Anda di halaman 1dari 76

BAB I

TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN

Keimanan dan ketakwaan

Pengertian Iman

Kata Iman Berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman
yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Dalam surat al-
baqarah 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada
Allah (asyahadduhubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu
terhadap ajaran Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasul. Istilah iman dalam al-Qur’an selalu
dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan warna tentang sesuatau yang diimani,
seperti dalam surat an-Nisa’ : 51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme)
dan thaghut (realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-ankabut : 52 dikaitkan dengan
kata bathil, yaitu wallaziniina aamanu bil bathili. Bhatil berarti tidak benar menurut Allah. dalam surat
lain man dirangkaikan denagn kata kaafir atau dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah : 4, iman
dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan Allah (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila
min qablika).

Wujud Iman

Akidah islam dalam al-Qur’an disebuut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan
yang mendoorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan
mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh. Akidah isalam
aadalaah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari
segala sesuatu tindakan atau amal. Akidah Islam atau iman mengikat sesorang muslim , sehingga ia
terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari islam, oleh karena itu menjadi seseorang muslim
berarati meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya
didasarkan pada ajaran Islam.

Proses Terbentuknya Iman

Ibu yang sedang mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan
dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara psikoogis terhadap bayi yang sedang dikandung, oleh
karena itu jika seseorang ingin anaknya kelak menjadi mukmin yang mutaqqin, maka suami isteri
hendaknya berpandngan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Benih Iman yang dibawa
sejak dalam kandungan imemerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul bila tidak
disertai pemeliharan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula dengan benih
iman. Pengaruh pendidikan keluarga juga menjadi pengaruh yang besar terhadap anak. Seseorang yang
menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, malka ajaran allah harus diperkenalkan sedini
mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tangkat verbal sampai tingkat pemahaman. Disamping
proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan. Anak harus dibiasakan untuk
melaksanakan apa yang diperintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.dalam keadaan tertentu, sifat, arah
dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam
bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa prinsip dengan
mengemukakan implikasi metodologinya yaitu :prinsip pembinaan berkesinambungan, prinsip
internalisasi dan individualisasi, prinsip sosialisasi, prinsip konsistensi dan koherensi dan prinsip
intergrasi.

Tanda-tanda orang yang beriman

Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut :

Jika disebut nama Allah, maka bergetar hatinya dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf
memorinya jika dibacakan ayat Allah bergejoak hatinya untuk melaksanakan
(al-anfal :2).

Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa yaitu
harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah dan Sunnah Rasul (ali Imran : 120, al-maidah :12, al-
anfal : 2, at-taubah : 52, Ibrahim ; 11, Mujadalah : 10, dan at-taghabun : 13)

Tertib dalam melaksanakan salat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-anfal : 3 dan al-mu’minun : 2,
7)

Menafkahkan rezeki yang diterimanya (al-anfal :3 dan al-mu’minun : 4)

Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-mu’minun : 3, 5)

Memelihara amanah dan menempati janji (al-mu’minun : 6)

Berjihad dijalan Allah dan suka menolong (al-anfal : 74)

Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-nur ; 62)

Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang
muslim. Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang yang beriman sebagai berikut ;

Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.

Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.

Senantiasa jujur dan adil.

Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.

Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme.


Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut
terhadap maut.

Mempunyai sikap hidup damai da ridha.

Patuh dan taat, disiplin menjalankan peraturan Illahi.

Korelasi Keimanan dan Ketakwaan.

Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid
teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan
sifat, dan keesaan perbuatan Tuhan. Tauhid praktis yang juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis.kalimat laa ilaaha illahllah (tidak
ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid praktis (tauhid ibadah) tauhid ibadah
adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang
berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala
gerak dan langkah. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid
yang tercemin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehiduopan manusia sehari-hari, dengan kata
lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhoid praktis dalam diri dab kehidupan
sehari-hari secara murni dan konsekuen. Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus enyatukan iman
dan amal, konsep pikiran dan pelaksaan, pikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Oleh karena itu
seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam
syahadat asyahadu alla ilaaha ilaha illa Alah, kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah
Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

Implementasi Iman dan takwa dalam kehidupan Modern

Probematika, tantangan, dan resiko dalam kehidupan modern.

Diantara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial budaya yang sudah establised,
sehingga sulit sekali memperbaikinya. Pada milenium ketiga indonesia sideskripsikan sebagai
masyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling bermusuhan. Hal ini oleh Ali Imran “ 103,
sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan (idz kuntum a’daa’an),yaitu suatu
wujud kehidupan yang berada pada ancaman kehancuran. Untuk membebaskan bangsa dari berbagai
persoalan-persoalan perlu diadakn revolusi pandangan. Dalam kaitan ini,iman dan taqwa yang dapat
berperan menyelasaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.

Peran Iman dan takwa dalam menjawab Problematika dan tantangan kehidupan modern

Pengaruh Iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok
manfaaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.

Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda. Orang yang beriman hanya pad kekuatan dan
kekuasaan Allah bila Allah hendak memberikan pertolongan atau menimpakan musibah dan
bencana maka tidak ada satupun yang dapat mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan yang demikian
menghilangkan sikap mendewa-dewakan manusia yang kebetulan mempunyai kekuasaan,
menghilangakan kepercayaan dan kesaktian pada benda-benda keramat.

Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa
kematian ada di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman
Allah dalam QS. 4 (al-nisa’ : 78)

Iman menanamkan sikap “self help” dalam kehidupan. Banyak orang melepaskan pendirianya dan
prinsip demi kepentingan materi dalam kehidupannya. Peganagn orang yang beriman dalam hal ini
ialah firman Allah QS. 11 (Hud : 6)

Iman memberikan kentraman jiwa. Orang yang beriman mempunyai keseimbangn, hatinya tentram
(mutmainah), dan jiwanya tenang (sakinah), seperti dijelaskan firman Allah QS. 13 (al-ra’du : 28)

Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayyatan tayibah). Kehidupan manusia yang baik adalah
kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini
dijelaskan dalam QS. 16 (an-nahl : 97)

Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuensi. Iman memberikan pengaruh pada sesorang untuk selalu
berbuat dengan ikhlas , tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah.orang yang beriman senatiasa konsekuen
dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidah maupun dengan hatinya.
Seperti yang dijelaskan dalam QS.6 (al-an’am : 162)

Iman memberikan keberuntungan. Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena
Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup ayng hakiki. Hal ini dijelaskan dalam QS.2 (al-
baqarah : 5)

Iman mencegah penyakit. Pengaruh dan keberhasilan kelenjar hipofise ditentukan oleh gen
pembawa sifat yang dibawa manusia semenjak masih berbentuk zygot dalam rahim ibu, iman mampu
mengatur hormon dan membentuk gerak, tingkah laku, dan akhlak manusia, Jika pengaruh tanggapan
yang baik inderas maupun akal terjadi perubahan fisiologis seperti takut, marah, putus asa dan lemah
maka keadaan ini dapat dinormalisir oleh iman oleh karena itu orang yang dikontrol oleh iman tidak
akan mudah terkena penyakit modern seperti darah tinggi dan kanker sebaliknya bila manusia tidak
dikontrol oleh iman maka manusia akan dapat mendapatkan kematian karen mendapatkan penyakit.

Demikan pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya sekedar kepercayaan
yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan perilaku
hidup.

Filsafat ketuhanan

Filsafat adalah study tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan
dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen
dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir
dan logika bahasa.

Sedangkan Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi,
maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama
agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya.
Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan.
Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak,
namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran
tentang Tuhan.

Dalam filsafat Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang
Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.

Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia
itu wahiddan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama
Allah (asma'ul husnaartinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan
yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di
antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha
Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim)

Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal:
Menurut al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang
membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia
memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang di ridhoi-Nya.”

Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah
oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi

Filsafat ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar al-Qur’an
dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama bidang akidah yang
menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang
bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
Filsafat ketuhanan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits

Menurut para mufasir(ahli agama), melalui hadis al-Qur’an (Al-’Alaq [96]:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal termasuk
diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur’an adalah wahyu Allah, sehingga semua
keterangan Allah dalam al-Qur’an merupakan “penuturan Allah tentang diri-Nya”

Selain itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri manusia sejak
manusia pertama kali diciptakan (Al-A’raf [7]:172).

Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"
Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-A’raf [7]:172).

Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan
manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga menurut
ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia memang sudah mengenal
Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur’an
menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8

artinya : Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya
dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia
akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan
dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah:
"Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk
penghuni neraka" surah Az-Zumar [39]:8.

dan surah Luqman [31]:32.

Artinya : Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu
sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami
selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (surah Luqman [31]:32).

Filsafat Tuhan berdasar spekulasi

spekulasi adalah membuat suatu keputusan dengan pengetahuan dan pengalaman yang kita
miliki dan keyakinan untuk mendapatkan yang diinginkan, dengan pemikiran yang matang walaupun
kadang hasil yang diterima tidak sesuai harapan.

Sebagian ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan tersebut
belum sampai mengubah Al-Qur’an. Pendekatan yang bersifat spekulatif untuk menjelaskan konsep
Tuhan juga bermunculan mulai dari berfikir rasional hingga agnostisisme (ada teorinya) dan lainnya dan
juga ada sebagian yang bertentangan dengan konsep tauhid sehingga dianggap sesat oleh ulama
terutama ulama syariat.

2. Keimanan dan Ketaqwaan serta Implementasi Iman dan Taqwa dalam kehidupan Modern

a. Keimanan

Iman secara etimologi : “at-Tashdiq”[1] (pembenaran). Akar katanya : “amina – yu’manu – amanan”
(percaya). Iman secara terminologi : Keyakinan bulat yang dibenarkan oleh hati, dikrarkan oleh lidah dan
dimanifestasikan dalam amalan dengan penuh keyakinan tanpa ada keraguan mengenai doktrin yang
datang dari Allah dan Rasulullah SAW, sedangkan iman dalam arti umum imam adalah percaya dan
meyakini bahwa Allah SWT adalah tuhan semesta alam.

Pertama-tama kita beriman kepada Allah Iman itu melahirkan tata nilai berdasrkan ketuhanan
Yang Maha Esa ( rabbaniyyah), yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari
Tuhan dan menuju kepada Tuhan.

Keimanan yang dimiliki oleh tiap-tiap individu manusia di alam dunia ini berbeda-beda. Bahkan dalam
suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa meningkat dan berkurang. apabila
seseorang muslim berkurang keimanannya atau berkurang kegiatan ibadah yang dilakukan maka ia
jatuh kafir (na’udzubillahimindzaalik) dan untuk menjaga keimanan tersebut maka ia dianjurkan untuk
tetap menjaga keimanannya.

Wujud Iman Menurut Hasan Al Banna, ruang lingkup keimanan :

1. Illahiah [sesuatu yang berkenaan dengan “Ilah” yaitu : Wujud Allah, nama-nama dan sifat Allah,
perbuatan Allah]

2. Nubuwwah [sesuatu yang berkenaan dengan Nabi atau Rasul, termasuk kitab suci dan mukjizat
mereka]

3. Ruhaniyah [sesuatu yang berkaiatn dengan metafisik ; malaikat, jin, iblis, setamn dan ruh]

Makna Iman

Iman yang dimaknai dengan arti “percaya”, tidaklah salah. Pemberian arti “percaya” kepada iman
itu tidaklah salah, tetapi tidak mencakup keseluruha maknanya. Karena itu, iman yang membawa rasa
aman dan membuat orang mempunyai “amanat” lebih baik dari pada hanya sekedar “percaya” akan
adanya Allah.

b. Taqwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi.
Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan
yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ),
sedangkan pengertian takwa dalam arti umum adalah mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya. Karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam lima
kategori atau indicator ketaqwaan.

1. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument
ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.

2. Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang miskin, orang –
orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta – minta dana, orang – orang yang tidak
memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang
kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui
kesanggupan mengorbankan harta.

3. Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal.

4. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.

5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain memiliki semangat
perjuangan.

Dalam kehidupan modern ini, iman dan taqwa sangat diperlukan untuk menguatkan landasan
hidup bagi manusia. Misalnya, dalam hal pendidikan, pekerjaan, keluarga, masyarakat, pergaulan, dan
sebagainya. Tetapi kenyataannya saat ini banyak orang yang mengaku beriman tetapi mereka jarang
sekali menerapkan iman dan ketaqwaan mereka dalam kehidupan. Sedangkan mereka sendiri mengaku
sebagai umat Islam yang beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT.

Kehidupan modern telah membuat sebagian masyarakat lupa akan hakikat manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah SWT yang wajib beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Mereka sibuk mencari
kepuasan dan kenikmatan duniawi. Mereka lebih mementingkan kebutuhan materi dibandingkan
dengan kebutuhan rohani. Semua rela mereka korbankan hanya untuk memenuhi hawa nafsu mereka.

c. Implementasi Iman dan Taqwa dalam kehidupan Modern

Implementasi Iman itu mencakup tiga hal :

1. Ikrar dengan hati artinya menyakini bahwa tuhan itu memang ada.
2. Pengucapan dengan lisan, mengucapkan 2 kalimat syahadat
3. Pengamalan dengan anggota badan misalnya menjalan sholat, zakat.

Implementasi Takwa itu mudah diucapkan/ ditulis tapi sangat SULIT dilaksanakan. tapi itulah
tantangan yang diberikan kepada kita untuk hidup didunia..

Cara Menjalankannya

> Pahami secara mendalam dan laksanakan kewajiban 5 Rukun Iman & 6 Rukun Islam.

> dan segeralah bertobat apabila salah & khilaf.

Manfaat Implementasi iman dan Takwa

Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa
pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.

a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda

b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut

c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan.

d. Iman memberikan ketentraman jiwa

e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)

f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konseku

g. Iman memberikan keberuntungan

h. Iman mencegah penyakit.

BAB II

MANUSIA

Manusia adalah makhluk ciptaan ALLAH swt yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Karena manusia mempunyai akal dan pikiran untuk berfikir secara logis dan dinamis, dan bisa
membatasi diri dengan perbuatan yang tidak dilakukan, dan kita bisa memilih perbuatan mana yang baik
(positif) atau buruk (negatif) buat diri kita sendiri. Bukan hanya itu saja pengertian manusia secara
umum adalah manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Karena bukan hanya diri sendiri saja
tetapi manusia perlu bantuan dari orang lain. Maka sebab itu manusia adalah makhluk pribadi sekaligus
makhluk sosial.

A. Hakikat Manusia

Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah
sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh
karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.

Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang
dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia dari
tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi
mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu.

B. Martabat Manusia

Martabat saling berkaitan dengan maqam, maksud nya adalah secara dasarnya maqam merupakan
tingkatan martabat seseorang hamba terhadap khalikNya, yang juga merupakan sesuatu keadaan
tingkatannya seseorang sufi di hadapan tuhannya pada saat dalam perjalanan spritual dalam beribadah
kepada Allah Swt.

Maqam ini terdiri dari beberapa tingkat atau tahapan seseorang dalam hasil ibadahnya yang di
wujudkan dengan pelaksanaan dzikir pada tingkatan maqam tersebut, secara umum dalam thariqat
naqsyabandi tingkatan maqam ini jumlahnya ada 7 (tujuh), yang di kenal juga dengan nama martabat
tujuh, seseorang hamba yang menempuh perjalanan dzikir ini biasanya melalui bimbingan dari
seseorang yang alim yang paham akan isi dari maqam ini setiap tingkatnya, seseorang hamba tidak di
benarkan sembarangan menggunakan tahapan maqam ini sebelum menyelesaikan atau ada hasilnya
pada riyadhah dzikir pada setiap maqam, ia harus ada mendapat hasil dari amalan pada maqam
tersebut.

Tingkat martabat seseorang hamba di hadapan Allah Swt mesti melalui beberapa proses sebagai berikut
:
Taubat;

Memelihara diri dari perbuatan yang makruh, syubhat dan apalagi yang haram;

Merasa miskin diri dari segalanya;

Meninggalkan akan kesenangan dunia yang dapat merintangi hati terhadap tuhan yang maha esa;

Meningkatkan kesabaran terhadap takdirNya;

Meningkatkan ketaqwaan dan tawakkal kepadaNya;

Melazimkan muraqabah (mengawasi atau instropeksi diri);

Melazimkan renungan terhadap kebesaran Allah Swt;

Meningkatkan hampir atau kedekatan diri terhadapNya dengan cara menetapkan ingatan kepadaNya;

Mempunyai rasa takut, dan rasa takut ini hanya kepada Allah Swt saja.

Dengan melalui latihan di atas melalui amalan dzikir pada maqamat, maka seseorang hamba akan
muncul sifat berikut :

Ketenangan jiwa;

Harap kepada Allah Swt;

Selalu rindu kepadaNya dan suka meningkatkan ibadahnya;

Muhibbah, cinta kepada Allah Swt.

C. Tanggung Jawab Manusia

Manusia di dalam hidupnya disamping sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu, juga merupakan
makhluk sosial. Di mana dalam kehidupannya di bebani tanggung jawab, mempunyai hak dan
kewajiiban, dituntut pengabdian dan pengorbanan.
Tanggung jawab itu sendiri merupakan sifat yang mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah.
Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik
bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada
dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan
tanggung jawab.

Inilah yang menyebabkan frekuensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda, Tanggung jawab
mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perasaan. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Macam-Macam Tanggung Jawab

a. Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri

Manusia dalam hidupnya mempunyai “harga”, sebagai mana kehidupan manusia mempunyai beban dan
tanggung jawab masing-masing.

b. Tanggung jawab terhadap keluarga

Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap
anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya.

c. Tanggung jawab terhadap masyarakat

Pada hakikatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai dengan kedudukanya
sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain, maka ia harus berkomunikasi dengan
manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang
tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsunggkan
hidupnya dalam masyarakat tersebut.

d. Tanggung jawab terhadap Bangsa / Negara

Suatu kenyataan bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam
berfikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran
yang dibuat oleh negara. Manusia tidak bisa berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu
salah, maka ia harus bertanggung jawab kan kepada negara.
e. Tanggung jawab terhadap Tuhan

Manusia mempunyai tanggung jawab langsung kepada Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa
lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam
agama.

BAB III

HUKUM

Pengertian taat hukum

Umum:

- Patuh terhadap perundang-undangan, ketetapan dari pemerintah, pemimpin yang dianggap


berlaku untuk oleh orang banyak

- Mematuhi peraturan perundang-undangan untuk menciptakan kehidupan berbangsa, bernegara


dan bermasyarakat yang berkeadilan.

Islam:

Melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an Hadits serta
Ijima’ ulama dengan sabar dan ikhlas.

b. Menurut ahli ushul fiqih, hukum Islam adalah ketentuan Allah yang berkaitan dengan
perbuatan yang mukallaf yang mengandung suatu tuntunan, pilihan atau yang menjadikan sesuatu
sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

c. Menurut ahli fiqih, hukum syari’i (Islam) adalah akibat yang timbul dari perbuatan orang yang
mendapat beban Allah SWT., dan ini dibagi menjadi 2 bagian:
Hukum taklifi, dan

Hukum wad’i

1. Hukum Taklifi

Hukum Taklifi adalah ketentuan Allah yang mengandung ketentuan untuk dikerjakan oleh mukallaf atau
ditinggalkannya atau yang mengandung pilihan antara dikerjakan dan ditinggalkan. Hukum Taklifi dibagi
menjadi 5 macam:

1. Ijab, adalah ketentuan Allah yang menuntut untuk dilakukan suatu perbuatan dengan tuntutan
pasti, disebut wajib.

2. Nadb, adalah ketetntuan Allah yang menuntut agar dilakukan suatu perbuatan dengan tuntutan
yang tidak harus dikerjakan. Sedangkan kerjaan yang dikerjakan secara sukarela disebut sunah.

3. Tahrim, adalah ketentuan Allah yang menuntut untuk ditinggalkan suatu perbuatan dengan
tuntutan tegas. Perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan disebut haram.

4. Karahah, adalah ketentuan untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan tidak tegas untuk
ditinggalkannya, sedangkan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkannya dusebut makruh

5. Ibahah, adalah ketentuan Allah yang mengandung hak pilihan orang mukallaf antara mengerjakan
dan meninggalkannya. Pekerjaan yang diperkenankan untuk dikerjakan dan ditinggalkan disebut mubah

2. Hukum Wad’I

Hukum Wad’i adalah ktentuan Allah yang mengandung pengertian bahwa terjadinya sesuatu itu sebab,
syarat, atau penghalang sesuatu. Misalnya:

- Sebab sesuatu, menjalankan sholat menjadi sebab kewajiban wudhu

- Syarat sesuatu, kesanggupan mengadakan perjalanan ke Baitullah menjadi syarat wajibnya


menunaikan haji

Kesimpulannya, hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini
terdapat dalam Al-Qur’an dan dipertegas oleh Nabi Muhammad melalui sunah-Nya yang kini terhimpun
dengan baik dalam hadist.

Tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan
maslahah bagi mereka, mengarahkan kepada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan
akhirat, dengan perantara segala yang bermanfaat serta menolak yang medarat atau tidak berguna bagi
kehidupan manusia.

Menurut Abu Ishaq al-Shatibi, tujuan hukum Islam adalah sebagai berikut:

1. Memelihara aspek agama (hifzul din)

Artinya menjaga agama dengan pemahaman dan perilakuyang toleran (tasamuh), karena hidup di
negara majemuk

2. Memelihara aspek jiwa manusia dan humanisme (hifzul al nafis)

Artinya menjaga jiwa manusia tentang hak-hak asasi dan penyebarannya dalam hukum pidana, tata
negara, politik, serta hak warga masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, hidup layak,
keamanan, dan kedamaian

3. Memelihara aspek akal (hifzal aql)

Artinya menjaga akal sebagai anugerah Allah yang harus dijaga dan dikembangkan serta dilindungi,
karena dengan akal manusia dapat meraih kemajuan

4. Memelihara aspek harta (hifzal irz)

Artinya menjaga harta dan memacu untuk maju supaya memiliki mental kuat dengan mau bekerja keras,
supaya tidak miskin karena kemiskinan merupakan kesengsaraan dalam hidup

5. Memelihara aspek keluarga (hifzal nasl)

Artinya menjaga keturunan yang baik, agar tidak menjadi keluarga lemah dalam segala hal, baik
ekonomi, iman, pendidikan, dan fisik.

2. Hukum Islam dan Fungsinya

Di dalam ajaran agama islam terdapat hukum atau aturan yang harus dipatuhi oleh setiap umat
karena sumbernya berasal dari Al-Qur'an dan Hadist.

Hukum islam (syara‘i) terdiri atas lima komponen yaitu :

1. Wajib ; Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh pemeluk agama islam yang telah
dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan
mendapat dosa. Misal: Sholat fardu, Puasa Bulan Ramadhan, dll

2. Sunnah; Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat pahala dan
jika tidak dilaksanakan tidak berdosa. Misal; Sholat Dhuha, Tahjjud, dll
3. Haram; Haram adalah suatu perkara yang mana tidak boleh sama sekali dilakukan oleh umat
muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di neraka
kelak. Misal; Membunuh, Durhaka kepada Ortu, dll

4. Makruh; Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi jika
dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah SWT. Misal: Merokok,
Lalai, dll

5. Mubah; Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim mukallaf tidak akan
mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Misal: Makan dan Minum, Melamum, dll

Fungsi hukum Islam

Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah ajaran Allah
yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga
merupakan indikasi keimanan seseorang.

Adapun Yang diatur dalam hukum Islam bukan hanya hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga
hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dalam masyarakat,
manusia dengan benda, dan antara manusia dengan lingkungan hidupnya

3. Pembagian Syariat Islam

1. I’TIQODIYAH, hukum atau peraturan yang berkaitan dengan dasar-dasar keyakinan agama
Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar iman kita. Sebagai contoh, peraturan yang
berhubungan dengan esensi dan Sifat Allah Yang Mahakuasa.

