1 Anatomi Ginjal ................................................................................................................. 3

2.2 Ruptur Ginjal ...................................................................Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Klasifikasi ................................................................Error! Bookmark not defined.

2.2.2 Etiologi ...................................................................................................................... 6

2.2.3 Patofisiologi .............................................................................................................. 8

2.2.4 Diagnosis................................................................................................................... 9

2.2.5 Tatalaksana ............................................................................................................. 18

BAB III ......................................................................................................................................... 20

KESIMPULAN ......................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 21

1
BAB I

PENDAHULUAN

Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga

ekstraperiotneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organ-

organ lain. Oleh karena itu jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus

diperhitungkan pula kemungkinan adanya kerusakan organ lain yang

mengengelilinginya. Sebagian besar cedera organ genitourinaria bukan cedera yang

mengancam jiwa kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan

parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan pembuluh darah ginjal.1

Cedera yang mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa

trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenic akibat tindakan dokter pada

saat operasi atau petugas medis yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa tusuk maupun

trauma tembus oleh peluru, harus difikirkan untuk kemungkinan melakukan eksplorasi,

sedangkan traumpu tumpul sebagian besar hampir tidak diperlukan operasi.1

Rupture ginjal dapat terjadi pada ginjal yang normal maupun pada ginjal yang

telah mengalami proses patologis sebelumnya.2

Frekuensi terjadinya trauma ginjal tergantung pada populasi pasien. Jumlah

trauma ginjal biasanya 3% dari jumlah semua trauma yang ada di rumah sakit dan

sebanyak 10% dari total pasien yang mengalami trauma abdomen.3, 4, 5

Pada anak-anak, umumnya lebih mudah terjadi rupture ginjal, terkait dengan

ukuran ginjal anak yang relative besar, lebih bersifat mobile dan perirenal fat yang

minim.3, 5

2
BAB II

2.1 ANATOMI GINJAL

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan ukuran panjang sekitar

11,25 cm, lebar 5,5 – 7,7 cm dan tebal 2,5 cm. Sisi lateral ginjal berbentuk cembung

(convex), sedangkan sisi medialnya berbentuk cekung (concave). Pada sisi ini terdapat

hilus ginjal yaitu sebagai tempat masuknya arteri renalis dan tempat keluarnya vena

renalis dan ureter. Hilus ginjal juga merupakan tempat struktur sistem limfatik dan

innervasi ginjal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula

adrenal atau suprarenal.6

Ginjal dibungkus oleh tiga lapisan. Lapisan terdalam adalah jaringan fibrous yang

tipis dan mengkilat yang disebut kapsula renalis (fibrous capsule). Kapsula renalis

melindungi ginjal dari trauma dan menghambat penyebaran infeksi. Di luar kapsul ini

terdapat jaringan lemak yang disebut kapsula adipose renalis. Dan lapisan paling luar

adalah fascia renalis (fascia Gerota) yang terdiri atas jaringan penghubung yang tebal dan

irregular. Lapisan ini membantu ginjal agar dapat tersokong dengan baik pada

peritoneum dan dinding abdomen.6

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan medulla

ginjal. Korteks ginjal, yang berhubungan dengan kapsula renalis, tampak coklat kemerah-

merahan dan bergranula karena mengandung banyak kapiler. Sedangkan medulla di

ginjal tampak lebih gelap dan terdiri atas 8 – 10 piramida renalis. Di bagian apex

3
piramida renalis dikenal dengan papilla renalis. Selanjutnya papilla renalis akan menonjol

membentuk cekungan kecil yang disebut calyx minor. Beberapa unit calyx minor akan

membentuk calyx mayor, dan beberapa calyx mayor akan bersatu membentuk pelvis

renalis yang berbentuk corong. Pelvis renalis akan mengumpulkan urin yang berasal dari