2. ‘AMALIYAH;

– Ilmu moral, yaitu aturan-aturan yang berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan jiwa. Sebagai
contoh, semua aturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan mencegah kejahatan,
keburukan, sama seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi janji, dapat dipercaya, dan dilarang
berbohong dan pengkhianatan.
– Ilmu Fiqh, yaitu peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan
manusia satu sama lain. Ilmu fiqh berisi dua bagian: pertama, ritual menjelaskan hukum-hukum
hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan
niat. Contoh ibadah seperti shalat, zakat, puasa, dan haji

4. Tujuan Syariat Islam dan Penerapannya

1. Memelihara Agama

2. Memelihara Jiwa

3. Memelihara Akal (hadits Rasulullah Saw menyatakan, “Agama adalah akal, siapa yang tiada
berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama baginya”)

4. Memelihara Kehormatan

5. Memelihara Harta

5. Hubungan Manusia dengan Hukum Allah serta Fungsinya dalam Kehidupan

Dalam ajaran Islam, umat Islam wajib mentaati hukum yang ditetapkan Allah, karena orang yang
mendapat beban itu adalah mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan, maupun larangan.

Oleh karena itu, bila seseorang telah mengamalkan semua titah Allah, baik berupa tuntutan (wajib dan
sunah) larangan (haram atau makruh) maupun pilihan (mubah), maka orang tersebut akan menolak
perbuatan zalim terhadap sesama manusia maupun sesama makhluk hidup.

Ruang lingkup yang diurusi hukum Islam menurut pendapat Zahabi meliputi beberapa aspek,
diantaranya:

- Hukum i’tiqadiyah, yaitu sesuatu yang berkenaan dengan akidahdan keyakinan seperti rukun iman
yang enam;

- Hukum alamiyah, yaitu sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, seperti sholat, puasa, zakat dan
haji;

- Muamalah, seperti jual beli, perkawinan, waris, pencurian, dan sebagainya.

Menurut Al-Qur’an, setiap muslim wajib mentaati serta mengikuti kemauan atau kehendak Allah,
kehendak Rosul dan kehendak Ulil amri, yaitu orang yang mempunyai kekuasaan atau penguasa.
Aturan hukum Islam itu berlaku berangsur-angsur sesuai situasi kondisi dan keadaan masyarakat waktu
itu, baik dalam rangka perintah meninggalkan adat kebiasaan banyak yang lampau dan kemampuan
untuk menggantikan hukumnya dengan hukum baru yang lebih kondusif.

Fungsi hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya cukup banyak, namun dalam
pembahasan ini dikemukakan peranan utamanya saja, yaitu:

1. Ibadah, fungsi paling utama hukum Islam adalah beribadah kepada Allah swt., karena manusia
sebagai makhluk ciptaan-Nya

2. Fungsi amal makruf nahi munkar

3. Fungsi zawajir, fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai
dengan ancaman hukuman atau sansi hukum

4. Fungsi tanzim wal islah al-ummah, yaitu hukum Islam sebagai sarana untuk mengatur sebaik
mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujud masyarakat yang harmonis, aman,
dan sejahtera bahagia.

2.2 Peran Agama dalam Perumusan Hukum

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bebas dan merdeka, karena ingin memperkuat kedudukan
pribadinya untuk memenuhi keinginan dan kegemarannya, mereka tidak sanggup menghadapi
tantangan alam untuk menyatukan diri dengan saudara sesama manusia dan menyatakan usahanya
dengan orang lain. Untuk mengatasi itu tidak ada cara lain.

Ada 3 program yang harus dicermati dan difahami, yaitu:

1. Terwujudnya masyrakat yang agamis, berperadaban luhur, berbasis hati nurani yang diilhami
dan disinari firman ajaran agama Allah.

2. Terhindarnya perilaku radikal , ekstrim, tidak toleran, dan eksklusif dalam kehidupan
beragama.

3. Terbinanaya masyarakat yang dapat menghayati, mengamalkan ajaran-ajaran agama dengan


sebenarnya, mengutamakan persamaan, menghargai HAM dan menghormati perbedaan melalui
internalisasi ajaran agama

Aspek kehidupan sosial keadaanya selalu berubah-ubah mengikuti perubahan waktu, tempat, keadaan,
maka syariat atau hukum yang merupakan salah satu aspek sosial dengan sendirinya antara kehidupan
sosial dengan hukum mempunyai aspek yang saling mempengaruhi, maka kita akan mendapatkan sebab
perbedaan diantara berbagai hukum karena perbedaan waktu dan tempat dan adanya bermacam-
macam hukum yang diwarnai oleh faktor kebangsaan dan faktor khusus dan sifatnya tradisional

Pada masa Umar bin Khatab terjadi kemarau panjang, sehingga peternakan tidak berkembang dan
panen tidak berhasil. Lalu Ia mengeluarkan dua macam keputusan (kebijakan hukum Islam) yang
penting, yaitu:

1. Mengundurkan pemungutan zakat binatang ternak hingga masa kekeringan berakhir dan binatang
ternak berkembang kembali;

2. Menghentikan hukuman potong tangan bagi pencuri ketika itu, Umar r.a. berkata,”janganlah kamu
potong tangan pada setangkai buah (al-izq, kurma) dan jangan pula pada tahun kekeringan atau
kelaparan (am sanatain).

2.3 Penegakan Hukum yang Adil

1. Agama Mengajarkan Keadilan

Syariat islam menyamaraatakan antara sesama umat islam dan antara mereka dengan yang lainnya
berdasarkan prinsip keadilan dan persamaan yang ditetapkan dalam al-quran.

Persamaan hak dimuka hukum merupakan salah satu prinsip utama syariaat islam, baik yang
menyangkut soal ibadah dalam arti khusus, seperti hubungan antara makhluk dengan khaliqnya maupun
soal ibadah dalam arti luas, seperti hubungan muamalah antara sesama umat manusia, sedangkan
syariat islam mengakui dan menegakkan prinsip kesamman hak persamman dimuka hukum untuk
semua manusia. 3 perkara yang harus ditinggalkan:

1. melarang berbuat keji

2. melarang berbuat munkar

3. melarang permusuhan

Oleh karena itu, Allah akan membalas kepada hakim yang konsekuen dalam mengadili suatu perkara,
yaitu seorang hakim yang berpegang teguh pada keadilan dan kebenaran dalam memutuskan hukum
suatu perkara, ditempatkan di mimbar cahaya yang menggambarkan betapa mulianya orang yang bisa
bertugas seadil-adilnya tanpa terpengaruh bujukan atau rayuan yang menggiurkan.
2. Fungsi Profetik Agama dalam Hukum

1. Pengertian Profetik Agama

Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada
dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal
secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah
perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan.

Didalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raja Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun, Nabi Muhammad
yang membimbing kaum miskin dan budak belia melawan setiap penindasan dan ketidakadilan. Dan
mempunyai tujuan untuk menuju kearah pembebasan.

Menurut Ali Syari’ati dalam Hilmy (2008:179) para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan do’a tetapi
mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan.

2. Fungsi Profetik Agama dalam Hukum

Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan dan juga memuat
peraturan-peraturan yang mengondisikan terbentuknya batin manusia yang baik, yang berkualitas, yaitu
manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral)

Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan juga memuat
peraturan-peraturan yang mengkondisikan terbentuknya batin manusia yang baik, yang berkualitas,
yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral). Kearifan yang menjiwai langkah hukum
dengan memberikan sanksi hukum secara bertahap sehingga membuat orang bias memperbaiki
kesalahan (bertaubat kepada Tuhan) Fungsi Profetik Agama:
1. Dalam Mengatasi Krisis Kebudayaan dan Kemanusiaan:.

Menjelaskan dan mengubah fenomena-fenomena sosial masyarakat yang salah atau kurang baik seperti
:

Dalam Deideologisasi yang tidak sehat dan merugikan tatanan masyarakat (Politik atau paham
yang tidak sehat)

Dalam keamanan dan kebebasan yang nyaris menabrak rambu-rambu hukum dan norma serta
nilai yang ada

Dalam Reduksionisme (penurunan kwalitas ilmu pengetahuan) Ijazah ilegal dan aspal

Dalam Materialisme (kebendaan), pamer, glamour, poya-poya dan lain sebagainya

Dalam Ekologi (lingkungan) ketidakseimbangan kehidupan dalam masyarakat (Imbalance), baik


materi dan non materi, baik lahir maupun bathin

Dalam Kultural (kebudayaan, peradaban) seperti Globalisasi (Endsof Pluralisme)

Intinya :

1) Dalam berpolitik, seperti : Enthnocenterisme = Pemerintahan ditangan satu orang

2) Dalam Materialisme, seperti : Ekonomi kapitalisme

3) Dalam Ekologi, seperti : Materialisme, Sekularisme (pemisahan antara pendidikan umum


dan pendidikan moral, memisahkan pemerintahan Negara dengan Agama). Agama terasing dari
persoalan kehidupan manusia

4) Dalam Reduksionisme, seperti : Penurunan nilai, akhlak, kebenaran, kwalitas ilmu pengetahuan
5) Dalam Kultural atau Budaya, seperti : Hedonisme (hanya memburu dan mengejar kesenangan dunia)

2. Dalam mengatasi atau merevitalisasi keberagaman dalam menjalankan agama dengan back to
qur’an and sunnah

Menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai:

Sumber dan paying hokum dalam memahami dan mengamalkan ajaran islam

Sumber rujukan dalam menyelesaikan dan memutuskan suatu hukum

Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan sebagai petunjuk abadi untuk kebahagiaan
manusia sepanjang masa, dan terkandung ajaran yang mengatur semua totalitas kehidupannya.

Al-Qur’an sebagai hidayah dan universal sifatnya, serta menetapkan hukum suatu masalah, maka
senantiasa memperhatikan kondisi sosial yang berkembang ditengah masyarakat.

Al-Qur’an hanya berbicara dalam konteks global, dan penganutnya mengembangkan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.

Dalam hal ini, agama yang berfungsi dan berperan untuk menyelamatkan umat manusia dalam Al-
Qur’an juga tidak mengenal sistem kelas dan status sosial, maka yang taat pada hukum dan agama serta
taqwa kepada Allah itulah yang paling mulia dan baik di hadapan-Nya.

Upaya yang harus dilakukan dalam rangka untuk menegakkan hukum Islam dalam praktik
bermasyarakat dan bernegara memang harus melalui proses terutama di negara yang mayoritas
penduduknya muslim, namun bukan negara Islam, kebebasan mengeluarkan pendapat untuk
memikirkan pengembangan pemikiran hukum Islam harus direalisasikan.

Tugas generasi muda ialah merealisasikan hukum Islam, meskipun diperluas proses, waktu, pemikiran,
dan sumbang saran sesuai petunjuk Allah dalam Al-Qur’an.

BAB IV

Moral

AGAMA SEBAGAI MORAL DAN AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN


A. Pengertian

1. Moral berasal dari kata “mores” yang berarti adat kebiasaan. Moral adalah tindakan manusia yang
sesuai dengan ide-ide umum (masyarakat) yang baik dan wajar. Sedangkan menurut bahasa berasal dari
bahasa latin mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adaptasi kebiasaan. Di dalam kamus umum
bahasa indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakukan.

Menurut istilah moral adalah suatu yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar salah baik atau buruk.

2. Akhlak adalah tingkah laku, gambaran tentang perilaku yang seyogyanya dimiliki seseorang muslim
dalam rangka berhubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam. akhlak menurut bahasa berarti
tingkah laku perangai atau tabiat. Akhlak menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang
baik dan buruk. Sedangkan menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan
pemikiran.

3. Nilai merupakan suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam berbagai hal yang
dianggap sebagai sesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat.

4. Norma, norma berasal dari bahasa belanda norm, yang berarti pokok kaidah, patokan, atau
pedoman. Norma adalah bentuk nyata dari nila-nilai sosial di dalam masyarakat yang berbudaya,
memiliki aturan-aturan, dan kaidah-kaidah, baik yang tertulis maupun tidak. Norma memungkinkan
seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain,
norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

B. Persamaan dan Perbedaan Nilai, Norma, dan Moral

Persamaan :

1. Moral, norma,nilai, akhlak, mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku,
sifat, dan perangai yang baik.

2. Merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harkat
kemanusiaanya.

3. Seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat
tetap, statis dan konstan tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang.

Perbedaan :
Akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-qur’an dan As-sunnah. Nilai-nilai yang
menentukan baik dan buruk, layak atau tidaknya suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam
akhlak bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah

C. Agama Sebagai Moral dan Akhlak Mulia Dalam Kehidupan

Agama memiliki peranan penting dalam usaha menghapus krisis moral dengan menjadikan agama
sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama sebagai pedoman dalam menjalani
kehidupan di dunia ini. Dalam konteks Islam sumber moral itu adalah Al-Qur’an dan Hadits.

Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama bahwa ada beberapa hal
yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu:

a. Agama itu mendidik manusia menjadi tenteram, damai, tabah, dan tawakal

b. Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi: berani berjuang menegakkan
kebenaran dan keadilan, sabar, dan takut berbuat dosa

c. Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat mulia dan terpuji,
toleransi, dan manusiawi.

Dengan demikian peran agama sangat penting dalam kehidupan manusia, salah satunya, sebagai
sumber akhlak. Agama yang diyakini sebagai wahyu dari Tuhan sangat efektif dan memiliki daya tahan
yang kuat dalam mengarahkan manusia agar tidak melakukan tindakan amoral.

Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang diajarkan Allah dan Rasul-
Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya.

Menurut Imam Al-Ghazali ada empat sendi yang menjadi dasar bagi perbuatan-perbuatan baik, yaitu:

a. Kekuatan ilmu yang berwujud hikmah, yaitu bisa menentukan benar dan salah

b. Kekuatan amarah yang wujudnya adalah berani, keadaan kekuatan amarah yang tunduk kepada
akal pada waktu dinyatakan atau dikekang.

c. Kekuatan nafsu syahwat (keinginan) yang wujudnya adalah iffah, yaitu keadaan syahwat yang
terdidik oleh akal.

d. Kekuatan keseimbangan di antara yang tiga di atas.

Empat sendi akhlak tersebut akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik, yaitu jujur, suka memberi
kepada sesama, tawadu, tabah, berani membela kebenaran, menjaga diri dari hal-hal yang haram.

Sementara empat sendi-sendi akhlak tecela adalah :

a. Keji, pintar busuk, bodoh

b. Tidak bisa dikekang


c. Rakus dan statis

d. Aniaya

Keempat sendi akhlak tercela itu akan melahirkan berbagai perbuatan yang tercela yang dikendalikan
oleh nafsu seperti sombong, khianat, dusta, serakah, malas, kikir, dll. yang akan mendatangkan
malapetaka bagi diri sendiri maupun orang lain.

Manusia harus memiliki moral dan akhlak yang baik karena tanpa moral dan akhlak yang baik manusia
itu akan hancur dan hanya menjadi pengikut dari paham-paham yang menyimpang di dunia ini.

D. Akhlak Mulia dalam Kehidupan Kepada:

1. Akhlak kepada Allah

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh
manusia sebagai makhluk, kepada tuhan sebagai khalik.

Akhlak terhadap Allah diantara lain, yaitu :

a. Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.

b. Berbaik sangka kepada Allah SWT.

c. Rela terhadap qada dan qodar dari Allah SWT.

d. Bersyukur atas nikmat Allah SWT.

e. Bertawakkal/berserah diri kepada Allah SWT.

f. Senantiasa mengingat Allah SWT.

2. Akhlak kepada orang tua

a. Mendengarkan nasihat-nasihatnya dengan penuh perhatian, mengikuti anjuran dan tidak


melarang aturannya.

b. Tidak membentak kedua orang tua, menyakiti hatinya, apalagi memukul. Kedua orang tua harus
dirawat dengan baik.

c. Bersikap diri dan mendo’akan agar mereka selalu dalam ampunan dan kasih sayang Allah SWT.

d. Menjaga nama baik kedua orang tua.

3. Akhlak kepada sesama manusia

a. Menolong dan membantunya bila sedang membutuhkan bantuan atau pertolongan.

b. Menghindari berkata buruk atau menyakiti hati orang lain.


4. Akhlak kepada diri sendiri

Macam-macam akhlak terhadap diri sendiri ada dua, yaitu:

A. Berakhlak terhadap jasmani :

1. Menjaga kebersihan

Islam menjadikan kebersihan sebagian dari iman. Seseorang muslim harus suci, bersih dari pakaian
maupun tempat, terutama saat akan melaksanakan beribadah kepada Allah, disamping suci dari kotoran
maupun hadas.

2. Menjaga makan dan minum

Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak ada makan dan minum
dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah SWT memerintahkan kepada
manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan.

3. Menjaga kesehatan

Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari ibadah kepada Allah
SWT dan sekaligus melaksanakan amanah dari-Nya.

4. Berbusana yang alami

Dari segi kebutuhan alaminya, badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari gangguan bahaya alam
sekitarnya, seperti dingin, panas dll. Karena itu Allah SWT memerintahkan manusia menutup auratnya
dan Allah menciptakan bahan-bahan di alam ini untuk dibuat pakaian sebagai penutup badan.

B. Akhlak terhadap jiwa :

1. Bertaubat dan menjahukan diri dari dosa

Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa yang telah lalu
dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut pada waktu yang akan
datang.

2. Bermuraqabah

Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh Allah SWT. Dengan
demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa akrab,
merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta menolak selain Dia.

3. Bermuhasabah

Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung-
hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan padayang diwajibkan kepadanya maka
menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya.
4. Mujahadah

Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu.

C. Berakhlak terhadap akal

1. Menuntut ilmu

Mwnuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk akhlak seorang
muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap akalnya yakni berupa penambahan
pengetahuan dalam sepanjang hayatnya.

2. Memiliki spesialisasi ilmu yang dikuasai

Setiap muslim harus mempunyai bidang spesialisasi yang ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat
ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, sperti ekonomi, tehnik, politik dll.

3. Mengajarkan ilmu kepada orang lain

Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan apa yang
dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya.

4. Mengamalkan ilmu dalam kehidupan

Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah merealisasikan ilmunya dalam “alam
nyata” karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya.

BAB V

Ilmu pengetahuan dan teknologi

A. Pengertian Ilmu,Pengetahuan,Teknologi dan Seni

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra dan
firasat. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab "alima-ya'lamu. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah
diklasifikasi sehingga menghasilkan kebenaran objektif yang sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji
ulang secara ilmiah. Secara sederhana pengetahuan dan ilmu dapat dijelaskan sebagai
berikut: Pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil tahu dari usaha manusia untuk
menjawab pertanyaan “apa”, misalnya apa batu, apa gunung, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu
bukan hanya sekadar dapat menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana”
, misalnya mengapa batu banyak macamnya, mengapa gunung dapat meletus, mengapa es mengapung
dalam air. Sedangkan teknologi adalah hasil produk pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan
penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Teknologi dapat membawa dampak
positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak
negatif berupa ketimpang-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungan.

Konon kata seni berasal dari kata “SANI” yang kurang lebih artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”.
Namun menurut kajian ilmu di Eropa mengatakan “ART” (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah
barang/ atau karya dari sebuah kegiatan. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang.. Selain itu Seni juga
merupakan ekspresi keindahan. Seni identik dengan keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat
yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an mengajak
manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah
berfirman: “Maka apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak?”

B. Iman, Ipteks, dan Amal sebagai Kesatuan

Iman menurut arti bahasa adalah membenarkan dalam hati dengan mengandung ilmu bagi orang yang
membenarkan itu. Sedangkan pengertian iman menurut syari’at adalah membenarkan dan mengetahui
adanya Allah dan sifat-sifat-Nya disertai melaksanakan segala yang diwajibkan dan disunahkan serta
menjauhi segala larangan. Para sarjana muslim berpandangan bahwa yang disebut ilmu itu tidak hanya
terbatas pada pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science) saja, melainkan ilmu oleh Allah dituliskan
dalam lauhil mahfudz yang disampaikan kepada kita melalui Alquran dan As-Sunnah (segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya). Ilmu Allah
itu melingkupi ilmu manusia tentang alam semesta dan manusia sendiri. Jadi bila diikuti jalan pikiran ini,
maka dapatlah kita pahami, bahwa Alquran itu merupakan sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan
manusia (knowledge and science). Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi ke dalam suatu sistem yang
disebut dinul Islam, didalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu akidah, syariah, dan akhlak dengan
kata lain iman, ilmu dan amal shaleh.

Seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan tafakur serta
mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai keagamaan maka ketika itu bukan hasil teknologinya
yang mesti disalahkan, melainkan kita harus memperingatkan dan mengarahkan manusia yang
menggunakan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga dapat mengalihkan manusia dari
jati diri dan tujuan penciptaan sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh islam.

Islam merupakan ajaran agama yang sempurna, karena kesempurnaannya dapat tergambar dalam
keutuhan inti ajarannya. sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an S.Ibrahim/14:24-25 didalamnya
disebutkan “Ayat di atas mengibaratkan bangunan Dienul Islam bagaikan sebatang pohon yang baik,
iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu
diidentikkan dengan batang pohon yang mengeluarkan dahan-dahan/cabang-cabang yang berupa ilmu
pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu identik dengan teknologi dan seni. ”.
Dari penjelasan tersebut di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu dan amal atau syariah dan
akhlak dengan dinul Islam (perumpamaan yang baik) bagaikan sebatang pohon yang baik. Ini
merupakan gambaran bahwa antara iman, ilmu dan amal merupakan suatu kesatuan yang utuh tidak
dapat dipisahkan antara satu sama lain. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang
menupang tegaknya ajaran Islam, ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan. Sedangkan
amal ibarat buah dari pohon itu ibarat dengan teknologi dan seni. IPTEKS yang dikembangkan di atas
nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal shaleh bukan kerusakan alam

b. A. Perintah Menuntut Ilmu Dalam Islam

Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Tentunya
beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tidak akan tersesat
bagi siapa saja yang berpegang teguh dan sungguh-sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.

Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim ada 3, sedangkan yang
lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat
Al-Qur’an yang menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan
faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil)

Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda :

َ ‫َازي ِْر ْال َج ْوْه ََر ََو للُّؤْ ل َؤ ََو الذَّْه‬


)‫ (رَواه ابن ُمجاه‬.‫َب‬ ِ ‫َغْي ِْر ا َ ْْه ِل ِِه ُكَُمَقَ ِل َِد ْال َخْن‬
َ َ‫ِضُع ْالع ِْل ِم ِع ْْنَد‬ َ ٌ ‫ضة‬
ِ ‫علَى ُك ِِّل ُم ْْسلِم ََو ََو‬ َ ‫ب ْالع ِْل ِم فَ ِر ْي‬ َ
ِ َ‫طل‬

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang meletakkan ilmu kepada orang yang
bukan ahlinya (orang yang enggan untuk menerimanya dan orang yang menertawakan ilmu agama)
seperti orang yang mengalungi beberapa babi dengan beberapa permata, dan emas. (H.R. Ibnu
Majah,Al-Baihaqi,Anas bin Malik dan lain lain serta Al-Mundiri 28/1)

Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke negeri cina”. Dalam hadist ini kita
tidak dituntut mencari ilmu ke cina, tetapi dalam hadist ini rasulullah menyuruh kita mencari ilmu dari
berbagai penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru tetap dikejar.

Dalam kitab “ Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih dahulu adalah
ilmu haal yaitu ilmu yang seketika itu pasti digunakan dn diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh.
Seperti ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-
ilmu lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lainya.

Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum
daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-
kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum
anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum.

Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling utama adalah orang islam yang belajar
suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain.”(HR. Ibnu Majah)

Maksud hadis diatas adalah lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu
diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Ini
dikarenakan mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menenan amal yang muta’adi (dapat
berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat
dinikmati orang lain.

B. Keutamaan Orang Berilmu

Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran
menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia danterhormat yang menggambarkan kemuliaan
dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai “al-
Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran : 190), “al-
Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-A'limun” (al-A'nkabut : 43), “al-Ulama”(Fatir : 28), “al-Ahya' “ (Fatir
: 35) dan berbagai nama baik dan gelar mulia lain.

Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT .
Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah
dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana
firman-Nya:"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam
Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-
Baqarah: 159)

Rasulullah SAW juga bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh
Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau.
Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih) Jadi
setiap orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia peroleh dapat bermanfaat.
Misalnya dengan cara mengajar atau mengamalkan pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat.

C. Kewajiban Mengamalkan Ilmu


Banyak orang menuntut ilmu yang tidak diamalkan,ilmunya menjadi sia-sia hanya digunakan untuk
menunjukan kehebatan dan keutamaan dirinya,serta untuk tujuan yang berbau keduniaan.

Amalkan ilmumu bila engkau ingin selamat dari adzab Allah. Dalam mengamalkan ilmu kita harus
memperhatikan hal-hal berikut,diantaranya :

1. Jangan melihat tempat dan waktu dalam mengamalkan ilmu

2. Meskipun sedikit amalkan ilmumu,

Dikisahkan ,sesungguhnya Al – Junaid setelah meninggal dunia ada seorang yang bermimpi bertemu
dia,lalu ia bertanya kepada Al – junaid : “Wahai Abu Qasim (imam junaid), bagaimana keadaanmu
setelah meninggal? ,Al – Junaid menjawab,”Aduh … kebaikan yang aku lakukan hilang semuanya,dan
seluruh isyarah amal-amal itu juga hilang tidak ada manfa’atnya sedikitpun ,kecuali beberapa rakaat
yang aku lakukan di tengah malam”. Keterangan Al- Junaid membuktikan bahwa derajat seseorang disisi
Allah itu tidak dilihat dari banyaknya ilmu yang dipelajari dan dikuasai,melainkan dilihat dari
pengamalannya. Meskipun ilmunya sedikit lalu diamalkan itu lebih baik dan berarti dari pada memiliki
ilmu yang banyak tetapi tidak diamalkan.

3. Janganlah menunggu masa tua dalam mengamalkan ilmu.

4. Jangan beranggapan ilmu itu bisa mengangkat derajat mu bila tanpa diamalkan.

Ali ra berkata : “Barangsiapa menyangka bahwa tanpa jerih payah beribadah dirinya bisa mencapai
derajat yang tinggi,itu berarti dia mengharapkan perkara yang sulit datangnya. Barangsiapa menyangka
bahwa dengan menyepelekan ibadah dirinya bisa mencapai derajat tinggi,itu menunjukan kesombongan
dirinya (ia sudah merasa cukup amal ibadahnya)

Al Hasan berkata : “Mencari surga tanpa beramal adalah suatu dosa,dari jenis dosa-dosa yang lain

Nabi Isa bersabda: “Orang yang mempelajari suatu ilmu tetapi tidak mau mengamalkannya,bagaikan
seorang wanita yang berbuat zina ditempat tersembunyi,lalu ia hamil dan perut wanita itu semakin
besar,yang akhirnya ketahuan dia hamil. Begitu juga dengan orang yang tidak mau mengamalkan
ilmunya,pada hari kiiamat nanti Allah akan memperlihatkan dia dihadapan semua makhluk yang hadir di
Makhsyar”

D. Kedudukan Ulama Dalam Islam

Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama, serta tingginya kedudukan,
martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan mereka sebagai teladan dan pemimpin yang
diikuti jalannya serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan lentera penerang
dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya,
mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-
orang yang bertaqwa. Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi
agung dan mulia kehormatannya.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

ْ‫ل َوالَّذِينَْ يَعلَ ُمونَْ الَّذِينَْ يَست َ ِوي هَلْ قُل‬


َْ َْ‫يَعلَ ُمون‬

Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
(QS. az-Zumar: 9) Dan firman-Nya Azza wa Jalla:

َّْ َْ‫َد َر َجاتْ العِل َْم أُوتُوا َوالَّذِينَْ مِ ن ُكمْ آ َ َمنُوا الَّذِين‬
ْ‫ّللاُ يَر َف ِع‬

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. al-
Mujadilah: 11)

Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan sayapnya karena tunduk akan
ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga ikan yang berada di airpun ikut memohonkan ampun
baginya. Para ulama itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak
juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris sama kedudukannya dengan yang
mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan kedudukan yang sama dengan yang mewariskannya
itu. Di dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda, “Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga. Sesungguhya para malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang
menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang alim
akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di
air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas
seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak
mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang
mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.” (Shahih, HR
Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah (223) dan Ibnu Hibban (80/al-
Mawarid). Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan melanjutkan peranan
dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga
melarang dari perbuatan maksiat serta membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul
antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk
menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan.

Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara antara Allah dan hamba-
hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa masuk di kalangan hamba-hamba-Nya.”

Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya adalah yang menjadi perantara
antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama.”

Sahl bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia
melihat majelisnya para ulama, dimana ada seseorang yang datang kemudian bertanya, ‘Wahai fulan
apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan demikian?’
Kemudian dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang orang lain dan bertanya, ‘Apa
pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah pada istrinya demikian-demikian?’ Maka dia
menjawab, ‘Dia telah melanggar sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh
Nabi atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).”

Maimun bin Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan mata air yang
tawar di negeri itu.”

Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti itu, maka wajib atas orang-
orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Bukan termasuk umatku orang yang tidak
memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak tahu kedudukan
ulama.”

Dan di antara hak para ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal keahlian dan kemampuannya,
yaitu menjelaskan tentang agama Allah, serta penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan
mendahului mereka, atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang dengan kesalahannya,
juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang
jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan martabat para ulama. Satu hal yang sudah maklum bagi setiap
orang, bahwa mempercayakan setiap cabang-cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli
dalam bidangnya. Jangan meminta pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan pula
meminta pendapat tentang senibena kepada para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam
suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan ilmu syariah, pengetahuan tentang
hukum-hukum dan fiqh kontemporer? Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak
terkenal alim mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai ulama
yang mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang memiliki keupayaan sebagai ahli
istimbath?

Allah Ta’ala berfirman:


‫ن مِ نَْ أَمرْ َجا َءهُمْ َو ِإ َذا‬ ِْ ‫ل ِإلَى َردُّوْهُ َولَوْ بِ ِْه أَذَاعُوا الخَوفِْ أ َ ِْو اْلَم‬
ِْ ‫سو‬ َّ ‫طونَ ْهُ الَّذِينَْ لَ َع ِل َم ْهُ مِ ن ُهمْ اْلَم ِْر أُولِي َْو ِإلَى‬
ُ ‫الر‬ ُ ِ‫ل مِ ن ُهمْ يَست َنب‬
َْ ‫ل َولَو‬
ُْ ‫ّللا فَض‬
َِّْ
ُْ‫علَيكم‬ ُ ُ َّ َ
َ ُ‫شيطانَْ َلتبَعت ُْم َو َرح َمت ْه‬ َّ ‫ل ال‬َّ ً
ْ ِ‫ِيل إ‬
ْ ‫قل‬َ

"Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
(langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di
antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
(secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah
kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`:
83)

Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang 'Alim dan cermat dalam
beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab maupun sunnah, karena nash-nash yang jelas tidaklah
cukup untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini, dan tidaklah
begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama
yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah
para ulama, tidakkah kamu tahu Allah berfirman, ‘(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”

Dari Qatadah, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara
mereka”, dia mengatakan, “Kepada ulamanya.” “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”, tentulah
orang-orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu.”

Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul” sehingga beliaulah yang
akan memberitakannya “dan kepada Ulil Amri” orang yang faqih dan faham agama.”

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-Dawudi, bahwasanya
beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar engkau
menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.”

An-Nahl : 44,: Allah Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian
ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang belum
terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
(padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-
orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari
mereka. (QS. an-Nisa`: 83)

Al-’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini merupakan pelajaran
tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa perbuatan mereka tidak layak, maka sewajarnya
bagi mereka, apabila ada urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan dengan
keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul dari suatu musibah, maka
wajib bagi mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa-gesa untuk menyebarkan berita itu, bahkan
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli dalam hal pemikiran
ilmu, dan nasehat , yang faham akan permasalahan, kemaslahatan dan mafsadatnya. Jikalau mereka
memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat dan sebagai penyemangat bagi kaum mukminin,
yang membahagiakan mereka, serta dapat melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan,
dan apabila mereka memandang hal itu tidak bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi
mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya maka tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah
berfirman : “tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
(secara resmi) dari mereka.” Yaitu: mengerahkan pikiran dan pandangannya yang lurus serta ilmunya
yang benar.

Dan dalam hal ini ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam suatu masalah
hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena itu lebih dekat dengan
kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-gesa menyebarkan berita
tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan merenungi sebelum berbicara,
apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat maka dicegah. Selesai ucapan syaikh
rahimahullahu. Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-teman semua, bahwa perkara yang sulit
dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan hukum-hukum syariatnya tidak semua orang
boleh campur tangan dalam masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata, “Jabatan dan kedudukan tidaklah menjadikan
orang yang bukan alim menjadi orang yang alim, kalau seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu
berdasarkan kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin negara) lebih berhak untuk
berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya
pada permasalahan yang sulit difahami baik dalam ilmu ataupun agama. Apabila pemimpin negara saja
tidak mengaku akan kemampuan itu pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti
suatu hukum dalam satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an dan
as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap
pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu Taimiyah.

A. DEFINISI ILMUWAN

1. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Ilmuwan adalah :

· orang yang ahli

· orang yang banyak pengetahuan mengetahui suatu ilmu,

· orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan

· orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sungguh.

2. Menurut Webster Dictionary, Ilmuwan ( Sciantist ) adalah seorang yang terlibat dalam kegiatan
sistematis untuk memperoleh pengetahuan ( ilmu )
3. Ensiklopedia Islam mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan banyak pengetahuannya
dalam suatu atau beberapa bidang ilmu.

B. TANGGUNG JAWAB ILMUWAN

1. Banyak ilmuwan muslim yang tidak memiliki komitmen terhadap agama Islam.

Ilmuwan tersebut menghabiskan hari-harinya dan bahkan hidupnya untuk mempelajari dan mengkaji
ilmu yang disenangi, menarik hati dan mungkin pula memperoleh ketenaran serta mendapatkan bnyak
uang, tapi tidak berminat atau kurang sekali minatnya untuk mengkaji Islam (Al-Quran dan Sunnah) yang
berkaitan dengan ilmu yang digelutinyaOleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika mendapati ayat-
ayat Al-Quran atau Hadits yang tidak sesuai dengan jalan pikiran atau ilmu yang dikuasai, maka ayat dan
hadits tersebut ditolak atau paling tidak diragukan kebenarannya. Sebaliknya, paham atau konsep yang
jelas-jelas bertentangan dan tidak dapat dibandingkan dengan Islam seperti feminisme, sekularisme,
humanisme, liberalisme, postmodernisme, pluralisme dsb.

2. Banyak ilmuwan muslim yang berpikir dengan metode/cara berpikir orang barat yang kafir.

Mereka memisahkan antara agama dan akhirat, antara ilmu dan perilaku, antara ilmu dan etika,
antara agama dan ilmu, antara individu dan masyarakat nantara agama dengan sosial atau negara. Hal
ini disebabkan karena mereka asal ikut saja terhadap pendapat yang dikatakan oleh pakar dari barat.
Akibatnya mereka tidak akan dapat melebihi orang barat. Mereka akan selalu tergantung dengan barat
serta pola berpikirnya. Apa-apa yang tidak sesuai dengan cara berpikir orang barat akan dikritik,
diragukan atau bahkan ditolak.

3. Banyak ilmuwan yang tidak paham sejarah barat dan sejarah pemikiran orang-orang besar.

4. Banyak ilmuwan muslim tidak paham konsep pandangan dunia (worldview), asumsi
hakikat manusia maupun nilai-nilai sosial budaya barat

5. Akhirnya banyak ilmuwan muslim yang tidak peduli apakah ilmu yang digelutinya ini benar/salah,
sesuai dengan ajaran Islam/tidak.

Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau etis
dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar
kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya.

tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda,
apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu
“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh

Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “

Oleh karena itu seorang ilmuwan harus mempunyai beberapa syarat, diantaranya :

1. Beriman

2. Menyadari bahwa dirinya makhluk terbatas yang masih ,membutuhkan dzat yg tak terbatas

3. mengakui tilmuawan lain

4. Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan pada perkembangan Ilmu
Pengetahuan terbaru dalam rangka profesionalitas keilmuannya.

5. Peran dan Fungsi Ilmuwan

· Sebagai intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu
dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif.

· Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada
kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya.

· Sebagai teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam
disiplin yang dikuasainya. Dua peran terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan
peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat.

C. TANGGUNG JAWAB SENIMAN

Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif, atau inovatif, atau mahir
dalam bidang seni. Penggunaan yang paling kerap adalah untuk menyebut orang-orang yang
menciptakan karya seni, sepertilukisan, patung, seni peran, seni tari, sastra, film dan musik. Seniman
menggunakan imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan karya dengan nilaiestetik. Ahli sejarah seni
dan kritikus seni mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang menghasilkan seni dalam batas-batas
yang diakui.

Seni (art) berasal dari bahasa Latin, ars yang berarti kemahiran. Istilah ini kemudian diformulasikan
dalam definisi seni secara etimologis, sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang-barang atau
mengerjakan sesuatu (Mustofa Ansori, 2006 : 219). Dengan kalimat lain seni merupakan bagian dari
budaya manusia, sebagai hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya yang
mengekspresikan sebuah keindahan

Apakah keindahan itu merupakan sesuatu yang lahir dari benda itu sendiri (obyek), ataukah hanya lahir
dalam alam pikiran atau perasaan orang yang mengamati benda tersebut (subyek). Muncullah dua teori
:

· Teori Obyektif dimana keindahan itu adalah sifat (kualitas) yang memang telah melekat pada suatu
benda indah, yang sama sekali lepas dari siapa yang mengamatinya. Penganut teori ini antara lain, Plato,
Hegel, dan Bernard Bosanquet.

· Teori Subyektif yaitu sifat-sifat indah pada suatu benda sesungguhnya tidak ada. Yang ada
hanyalah tanggapan perasaan dari dalam diri si pengamat.

Secara redaksional, memang tidak akan ditemukan ayat dan sabda nabi yg membicarakan tentang
hakekat seni. Namun secara kontekstual terdapat sejumlah ayat yang dapat menjadi petunjuk tentang
bagaimana seni itu dipandang dari perspektif Islam.

Berikut ini ayat yang relevan dengan teori subyektif atau teori ekspresi, bahwa keindahan itu berangkat
dari perasaan manusia. Allah berfirman dalam surat An Nahl : 5-6.

َ‫ِف ٌء ََو َُمْنَافُِع ََوُمِ ْْن َها ت َأُْكلون‬ َ ‫ََو ْاْل َ ْن َع‬
ْ ‫ام َخلََقَ َها ۗ لَك ْم فِْي َها د‬

َ‫ََولَك ْم فِْي َها َج َُما ٌل حِ ْينَ ت ِريحونَ ََوحِ ْينَ تَْس َْرحون‬

Artinya :

“ Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan
dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang
indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke
tempat penggembalaan “ ( QS. An Nahl : 5 – 6 )

VI

Kerukunan antar umat beragama

2.1. Definisi Kerukunan

Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama
dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan
pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan”
adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia

Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada
ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan
damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses
waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih. Kerukunan
antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat beragama dalam segala
aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antarumat beragama.

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial
dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.

Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan
sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat
berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

Selain itu islam juga mengajarkan manusia untuk hidup bersaudara karena pada hakikatnya kita
bersaudara. Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang pada hakikatnya bukan
bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam, melainkan cenderung memiliki arti sebagai
persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat Islami.

Sungguh bahwa Allah telah menempatkan manusia secara keseluruhan sebagai Bani Adam dalam
kedudukan yang mulia, walaqad karramna bani Adam (QS 17:70).

Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal dan
saling memberi manfaat antara yang satu dengan yang lain (QS 49:13).

Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan yang berbeda, padahal andaikata Allah menghendaki, Dia dapat
menjadikan seluruh manusia tersatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan itu
untuk member peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai kebajikan, fastabiqul khairat (QS
5:48).

Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya menjadi saudara antara yang satu dengan yang lain, wakunu
ibadallahi ikhwana (Hadist Bukhari).

Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan hadist sekurang-kurangnya
memperkenalkan empat macam ukhuwah, yakni:

1. Ukhuwah ‘ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesama makhluk yang tunduk
kepada Allah.
2. Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama memiliki kodrat
sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antarmanusia, baik itu seiman maupun berbeda
keyakinan).

3. Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan keturunan dan
kebangsaan.

4. Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama.

Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian,
hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan
persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu
tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya.
Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama.
Kebersamaan di kalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang
diikat oleh kesamaan aqidah.

Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak
dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun
budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

2.2. Kerukunan antar umat beragama

Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup
bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.
Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar
umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak
keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar
umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda ,
sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.

Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31
Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar
kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu.
Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan
kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat beragama.
Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima
perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama
lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling
mengganggu.

Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas disebutkan dalam Alqur’an dan Al-
hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah dalam masalah akidah dan ibadah, seperti pelaksanaan
sosial, puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al
Kafirun: 6, yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”.Beberapa prinsip kerukunan antar umat
beragama berdasar Hukum Islam :

a. Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk suatu agama (QS.Al-Baqarah : 256).

b. Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat baik,berlaku adil dan tidak boleh memusuhi
penganut agama lain,selama mereka tidak memusuhi,tidak memerangi dan tidak mengusir orang
Islam.(QS. Al-Mutahanah : 8).

c. Setiap pemeluk agama mempunyai kebebasan untuk mengamalkan syari'at agamanya masing-
masing (QS.Al-Baqarah :139).

d. Islam mengharuskan berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga,tanpa membedakan agama
tetangga tersebut.Sikap menghormati terhadap tetangga itu dihubungkan dengan iman kepada Allah
SWT dan iman kepada hari akhir (Hadis Nabi riwayat Muttafaq Alaih).

e. Barangsiapa membunuh orang mu'ahid,orang kafir yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan
umat Islam, tidak akan mencium bau surga;padahal bau surga itu telah tercium dari jarak perjalanan
empat puluh tahun (Hadis Nabi dari Abdullah bin 'Ash riwayat Bukhari). Sudah banyak perjanjian damai
dan perjanjian HAM yang dibuat oleh Negara Islam dan seluruh Negara di dunia soal itu. Dan hanya
sedikit yang melanggar, diantara yang melanggar itu diantaranya Israel, sedangkan yang tidak melanggar
dan sangatlah banyak, seperti Jerman, Cheko, Irlandia dan masih sangat banyak yang tidak saya sebut
satu persatu yang tetap menjaga perdamaian. Jadi mereka yang menjaga perjanjian damai dengan orang
Islam. Tidaklah dibenarkan membunuh orang-orang yg tetap menjaga perdamaian dengan orang Islam.
Bahkan menurut hadis tersebut tidak akan mencium bau surga bagi yang membunuh orang tersebut
tanpa kesalahan yang jelas.

Kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari- hari. Dengan adanya
kerukunan antar umat beragama kehidupan akan damai dan hidup saling berdampingan. Perlu di ingat
satu hal bahwa kerukunan antar umat beragama bukan berarti kita megikuti agama mereka bahkan
menjalankan ajaran agama mereka.

Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik
antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam hal agama, kita
harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama
bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan
kemajuan negara.
2.3. Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama

Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama salah satunya dengan dialog antar umat beragama.
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya
masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya
dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat
beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antar umat beragama, misalnya konflik di Poso antara
umat islam dan umat kristen. Agama disini terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut.
Sangatlah ironis konflik yang terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada
para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati.
Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama umat beragama.

Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi
sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Karena konflik tersebut bisa
menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama
bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka
diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal
antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara
umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari
satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.

Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait dengan toleransi
antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud memerlukan 3 konsep yaitu :

1. Setuju untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing- masing sehingga agama
saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.

2. Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan dalam upaya
peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.

3. Setuju untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai bukan untuk
saling menghancurkan.

Tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah peribadatan tetapi lebih ke
masalah kemanusiaan seprti moralitas, etika, dan nilai spiritual, supaya efktif dalam dialog aantar umat
beragama juga menghindari dari latar belakang agama dan kehendak untuk memdominasi pihak lain.
Model dialog antar umat beragama yang dikemukakan oleh Kimball adalah sebagai brikut :

1. Dialog Parlementer ( parliamentary dialogue ). Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh
umat beragama di dunia. Tujuannya adalah mengembangkan kerjasama dan perdamaian antar umat
beragama di dunia.

2. Dialog Kelembagaan ( institutional dialogue ). Dialog ini melibatkan organisasi-organisasi


keagamaan. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan dan memecahkan persoalan keumatan dan
mengembangkan komunikasi di antara organisasi keagamaan.
3. Dialog Teologi ( theological dialogue ). Tujuannya adalah membahas persoalan teologis filosofis agar
pemahaman tentang agamanya tidak subjektif tetapi objektif.

4. Dialog dalam Masyarakat ( dialogue in society ). Dilakukan dalam bentuk kerjasama dari komunitas
agama yang plural dalam menylesaikan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.

5. Dialog Kerohanian (spiritual dialogue). Dilakukan dengan tujuan mengembangkan dan


memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama.

Indonesia yang multikultural terutama dalam hal agama membuat Indonesia menjadi sangat rentang
terhadap konflik antar umat beragama. Maka dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama
sangatlah penting. Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar terjaga
sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam masyarakat khususnya masyarakat
Indonesia misalnya dengan cara sebagai berikut:

1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara
mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan
orang lain.

2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya.
Misalnya dalam hal terorisme.

3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari sikap
saling menghormati.

4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama
seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.

Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama tersebut hendaknya kita
sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan
agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan
antar umat beragma bisa terwujud.

2.4. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama

Umat Beragama Diharapkan menjunjung tinggi Kerukunan antar umat beragama sehingga dapat
dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka yang akan memberikan stabilitas dan kemajuan negara.

Dalam pemberian stabilitas dan kemajuan negara, perlu diadakannya dialog singkat membahas tentang
kerukunan antar umat beragama dan masalah yang dihadapi dengan selalu berpikir positif dalam setiap
penyelesaiannya.

Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat
kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan
sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat
Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.

Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu
itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami
banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat
internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul.

Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan
berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna
mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan.

Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau
dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa,
baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama
lintas agama," katanya.

Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan masyarakat
Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa
jika tidak dikelola secara baik dan benar.

"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk dihapuskan. Supaya bisa
menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar," katanya. Ia menambahkan,
untuk mengelola kemajemukan secara baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai
permasalahan yang selama ini mengganjal di masing-masing kelompok masyarakat.

Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D Situmorang, OFM. Cap
mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama merupakan salah satu cara untuk membangun
persaudaraan antar- umat beragama.

Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda agama-agama ke
depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal
masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan
penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan militansi agama seyogyanya diarahkan untuk
mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi S Tanuwibowo.