calyces dan membawanya menuju ureter.6

4
Gambar 1. Anatomi ginjal7

Gambar 2. Anatomi ginjal (potongan longitudinal)8

5
2.2 RUPTUR GINJAL

2.2.1 Klasifikasi

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal

dibedakan menjadi:1

1. Cedera minor
2. Cedera major
3. Cedera pedikel atau pembuluh darah ginjal

Terdapat dua penggolongan derajat pada rupture ginjal yaitu sebagai berikut.3

Klasifikasi AAST (American Associate of


Klasifikasi pencitraan Federle
Surgery)
Kategori Tingkat cidera Derajat Tingkat cidera
MINOR
Kontusi
Kontusio dan/atau hematoma
I Laserasi korteks 1
subkapsular
(tidak meluas ke
calyx)
MAJOR
Laserasi korteks < 1 cm, tidak
II Laserasi korteks 2
sampai kaliks
(meluas ke calyx)
CATHATROPHIC
Laserasi korteks > 1 cm, tidak
III Trauma sampai ke 3
sampai kaliks
pedikulus ginjal
Laserasi korteks hingga
SHATTERED
4 corticomedullary junction atau
KIDNEY
IV hingga collecting system
Perlukaan sampai di
Cidera arteri atau vena renalis
pelviureteric junction 5
disertai perdarahan avulsi pedikel

6
ginjal
Ginjal terbelah (shattered kidney)

Namun klasifikasi yang paling sering digunakan dalam pencitraan adalah


klasifikasi Federle. Sistem Federle mengkategorikan cedera ginjal menjadi empat
kelompok (minor, major, catastrophic dan pelviureteric junction injuries).3

Gambar 3. Klasifikasi cedera ginjal (menurut AAST)9

7
Gambar 4. Klasifikasi cedera ginjal (menurut Federle)

2.2.2 Etiologi

Trauma ginjal merupakan merupakan trauma terbanyak pada sistem

urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal.

Cedera ginjal dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai

daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat

pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera

yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, ataupun luka

tembak.1

Terdapat dua macam trauma abdominal, yaitu trauma tumpul dan trauma

penetrasi. Trauma tumpul dihasilkan oleh kekerasan yang diberikan pada tubuh

tanpa menyebabkan adanya luka terbuka. Penyebab trauma tumpul adalah

pukulan langsung (akibat olahraga, kekerasan), tekanan (akibat pekerjaan

industrial seperti terperangkap di dalam alat-alat berat), atau deselerasi

(kecelakaan motor atau jatuh dari ketinggian yang signifikan).5

8
2.2.3 Patogenesis

Rupture ginjal adalah robek atau koyaknya jaringan ginjal secara paksa.10

Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan

regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri

renalis. Robekan ini akan memicu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang

selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta cabang-

cabangnya.1

Cidera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada

ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal. 1, 11

2.2.4 Diagnosis

a. Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang ditunjukan oleh pasien trauma ginjal sangat

bervariasi tergantung pada derajat trauma da nada atau tidaknya trauma pada

organ lain menyertainya. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya

didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan

terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik.1

Derajat cedera pada ginjal tidak selalu berbanding lurus dengan parah

tidaknya hematuria yang terjadi; hematuria makroskopik dapat terjadi pada

trauma ginjal yang ringan dan hanya hematuria ringan pada trauma mayor.11

Pada trauma mayor atau rupture pedikel sering kalli pasien datang dalam

keadaan syok berat dan terdapat hematom di daerah pinggang yang makin

lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat

menjalani pemeriksaan IVP karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik

9
seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal

cukup banyak. Untuk itu harus segera dilakukan eksplorasi laparatomi untuk

menghentikan perdarahan.1

Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:1

a. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan

perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adany jejas

pada daerah itu

b. Hematuria

c. Fraktur costa bawah (T8-12) atau fraktur prosessus spinosus

vertebra

d. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang

e. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau

kecelakaan lalu lintas.

b. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada

pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan

sel-sel. Hematuria makroskopik atau mikroskopik seringkali ditemukan pada

pemeriksaan ini. Jika hematuria tidak ada maka dapat disarankan pemeriksaan

mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang

dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga

kalau pada trauma (rupture) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan

tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai

modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.11, 12

10
c. Gambaran Radiologi

Adapun indikasi untuk dilakukan pemeriksaan radiologi adalah apabila

ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:13

 Luka tembus dengan hematuria

 Trauma tumpul dengan hematuria dan hipotensi

 Hematuria mikroskopik dengan peritoneal lavage (+)

 Trauma tumpul yang berhubungan dengan perlukaan ginjal

(kontusio/hematoma di daerah pinggang, fraktur costa bagian bawah,

dan fraktur vertebra thoracolumbal)

A. Foto konvensional

Pemeriksaan Intra Venous Urography (IVU) mungkin akan

berguna pada kasus rupture ginjal.14

Gambaran yang terlihat adalah pembengkakan pada ginjal, kontras

yang ekstravasasi keluar, tampakan massa perdarahan juga bisa

terlihat, serta tampak kelainan ekskresi jika dibandingkan dengan

ginjal sebelah.16

Apabila terdapat dugaan jumlah produksi urin yang sedikit, IVU

dapat menemukan letak kelainan dan mengestimasi jumlah kehilangan

cairan tersebut. Namum, walaupun IVU sangat mudah dan banyak

digunakan, harus diingat bahwa IVU memberikan ekspose radiasi

yang cukup tinggi sehingga harus dipertimbangkan jika ingin

dilakukan pada anak-anak. IVU juga harus diperhatikan

pemakaiannya pada orang-orang dengan gangguan fungsi ginjal,

11
neuropati, dan alergi yang mungkin akan sangat berbahaya jika

menerima ekspose radiasi.14

Gambar 5. Gambar radiografi rupture ginjal. (a) psoas line

kiri terlihat normal (panah hitam), psoas line kanan tidak terlihat

(panah merah). (b, c) IVU diambil pada menit ke-15 dan 45,

terlihat ekstravasasi meluas di peripelvis dan perirenal14

B. Ultrasonografi (USG)

Tingkat keparahan pada trauma ginjal sangat beraneka ragam, oleh

karena itu terdapat kemungkinan terdeteksi dengan USG. Ada

keadaan dimana rupture ginjal disebabkan oleh trauma langsung,

sehingga akan didapatkan darah dan/atau urin yang mengalami

ekstravasasi ke perinephric space. Cairan-cairan terserbutlah yang

akan diidentifikasi oleh ultrasound. Jika terdapat urin maupun

hematoma yang banyak dapat dilakukan drainase secara

percutaneous.17

Penggunaan USG Doppler berwarna juga dapat sangat berguna

untuk mendiagnosis rupture ginjal. Pada pemeriksaan USG Doppler,

12
akan terlihat seperti semburan (jet effect) pada bagian sisi ginjal yang

rupture ketika ada sedikit kompresi oleh urinoma.14

Gambar 6. Tampak rupture ginjal spontan. (a, b) terlihat

defek berdiameter 4.5 mm pada pelvis renalis. (c) tampak USG

Doppler berwarna, terlihat aliran warna pada ginjal yang

berhubungan dnegan kompresi oleh urinoma.14

Gambar 7. Tampak kontusi laserasi korteks (Federle

Classification grade I)15

Gambar 8. Tampak laserasi korteks meluas ke calyx (Federle

Classfification grade II)

13
Gambar 9. Tampak trauma sampai ke pedikulus ginjal

(Federle Classification grade III)

Gambar 10. Perlukaan sampai ke pelviureteric junction

(Federle Classification grade IV)

C. CT-Scan

Sejauh ini CT-Scan adalah modalitas yang paling baik untuk

melihat gambaran rupture ginjal karena informasi yang diberikan

berkaitan dengan morfologi dan fungsional ginjal bisa didapatkan

dalam satu kali pemeriksaan saja.18

Pada pasien dengan trauma abdomen, pemeriksaan CT-Scan lebih

baik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan luas perlukaan dan

juga lebih bermanfaat untuk melihat organ retroperitoneum.