Dengan adanya dialog antar agama ini juga diharapkan dapat menumbuh kembangkan sikap optimis
terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.
VII

Masyarakat

A. Pengertian Masyarakat Beradab dan Sejahtera Masryarakat berarti sejumlah manusia dalam arti
seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Dari pengertian ini
dapat dicontohkan istilah “masyarakat desa”, ialah masyarakat yang penduduknya mempunyai
mata pencaharian utama bercocoktanam, perikanan, peternakan atau gabungan dari ketiganya ini,
yang sistem budayanya mendukung masyarakat itu. Masyarakat modern berarti masyarakat yang
sistem perekonomiannya berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri, dan
pemakaian teknoligi canggih (Kamus Besar, l990:564). Memperthatikan kedua istilah di atas,
“masyarakat desa”, dan “masyarakat moderen”, kata kedua dalam gabungan dua kata itu, “desa”
dan “modern” merupakan kualitas dari suatu masyarakat. Bertolak dari cara demikian dapat
memberi suatu kualitas pada suatu “masyarakat”, umpama masyarakat tradisional, masyarakat
primitif, masyarakat agamis, masyarakat beradab, masyarakat sejahtera, dan masyarakat beradab
dan sejahtera. Pada contoh terakhir ini memberikan dua buah kualitas sekaligus, yaitu “beradab”
dan “sejahtera”. Hal semacam ini boleh-boleh saja. Kata beradab berarti kesopanan, kehalusan, dan
kebaikan budipekerti (Kamus Besar, l990:5). Sementara itu kata sejahtera berarti aman sentosa
dan makmur, selamat (dari gangguan dan kesukaran - Kamus Besar, l990:795). Bertolak dari
masing-masing pengertian term “masyarakat”, “beradab”, dan “sejahtera”, rangkaian kata
ketiganya menjadi masyarakat beradab dan sejahtera mempunyai maksud bahwa masyarakat yang
dikehendaki adalah masyarakat yang kumpulan manusianya terdiri atas orang-orang yang halus,
sopan, dan baik budipekertinya supaya masyarakat tersewbut selamat dan bebas dari gangguan
maupun kesukaran. Bangsa Indonesia secara prinsip adalah masyarakat majemuk terdiri atas
kumpulan masyarakat bagian-bagian sejak dari barat masyarakat Nangroe Aceh Darussalam hingga
ke timur masyarakat Irian Jaya atau masyarakat Papua. Kumpulan besar dari berbagai masyarakat
itu masing-masingnya menghimpun menjadi masyarakat besar dengan nama masyarakat (bangsa)
Indonesia karena memiliki sistem budaya dan pandangan hidup yang sama (Pancasila, Bhineka
Tunggal Ika, berbahasa satu bahasa Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, bernegara satu
Negara Kesatuan Republik Indonesia, berbendera satu bendera merah putih). Masyarakat (bangsa)
Indonesia sesuai dengan sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”menghendaki sebagai
bangsa yang berkesopanan, baik dan halus budipekertinya supaya bisa menciptakan kemakmuran,
kesentosaan, selamat dari berbagai kesulitan dan gangguan. Gangguan yang sekarang ini merebak
dan mewabah dan dapat dirasakan oleh setiap yang sadar sebagai anggota masyarakat
(bangsa)Indonesia antara lain:budaya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotesme), penggundulan hutan
secara liar oleh cukong-cukong culas dan berlanjut pada pembalakan kayu yang liar pula secara
besar-besaran, demo-demo kolosal yang anarkhis merusak fasilitas dan kepentingfan umum, mafia
hukum yang bermuara hukum berpihak kepada pemikik uang, di samping praktik-praktik amoral
seperti pornografi dan porno aksi, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan masih banyak
gangguan lainnya. Dalam tinjauan agama, para pelaku gangguan menuju masyarakat beradab itu
disebut mufsidun, yaitu orang-orang yang berbuat kerusakan. Allah tidak menyukai orang semacam
ini. Allah berfirman: ‫ ين المفسد ليحب هلل ان‬. . . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan (Q.S. al-Qasas/28:77; al-Maidah/5:64). Karena Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan, Allah melarangnya. Demian larangan itu: ‫اليوم وارجوا هللا اعبدوا قوم يا فقال‬
‫ ين مفسد الرض فى تعثوا ول الخرة‬. . . ia (syu’aib) berkata:Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah,
harapkanlah (pahal) hari akhir dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan
(Q.S.al-‘Ankabut/29:36; asy-Su’ara’/26:l83; Hud/11/85;al-A’raf/7:74). Akibat pengabaian larangan
Allah ditanggung oleh manusia sendiri, dalam hal ini bangsa Indoneia. Berteori dari kisah-kisah
umat terdahulu seperti:kaum Samud, kaum ‘Ad, umat Nabi Luth, umat Nabi Musa, umat Nabi Nuh,
dan umat-umat Nabi lain yang membangkang dari perintah Allah, berbuat kerusakan,, amoral
seperti sodomi umat Nabi Luth, Allah menjadi murka kemudian menurunkan bala’ umpama banjir
Nuh (Q.S. Hud/11:32-45), kaum Samud dibinasakan dengan amat dahsyat, kaum ‘Ad dihancurkan
dengan angin kencang (Q.S. al-Haqqah/69:56), mungkin sekali musibah sunami di Nangroe Aceh
Darussalam, di pulau Nia, dan di Pangandaran; gempa bumi di Yogyakarta dan Padang Sumatera
Barat; angin puting beliung (lisus) di Yogyakarta, semburan lumpur panas Lapindo Brantas di
Sidoarjo Jawatimur, tenggelamnya KM Senopati, raibnya pesawat Adam Air di udara, dan
meledaknya pesawat Garuda Indonesia Air Ways adalah peringatan Allah agar umat manusia
(dalam hal ini bangsa Indonesia) kembali (bertaubat) kepada-Nya dengan mereformasi diri menjadi
masyarakat yang beradab. Allah berfirman: ‫ير لعلهم عملوا الذى بعض بهم ليعذ الناس ايدى كسبت والبحربما والبر فى الفساد ظهر‬
‫ جعون‬Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebebkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar - Q.S. ar-Rum/30:41) Allah berjanji, jika suatu masyarakat taat akan
aturan-aturan Allah, jauh dari sifat-sifat biadab, Allah pasti akan menurunkan berkah dari langit
maupun bumi yang menjadikan masyrakata itu makmur, sejahtera, tidak ada gangguan maupun
kesulitan. Tetapi jika sebaliknya, mengedepankan sifat-sifat biadab Allah akan menimpakan siksa.
Alquran mengatakan: ‫ن يكسبو كنوا بما ناهم فاخد بوا كذ ولكن والرض السماء من بركات عليهم لفتحنا وتقوا امنوا القرى اهل ان ولو‬
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami akan siksa mereka disebabkan perbuatannya. B. Antara Masyarakat Madani dan
Masyarakat Beradab Ter madani berasal dari bahasa Arab al-Madinah, suatu kota yang terletak di
Hijaz (Saudi Arabia). Kota itu semula, sebelum Islam datang, bernama Yasrib. Oleh Nabi
Muhammad Saw. Diubah namanya menjadi al-Madinat al-Munawwarah. Kota ini menjadi semacam
ibu kota suatu negara dengan ciri Rasulullah memberi petunjuk kepada umat, melakukan hubungan
bilateral dengan negara lain, memerintah sebagaimana yang diperankan oleh para raja pada
umumnya. Pemerintahan yang dipimpin oleh Nbi Muhammad didasarkan pada semacam - sekarang
disebut Undang-Undang Dasar - yaitu al-misaq al-Madinah (Piagam Madinah). Pusat pemerintahan
berada di kota. Oleh para pakar ilmu kepemerintahan belakangan, model pemerintahan Rasulullah
itu disebut masyarakat madani (civil sosiety) yang berprinsip: (l)bertetangga secara baik, (2) saling
membantu dan menghadapi musuh secara bersama-sama dari berbagai elemen masyarakat
tersebut, (3) membela sub masyarakat yang teraniaya, dan (4) saling menasihati dan menghormati
kebebasan beragama (Munawir Syadzali, l990:l0). Masyarakat al-Madinah seperti itu menjadi model
masyarakat beradab (Nurkholish, l999:6). Dengan demikian untuk masyarakat Madinah yang
dipimpin oleh Rasulullah ini identik dengan masyarakat madani dan masyarakat beradab. Tetapi
sebenarnya untuk diterapkan kepada masyarakat-masyarakat lain di dunia, masyarakat madani
(kota) belum tentu secara keseluruhan identik dengan masyarakat beradab. Masyarakat madani
mengandung dua makna, masyarakat kota dan masyarakat beradab (Mustofa, edit. 2006:l07). Jika
yang dikembangkan oleh masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat madani, memang amat
baik, tetapi untuk saat ini kelihatannya belum saatnya karena mayoritas bangsa Indonesia masih
bertempat tinggal di pedesaan, sehingga aset bangsa jika ditinjau dari segi sistem sosialnya masih
berwujud masyarakat pedesaan, berbeda dari masyarakat beradab. Apapun bentuknya suatu
masyarakat, masyarakat primitif (seperti sebagian masyarakat Papua), masyarakat tradisional,
masyarakat pedesaan, masyarakat modern, masyarakat majemuk, haruslah beradab,
berkesopanan, berkehalusan budipekerti, baik atas dasar moral (adat-istiadat lokal), etika
(rumusan-rumusan filosofis), maupun atas dasar akhlak (syariat agama) karena mayoritas bangsa
ini, masyarakat Indonesia beragama Islam, yang salah satu kerangka dasarnya adalah akhlak
(Daud Ali, 2005:l33). Pada level keharusan baik masyarakat madani maupun masyarakat beradab
adalah sama, yaitu bermoral, beretika, dan berakhlak. C. Peran Umat Beragama Dalam
Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera 1. Landasan Masyarakat, sebagaimana masyarakat
madani binaan Rasulullah, didasarkan pada Alquran dan Assunnah beliau sendiri. Petunjuk Alquran
yang langsung berkenaan dengan masyarakat beradab dan sejahtera didasarkan pada hal-hal
sebagai berikut: a. Tauhid Rumusan tauhid terdapat dalam surat al-Ikhlas sebagai berikut: ‫هللا هو قل‬
‫ احد كفوا له يكن ولم يولد ولم يلد لم الصمد هللا احد‬Katakanlah, “Dia lah Alah Yang Maha Esa”. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula dianakkan. Dan
tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Q.S. al-Ikhlas/ll2:l-4) Dalam ayat kedua dari surat
tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu bergantung kepada Allah swt., termasuk segala urusan
yang berkenaan dengan masyarakat. Kepada Allah mereka, masyarakat, kumpulan dari orang
perorang, yang memiliki sistem budaya dan pandangan hidup, menyembah dan mohon
pertolongan. Allah berfirman: ‫ نستعين وايك نعبد ك ايا‬Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya
kepada-Mu kami mohon pertolongan (Q.S. al-Fatihah/1:5). Dalam sistem kebangsaan dan
kenegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, prinsip tauhid sejalan dengan sila pertama,
“ketuhanan Yang Maha Esa”, bahkan sebenarnya prinsip tauhid menjiwai sila pertama ini. b.
Perdamaian Suatu masyarakat, negara, bahkan masyarakat yang paling mikro sekalipun, yaitu
keluarga batih (nuclear family: suami, istri, dan anak) tidak akan bisa bertahan kebaradaannya
kalau tidak ada perdamaian diantara warganya. Alquran mengatakan ‫فاصلحوا قتتلوا ا منين لمؤ ا من طافتان ان‬
‫ بينهم‬. . . ‫ اخويكم بين فاصلحوا اخوة منون الموْ انما‬Dan jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang
(bermusuhan), maka damaikan diantara keduanya . . . sesungguhnya orang-orang mukmin itu
adalah bersaudara. Karena itu damaikanlah anatara kedua saudaramu itu (Q.S. al-Hujarat/49: 9
dan l0). Semangat ayat itu hendaklah yang satu kepada yang lain senantiasa berbuat baik, dan
tidak boleh saling bermusuhan. c. Saling Tolong Menolong Tolong menolong merupakan kelanjutan
dan isi berbuat baik terhadap orang lain. Secara naluri, orang yang pernah ditolong oleh orang lain
di saat ia tertimpa kesulitan, diam-diam ia berjanji “suatu saat akan membalas budi baik yang
sedang diterima”. Di saat itu ia merasa berhutang budi. Di saat ini pula sering terlontar kata
“semoga Allah membalas budi baik Bapak . . . dan sering pula diiringi doa “Jazakumu-llahu khairal
jaza’, jazakumu-llah khairan kasira”(semoga Allah membalas kebaikan yang jauh lebih baik dan
semoga Allah membalas dengan kebaikan yang lebih banyak). Dlam hal tolong-menolong, Allah
memerintahkan demikian: ‫ العقاب يد شد هلل ان والعدوا الثم على تعاونوا ول لتقوى وا البر على ونوا تعا‬Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya (Q.S. alMaidah/5:3). d. Bermusyawarah Dalam bermusyawarah sering muncul
kepentingan yang berbeda dari masing-masing sub kelompok atau warga. Supaya tidak ada pihak
yang dirugikan atau tertindas, musyawarah untuk mencapai kata sepakat, motto yang harus sama-
sama dijunjung tinggi adalah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, nikmat sama-sama
dirasakan”, “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Allah berfirman: ‫كل فتو مت عز فاذا لمر ا فى ورهم وشا‬
‫ هللا على‬Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila membulatkan
tekad (keputusan) maka bertakwalah kepada Allah (Q.S. Ali Imran/3: l59). Musyawarah memang
telah terbukti mempersatukan (ta’lluf), masyarakat (Jaelani, 2006:247). e. Adil Adil merupakan
kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan sosial. Aneka macam bentuk protes dan
demo-demo kolosal umumnya menuntut keadilan atau rasa keadilan karena merasa dirugikan oleh
mitra kerja, juragan, majikan, atau pemerintah. Jika para penguasa, majikan, juragan, dan
pemegang amanah lainnya berbuat adil insyaallah kesentosaan dan kesejahteraan akan menjadi
kenyataan bagi masyarakatnya karena rakyat merasa dilindungi dan diayomi, dan penguasa
dihormati dan disegani. Sifat utama adil dan keadilan amat diserukan dalam Islam. Himbauan,
perintah, janji ganjaran bagi yang berbuat adil, ancaman siksa bagi yang berbuat tidak adil (curang,
culas, dan lalim) disebut 28 kali (‘Abd al-Baqi, [t.th]:569-700),dan sinonimnya (al-qist) disebut 29
kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqi, [t.th.]:691-692). Ini menendakan adil harus menjadi ciri utama
bagi setiap muslim atau masyarakat muslim dalam semua urusan f. Akhlak Nabi Muhammad
mengaku bahwa dirinya diutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan akahlak manusia supaya
ber-akhlaqul karimah. Pengakuan itu diwujudkan dengan tindakan konkrit beliau baik sebagai
pribadi maupun dalam membangun masyarakat Islam di masanya, yaitu sebagai masyarakat yang
disitir dalam Alquran: ‫ ر غفو رب و طيبة بلدة‬Negeri yang baik dan Allah berkenan senantiasa menurunkan
ampunan-Nya (Q.S. as-Saba’/34:15). 2. Aktualisasi Ajaran Betapapun rasional dan terperinci suatu
ajaran, doktrin, ia hanya terdiri atas sejumlah pasal, diktum, prinsip yang berisi himbauan,
perintah, informasi, larangan, riward, dan punishment. Ajaran hanya akan bermakna kalau
dipandang penting oleh pemilik, penganut, dan pendukung ajaran. Dengan kata lain ajaran menjadi
nilai sebagai acuan berbuat baik oleh individu, kelompok, maupun budaya (S.Takdir, l982:20-30).
Sebaliknya jika diabaikan, ajaran hanya berhenti sebagai potensi dan tidak pernah berubah menjadi
aktus. Supaya ajaran sebagai potensi berubah menjadi aktus , pertama seseorang harus yakin atau
iman, bahwa ayat-ayat quraniyah itu benar (al-Ghazali, [t.trh.]:8) secara mutlak (absolut).
Keimanan pada Alquran mengikat diri begitu kuat (hablummina-llah- tali dari dari Allah) sehingga
jika tidak melaksanakan yang diyakini, diyakini pula pasti ada sanksinya yang dapat merugikan diri
sendiri. Dengan kata lain kondisi iman telah mukhlis (murni) tanpa sedikitpun mengandung
keraguan. Iman semacam ini mampu melahirkan kehendak untuk berbuat. Kualitas kehendak atas
dasar keyakinan tanpa ragu mendesakkan keluar untuk melahirkan perbuatan. Jika perbuatan itu
dirasa menguntungkan cenderung untuk diulanginya. Pengulangan yang ajeg dan konstan akan
menjadi kebiasaan atau perbuatan itu telah menjadi pola. Dalam tahap demikian potensi telah
menjadi aktual atau aksi, dan ajaran telah berubah menjadi pelaksanaan ajaran. Supaya aksi
seseorang menjalar menjadi aksi kelompoknya (aksi sosial), prinsip dakwah Islamiyyah tentang
sesuatu yang dipandang baik (amar ma’ruf nahi munkar) adalah ibda’ binafsik (mulailah dari
dirimu). Perintah ini berlaku secara universal, artinya semua mubaligh - dan setiap muslim adalah
mubalgh - merasa diseru untuk itu. Dalam aksi, unsur keteladanan (uswah hasanah) amat penting
peranannya. Keteladanan membutuhkan figur kharismatik, atau figur-figur yang memiliki otoritas,
termasuk di dalamnya para public figure. Jika orang-orang semacam ini telah memiliki perbuatan