Gambaran yang mungkin didapatkan pada rupture ginjal adalah

memar atau kontusi ginjal, umumnya muncul sebagai gambaran zona

focal yang tidak terlihat jelas karena ekskresi tubular yang terganggu

sementara. Jika terdapat hematom intrarenal akan muncul sebagai area

yang termarginasi sangat tipis tanpa peningkatan. Untuk hematoma

subscapular biasanya memperlihatkan bentuk lenticular sesuai dengan

displacement yang terjadi pada korteks renalis. Jika terdapat

perdarahan minor, sisa pendarahan ekstrarenal akan tertahan pada

perirenal space dan meluas ke kompartemen-kompartemen

14
retroperitoneal yang saling berdekatan. Laserasi ginjal akan terlihat

sebagai sebuah garis atau bentuk irisan (wedge-shape) yang hipodens.

“Shattered kidney”adalah laserasi mengelilingi ginjal menghasilkan

multiple fragmen.20

Gambar 11. Tampak rupture renal bilateral pada pemeriksaan

CT-Scan potongan axial.20

Gambar 12. Tampak hematom mengelilingi ginjal kiri dan

ekstravasasi material kontras mengindikasikan rupture renal20

15
Gambar 13. Kontusio renalis dengan hematoma subscapular21

Gambar 14. Hematoma perinephric dan laserasi korteks renal < 1

cm tanpa ekstravasasi urin.21

Gambar 15. Laserasi korteks renal > 1 cm, tanpa disertai rupture

pada collecting system atau ekstravasasi urin.21

16
Gambar 16. Laserasi corticomedullary junction, collecting system

renal dan infark segmental, oleh karena thrombosis ataupun

laserasi pembuluh darah renalis.21

Gambar 17. Shattered kidney, avulsi ureteropelvic junction, dan

laserasi atau thrombosis arteri dan vena renalis.21

D. MRI

Sebenarnya CT-Scan adalah modalitas utama untuk menilai kasus

hematuria pada trauma abdomen akut. Walaupun hasil penelitian pada

binatang membuktikan bahwa MRI mempunyai keakuratan yang sama

bahkan lebih dibandingkan CT-Scan, peralatan MRI ini kurang

tersedia dimana-mana, serta membutuhkan waktu yang lebih lama.

sama seperti halnya CT-Scan, pada MRI juga dapat terlihat

17
ekstravasasi kontras, bahkan mampu membedakan hematoma

perirenal dan intrarenal.22

Gambar 18. Gambar Hematoma Perinephric seorang dengan

trauma tendangan pada punggung. (a, b) penekanan pada coronal

fat. (c) tampak soft tissue di bagian subscapular ginjal kiri.22

2.2.5 Tatalaksana

1. Non-operatif dan konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan

ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh),

kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran

lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna

urin pada pemeriksaan urin serial.1

2. Operatif

18
Penanganan operatif pada rupture ginjal ditujukan pada trauma

ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan.

Selanjutnya, mungkin dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa

renorafi atau penyambungan vascular) atau tidak jarang harus dilakukan

nefroktomi parsial bahkan nefroktomi total karena kerusakan ginjal yang

sangat berat.1

2.2.6 Prognosis

Dengan follow-up yang dilakukan secara hati-hati, kebanyakan kasus rupture

ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan proses penyembuhan yang

berlangsung secara spontan dan mengembalikan fungsi ginjal. Pengawasan

terhadap excretory urography dan tekanan darah juga dapat menjamin deteksi dan

manajemen yang tepat akan kejadian hidronefrosis dan hipertensi.11

19
BAB III

KESIMPULAN

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal

bagian atas. Trauma ginjal merupakan merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia.

Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Cedera ginjal dapat terjadi

secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau (2) tidak langsung

yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga

retroperitoneum.6

Pemeriksaan Radiologi yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis rupture ginjal

adalah pemeriksaan Intra Venous Urography (IVU), USG, CT-Scan, dan MRI. Diantara keempat

pemeriksaan radiologi tersebut, CT-Scan merupakan modalitas yang paling baik untuk melihat

gambaran rupture ginjal karena informasi yang diberikan berkaitan dengan morfologi dan

fungsional ginjal bisa didapatkan dalam satu kali pemeriksaan saja.16

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B, ed. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
P. 87-91.
2. Lo, KL., Cf Ng, WS Wong. Spontaneous Rupture of The Left Renal collecting System
During Pregnancy. Hongkong [Online]. 2007 [Dikutip] 5 Agustus 2018. Available from:
http://hkmj.org.article_ppdfs/hkmj0710p396.pdf
3. Suron, David, ed. Textbook Radiology and Imaging of Radiology and Imaging 7th
Edition Volume II. London: Churcill Livingstone; 2003. P. 971-5
4. Lusaya, Dennis G, et al. Renal Trauma. [Online]. 2007 [Dikutip] 5 Agustus 2018.
Available from: http://emedicine_medscape.com/article/440811-overview
5. Blair, Meg. Oeverview of Genitourinary Trauma. [Electronic Book]; 2011. P. 139-45
6. Graaf, Van De. Human Anatomy, Sixth Edition. [Electronic Book]. The McGraw-Hill
companies; 2001. P. 677
7. JW, Mc. Aninch dan Santucci RA. Ureter. [Online]. [Dikutip] 5 Agustus 2018. Available
from:
http://www.urologic-bad-segeberg.de/Urology/Treatment-options/ureter/ureter.html
8. Standring, Susan, et al,eds. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice
39th Edition. USA: Elsevier; 2008
9. Gray, H. Elsevier Image. [Online]. [Dikutip] 5 Agustus 2018. Available from:
http://www.elsevierimages.com/image/25276.htm
10. Dorland, W. A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland 29th Edition. Jakarta: EGC; 2000.
P. 1929
11. Tanagho, Emil A. dan Jack W Mc. Aninch, eds. Smith’s General Urology 17th Edition.
[Electronic Book]. USA: McGraw-Hill Companies Inc; 2008. P. 281-8
12. Akpem. Trauma pada Ginjal. [Online] 2011. [Dikutip] 5 Agustus 2018. Available from:
http://akpemgaruttingkat2akel4.blogspot.com/2011/04/tugas-ke-16-trauma-pada-
ginjal.html%5C
13. Ahuja, A. T, Antoni, G. E., et al. Case Studies in Medical Imaging. [Electronic Book].
Cambrige: Cambrige University Press; 2006. P. 338

21
14. Tan, Sinan, Meral Arifoglu et al. The Importance of Gray Scale and Color Doppler
Ultrasonography in The Diagnosis of Spontaneous Renal Pelvis Rupture: Case Report.
Dalam Turkish Journal of Radiology. Turkey. [Online]. 2010 [Dikutip] 5 Agustus 2018.
Available from: http://turkishjournalofurology.com/sayilar/11/buyuk/434-4371.pdf
15. T.S.A. Geertsma MD. Urinary Tract and Male Reproductive System on Renal Trauma.
Hitachi Medical System Europe and The Radiology Departement of the Gelderse Vallei
Hospital. Netherland. [Online]. 2014 [dikutip] 14 Agustus 2018. Available from:
http://ultrasoundcases.info/Case-List.aspx?cat=233
16. Begg, James D, ed. Abdominal X-Ray Made Easy. United Kingdom: Churcill
Livingstone; 2007. P. 197-9
17. Bates, Jane A. Abdominal Ultrasounds How, Why, and When 2nd Edition. [Electronic
Book]. Edinburgh dst; 2004. P. 182
18. Marincek, Borut dan robert F. Dondlinger. Emergency Radiology. [Electronic Book].
Springer; 2007. P. 197-8
19. Frankel, Heidi L. Ultrasound for Surgeons. [Electronic Book]. Texas: Landes Bioscience;
2004. P. 76
20. Marincek, Borut dan robert F. Dondlinger. Emergency Radiology. [Electronic Book].
Springer; 2007. P. 197-8
21. Dogra, Vikram S dan Shweta Bhatt. Radiologic Clinics of North America. New York:
Elsevier Saunders. [Electronic Book]; 2007. P. 581-90
22. Siegelman, Evan S, ed. Body MRI. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2005. P. 158,169-70

22

Anda mungkin juga menyukai