berpola untuk mewujudkan masyarakat beradab, didukung ketiadaan sekat di dalam bidang
komunikasi modern, dalam waktu singkat aksi para individu atau beberapa individu akan segera
menjadi aksi sosial-masyarakat dan segera menggelinding menjadi budaya. Sebaliknya jika para
public figure dalam berbagai bidang kehidupan: sosial, politik, seni, ekonomi, dan agama tidak ada
yang pantas dicontoh, yang segera muncul adalah anakhisme. Telah terbukti cost untuk
mereformasi budaya anarkhisme begitu mahal dan membutuhkan waktu beberapa generasi, yang
dalam istilah Jawa pitung turunan (tujuh generasi - pengertian umum tujuh adalah banyak). D. Hak
Asasi Manusia (HAM) Hak Asasi Manusia (selanjutnya cukup disebut HAM) adalah sesuatu yang
paling dasar dimiliki oleh manusia. Ada 22 macam yang termasuk HAM sebagaimana dirumuskan
dalam pertemuan para ahli hukum perancis pada tahun l981, (Mustofa,edit.,2006:124-125), yaitu:
(1) hak hidup, (2) hak atas kebebasan, (3) hak atas persaingan dan larangan diskriminasi, (4) hak
atas keadilan, (5) hak atas peradilan yang adil, (6) hak perlindungan terhadap penyiksaan, (7) hak
perlindungan terhadap kehormatan dan nama baik, (8) hak suaka, (9) hak minoritas, (l0) hak dan
kewajiban untuk ambil bagian dalam pelaksanaan dan pengaturan urusan-urusan umum, (ll) hak
atas kebebasan kepercayaan, menyatakan gagasan dan berbicara, (l2) hak atas kebebasan
beragama, (l3) hak atas kebebasan berserikat, (l4) tata ekonomi dan hak-hak pengembangan, (l5)
hak-hak atas perlindungan terhadap kepemilikan, (l6) hak status dan martabat pekerja, (l7) hak
atas keamanan sosial, (l8) hak untuk berkeluarga, (l9) hak-hak wanita yang telah menikah, (20)
hak memperoleh pendidikan, dan (21) hak atas kebebasan bergerak dan berkedudukan.
Keseluruhan point HAM itu tidak satu pun yang bertentangan dengan Islam Berikut ini ditunjukkan
ajaran Islam berkenaan dengan point-point HAM. 1. Hak untuk hidup Islam menjelaskan Allah lah
yang berhak menghidupkan dan mematikan semua makhluk. Demian Alquran mengatakan: ‫لنحن وانا‬
‫ ن الوارثو نحن و نميت و نحيى‬Dan sesungguhnya benar-benar Kami lah yang menghidupkan dan mematikan
dan Kami (pulalah) yang mewarisi. Q.S. al-Hijr/15:23). Ketika suatu makhluk telah tercipta, yang
berarti ia hidup, yang berhak mengakhiri hidupnya hanya Allah. Menghukum mati kepada
narapidana yang dibenarkan menurut syariat adalah sekedar melaksanakan perintah kehendak
Allah melalui firmannya sebagaimana tertulis dalam kitab suci Alquran. 2. Hak atas kebebasan
Islam mengajarkan agar semua manusia menyembah kepada Allah. ‫ين لذ وا خلقم ى الذ ربكم وا اعبد الناس ايها يا‬
‫ قبلكم من‬Wahai para manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
sebelum kamu. (Q.S. al-Baqarah/2:21). Tetapi suruhan ini tidak memaksa, melainkan Allah
memberi kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikutinya. Alquran mengatakan: ‫ومن من فايؤ شاء فمن‬
‫ فليكفر شاء‬. . . maka barang siapa yang (ingin) beriman hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang
(ingin) kafir, biarlah ia kafir . . . (Q.S al-Kahfi/18:29). Hanya saja Allah mengingatkan setiap
pilihannya disertai resiko dan ini amat rasional, universal dalam semua lapangan kehidupan. Yang
berusaha mendapat peluang untuk memperoleh yang diusahakannya, yang tidak berusaha tentu
tidak memperolehnya. Demikian juga yang kufur tentu neraka tempat kembalinya, dan yang
mukmin surga pahalanya. 3. Hak atas persaingan dan larangan diskriminasi Islam memberi
kebabasan untuk saling berlomba-lomba secara sehat, fair, dan tidak curang. Al-quran
mengatakan: ‫ ت الخيرا ستبقوا فا‬. . . maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan . . . (Q.S al-
Baqarah/2:l48), sekaligus Nabi Muhammad mengatakan bahwa orang Arab tidak lebih istimewa
daripada non Arab (a‘jam). Yang membedakan di antara sesama manusia hanya takwanya (Q.S. al-
Hujarat/49:13). Perbedaan suku, bahasa, dan warna kulit, posisinya sama, bahkan secara hakiki
seluruh umat manusia adalah satu (Q.S. al-Baqarah/2:213) . 4. Hak atas Keadilan Dalam semua
urusan, Islam Islam memerintahkan agar bertindak dengan adil. Berbagai perintah, himbauan,
ancaman bagi yang tidak mengindahkan keadilan, semua hal yang berkenaan dengan lafal keadilan
disebutkan sebanyak 28 kali, dan kata al-qist padanan kata ‘adil disebut 29 kali, menandakan
‘keadilan’at penting dalam Islam. 5. Hak-hak Wanita yang telah Menikah Setiap suami berkewajiban
melindungi istri sebaik-baiknya. Nabi bersabda: Khairukum khairukum liahlihi wa ana khairun liahli
(sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya (istri) dan aku adalah orang
yang terbaik terhadap keluargaku - al-Hadis. Beliau juga bersabda: ‫هللا بامانة تموهن اخذ فانكم النساء فى هللا اتقوا‬
‫ مسلم روا هللا بكلمات فروجهن واستحللتم‬Takutlah kamu kepada Allah, (karena) sesungguhnya kamu telah
mengambil amanah dari Allah dan telah berupaya halal farji mereka (perempuan) atas dasar
ketentuan-ketentuan Allah. HR. Muslim. 6. Hak perlindungan terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan
Secara prinsip kekuasaan dalam Islam adalah amanah. Amanah harus disampaikan kepada yang
berhak. Setiap orang adalah pemegang amanah dan akan dimintai pertangjawaban atas bagaimana
ia mengelola amanah. Demikian sabda Nabi: ‫ومسؤ راع س لنا ا على لذى ميرا ل فا رعيته عن ل مسؤ وكلكم راع كلكم ال ل قا‬
‫ل مسؤ وهو سيده ل ما على راع لعبد وا عنه لة مسؤ وهي بعلها بيت في عية را لمراة وا عنهم ل مسؤ وهو بيته اهل على راع جل لر وا عيته ر عن ل‬
‫( رعيته عن ل مسؤ وكلكم راع فكلكم ال عنه‬Dia) bersabda ketahuilah bahwa kamu semua adalah penggembala
dan kamu semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang penggembalaannya. Seorang amir
terhadap manusia (rakyat) adalah penggembala dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang
penggembalaannya. Seorang laki-laki adalah penggembala bagi keluarganya dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban tentang mereka (keluarga). Seorang perempuan adalah penggembala di
dalam rumah keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (rumah) nya.
Seorang budak adalah penggembala tentang harta majikannya dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah kamu semua adalah penggembala dan kamu semua
akan dimintai pertanggungjawaban tentang penggembalaannya. H.R. at-Turmudzi dari Ibnu Umar.
7. Hak atas Perlindungan terhadap Penyiksaan Dalam perang sekalipun prajurit Islam dilarang
melakukan penyiksaan, pengrusakan, kecuali benar-benar terpaksa (Sulaiman Rasjid,l976:433).
Terhadap hewan yang akan disembelih pun harus diperlakukan dengan baik, diberi makan sebelum
disembelih, dan pisau penyembelihannya harus benar-benar tajam dengan tujuan menetralisir
perilaku penyiksaan (Sulaiman Rasjid, l976:444).Terhadap binatang saja demikian, apalagi
terhadap manusia ! artinya terhadap sesama manusia harus dipelakukan dengan sebaik-baiknya. 8.
Hak minoritas Islam mewajibkan melindungi keselamatan kafir zimmi (kafir yang tidak memusuhi
Islam) yang umumnya minoritas Anatara yang mayoritas dan minoritas diperlakukan sama. Nabi
pernah mengatakan bahwa imam ( raja, sultan, amir, presiden, perdana menteri ) adalah
penggembala (pemegang amanah Allah dan akan dimintai petanggungjawaban atas
penggembalaannya. 9. Hak atas Perlindungan Kehormatan dan Nama Baik Islam mengajarkan
bahwa suatu kaum dilarang mengejek kepada yang lain, demikian pula antara wanita yang satu
dengan wanita yang lain. Memberikan panggilan dengan panggilan yang jelek pun juga tidak boleh.
Demikian Firman Allah: ‫ول منهن خيرا يكن عسى نساء من نساء ول منهم خيرا ن يكو ان عسى قوم من م قو يسخر ل امنوا ايهاالذين يا‬
‫ الظالمون هم فئلئك يتب لم ومن المان بعد الفسوق الثم بئس بالقاب تنبزوا ول انفسكم تلمزوا‬Wahai orang-orang yang beriman
janganlah kamu mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-
olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan (mengolok-
olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari
perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan)
yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-
orang zalim. (Q.S. al-Hujarat/49:11). 10. Hak Suaka Hak suaka erat kaitannya dengan larangan
penyiksaan, diskrimanasi, dan menodai kehormatan seseorang. Tahanan perang dalam Islam
diperlakukan dengan baik. Alquran mengatakan: ‫ سعى ما ال نسان لل ليس وان‬Dan bahwa manusia hanya
memperoleh apa yang telah diusahakannya. (Q.S. an-Najm/53: 39). Selagi pencari suaka itu bukan
pelaku kriminalitas, Islam tetap memberikan hak suaka sepenuhnya. 11. Hak dan Kewajiban Ambil
bagian dalam Pelaksanaan dan pengaturan Urusan-urusan Umum Islam mengajarkan
egalitarianisme (persamaan hak) kepada sesama umat manusia. ‫مؤمن وهو انثى او ذكر من الصلحات من يعمل ومن‬
‫ نقيرا يطلمون ول الجنتة يدخلون فلئك‬Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun
perempuan sedang dia beriman, maka mereka ini akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak
dizalimi sedikitpun. (Q.S. an-Nisa/4:124) Ayat ini meniadakan diskriminasi antara laki-laki dan
perempuan untuk beramal salih dalam bentuk apapuin, termasuk urusan-urusan umum. Amat
sedikit sesuatu job yang tidak diberikan kepada wanita umpama imam salat untuk umum, dan tidak
ada nabi dari wanita. 12. Hak atas Kebebasan Beragama Islam memberikan kebebasan untuk
beragama atau tidak beragama. Allah berfirman: ‫ فليكفر شاء ومن فليؤمن شاء فمن ربكم من الحق وقل‬Dan katakanlah
(muhammad), Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barang siapa menghendaki (beriman)
hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendai (kafir) biarlah dia kafir (Q.S. al-Kahfi/l8:29),
atau memeluk agama apa saja sesuai keinginannya. Allah berfirman: ‫ دين ولي ينكم د لكم‬. . .bagimu
agamamu dan bagiku agamaku (Q.S. al-Kafirun/l09:6). Hanya saja, siapa yang memilih kafir
balasan akhirnya adalah siksa neraka, dan yang memilih iman balasannya adalah kebaikan, pahala
dan akhirnya surga. Manusia diberi akal dan kebebasan, dan atas kebebasan itu disertai
tanggungjawab. 13. Hak atas Kebebasan kepercayaan, menyatakan gagasan, dan Berbicara Islam
memberikan kebebasan berbicara sambil mengarahkan untuk berbicara yang baik-baik dan
bermanfaat. Kalau pembicaraannya jelek, lebih baik diam. Nabi bersabda “fa al-yaqul-khaira aw
liyasmut” Berbicaralah yang baik atau diam - al-Hadis). 14. Hak Kebebasan Berserikat Islam tidak
membernarkan umatnya hidup menyendiri, sekaligus memerintahkan supaya hidup bersama (dalam
jamaah). Dalam pengaturan kebersamaan atau dalam perserikatan apapun harus ada pemimpin
dan yang dipimpin. Dalam hal ini Alquran mengatakan: ‫منكم المر واولى الرسول واطيعوا هللا طيعوا ا امنوا ين الذ ايها يا‬
Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri . . .
(pemegang kekuasaan- Q.S. an-Nisa/4:59). 15.Tata Ekonomi dan hak-hak Pengembangan Islam
tidak membenarkan umatnya hanya tenggelam dalam ibadah, tetapi mewajibkan mencari karunia
Allah di mana saja atau dalam sektor apa saja. Allah berfirman: ‫من وابتغوا الرض فى فانتشروا الصلة قضيت فاذا‬
‫ تفلحون لعلكم كثرا هللا كروا واذ هللا فضل‬Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi;
carilah karunia Allah dan ingtlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung (Q.S. al-Jumat/62:10)
16. Hak-hak atas Perlindungan atas Kepemilikan Setiap sesama muslim tidak diganggu baik diri,
kehormatan, dan harta miliknya (al-Hadis). Sedang terhadap siapapun, selagi tidak menggangu
Islam, semuanya diperlakukan sebagai satu umat. Allah berfirman: “kana an-nasu ummatan
wahidah. . .” (Q.S. al-Baqarah/2:213) 17. Hak Status dan Martabat Pekerja Secara prinsip berlaku
seperti dalam hadis di atas (nomor 16) maupun Q.S. al-Baqarah/2:213) di atas pula. 18.Hak atas
Keamanan Sosial Petunjuk Islam tentang keamanan sosial inklusif dalam hadis tentang menjaga
kehormatan, diri, maupun harta, serta pada ayat 213 surat al-Baqarah bahwa seluruh umat
manusia adalah satu saudara. 19. Hak Untuk Berkeluarga Islam menganjurkan agar setiap manusia
membina keluarga, manakala ia mampu untuk itu. Jika tidak mampu supaya melakukan puasa
untuk mengurangi imajinasi-imajinasi seksual. Demikian sabda Rasulullah: ‫الباء منكم استطاع من الشباب معشر يا‬
‫ الجماعة روا وجاء له فانه بالصوم فعليه يستطع لم ومن للفرج واحصن للبصر اغض فانه فليتزوج ت‬Hai pemuda-pemuda, barang siapa
yang mampu diantara kamu serta berkeinginan untuk kawin, hendaklah dia kawin. Karena
sesungguhnya kawin itu akan memejamkan matanya terhadap orang yang tidak halal dilihatnya,
dan akan memeliharakannya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu kawin
hendaklah dia puasa, hawa nafsunya terhadap perempuan akan akan berkurang. (HR al-Jama’ah)
Berkenaan dengan itu Islam melarang hubungan seks di luar nikah dalam bentuk apapun, termasuk
berbuat supaya orgasme secara mandiri (masturbasi). Allah berfirman: ‫سبيل وساء فاحشة كان انه الزنى تقربوا ول‬
Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan
yang buruk(Q.S. al-Isra’/17:32). 20. Hak Memperoleh Pendidikan Kewajiban mencari ilmu berlaku
bagi laki-laki maupun perempuan. Nabi bersabda: ‫ ) الحديث( باالصين ولو العلم اطلبوا‬Carilah ilmu meskipun di
negeri Cina (al-Hadis). ‫ ) الحديث( ومسلمة مسلم كل على فريضة العلم طلب‬Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim
mapun muslimah (al-Hadis). Hadis ini tampak hanya berlaku bagi umat Islam, tetapi justru bagi
non muslim tidak ada pembatasan sama sekali, kecuali peraturan yang berlaku di lingkungan
mereka berada. 21. Hak atas Kebebasan Bergerak dan Berkedudukan Secara prinsip kebebasan
bergerak dan berkedudukan adalah karunia Allah. Petunjuk untuk ini dapat diperhatikan kembali
Alquran surat al-Jumat ayat l0 sebagaimana telah disebutkan pada point 15 di atas. E. Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari bahsa Yunani ‘demos’ yang berarti rakyat dan ‘kratos’ yang berarti
pemerintahan. Esensi demokrasi adalah kesamaan hak dipilih atau memilih dalam pemerintahan.
Pemerintahan demokrasi “based on popular controland political equally’” dengan ciri (l) penguasa
bertanggung jawab kepada rakyat, (2) ada kebebasan warga sipil, (3) asas mayoritas yang bisa
menjadi penguasa, (4) berdasarkan hukum untuk menilai tindakan manusia dan pemerintahan, (5)
kedaulatan di tangan rakyat melalui pemilihan umum (Mustofa, 2006:127). Terapan demokrasi
dalam Islam, sebelum muncul istilah demokrasi, bahwa Islam telah memiliki ajaran yang esensinya
sama dengan yang dikehendaki dalam paham demokrasi, dapat dijelaskan (mustofa, 2006:128-
139) sebagai berikut: 1. Islam memiliki konsep syura (bermusyawarah), ijtihat (berpikir secara
bebas dan benar), dan ijma’ (konsensus bersama/komitmen bersama) yang secara esensial sama
dengan demokrasi. 2. Islam merupakan dasar demokrasi. Kekuasaan memang berada di tangan
rakyat secara realistik-empirik, tetapi manusia merupakan subordinasi hukumn Tuhan, artinya pola
demokrasi Islam adala h Theo-demokrasi. 3. al-Musawa (persamaan) yang tidak membedakan
suku, ras, golongan, kaya-miskin, warna kulit, di hadapan hukum dan pemerintahan. 4. Ba’iat yaitu
kesepakatan pemimpin untuk memberikan yang terbaik kepada yang dipimpin. 5. Majelis
(parlemen), suatu lembaga perwakilan rakyat untuk menyampaikan aspirasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Melalui kelima point ini tidak ada alasan mendiskriditkan Islam
sebagai agama yang anti demokrasi, melainkan justru demokrasi plus. Esesnsi demokrasi telah
dijelaskan oleh Islam sebelum para konseptor demokrasi menmggagasnya. Yang tidak berasal dari
Islam hanyalah istilah demokrasi karena memang ini bukan idiom bahasa Arab. Selain kelima
karakter di dalam paham demokrasi, Islam masih menekankan keadilan, hak, kebebasan
(taharrur), dan keseluruhan prinsip itu harus tetap sebagai aktualisasi dari tauhid.

BAB VIII
KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan Jika mengoleksi dan menelaah mengenai definisi kebudayaan, tentu
akan mendapatkan begitu banyak dan komplek tentang pengertian kebudayaan, namun
demikian dapat dikelompokkan-sekurang-kurangnya ke dalam enam kelompok pendekatan. 1.
Pendekatan deskriptif dengan cara memerincikan kebudayaan. Kelompok ini, antara lain Taylor,
mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan konpleks yang meliputi ilmu pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang
diterima manusia sebagai anggota masyarakat (Kroiber & Kluchon, l952:43). 2. Pendekatan
historis dengan menekankan pada aspek penyesuaian diri dan proses belajar. Kebudayaan
adalah semua proses kelangsungan dan belajar suatu masyarakat (Kroiber & Kluckhon, l952:
47). 3. Pendekatan normatif dengan menekankan pada aspek peraturan, cara hidup, ide atau
nilai-nilai dan perilaku. Kebudayaan adalah suatu pandangan hidup dari sekumpulan ide dan
kebiasaan-kebiasan yang dipelajari, dimiliki kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.
(Kroiber & Kluckhon,l952:50). 4. Pendekatan historis dengan cara menekankan pada warisan
sosial dan tradisi. Kebudayaan adalah total dan warisan sosial yang diterima sabagai sesuatu
yang bermakna, yang dipengaruhi oleh watak dan sejarah hidup suatu bangsa (Kroiber &
Kluckhon, l954:47). 5. Pendekatan struktural dengan menekankan pola dan organisasi
kebudayaan. Kebudayaan adalah pekerjaan dan kesatuan aktifitas sadar manusia dalam
membentuk pola umum dan melangsungkan penemuan-penemuan, baik yang material maupun
non material (ibid :6) Dari berbagai pengertian kebudayaan ini dapat dimengerti bahwa
pengertian kebudayaan itu umat luas, namun semuanya berpusat pada akal, pikiran dan hati
manusia (Geertz, 1973:11) atau pendek kata kebudayaan itu dari, oleh, dan untuk manusia
yang dapat dilihat dari dua tahap yaitu: 1. Tahap proses yang mewujud dalam bentuk gagasan,
pikiran, dan dan konsep 2. Tahap produk yang mewujud dalam aktifitas dan benda-benda
(Koentjaraningrat, 1974:15) Kebudayaan juga dapat dilihat sebagai jilmaan nilai umpama teori
(ilmu), ekonomi, agama, seni, kuasa (politik), dan solodaritas (sosial) (Syahbana, 1974:171-
175). Dalam pengertian ini ritual yamataso, yasinan, manaqiban, tahlilan dan sholawatan
nariah, mujahadah, istighosah, haji, masjid, syajadah, adalah jilmaan dari nilai-nilai agama.
Satu unit komputer pentium empat dapat dilihat sebagai jilmaan dari berbagai nilai, ekonomi,
ilmu dan teknologi, dan kekuasaan. Dari kompleksitas kebudayaan ini dapat diringkas bahwa
kebudayaan adalah kesatuan dan perbuatan manusia yang menghasilkan suatu produk yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Realitas (kenyataan) apapun di alam semesta, termasuk
realitas sosial, cara beragama maupun kebudayaan senantiasa berubah. Dalam hal ini
Rasulullah bersabda: ‫رض ال و ت لسموا ا هلل ا خلق يوم كهيئة ر ستد ا قد ن ما لز ا‬... ‫( بكرة بى ا عن رى لبخا ا روه‬Zaman
itu senantiasa berubah seperti keadaan ketika Allah mencipta langit-langit dan bumi....HR.
Bukhori dari abi Mukroh) Keberubahan kebudayaan itu pada hakikatnya, adalah keberubahan
ide, pikiran, dan gagasan manusia dalam eksisitensinya hendak melestarikan, memperbaiki,
dan menggantinya berbagai produk agar manusia dapat menyempurnakan diri dalam
kehidupanya yang senantiasa tidak lepas dari perubahan. Dalam hal ini konflik kebudayaan dari
lokal satu ke yang lain, dari angkatan tua dan angkatan muda pasti terjadi. Namun begitu, dari
segi tinjauan misi Islam, manusia bertanggung jawab atas gagasan, perkataan, dan perbuatan
(QS Al-A’raf/7:39) yaitu kemakmuran bersama sebagai warga masyarakat, kemakmuran bumi
atau kemakmuran ekosistem. Telah berfirman: Artinya : “ …Dia telah menciptakan kamu dari
bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya….” (QS. Hud : 61 ). B. Pandangan Islam
Tentang Kebudayaan Kata kebudayaan sebagai padanan culture dalam bahasa Inggris tidak
pernah akan ditemukan dalam bahasa Arab. Padanan kebudayaan dalam bahasa Arab adalah
as-Saqafah atau al-hadarah (Al-Munawwir, 1984:295). Kedua kata ini tidak ditemukan dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an lebih mementingkan amal dari pada gagasan (Iqbal, 1981:v), atau
terminal terakhir agama adalah amal - yaitu kesatuan antara gagasan dan perbuatan (Wach,
1966:27) - dalam pengertian demikian amal identik dengan kebudayaan dalam arti proses.
Pendek kata, berawal dari gagasan hingga berakhirnya yaitu perbuatan. 1. Akal dan Fungsinya.
Akal ialah potensi ilmiah untuk membedakan mana yang haq dan mana yang batil, mana yang
benar dan yang salah, mana yang hidayah dan yang sesat (Ibrahim Mazkur, 1979:120) dan
penglihatanya melebihi potensi indra. Di samping itu akal dapat mancegah gejolak hawa nafsu
(al-Ghazali, I [t.th]: 84/85), meskipun biasa juga sebaliknya, yaitu akal dan hati (al-Qalb)
justru di kuasai oleh hawa nafsu. Dalam hal ini Allah berfirman: Artinya : “ Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah
kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? “. ( QS Al Furqan : 43 ). Ketika hawa nafsu dapat
menguasai akal dan situasi atau menguasai eksistensi manusia secara utuh, menurut Islam
orang itu berubah eksistensinya menjadi non manusia, binatang, bahkan menjadi eksistensi
paling rendah, yaitu asfalasafilin: derajad yang serendah-rendahnya. Artinya : “ dan
Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia,
mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai “. ( QS. Al A’raf : 179 ). Artinya : “ kemudian Kami
kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) “ ( QS. At Tin : 5 ). Dengan
demikian dapat dipahami bahwa nafsu itu bertempur secara terus menerus melawan akal dan
hati. Mana yang dapat memenangkan pertempuran itu, Dialah yang dapat mendesakkan untuk
bebuat atau beramal dan inilah yang disebut eksistensi atau hakikat kedirianya. Manusia akan
tetap eksistensinya sebagai manusia jika ia senantiasa diterangi oleh akal dalam beramal atau
berbudaya dan ia akan berubah menjadi non manusia jika nafsu yang memenangi dalam
berbuat atau beramal. Secara realitas eksistensi manusia adalah amal. Persoalan pokok adalah
bagaimana supaya akal dapat menguasai nafsu. Secara potensial dan naluriah akal dapat
membedakan mana yang benar dan yang salah. Agar akal dapat menguasai nafsu, Allah telah
memberi petunjuk kebenaran teradap akal. Jika akal mengindahkan petunjuk Allah pastilah ia
dapat menaklukan nafsu. Menurut Al quran, fungsi akal cukup banyak, antara lain: a. Untuk
memahami Al Quran, Allah telah berfirman: Artinya : “ Sesungguhnya Kami menurunkannya
berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya “. ( QS. Yusuf : 2 ). b.
Untuk memmahami tanda-tanda kebesaran Allah Artinya : “ lalu Kami berfirman: "Pukullah
mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu !" Demikianlah Allah menghidupkan
kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda
kekuasaanNya agar kamu mengerti “. ( QS. Al Baqarah : 73 ). c. Untuk memahami jika
manusia tidak mau mengindahkan petunjuk Allah akibatnya adalah Neraka tempat kembali.
Allah berfirman: Artinya : “ dan mereka berkata: "Sekiranya Kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah Kami Termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala". (ََ QS Al Mulk 67 : 10 ). d. Untuk memahami proses dinamika kehidupan
manusia, Allah berfirman: Artinya : “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan “. ( QS. Al Baqarah :
164 ) Dari ayat-ayat ini dapat dipahami akal itu berfungsi untuk memahami realitas kongkrit
dan realitas metafisis, gejala alam, realitas gaib seperti kehidupan neraka, dan simbol-simbol
tanda-tanda kekuasaan Allah dan masih banyak fungsi lainnya. Demikian bagannya : Di muka
pernah dijelaskan bahwa realitas, termasuk kebudayaan, senantiasa berubah dan sementara itu
kebudayaan adalah buah dari aktualisasi akal. Dengan demikian eksistensi manusia adalah
menggagas, berpikir terus menerus dan selalu menghasilkan kebudayaan. Jadi eksistensi
manusia adalah berpikir dan beramal terus menerus. Berhenti sesaat, saat itulah eksistensi
berhenti. 2. Qalbu (Intuisi) dan fungsinya Padanan qalbu dalam bahasa Indonesia adalah hati
(Al-Munawwir, 1984:1233) dan mempunyai pengertian: a. Bersifat fisik, yaitu bagian organ
tubuh berada dalam dada sebelah kiri dan merupakan salah satu sumber kehidupan. b. Bersifat
immaterial, rohaniah, dapat menangkap segala pengertian dan arif (al-Ghazali, III:3-4) Al-Qalb
memiliki sinonim sadr, lubb, fuad dan syaghaf (Asy’rie, 1984:109) al-qalb disebut sadr (dada)
karena qalb menjadi terbitnya nurul Islam. Allah berfirman: Artinya : “ Maka Apakah orang-
orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya
dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya ?)…. ”. ( QS. Az Zumar : 22 ). al-
qalb disebut lubb tersebut dalam Artinya : “ Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras,
Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang
yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu “. ( QS. At Thalaq
: 10 ). al-qalb disebut fuad umpama firman Allah Artinya : “ hatinya tidak mendustakan apa
yang telah dilihatnya “. ( QS. An Najm : 11 ). al-qalb disebut syaghaf umpama firman Allah
Artinya : “ dan wanita-wanita di kota berkata: "Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk
menundukkan dirinya (kepadanya), Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah
sangat mendalam. Sesungguhnya Kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata". ( QS.
Yusuf : 30 ). Menurut Al-quran al-qalb memiliki banyak fungsi, antara lain: a. berzikir kepada
Allah, Allah berfirman Artinya : “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram “. ( QS. Ar Ra’du : 28 ). b. memahami kebenaran dan kekuasaan Allah yang
tersembunyi di balik peristiwa kemanusiaan Artinya : “ Maka Apakah mereka tidak berjalan di
muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada “. (QS. Al Hajj: 46) Di
samping itu hati disebut dalam kaitannya dengan a. kehidupan sesudah mati, umpama Allah
berfirman Artinya : “ (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-
orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih “. (QS Asy Syu’ra: 88–89) Allah
berfirman Artinya : “ dan Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah) yang
membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia
memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. sebahagian mereka kamu bunuh dan
sebahagian yang lain kamu tawan “. ( QS Al Ahzab : 26 ). Allah berfirman Artinya : “ agar Dia
menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di
dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang
zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat “. ( QS Al Hajj : 53 ). Jika dipahami
secara saksama qalb/intuisi berperan seperti akal, bahkan sesungguhnya qalb adalah akal yang
lebih tinggi (Iqbal,1981), hanya saja obyeknya berbeda. Akal memahami realitas kongkrit atau
fisik (benda, hal, peristiwa), qalb memahami realitas metafisik. Akal menangkap kebenaran
sepotong-potong dan qalb menangkap kebenaran secara keseluruhan. Akal memusatkan
perhatiannya pada kebenaran yang sementara dan qalb memusatkan perhatiannya pada
kebenaran yang bersifat kekal (Iqbal, 1981:2-3). Dalam aktifitas budaya keduanya tentu saling
melengkapi. Bagan alur aktifitas budaya dapat digambarkan sebagi berikut C. Berbudaya
Berbudaya pada hakikatnya adalah perwujudan diri dari masyarakat. Dalam berbudaya,
beramal atau bereksistensi manusia disamping menciptakan nilai juga terikat nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Ada banyak nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat seperti
nilai etika, estetika, logika, religius dan yang lainnya. Medan aktifitas budaya pun amat luas
antara lain tentang kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, kesenian, ilmu teknologi,
dan aneka ritus, tradisi, maupun sarana kegiatan agama, yang masing-masing bisa mewujud
sebagai ciptaan nilai tetapi juga telah menjadi nilai. Artinya manusia menciptakan nilai dan ia
terjerat dalam jaring-jaring nilai itu. Dalam beraktifitas manusia tidak bebas nilai, dapat dinilai
baik atau dinilai buruk, dan manusia tidak pernah tidak berbuat. Ketika ia memilih tidak
berbuat, pada dasarnya adalah berbuat untuk tidak berbuat. Pilihannya pasti tidak terlepas dari
tanggung jawab moralitas baik-buruk. Ketika seseorang melihat kecelakaan di jalanan dan ia
cukup dekat dengan itu, kemudian ia tidak berbuat untuk menolong. Atas dasar nilai yang
hidup di tengah-tengah masyarakat atau nilai budaya yang hidup, ia dinilai tidak baik. Pendek
kata kebudayaan itu dapat dinilai baik atau buruk. Permisifme, yaitu budaya serba
membolehkan seperti: demonstrasi yang merusak, anarkhis, dan mengganggu ketertiban
umum adalah tidak baik. Gemar membantu orang lain yang kesulitan adalah baik. Baik atau
buruk adalah kodrati manusia. Dalam hal ini Allah berfirman Artinya : “Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya“. ( QS Asy Syam : 8 ).
Karenanya, ketika manusia berbuat baik, pada saat itu menjadi langkah awal untuk berbuat
baik lanjutannya atau langkah awal berbuat tidak baik, begitu pula sebaliknya. Manusia tidak
bisa hanya di bilik yang baik terus demikian pula sebaliknya. Persoalannya adalah bagaimana ia
bisa menekan sekecil mungkin kejahatan dan sebanyak mungkin ketaqwaan. Untuk ini Allah
menjanjikan keberuntungan bagi yang taqwa dan kerugian bagi yang jahat. Lanjutan ayat tadi
demikian Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya “. ( QS Asy Syam : 9 – 10 ). Bereksistensi,
beramal, atau beraktifitas budaya baik dalam agama Islam disebut as-salih, al birr, al-khair, al-
hasan, dan al-ma’ruf; dan yang buruk disebut al-fasad (rusak), asy-syarr (buruk), al-munkar
(keburukannya juga menimpa orang lain), as-su’ (jelek), al-fahisyah (keji). Menurut Islam baik
atau buruk suatu amal, eksistensi, aktifitas budaya kembali kepada dirinya Artinya : “
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan
Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, Maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian
kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan “. ( QS Al Jasiyah : 15 ). Artinya, Islam lebih
mementingkan kebudayaan sebagai proses dari pada kebudayaan sebagai produk, sekalipun
tidak memandang jelek terhadap produk budaya yang tidak jelek. Islam akan memandang jelek
terhadap produk baik manakala tidak diproses atau difungsikan secara baik (al-birr, al-khair, al-
hasan, as-salih, dan al-ma’ruf). Nabi bersabda bahwa salah satu tanda-tanda hari kiamat yang
berarti kehancuran adalah apabila suatu masa nanti orang-orang yang berjalan tanpa alas kaki,
cara berpakaian laksana telanjang sedang keadaannya amat miskin, dan hanya sebagai
pengembala ternak tetapi berlomba-lomba dalam membuat bangunan (hadis, at-Turmuzi,
IV:120). . . . ‫ ل قا ؟ تها ر ما ا فما ل قا ئله لسا ا من اعلم عنها ل لمسؤ ا ما ل قا ؟ عة لسا ا فمتى‬: ‫ا ترى ن وا بتها ر مة ل ا تلد ن ا‬
‫ ن لبنيا ا فى لون و يتطا لشاة ا رعاء لة لعا ا لعراء ا لحفاة‬. ). . . kapan kiamat itu terjadi? Jawab (Muhammad):
bukankah orang yang ditanya tidak lebih tahu dari penanya, apa tanda-tandanya?. Penanya
(Jibril) menjawab: yaitu ketika seorang budak melahirkan tuannya, dan engkau menyaksikan
orang-orang yang berjalan dengan tanpa alas kaki, telanjang, miskin, dan hanya berprofesi
sebagai penggembala kambing tetapi berlomba-lomba dalam hal bangunan( Tipoligi kaum
(manusia) seperti itu adalah orang yang sederhana intelektualitasnya (budak) dan bobrok
mentalitas maupun moralitasnya. Bagaimana terhadap ibu kandungnya dijadikan sebagai
budak? Dapat dicontohkan disini bahwa masjidnya bagus tetapi sepi dari syiar Islam, tingkatan
keulamaan imam masjid amat terbatas. Dalam keadaan demikian dapat dikatakan bahwa msjid
itu, terutama dilihat dari segi fungsi mendekati ambang kehancuran. Jadi budaya sebagai
proses jelek, tetapi budaya sebagai produk fisik baik, tak lama kemudian akan ambruklah
kebudayaan itu baik dalam arti proses maupun produk. Sebaliknya Islam akan memandang
jauh lebih baik manakala beramal (budaya sebagai proses) baik dan hasilnya (budaya sebagai
produk) juga baik. Nabi pernah bersabda “ Mukmin itu baik, tetapi mukmin yang kuat itu lebih
baik” D. Perbuatan Dalam Konteks Kebudayaan Dalam aktifitas budaya atau perbubuatan yang
dapat diamati dengan indera pada dasarnya adalah realisasi dari akal. Melalui pikiran akal
memahami realitas kongkret dan melalui qalbu (intuisi) akal memahami dibalik realitas itu
seperti Tuhan, firman dan realitas metafisik lainnya. Jadi di dalam berbuat dalam konteks
kebudayaan adalah kesatuan akal, pikiran, qalbu, dan perbuatan. Perbuatan ini pada dasarnya
adalah karya kreatif karena pada level sebelum teraktualisasikan masih berbentuk konsep
gagasan, atau rencana yang nanti akan diwujudkan dalam kenyataan. Dengan demikian dalam
perbuatan ini sebenarnya terjadi hubungan timbal balik antara alam sekitar dengan dirinya. Ia
secara konseptual memilih dan memilah barang-barang tertentu, peristiwa tertentu, unsur-
unsur tertentu, kemudian menyusunnya atas dasar tertib tertentu hingga terjadilah sesuatu
produk tertentu pula, bahkan dalam waktu yang bersamaan manusia kreatif, pencipta
kebudayaan ini sekaligus berdialektis dengan Tuhan. Seuntai syair berikut mengilustrasikan:
Thou dist create night and I made the lamp Thou dist create clay and I made the cup Thou dist
create deserts, mountains and forests I produced the orchards, gardens and grocests It is I who
turneth stone into a mirror And it is I turneth potion into an antidote (Audah [mengutip Iqbal],
1982:XVI) Artinya Kau ciptakan malam dan aku yang membuat lampu Kau ciptakan tanah liat
dan aku yang membuat piala Kau ciptakan sahara, gunung, dan hutan belantara Aku juga yang
membuat kebun anggur, taman-taman, dan padang tanaman Akulah yang mengubah batu
menjadi cermin Akulah yang mengubah racun menjadi obat penawar Dalam Islam justru
memuji kepada siapapun yang menciptakan sesuatu (berkreasi) tentang sesuatu yang baik.
Pahalanya akan tetap mengalir terus semakin lama aliran itu semakin banyak, sebanyak orang
yang mengikutinya - budaya dalam arti yang telah mapan, demikian sebaliknya jika kreatifitas
itu jelek. Nabi bersabda (an-Nawawi, [t.th]:101) . . . ‫غير من بعده بها عمل جرمن ا فله حسنة سنة سلم ال فى سن من‬
‫هم ر زا او من ينقص ن غيرا من بعده من بها عمل من ووزر وزرها عليه ن كا سيئة سنة سلم ال فى سن من و شيئ هم جور ا من ينقص ن ا‬
‫ )مسلم ه روا( شئ‬. . . barang siapa yang melakukan suatu kretifitas yang baik di dalam Islam, akan
memperoleh pahala dan pahalanya orang-orang melakukannya (kreatifitas) sesudahnya tanpa
mengurangi sedikitpun pahala mereka, dan barang siapa melakukan kreatifitas yang buruk di
dalam Islam, ia memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melaksanakannya
(kreatifitas) sesudahnya tanpa mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka (H.R Muslim) Memang
kebudayaan berasal dari aksi seseorang atau sekelompok orang. Orang-orang ini biasa disebut
agen kebudayaan (brouker cultural). Aksi ini direspon orang banyak, ada yang menolak dan
ada yang menerima atau ada yang selektifitas. Jika pada akhirnya diterima secara luas oleh
masyarakat maka aksi budaya lalu menjadi kebudayaan yang mapan (cultural folk) (winich,
1997:145) 1. Hubungan Manusia dengan Allah Hubungan antara manusia dengan Allah dapat
dijelaskan melalui kebudayaan dengan pendekatan normatif. Hanya saja norma itu lebih
dominan berasal dari Allah pada aspek-aspek ritual. Hubunagn ini berpola top down (atas
bawah). Allah menuntut supaya manusia menyembahNya. Aktifitas menyembah ini dalam
bahasa agama disebut ibadah mahdah, seperti taharah, salat, puasa ramadan, zakat, haji,
mengurus jenazah, ‘udhiyyah, ‘aqiqah, doa, dan zikir (Jalaluddin Rahmat, 1988:47). Atau hak
Allah atas manusia. Allah berfirman Artinya : “ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa “. ( QS Al Baqarah :
21 ). Dalam hal ini manusia harus patuh secara mutlak kepada Allah. Sebaliknya hak manusia
atas Allah adalah manusia dimuliakan dibanding seluruh ciptaanNya di alam semesta ini. Allah
berfirman Artinya : “ dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan
“. ( QS Al Isra’ : 70 ). Selain itu, manusia dijadikan wakil-Nya di bumi ini. Allah berfirman
Artinya : “ ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…." ( QS Al Baqarah : 30 ). Manusia dibekali
ilmu pengetahuan: wa allama Adam al-asma a kullaha (dan Dia ajarkan kepada Adam nama-
nama benda semuanya Artinya : “ dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-
benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar! ". ( QS Al Baqarah : 31 ). Wujud nyata ajaran Allah kepada manusia itu adalah
konseptualisasi atas benda-benda (Iqbal, 1981) yang pada akhirnya menjadi ilmu dan
ketrampilan. Itulah sebabnya manusia tidak terkalahkan kepandaiannya dibanding seluruh
makhluk di alam semesta ini. 2. Hubungan Manusia dengan Manusia Secara realistis manusia
tidak bisa hidup sendirian. Ia pasti membutuhkan bantuan orang lain. Untuk itu manusia
menjalin kerja sama, melakukan kesepakatan-kesepakatan bersama untuk melangsungkan
hidup. Dalam banyak hal antara manusia satu dengan yang lainnya memiliki individualitas dan
khas milik pribadi. Pendambaan yang berlebihan terhadap hak privasi tentu menghambat kerja
sama antar warga. Untuk itu dituntut ada pengorbanan dari masing-masing pihak, ada toleransi
diantara manusia, dan saling hormat-menghormati. Dalam hal ini Allah berfirman Artinya : “
…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran… “ (QS Al Maidah : 2 ) Jika tidak saling
menghormati dan menghargai satu sama lain akan menimbulan krisis dan konflik satu sama
lainnya. Allah berfirman Artinya : “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu…” ( QS Ali Imran : 159 ). 3. Hubungan Manusia dengan Alam
Semesta Secara realistis manusia bergantung sepenuhnya terhadap alam sejak mulai
menghirup udara, butuh kehangatan, makan, minum, hingga beristirahat dari berbagai macam
aktifitas. Ia tidak bisa hidup tanpa alam. Menurut norma Islam seluruh isi alam ini untuk
manusia dalam menopang kehidupannya. Allah berfirman Artinya : “ Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu… “ ( QS Al Baqarah : 29 ) Penggunaan alam
sebagai fasilitas hidup manusia bukan penggunaan semena-mena, melainkan harus tetap dalam
keadaan baik yang dapat dirumuskan sebagai harmoni alam. Allah berfirman ‫بعد رض ال فى وا تفسد ول‬
‫ صلحها ا‬dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah
memperbaikinya...(Q.S al-Hadid/57:25). Pengrusakan alam semesta sangat tidak disukai oleh
Allah. Allah berfirman Artinya : “ ….dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang membuat kerusakan “. ( QS Al Maidah : 64 ). Sebaliknya Allah
amat menyukai orang-orang yang berbuat baik terhadap alam lingkungan. Demikian Allah
berfirman Artinya : “ dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik “ ( QS Al A’raf : 56 ). Ringkasnya, alam semesta atau alam lingkungan fisik
menjadi medan aktifitas budaya manusia namun tetap dalam kondisi yang dapat mendukung
kehidupan manusia itu sebdiri. Eksplorasi alam dengan tidak mengindahkan peringatan-
peringatan pencipta alam tentu akan berakibat rusaknya alam yang pada akihirnya akan
menghancurkan manusia itu sendiri. E. Budaya Akademik. Telah dijelaskan di muka bahwa
hakekat manusia terletak pada amal atau eksistensi diri atau penciptaan kebudayaan yang
terus menerus untuk mencapai kesempurnaan dirinya sebagai manusia (full human). Yang
menghentikan proses penciptaan kebudayaan ini hanya kalau dia meninggal. Amal,
bereksistensi, atau aktifitas budaya (penciptaan, pelestarian, perubahan, penyempurnaan,
pemantapan) merupakan kesatuan dari akal, qalbu, dan aksi budaya serta kesadaran akan
tujuannya. Tujuan seluruh aktifitas kebudayaan adalah pelaksanaan perintah Tuhan. Allah
berfirman Artinya : “ dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku “. ( QS. Adz Dzariyat : 56 ). Wujud penyembahan atau pengabdian
manusia kepada Allah adalah melaksanakan tugas sebagai khalifah, memakmurkan bumi,
berlaku baik terhadap alam semesta, sesama manusia, dan Allah. Penghambaan,
penyembahan, atau pengabdian itu sebenarnya bukan untuk menambahkan agar Allah semakin
agung, melainkan kepada manusia itu sendiri. Allah tak berkurang sedikitpun
kesempurnaannya. Allah berfirman: Artinya : “…. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah),
Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah
Maha Kaya dan Maha Terpuji “. ( QS An Nisa’ : 131 ) Artinya : “ ….dan jika kamu kafir, (maka
kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di
bumi itu adalah kepunyaan Allah, dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana “. (
QS An Nisa’ : 170 ) Artinya : “ dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di
muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji ". ( QS. Ibrahim : 8 ). Artinya : “ jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak
memerlukan (iman)mu….” ( QS. Az Zumar : 7 ). Mahasiswa adalah bagian kelas atau spesies
manusia. Mahasiswa menempati posisi penting, strategis, dan terhormat dari kelas manusia.
Lebih banyak manusia yang gagal atau kandas dalam mencita-citakan dirinya menjadi
mahasiswa. Tidak sedikit orang yang menyatakan “masa depan suram” ketika mereka tidak
diterima di perguruan tinggi di mana mereka melakukan test penerimaan mahasiswa baru.
Karena itu menjadi mahasiswa merupakan anugerah Allah yang pantas disyukuri. Allah
berfirman: Artinya : “ dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih ". ( QS Ibrahim : 7 ).
Karena eksistensi mahasiswa adalah belajar, maka ia disebut sebagai manusia pembelajar yang
pengertiannya amat luas, yaitu bukan hanya belajar di sekolah atau perguruan tinggi, bukan
hanya kursus-kursus dan pelatihan (on the job atau off the job) di berbagai perusahaan,
melainkan mencakup: a. mulai bersikap jujur, pertama-tama terhadap diri kita sendiri b. mulai
menerima tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitas diri kita c. mulai dapat diandalkan dan
di pegang kata-katanya d. mulai mengembangkan kepedulian sosial dan lingkungan e. mulai
bersikap adil terhadap sesama tanpa diskriminasi f. mulai mengembangkan keberanian
menyatakan dan mengaktualisasi diri g. mulai menjadi rasional tanpa harus memutlakkan buah
pikiran kita yang relatif itu h. mulai rendah hati dan menyadari keterbatasan diri i. mulai
pendisiplin diri (pengaharapan, hasrat, energi, waktu) j. mulai bersikap optimis tanpa menjadi
naif k. mulai menyatakan komitmen dan menepatinya l. mulai memprakarsai sesuatu yang baik
sekalipun tidak profitable m. mulai bertekun (perseverance) dalam mengerjakan sesuatu n.
mulai mampu bekerja sama dengan orang-orang yang berbeda dengan kita o. mulai saling
menyayangi satu sama lain p. mulai memberikan dorongan dan membangkitkan hati yang lesu
q. mulai memaafkan dan mengampuni kesalahan orang r. mulai murah hati dan senag berbagi
s. mulai memanfaatkan peluang dan kesempatan t. mulai mengahayati persudaraan sesama
umat, sesama bangsa, dan sesama manusia. Semboyan manusia pembelajar antara lain
(Harefa,2000:vi) “Belajar dan mengajar secara berkesinambungan harus menjadi bagian dari
pekerjaan”, begitu kata Peter F. Drucker. Dan hakikat manusia pembelajar itu sendiri adalah:
Setiap orang (manusia) yang bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal
penting, yakni: pertama, berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat
terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa
pernyataan eksistensial seperti “Siapakah aku?”, “Dari manakah aku datang?”, “Ke manakah
aku akan pergi?”, “Apakah yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini?”, dan “Kepada
siapa aku harus percaya?”; dan kedua, berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan
segenap potensinya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-
utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan
segala sesuatu yang “bukan dirinya”. Dalam Islam dijelaskan bahwa wahyu yang pertama
adalah perintah belajar (membaca) yang tertulis (kitab suci) atau yang tidak tertulis (alam
semesta). Allah berfirman Artinya : “ bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan “. (QS Al ‘Alaq : 1 ). Esensi ayat ini manusia (atas nama Allah) hendaklah
membaca, mempelajari apa saja yang diciptakan Allah. Manusia, khususnya mahasiswa, yang
setengah hati atau kurang memiliki daya fitalitas dalam membaca, meneliti fenomena alam
ciptaan Allah untuk dimanfaatkan sebagai penunjang kehidupan manusia, tidak menghargai diri
sebagai insan akademis. Harga diri insan akademis dapat dirumuskan: pertama, mengenai
sikap perasaan, dan evaluasi mengenai diri sendiri; kedua, mengenai proses berpikir,
mengingat, dan persepsi mengenai diri sendiri (Evita & Sutarkinah, 2006:40). Artinya watak diri
insan pembelajar adalah keseluruhan potensi internal diri itulah yang tampil mengemuka
sehingga dapat dibedakan secara tegas dengan insan non akademis, dan insan non pembelajar.
Budaya insan akademis bukanlah jenis manusia yang bekerja atas dorongan emosional
“hantam dulu urusan belakang”, melainkan penerapan harga diri secara utuh sebagaimana baru
saja disebutkan itu dan emosi menjadi salah satu komponennya, khususnya menjadi pendorong
untuk memperoleh sukses secara akademis yang memiliki karakter berpikir kritis, kerja keras,
jujur, dan fair dalam menggapai prestise akademis dan selanjutnya bermuara pada kualitas diri
sebagai manusia yang sepenuh-penuhnya. Indikasinya antara lain: memiliki pengetahuan,
berilmu, sikap belajar lebih lanjut, unggul, kompeten, berkepribadian siap pakai, produktif, dan
profesional (Harefa, 2000:64). Yang secara singkat menurut Islam adalah wakil Tuhan di bumi
(khalifat-llah fi al ard) yang memiliki tanggung jawab kehidupan alam semesta secara makmur,
damai, dan sejahtera. Sebagai penutup dalam uraian ini, seuntai sajak yang menantang untuk
menjadi manusia dewasa lahir batin, patut direnungkan: Life is a game ... play it Life is struggel
... face it Life is beauty .. praise it Live is puzzle ... solve it Life is opportunity ... take it Life is
sorrowfull ... experience it Life is a song ... sing it Life is a goal ... achieve it Life is a mission ...
fulfill it F. Pembentukan Kebudayaan: Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Adil 1. Etos Kerja Telah
disebutkan terdahulu hakikat manusia terletak pada eksistensinya. “Eksistensinya” berarti
berpikir untuk mencipta yang menghasilkan produk atau ciptaan. Dengan kata lain hakikat
manusia adalah kerja. Konsekuensi logisnya adalah berhenti bekerja hilang hakikatnya sebagai
manusia. Telah disebutkan pula bahwa Islam lebih mementingkan amal dari pada gagasan atau
terminal terakhir adalah amal. Amal identik dengan kerja dan sekali lagi hakikat manusia
adalah kerja. Alquran sendiri memandang amal itu begitu penting. Kata amal dan berbagai kata
yang seakar kata dengannya seperti ya’malun, ta’malun, ‘amila, i’malu dan yang sejenisnya
disebut dalam Al-Quran sebanyak 192 kali. Kata amal shalih yang dirangkai dengan kata iman
sebanyak 46 kali. Ini berarti hakikat manusia atas dasar pendekatan kebudayaan maupun
agama adalah sama yaitu terletak pada kerja atau amal. Kesimpulan ini didukung oleh pepatah:
‫( عسل بل لنخل كا عمل بل لعلم ا‬ilmu tanpa amal bagaikan lebah tanpa madu) atau ‫ثمر بل لشجر كا عمل بل لعلم ا‬
(ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah). Dengan demikian manusia yang tidak beramal
atau tidak bekerja hakikat kemanusiaannya tidak utuh, atau bahkan hilang hakikat
kemanusiaannya. Supaya manusia tidak hilang hakikat kemanusiaannya, Rasulullah
mengajarkan kepada umatnya supaya terjauh dari sifat pemalas. Demikian doa Rasul: ‫اعو نى ا للهم‬
‫( )ارقم بن زيد عن مذى التر ه روا( والبخل والعجز الكسل من بك ذ‬ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan
Engakau dari kemalasan, kelemahan, dan kebakhilan. H.R at-Turmuzi dari ibn Arqam (at-
Turmuzi, V:226)). Malas, lemah kepribadian dan bakhil adalah penghalang utama dalam
menumbuhkan etos apapun termasuk etos kerja. Sebaliknya Islam memotifasi demikian
bersemangat supaya setiap pemeluknya rajin beramal atau bekerja. Allah berfirman: Artinya : “
Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan
Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) “.( QS Al
An’am : 160 ). Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa yang beramal baik pahalanya
dilipatgandakan 10 kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman bahwa orang yang beramal baik itu
berakhir dengan keberuntungan (Abd al-Baqi, [t.th.]:668). Satu diantara: Artinya : “ Hai orang-
orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan “. ( QS Al Hajj : 77 ). Kata kemenangan dalam
ayat itu sama dengan keberuntungan, dapat diperhatikan dalam ayat berikut: Artinya : “
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman “.(QS. Al Mu’minun: 1) Keberuntungan
atau kemenangan dalam ayat tersebut dan ke 11 yang lain dalam Al-Quran selalu berarti
sebagai akibat dari amal baik. Keberuntungan sebagai amal atau kerja bisa berupa pahala yang
dinikmati besok di hari akhirat kelak, bisa di kehidupan dunia sekarang. Bahkan sesungguhnya,
karena Islam tidak mengenal paham sekularisme, yaitu pemisahan urusan dunia dan urusan
akhirat (agama), justru setiap urusan apapun dalam Islam selalu mengandung dimensi dunia
dan akhirat. Karena itu di dalam Islam dianjurkan mencari kebahagiaan dunia dan kehidupan
akhirat sekaligus. Allah berfirman: Artinya : “dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya
Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari
siksa neraka“. ( QS. Al Baqarah : 201 ). Kebahagiaan (hasanah) tidak pernah datang begitu
saja kepada seseorang yang berpangku tangan. Hanya kerja keras kebahagiaan juga takkan
didapat. Tetapi kebahagiaan selalu merupakan perpaduan antara kerja keras dan anugerah
Allah. Karena itu Allah juga memerintahkan supaya di dalam mencari kehidupan itu tidak
setengah-setengah, dunia saja atau akhirat saja, melainkan keduannya. Artinya : “ dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan “. ( QS. Al Qashash : 77 ). Kemudian, di dalam kerja keras mencari
kebahagiaan baik dunia maupun akhirat itu ada kode etiknya, yaitu tidak boleh berbuat
kerusakan, kerusakan apapun (diri sendiri, hubungannya dengan orang lain, terhadap
tetumbuhan, binatang, maupun alam semesta). 2. Sikap Terbuka Inti sikap terbuka adalah
jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam Islam. Lawan dari jujur adalah
tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak jujur antara lain adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita (bangsa Indonesia) merupakan pemeluk
Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai bangsa amat korup. Dengan demikian terjadi
fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu menghancurkan yang bathil, justru dalam tataran
praktis seolah-olah yang haq bercampur dengan yang bathil. Tampilan praktisnya, salat ya,
korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang salah. Cara beragama yang benar harus ada
koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan pelaksanaan atas ajaran. Dapat
dicontohkan di sini, ajaran berbunyi: Artinya : “ ….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..” ( QS. Al ‘Ankabut : 45 ). Manusia merespon
terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah itu ia mewujudkan keimanannya dengan
melakukan salat dan di luar pelaksanaan salat mencegah diri untuk berbuat keji dan munkar.
Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan pelaksanaan ajaran adalah jika terlanjur berbuat
salah segera mengakui kesalahan dan memohon ampunan kepada siapa ia bersalah (Allah atau
sesama manusia). Jika berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya. Artinya : “ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka…. “ ( QS. Ali Imron : 135 ). Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf
kepadanya tidak usah menunggu lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap Allah
maupun kepada selain-Nya ini merupakan sikap jujur dan terbuka. Menurut Islam sikap jujur
dan terbuka termasuk baik. Nabi bersabda: ‫يصد لرجل ا ن وا لجنة ا لى ا يهدى لبر ا ن وا لبر ا لى ا يهدى ق لصد ا ن ا‬
‫يقا صد هللا عند يكتب حتى ق‬. ‫لفجور ا لى ا يهد ب لكذ ا ن وا‬. ‫ر لنا ا يهدى لفجور ا ن وا‬. ‫متفق (با كذا هلل عند يكتب حتى ب ليكذ الرجل ن وا‬
‫( )عليه‬Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu mengarah ke
surga. Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia ditetapkan sebagai orang yang jujur.
Sesungguhnya bohong itu menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka.
sesungguhnya lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai pembohong.
Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)). 3. Bersikap Adil Secara leksikal adil dapat diaritikan
tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak
sewenang-wenang (Kamus Besar, l990 :6-7) Dari masing-masing arti dapat dicontohkan
sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-putrinya tidak berat sebelah. (2)
Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak memihak kepada salah satu yang
bersengketa.(3) Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang
kepada kebenaran. (4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani oleh murid.(5)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-wenang terhadap yang
dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap adil amat positif secara
moral. Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak orang. Dalam contoh-
contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan orang lain. Adil juga dapat
dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan
amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000: 24). Dalam
definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk energi.
Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan hawa nafsu
sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti hawa nafsu,
karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri sendiri dan orng lain. Adil
dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang (al-Hufiy,
2000 :26). Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-Hikmah
berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah, baik dan
buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar, yang baik,
dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga sifat
utma ini jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi
kecerdasannya dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada ‘iffah di
dalam dirinya. Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu akan
menampakkan profil preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya. Orang
cerdas dan berani lalu digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah adalah
tidak baik karena tidak ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian dalam
semua suasana secara terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri. Jika antara al-
hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara seimbang dalam diri seseorang, maka orang
itu akan bersikap adil. Orang berani melakukan sesuatu setelah ditimbang-timbang bahwa
sesuatu itu baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga baik . inilah gambaran
perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang tidak berani berbuat juga karena
benar, adalah bersikap adil, bukan karena takut. Dengan dimikian adil adalah puncak dari
ketiga sifat utama tersebut. Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur
ajaran. Kata adil dan berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu, ‘adlun, dan ta’dili diulang
sebanyak 28 kali di dalam Alquran. Karena itu Allah memerintah kepada kita supaya berlaku
adil dalam semua hal. Allah berfirman: Artinya : “...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa...” (QS. Al Maidah: 8). Kata adil sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai
derivasinya, umpama: iqshitu, al-muqshitun, dan al-qashitun terulaqng sebanyak 25 kali dalam
Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.] :P690). Kadang-kadang kata adil dan kata al-qisht disebut secara
besama-sama dan satu sama lain berarti sama. Contohnya adalah: Artinya : “ dan kalau ada
dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia
telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil;
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil “. ( QS. Al Hujurat : 9 ). Karena
baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu adalah baik dan positif, tetapi di sisi
lain kita merupakan pemeluk agama Islam terbesar dunia dan di saat yang sama dikenal
sebagai bangsa dengan aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis adalah
membudayakan sikap adil dalam semua lapangan kehidupan. Untuk mewujudkan sikap adil
harus dilatih terus menerus secara berkesinambungan, yang bererti pembiasaan berlaku adil.
“Mulai sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri sendiri”,Inilah komitmen untuk
mulaiu pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat dilalui dengan baik, tentu mudah
menjalar kepada orang lain, apalagi kalau yang memulai komitmen itu adalah orang yang
memiliki pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena salah satu naluri manusia adalah
meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para fansnya akan meniru tidak adil pula.
Dalam Islam orang yang paling pantas untuk di dudukkan sebagai idola untuk ditiru dan
diteladani adalah Rasulullah SAW. Allah berfirman : Artinya : “ Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah “. ( QS. Al Ahzab : 21 ).
Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah, menyebutkan bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran “kana
khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim dari ‘Aisyah). Kiranya terlalu pantas jika idola pertama
seluruh umat Islam adalah Rasulullah. Hingga sekarang Rasulullah adalah orang yang paling
berpengaruh di dunia (rangking pertama) dari seratus orang yang paling berpengaruh di dunia
(Hart, 1982:4). Cukup banyak contoh-contoh sikap adil yang ditampakkan oleh Rasulullah,
antara lain: An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku memberi sesuatu pemberian
kepadaku. Lalu ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku tidak rela sebelum engkau persaksikan
hadiah itu di hadapan Rasulullah SAW”. Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata,
“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah membarikan suatu pemberian kepada anakku dari
Amrah bin Rawahah. Kemudian aku diperintahkannya supaya bersaksi kepada Tuan!”
Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau juga telah memberi kepada semua anakmu
pemberian seperti ini?” An-Nu’man menjawab, “Tidak”. Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah
kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu!” Kemudian ayahku pulang dan
menarik kembali pemberiannya. Dan Ada orang perempuan Makhdzumiyyah mencuri. Kejadian
itu sangat orang-orang Quraisy. Mereka berkata, “Siapakah yang akan membicarakan hal ini
kepada Rasulullah SAW?” Tidak ada seorangpun yang berani kecuali (kekasih wanita itu) Usman
bin Zaid r.a. Lalu ia membicarakan hal tersebut dengan Rasulullah SAW. Beliau berkata,
“Apakah kamu akan bertindak sebagai pembela dalam pelanggarana hukum Allah?” Kemudian
Rasulullah SAW berdiri serta berkhotbah. Di antara isi khotbahnya beliau bersabda,
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah apabila ada seorang
dari golongan bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi bila yang mencuri itu dari
golongan bawah (lemah), dia dijatuhi hukuman. Demi Allah andaikata Fatimah putri Muhammad
mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (Al-hufiy, 2000:189) Dan masih banyak contoh lain
tentang keadilan Rasulullah. Latihan 1. Berbagai pengertian kebudayaan telah didefinisikan oleh
para budayawan dengan berbagai macam pendekatan yang kalau disesuaikan satu sama lain
berbeda pengertiannya. Dapatkan Saudara merangkumnya ke dalam sebuah definisi yang
singkat, padat, namun merangkum keseluruhan makna dari masing-masing pendekatan
tentang kebudayaan? 2. Konflik kebudayaan sering terjadi den merepresentasikan konflik
angkatan tua dan angkatan muda, antara perkotaan dan pedesaan, antara wilayah satu dengan
yang lainnya. Jelaskan darimana penyebab dan asal-usul dasar konflik kebudayaan itu? 3.
Islam lebih mementingkan amal daripada gagasan atau terminal akhir agama adalah
perbuatan. Jelaskan makna ungkapan ini! 4. Jelaskan proses dan rote aktifitas kebudayaan
yang bermakana kepada kebudayaan sebagai produk! 5. Diantara perangkat aktifitas budaya
adalah akal dan qalbu. Jelaskan pengertiannya masing-masing dan tunjukkan peran
spesialisasinya masing-masing dan kerjasamanya dalam penciptaan kebudayaan! 6. Islam lebih
mementingkan kebudayaan sebagai proses daripada kebudayaan sebagai produk. Jelaskan
ungkapan ini dan berilah contoh sekaligus penjelasan contoh itu sehingga jawaban Saudara
cukup tuntas! 7. Jawablah dengan jujur! Termasuk sebagai insan pembelajar atau bukankah
Saudara? Kalau iya, jelaskan cakupan pengertian manusia sebagai insan pembelajar. Saudara
harus sadar bahwa jawaban Saudara itu menentukan rangking dan posisi di mana kualitas
Saudara. 8. Apakah Saudara memiliki harga diri yang terhormat dalam kapasitas Saudara
sebagai insan akademis? Jelaskan di mana letak keberhargaan diri tersebut! 9. Jelaskan
prosedur teknis Saudara dalam menggapai kualitas diri yang penuh (full human) sejak dari
potensi internal diri hingga mewujud sebagai manusia yang berkompeten, profesional, dan
bertanggung jawab! 10. “Ilmu tanpa amalbagaikan lebah tanpa madu”, Apa arti pepetah ini
dalam kaitannya dengan etos kerja dalam Islam ? 11. Ternyata Islam memandang tidak baik
terhadap pemalas. Bahaimana tuntunan doa Rasulullah supaya seluruh umatnya tidak menjadi
pemalas ? 12. Tulislah sebuah dalil , boleh terjemahnya dalam bahasa Indonesia, yang
menunjukkan motifasi amat besar supaya orang itu gemar beramal baik ? 13. Jelaskan arti
adiul secara leksikal sekurang-kurangnya empat macam, kemudian buatlah contoh masing-
masingnya dalam suatu kalimat singkat. 14. Adil merupakan keseimbangan dari sifat-sifat
utama: al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah. Jelaskan arti masing-masing istilah ini dan
berikanlah co0ntoh sikap adil yang menggambarkan perpaduan dan keseimbangan ketiga sifat
utama itu. 15. Mengapa contoh akhlak terbaik di dunia ini adalah Rasulullah ?

XI
Politik
A. Pengertian Politik Term politik tidak ditemukan dalam bahasa Arab, melainkan berasal dari
bahasa Latin ‘politicus’ atau dari bahasa Yunani ‘politicos’ yang berarti berhubungan dengan
warga negara atau warga kota. ‘Polis’ berarti kota ( Noah, l980: 437). Kata itu terserap ke
dalam bahasa Indonesia menjadi ‘politik’ dalam bahasa Arab adalah as-siyasah
(AlMunawwir,[t.th.]: 724). Secara etimologis (istilah) dalam pengertian yang amat longgar
“politik” mengandung arti; (1) pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan,
sistem pemerintahan, dan dasar-dasar pemerintahan, (2) Semua urusan dan tindakan
mengenai pemerintahan terhadap negara lain, (3) Pengembilan keputusan, (4)
Kebijaksanaan, dan (5) pembagian atau penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat (Miriam,
l993: 8-9). Deliar Noer menjelaskan ‘politik’ adalah segala aktifitas atau sikap yang
berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan
mengubah atau mempertahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat. Bertolak dari
berbagai pengertian dan kandungan yang terdapat dalam kata ‘politik’, jabarannya dalam
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat amat luas. Pencalonan diri supaya
menjadi presiden, anggota DPR, ketua suatu kelompok kesenian, kelompok diskusi,
kelompok pengajian sekalipun merupakan tindakan politik karena di balik itu semua berkait
dengan kekuasaan. Kegiatan kampanye, propaganda untuk memperoleh kekuasaan
tersebut merupakan tindakan pilitik karena secara nyata adalah mempengaruhi orang lain
supaya mengikuti kehendak pelaku kampanye atau propagandis tersebut. Ribuan buruh
suatu pabrik yang melakukan demonstrasi menuntut kenaikan upah kerja adalah tindakan
politik karena mempengaruhi pemilik perusahaan agar mengikuti kehendak para buruh itu.
Para mubaligh yang berceramah di hadapan para jamaahnya, meskipun secara umum
disebut dakwah dapat pula disebut berpolitik, praktisnya isi kongkrit ceramah adalah ajak-
ajak atau mempengaruhi jamaah (audiens) agar berbuat sesuatu yang baik menurut
agama. Aneka produk perundang-perunbdangan seperti konstitusi, undang-undang dasar,
peraturan pepemerintah (pp), Surat Keputusan (SK) dari presiden, mentri, gubernur, atau
secara umum adalah pemerintah, atau dari badan-badan dan lembaga tertentu juga
merupakan tindakan politik karena isi SK pastilah merencanakan susunan tertentu dalam
masyarakat atau seseorang, yaitu mengangkat atau memberhentikan status dalam struktur
tertentu. Karena istilah politik tidak ditemukan dalam ajaran dasar dalam Islam, tetapi
agama ini mengatur secara umum agar sikap, mental, dan perbuatan harus baik, termasuk
di dalamnya perilaku manusia dalam berpolitik, maka kalau harus dimunculkan istilah
politik Islam, pengertiannya bisa saja persis yang dikemukakan oleh Miriam Budihardjo,
Deliar Noer, atau yang lainnya, kemudian ditambah frasa berdasarkan hukum-hukum Allah
yang terkandung dalam Alquran maupun as-Sunnah sahihah. Wujud kekuasaan politik
Islam diselenggarakan menurut Alquran dan as-Sunnah (Abdul Mu’in Alim: l994: 293).
Alquran dan as-Sunnah sebagai dasar sistem poilitik inilah yang membedakan dengan
sistem politik apapun yang non Islam (sekuler). B. Sistem Politik Dalam Islam Jika
mengacu kepada sejarah perpolitikan Islam terutama zaman klasik, bahkan hingga zaman
kontemporer ini, sebenarnya tidak ada pembakuan secara umum yang berlaku di negara-
negara yang memproklamirkan diri sebagai negara Islam. Alquran maupun as-Sunnah tidak
memberikan penjelasan yang mnendetail dan rinci mengenai sistem politik. Sumber asasi di
dalam Islam hanya memberi rambu-rambu yang amat global, umpama Allah berfirman:
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).....(QS. An Nisa’ : 59).
Ayat ini secara implisit menghendaki keberadaan: (1) suatu negara yang ada pemimpinnya,
(2) rakyat yang taat kepada pemimpin, (3) Jika ada pertentangan di antara kedua belah
pihak hendaklah kembali kepada petunjuk Alquran dan as-Sunnah, dan (4) tidak boleh ada
dominasi dari satu pihak kepada pihak yang lain. Jadi pemimpin mengayomi rakyat dan
rakyat taat kepada pemimpin. Lanjutan ayat itu berbunyi Artinya : “...jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya“.(QS. An Nisa’ : 59). Empat poin dalam kandungan ayat ini adalah
perwujudan iman. Implikasinya lebih jauh adalah: (1) Jika para pemimpin tidak mengayomi
rakyat, (2) jika rakyat tidak taat pemimpin atau pemerintah syah, (3) jika ada perpebedaan
prinsip antara rakyat dan pemerintah (pemimpin) yang cara pemecahannya tidak
dikembalikan menurut petunjuk Alquran maupun as-Sunnah, maka mereka itu tidak
termasuk orang beriman. Kata ‘iman’ seakar kata dengan amin, artinya aman tidak ada
gangguan dan ancaman. Aplikasinya dalam kehidupan kenegaraan baik pemerintah
maupun rakyat harus bersama-sama menciptakan suasana aman atau kondusif sehingga
kehidupan bersama dalam berbagai bidang seperti: ekonomi, sosial, politik, dan yang
lainnya berjalan dengan lancar aman, tanpa rasa khawatir akan berbagai macam
gangguan. Siapapun yang membuat gaduh atau kacau dalam suatu negara, dia itu bukan
orang beriman. ‘al-Amin’ juga berarti kuat dan setia, artinya sebagai warga negara harus
setia terhadap negara secara kuat (nasionalisme) yaitu cinta kepada negara (hub al-
wathan) sebagai bagian integral dari iman. Siapapun warga negara atau bada apapun
dalam suatu negara seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang menjadi antek
negara asing) dan menjual dokumen-dokumen penting negaranya adalah bukan orang-
orang beriman. Mereka amat berbahaya kerena pada hakikatnya mereka itu adalah mesin
pengkhianat negara. Sudah sepentasnya jika keberadaan mereka harus dikikis habis tak
bersisa. Kata ‘iman juga seakar kata dengan ‘amanah’ yang berarti dapat dipercaya.
Kaitannya dengan kenegaraan, baik pemerintah maupun rakyat harus saling dapat
mempercayai maupun dipercayai. Rakyat bersifat anarkhis dan pemerintah yang korup,
jelas masing-masing tidak dapat dipercaya atau mempercayai. Lebih dari itu mereka
sebenarnya tidak beriman. Suatu negara yang pejabatnya korup, mementingkan kekayaan
pribadi dengan cara menggerogoti kekayaan negara secara tidak syah, negara ini disebut
al-madinah alfasiqah, yaitu negeri yang rusak (Harun Nasution, l981 : 33). Sementara itu,
jika rakyat besifat anarkhis dan mamaksakan kehendaknya sendiri sehingga negara itu
menjadi semrawut, para pemimpin hanya sibuk mengurusi demo-demo berkepanjangan
sehingga tidak bisa mengatur negara secara baik, negara ini disebut, al-madinah al-
jama’ah. Negara seperti ini semuanya ingin berkuasa. Al-madinah a-jama’iah adalah salah
satu bentuk dari negeri bodoh (almadinah al-jahilah) , yaitu negara baik pemerintah
maupun rakyatnya hanya berusaha memenuhi kebutuhan jasmani, memperkaya diri,
ambisi kekuasaan, dan mengumnbar hawa nafsu (Harun Nasution, l981 : 33). Suatu
bangsa yang bentuk negara dan sistem pemerintahannya berttipologi al-madinah al-jami’ah
maupun al-madinah al-jahilah secara prinsip bangsa itu dapat dikatakan sebagai bangsa
yang tidak beriman karena tidak amanah. Kata ‘iman’ seakar kata dengan al-amin artinya
tenteram, damai dan aman. Kaitannya dalam kehidupan bernegara, seluruh rakyat maupun
yang memangku jabatan kepemerintahan harus menciptakan ketenteraman, kedamaian,
dan keamanan baik dalam level indfividual, secara batiniah maupun lahiriah, dan dalam
level kehidupan bersama. Profokator dari manapun asalnya apakah dari unsur pemerintah
maupun rakyat yang menyulut pertikaian antar golongan, antar kelompok, antara pemeluk
agama, dan antar suku adalah perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan tidak beriman
kepada Allah maupun hari akhir. Kita semua harus mewaspadai para para politikus kotor
maupun kelompoknya sehingga ruang gerak mereka terbatas atau dinetralisir sama sekali.
Kata at-Ta’min juga seakar kata dengan iman dan artinya gadai. Kaitannya dengan
kehidupan negara, setiap warga negara secara prinsip diri mereka masing-masing
digadaikan kepada negara, harus tunduk dan patuh kepada negara. Inilah yang dimaksud
bahwa proses terbentuknya suatu negara melalui social contract dan pemegang kekuasaan
disebut pemegang amanah dari rakyat. Karena begitu longgar petunjuk baik Alquran
maupun as-Sunnah, maka aktualisasi politik dari generasi ke generasi atau antara wilayah
satu dengan wilayah lain di dunia Islam cukup berfariatif dan lebih bersifat temporal
menurut selera masing-masing pendiri negara, umpama dalam dalam menunjuk dan
mengangkat kepala negara sebagai yang memerintah. Nabi Muhammad menjadi kepala
negara di Madinah terjadi secara otomatis sebagai akibat ditaati oleh setiap warga di
Madinah dan seluruh jazirah Arab. Abu Bakar as-Siddiq menggantikan posisi Nabi sebagai
pemimpin umat - bukan dalam arti nabi maupun rasul - dipilih secara kerakyatan (Hasan,
l968 : 34). Pengganti Abu Bakar adalah Umar bin Khattab menjadi khalifah ditunjuk oleh
oleh Abu Bakar kemudian disetujui oleh seluruh warganya (Hasan, l968: 37). Usman bin
‘Affan menggantikan posisi Umar bin Khattab dengan cara Umar bin Khattab menunjuk
enam orang calon, satu diantaranya adalah Usman bin ‘Affan sendiri, ia memenangkan
dalam pemilihan yang kemudian membawanya menjadi khalifah. Pengganti Usman bin
‘Affan adalah Ali bin Abi Thalib dengan dipilih oleh mayoritas umat Islam. Ali bin Abi Thalib
sebagaimana dua pendahulunya terbunuh dalam insiden politik. Penggamnti Ali bin Abi
Thalib adalah Muawiyah bin Abu Sufyan dengan cara ayang amat licik, yaitu melalui teknik
tahkim (arbitrase) di Daumatul jandal. Pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-
Asy’ari dan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan diwakili oleh Amru bin ‘Aash. Keduanya
bersepakat dalam sidang menurunkan pemimpin masing-masing. Waktu itu Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah, semerntara Muawiyah hanya sebagai gubernur, bukan level
khalifah. Abu Musa diminta supaya berpidato yang pertama. Isi pidatonya menurunkan
pemimpin dari jabatannya masing-masing, dan aksi ini disetujui oleh seluruh anggota
sidang. Sementara itu, Abu Musa al-Asy’ari adalah seorang ulama yang tawadu’ dan wara’,
dan amat kurang berpengalaman dalam liku-liku politik kotor. Setelah ia turun dari mimbar
Amru bin ‘Ash gilirannya naik ke mimbar untuk berpidato. Isi pidato ada dua hal, (1)
menyetujui penurunan Ali bin Abu Thalib dari jabatan khalifah dan (2) mengangkat
Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah dan langsung disambut sorak gempita dari
pendukungnya. Pada sat itu kelompok Ali bin Abu Thalib merasa - dan memang benar-
benar - ditipu oleh kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan. Dengan demikian Muawiyah bin
Abu Sufyan menjadi khalifah dengan cara kudeta tak berdarah, proses sebelumnya juga
telah menumpahkan darah begitu banyak prajurit dari masing-masing pihak. Sejak
Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat putra mahkota, maka sistem politik Islam, terutama
bentuk negara menjadi sistem kerajaan atau monarkhi (Hasan, 1968 : 54, 62, 66). Tetapi
secara makro jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti di Barat, dan Cina yang
sama-sama berbentuk kerajaan, Negara yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan
disebut sebagai negara kerajaan Islam yang secara teknis disebut daulah atau khilafah
(kekhalifahan), yaitu Daulah Bani Umayyah. Kata Umayyah dinisbahkan dari kakek
Muawiyah. Untuk selanjutnya bentuk pemerintahan semacam itu berlaku di semua wilayah
Islam. Bani Umayyah tumbang digantikan oleh Bani Abbasiyah. Bersamaan dengan ini
kerajaan Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol) didirikan oleh ketrurunan dari Muawiyyah
bin Abu Sufyan yang selamat dari pembumihangusan Abul Abbas Assafah(pendiri Bani
Abbasiah). Sesudah dua kerajaan raksasa ini tumbang muncullah berbagai kerajaan di
dunia Islam, seperti khilafah Bani Fatimiyah di Mesir(909-ll7l M), Khilafah Bani al-
Murabbitun di Afrika Utara (l056-ll45 M), Khilafah Mamalik di Mesir maupun di Suriah
(1250-1516 M), Khilafah Usmaniah di Turki (l299-l922 M), Khilafah Mughaliah di India
(l526-1858 M), dan masih banyak yang lainnya. Pada abad l8 di Eropa muncdul konsep dan
praktik politik yang disebut nasionalisme. Melalui agitasi politik imperialisme (penjajahan)
Barat ke seluruh wilayah di dunia, termasuk dan khususnya di dunia Islam pada abad l9,
nasionalisme menjadi konsep politik universal (L.Stodart, l966 : l37). Sekarang ini tidak
ada di manapun di dunia yang tidak menganut paham nasionalisme, dan di sisi lain tidak
bisa keluar dari paham nasionalisme itu. Maka nasionalisme menjadi paham tunggal hingga
sekarang ini. Meskipun demikian, negara-negara yang akarnya kekhalifahan tetap
mengelaborasi prinsip-prinsip ajaran Islam dan nasionalisme yang wujud akhirnya adalah
nasionalisme yang dibedakan dari nasionalisme sekuler. Sekularisme anti atau sekurang-
kurangnya memisahkan dari urusan agama, sementara nasionalisme Islam tidak demikian.
Agama menjadi dasar dan sendi-sendi praktik kenegaraan. Elaborasi anatara ajaran Islam
dan nssionalisme Barat menghasilkan berbagai bentuk negara Islam sesuai dengan akar
sejarahnya dari masing-masing yang membentuk negara yang bersangkutan. Saudi Arabia,
bentuk negaranya kerajaan, tetapi mengaku sebagai negara Islam. Iran berbentuk republik
tetapi juga mengaku sebagai negara Islam. Malaisia berbentuk serikat tetapi mengaku
sebagai negara Islam. OIC (Organization of the Islamic Conference) merupakan gabungan
dari berbagai negara Islam yang bertujuan melenyapkan pemisahan ras, diskriminasi, dan
kolonialisme dalam segala bentuk, juga bergerak di bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan, dan kegiatan vital lainnya (Esposito,IV : 201) tidak mengusahakan
keseragaman bentuk negara. Urusan ini diserahkan kepada negara masing-masing
anggota. Indonesia secara formal mengaku sebagai negara pancasila, bukan negara Islam,
tetapi mayoritas penduduknya beragama Islam dan ikut sebagai anggota OIC.Oleh karean
aitu, kebijakan apapun yang mengabaikan kepentingan umat Islam di negeri tercinta ini
pasti menuai badai yang pada akhirnya akan merugikan negara itu sendiri. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pembakuan sistem dalam Islam sehingga
kepentingan umat Islam dalam membentuk negara menjadi kebebasan mereka,boleh
mengambil bentuk negara kerajaan, republik, negara serikat, atau yang lainnya selagi
prinsip-prinsip Islam tentang kehidupan bersama ditegakkan untuk kemaslahatan dan
kemakmuran bersama (pemerintah dan rakyat). C. Kontribusi Agama Dalam Kehidupan
Berpolitik 1. Syarat Seorang Pemimpin Seorang Pemimpin, utamnanya top leader seperti
raja, perdana mentri, presiden, sultan, malik dalam suatu negara (al-madinah al’uzma),
gubernur untuk tingkat di bawahnya yaitu propinsi (al-madinah al-wustha), wali kota atau
bupati untuk tingkat di bawah gubernur al-madinah ash-sughra), camat untuk wilayah yang
lebih sempit di bawahnya, Lurah atau Kepala desa, yang seterusnya ketua RW lalu ketua
RT idealnya supaya yang paling luas ilmunya dan sempurna secara fisik. Alquran
mengatakan: Artinya : “ Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah
telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut
memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya,
sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata:
"Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan
tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui “. ( QS. Al Baqarah : 247 ).
Dalam ayat itu kekayaan seorang calon pemimpin tidak menjadi syarat, melainkan ilmunya,
ilmu memerintah atau ketatanegaraan. Syarat ini tentu amat penting. Dapat dibayangkan
jika pemimpin tidak memiliki konsep yang matang, tepat dan benar untuk membawa
negara ke arah keadilan, kemakmuran, dan ketenteraman bersama yang berlatar belakang
berbagai kepentingan dari berbagai kelompok dan golongan dari suatu negara . Cepat atau
lambat, mungkin yang benar secara cepat negara itu pasti ambruk, kacau, dan penuh huru-
hara di negeri tersebut. Kandungan pokok kedua dari ayat tersebut adalah seorang
pemimpin haruslah sehat jasmani secara sempurna. Penapilkan seorang pemimpin,
presiden, perdana mentri, raja atau yang lain yang sejenis, umpama buta, tuli, pincang
kronis, gagap kalau ngomong tentu kurang menimbulkan simpati orang banyak. Orang
seperti itu, mengurus dirinya butuh bantuan, bagaimana ia bisa mengurus negara ?
Kebijakan-kebijakan dalam kenegaraan dari pemimpin yang cacat tubuh dikhawatirkan
terjadi secara emosional, lebih-lebih kalau penyakitnya sedang akut. Bisa saja suatu saat di
suatu negara mencari putra bangsa yang memiliki prestasi basthatan fi al-ilm wa al-jism
sulit. Secara fisik cacat pun boleh jika memang tidak ada yang lain dengan syarat ilmu
sebagai perangkat mutlak tetap ada pada diri sang pemimpin. Dalam ayat di atas ada
alternatif untuk itu, yaitu kandungan pokok yang ketiga : Artinya : “ Allah memerintah
kepada siapa yang di kehendaki “( QS. Al Baqarah : 247 ) Untuk ini Nabi bersabda: ‫ستعمل لوا و‬
‫ حصين( جد عن مسلم رواه( طيعوا وا له سمعو فا هللا ب بكتبا كم يقود عبد عليكم‬Seandainya ada yang memerintah atas
kamu seorang budak tetapi ia yang kuat/menguasai diantara kamu mengenai kitab Allah
hendaklah kamu dengar dan kamu taati perintahnya. H.R.Muslim dari kakek Husain (
Muslim,II : l30). Dan Abu Zar mengatakan . . . ‫مجدع ن كا ن وا طيع وا سمع ن ا نى وصا ا حليلى ن ا‬
(Sesungguhnya kekasihku (Nabi) berwasiat kepadaku supaya aku mendengar dan taat
terhadap pemimpin, meskipun ia buntung tangan atau kaki. H.R. Muslim dari Abu
Zar.Muslim,II : 130). Syarat seorang pemimpin harus adil dalam semua hal yang berkaitan
dengan pemerintahan. Alquran mengatakan: Artinya : “ dan jika kamu memutuskan
perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil,
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil “. ( QS. Al Maidah : 42 ). Artinya : “
dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu “. ( QS. Al Maidah : 48 ). Artinya : “Maka berilah
keputusan antara Kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan
tunjukilah Kami ke jalan yang lurus“. (QS. Shad : 22). Artinya : “ Hai Daud, Sesungguhnya
Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat
darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan “. ( QS. Shad : 26 ). Pengertian adil secara umum adalah wad’u syaiin fi
mahallihi (menempatkan sesuatu pada tempatnya). Penerapan adil umpama menghukum
yang salah dan membela yang benar dalam suatu perkara delik aduan di pengadilan. Atas
dasar syarat-syarat seorang pemimpin sebagai mana dijelaskan oleh Alquran maupun as-
Sunnah di atas harus menjadi dasar pemerintahan negara. Baik uji teoritis maupun praktis
tentu konsep ini merupakan cara terbaik dibanding dengan teori manapuin. Syarat keadilan
yang dikehendaki Islam mencakup lintas ras, sosial, budaya, dan agama sekaligus tidak
menghendaki praktik apartheit, rasialis, dan diskrimanasi. 2. Kewajiban seorang pemimpin
Bagi seorang pemimpin, umpama presiden, negara dan dan pemerintahannya adalah
amanah yang dipertanggungjawabkan di hari kiyamat. (H.R. Muslim,II : 124). Maka
kewajiban pemimpin adalah mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Nabi bersabda:
. . . ‫ عنهم مسؤل وهو عليهم راع س النا على ى لذ ا مير ل فا‬. . . . . . Seorang raja (pemimpin) bagi orang
banyak adalah pengembala dan dia dimintai pertanggungjawaban tentang
pengembalaannya. H.R. Abu Dawud,III : 342); Muslim,II : 125. Lafal bagi Muslim untuk
‘anhum’ adalah ra’iyyatih.Kata ra’in yang berarti pengembala, maksudnya adalah pemimpin
umat. Kata itu ( ra’in) berasal dari kata kerja lampau (fi’il madi) ra’a yang berarti
mengembala dan arti paraktisnya adalah pemimpin/pengelola negara. Dari kata itu juga
dapat dibentuk kata ra’iyyah yang berarti gembalaan. Secara praktis gembalaan dalam
suatu negara adalah umat atau orang banyak, dan kata ra’iyyah itu lalu diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi rakyat. Jadi ra’in berarti pemimpin, dan ra’iyyah berati
rakyat. Kewajiban pokok bagi seorang pemimpin mengusahakan negara dalam keadaan
aman, tenteram , dan makmur. Allah berfirman : Artinya : “ ....Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.... “. ( QS. Hud : 61 ).
Negara yang makmur adalah negara yang secara umum kondusif dan baik. Allah berfirman:
Artinya : “ ...bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun ". ( QS. Saba’ : 15 ). Jika seorang
pemimpin tidak menjalankan amanah dengan baik secara sengaja, ia dikategorikan sebagai
pengkhianat. Salah satu pengkhianatan dalam pemerintahan adalah korupsi. Koruptor akan
menuai siksaannya di akhirat. Barang yang dikorupsikan akan melilit pada lehernya. Ketika
itu ia meminta syafaat kepada Nabi. Nabi menjawab “Aku tidak bisa menolong
(mengasihani kamu). Aku dulu pernah menyampaikan (al-haq) kepadamu (H.R.Muslim,II :
126-127). Artinya, di dunia Nabi telah memberikan penerangan supaya memerintah
dengan baik, jujur, dan adil, tetapi pemimpin itu tidak mengindahkan penerangan Nabi.
Mereka malah mengkhianatinya. Kewjiban lain seorang pemimpin (imam, presiden dan
yang sejenis ) merupakan benteng terakhir dalam suatu negara. Di dalam kekuasannyalah
rakyat itu wajib berperang mempertahankan negara dari ancaman musuh atau mengajak
semua rakyat untuk bertakwa kepada Allah. Nabi bersabda: ‫فا به ويتفى ئه ورا من تل يقا جنة م ما ال نما ا‬
‫ )هريرة بى ا عن مسلم رواه ( منه عليه ن كا بغيره مر يا ن وا جر ا لك بذا له ن كا وجل عز هللا مربتقوى ا ن‬Sesungguhnya
seorang pemimpin adalah perisai orang-orang di belakangnya (rakyat) itu berperang atau
takwa karena perintahnya. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah yang Maha Tinggi
dan Maha Agung, maka ia memperoleh pahala karenanya. Jika ia memerintahkan yang
selainnya, ia akan memeperoleh akibatnya. H.R. Muslim dari Abi Hurairah (Muslim,II :
132). Syarat pemimpin yang demikian itu harus memiliki keberanian memutuskan sesuatu
secara cepat dan tepat dalam semua keadaan. Pemimpin tidak bisa bersembunyi di balik
layar kenegaraan atau hanya bersenang-senang melulu kemudian urusan negara
diserahkan kepada para pembantu-pembantunya. 3. Hak Pemimpin Selagi pemimpin
menjalankan kewajibannya secara baik dan tidak mengajak ke arah kemungkaran, mereka
wajib ditaati baik dalam keadaan lapang atau sempit, baik dalam keadaan normal atau
darurat. Nabi meminta janji setia (baiat) yang digambarkan oleh kakek Ubadah demikian: .
. . ‫ننا ل ن ا على و علينا ثره ا وعلى لمكره وا لمنشط وا ليسر وا لعسر ا فى عة لطا وا السهع على وسلم عليه هللا صلى هللا رسول يعنا با‬
‫ )ده عبا جد عن مسلم رواه( ئم ل مة لو ف نما ل لنا يمما ا لحق با نفول ن ا وعلى اهله لمر ا رع‬Kami berbaiat kepada
Rasulullah SAW. Untuk mendengar dan taat kepadanya baik dalam keadaan lapang atau
sempit,dalam keadaan yang menyenangkan atau menjengkelkan, supaya kami mengikuti
jejaknya, supaya kami tidak saling menentang suatu urusan kepada ahlinya, supaya kami
senantiasa berkata secara benar di manapun kami berada, dan supaya kami senantiasa
takut kepada Allah selamanya. H.R.Muslim dari kakek Ubadah (Muslim,II : l3l-l32). 4.
Kewajiban Rakyat. Kewajiban rakyat adalah taat kepada pemimpin (pemerintah). Hadis
tentang hak pemimpin di atas sekaligus menjadi kewajiban rakyat. Tetapi ketaatan rakyat
kepada pemimpin hanya terbatas kepada hal-hal yang baik saja. Nabi bersabda: . . . ‫لطا ا لما ا‬
‫ )على عن مسلم رواه( لمعروف ا فى عة‬. . . bahwa taat (kepada pemimpin) hanya dalam kebaikan
(Muslim,II : l31). Atau: ‫سمع فل مربمعصية ا ن فا بمعصية مر يؤ ن ا ال وكره احب فما عة لطا وا لسمع ا لمسلم ا لمرء ا على‬
‫ )عمر ابن عن مسلم رواه( عة طا ول‬Bagi seorang muslim wajib mendengar dan taat (kepada
pemimpin) baik terhadap sesuatu yang menyenangkan atau yang menjengkelkan kecuali
jika diperintah untuk bermaksiat. Jika diperintah maksiat maka tidak perlu mendengarkan
atau taat (kepada pemimpin itu). H.R. Muslim dari Ali (Muslim,II : l3l). Jika pemimpin
memiliki kebijakan yang kurang menyenangkan hendaklah bersabar, tidak boleh bughat
(menentang) apalagi berdemonstrasi secara anarkhis. Nabi bersabda: ‫هه يكر شيئا ميره ا من راء من‬
‫ )س عبا بن ا عن مسلم رواه( هلية جا فميتة ت فما شبرا عة لجما ا رق فا من نه فا فليصبر‬Barang siapa melihat sesuatu
dari amir (pemimpin) yang tidak menyenangkan hendaklah ia bersabar. Karena
sesungguhnya barang siapa keluar dari jamaahnya (menentang kebijakan negara)
sejengkal saja kemudian ia mati, maka matinya terhitung jahiliah. H.R. Muslim dari Ibnu
Abbas (Muslim, II : 131). Sesuatu yang tidak menyenangkan belum tentu melanggar
syariat. Rakyat suatu negeri pasti terdiri atas banyak kepentingan, satu dengan yang lain
sangat mungkin bertentangan. Pemerintah sering dihadapkan kepada persoalan-persoalan
yang bersifat delimatis. PKL (pedagang kaki lima ) yang mengakibatkan kumuh di suatu
area yang demi kepentingan yang lebih luas harus asri dan bersih, dan menyebabkan arus
lalu lintas sempit dan macet yang menurut ilmu kepemerintahan area itu harus lancar dan
bebas hambatan dalam berlalu lintas dan bermobilisasi, harus ditata ulang yaitu dialihkan
ke lokasi lain. Dalam hal ini PKL semacam ‘dikorbankan’. Dalam keadaan seperti ini rakyat,
LSM, atau komponen lainnya harus tetap bersabar. Jangan malah sok menjadi pahlawan
rakyat tertindas dengan cara meprofokasi rakyat untuk menentang pemerintah. Ancaman
Nabi dalam hadis itu jika mereka (para penentang) kebijakan delimatis jika mati, matinya
terhitung jahiliah, alias non muslim. Senada dengan hadis itu Nabi juga bersabda” ‫ا من حرج من‬
‫خرج ومن متى ا من فليس للعصبة تل ويقا للعصبة يغضب عمية ية را تحت قتل ومن هلية جا مبتة ت ما ت ما ثم عة لجما ا رق وفا عة لطا‬
‫ )هريرة ابى عن مسلم رواه( منى فليس ها عهد ى بذ يفى ول منها مؤ من ش يتحا ل جرها وفا برها يصرب ا على متى ا من‬Barang
siapa yang keluar dari ketaatan (kepada iman ) dan memisah dari jamaah (rakyat dalam
kesatuannya) kemudian ia mati, maka ia mati secara jahiliah (non muslim), dan barang
siapa yang berperang di bawah kebutaan pendapatnya maka ia dimurkai karena menuntut
kepentingan kelompoknya. Barang siapa berperang karena kelompoknya, ia bukan dari
golonganku (Nabi). Barang siapa keluar dari umt ku, bagi umatku wajib memerangi
pemutusan hubungan dan kelancangannya. Para wanitanya yang tidak takut dan tidak
menepati janjinya maka mereka (juga) bukan golonganku (Nabi). H.R. Muslim dari Abi
Hurairah (Muslim,II : l35). Hadis di atas ini perlu doicermati dengan hati-hati dan tepat.
Orang yang menentang pemerintahan dengan catatan pemerintah syah dan kebijakannya
benar dengan cara mogok makan atau berdemonstrasi dengan merusak fasilitas negara
dan menciptakan opini yang tidak objekktif dan menghasut orang banyak, tindakan ini
sebenarnya konyol. Jika ia beragama Islam, pengakuannya tidak diterima oleh Nabi dan
jika mati digolongkan non muslim. Berdalih apapun Islam tidak membenarkan mogok
makan dan minum yang membahayakan kesehatannya, apalagi berakibat mati. Jika ia
tidak bisa bersabar karena perilaku pemimpin (bisa berarti presiden, perdana mentri, amir,
sultan, dan khalifah) selagi tidak mengajak kepada rakyat untuk bermaksiat seperti yang ia
perbuat, rakyat cukup membenci dalam hati dan tidak perlu mengacuhkan. Dalam hal ini
Nabi bersabda: ‫ل ل قا تلهم نقا فل ا لوا قا بع وتا رض من ولكن نكرسلم ا ومن برئ عرف فمن ون وتنكر فون فتعر مراء ا ستكون‬
‫( )سلمة م ا عن مسلم رواه( صلوا ما‬suatu saat) akan ada seorang penguasa ( yang berperangai jelek).
Kami semua mengetahui (kejelekannya) dan kamu mengingkarinya. Barang siapa
mengetahui maka ia bebas (tak ada urusannya) dan barang siapa mengingkari ia pasti
selamat, sementara itu ada orang yang senang dan mengingkarinya. Sahabat bertanya:
Apakah aku tidak boleh memerangi mereka wahai Rasulullah ? jawabnya: Jangan. Kamu
cukup membenci dan mengingkari dalam hatimu saja.H.R.Muslim dari Ummu Salamah
(Muslim, II : 137). Seandainya perilaku peminpin itu berperilaku munafik umpama ia
menggunakan idiom-idiom, ikon-ikon, ‫ش‬tau simbol-simbol agama sementara rakyat tidak
lagi mempunyai wakil untuk memperbaiki keadaan tetaplah konsisten dalam kesabarannya.
Nabi bersabda: . . . ‫مسلم رواه( لك ذ على نت وا لموت ا ركك يد حتى شجرة صل ا على تعض ن ا ولو كلها لفرق ا تلك عتزل فا‬
‫ )ن ليما ا بن يفة حذ عن‬Hendaklah mengingkari dari semua golongan itu meskipun engkau
memakan dangkel pohon dan engkau menemui ajal dalam keadaan demikian .H.R.Muslim
dari Huzaifah bin alYaman. (Muslim, II : 135). Maksud hadis itu menggambarkan para
pemimpin di suatu negri dalam keadaan tidak menentu, penuh huru-hara, suasana tidak
terkendali, dan kamu - tidak lagi memiliki kawan seperjuangan atau pemimpin
seperjuangan untuk mengembalikan keadaan negara yang baik dan stabil, dalam keadaan
ini harus tetap beriman, tidak boleh menyeberang agama, meskipun tidak lagi memiliki
makanan hingga memakan dangkel pohon, bahkan mati karenanya. Berdemonstrasi, atau
bahkan memerangi pemimpin - tetapi tidak berdemo nstrasi dengan mogok makan - suatu
saat justru dibenarkan dan wajib, yaitu suatu saat suatu negri ada dua pemimpin, satu
diantaranya harus diperangi, yaitu pemimpin yang sebenarnya tidak berhak memimpin,
karena tidak mungkin dua-duanya benar. Salah satu dari keduanya pastisalah. Yang pasti
salah itulah yang wajib diperangi. Nabi bersabda: ‫بى ا عن مسلم رواه( منهما خر ال قتلوا فا لخليفتين يع بو ذا ا‬
‫ )رى لخذ ا سيد‬Jika (kamu) dibaiat untuk dua khalifah maka perangilah salah satu dari
keduanya. Satunya lagi yang tidak diperangi karena memang berhak untuk memerintah, ia
wajib ditegakkan dan wajib didukung. Jika pemimpin itu pada akhirnya tidak bermoral,
mengacu kepada hadis-hadis shahih tidak ada yang membenarkan untuk menggulingkan
pemimpin. Hadis-hadis tentang kewajiban rakyat yang telah diuraikan itu dapat dijadikan
acuan bagi kesimpulan ini. Umumnya kaum sunni seperti Asy’ari, al-Baqillani, al-Mawardi,
an-Nasafi, at-Taftazani, dan an-Nawawi juga berpendapat demikian. Namun sebagian
Syafi’iyyah, kaum teolog seperti al-Baghdadi, al-Ijji, al-Jurjani, Ibnu Hazm, dan kaum
Mu’tazilah membenarkan pemberhentian pemimpin yang tidak bermoral, khiyanat, dan
tidak melaksanakan amanahnya (Mumtaz Ahmad, l994 : l03-l04). Dengan dimikian dasar
kudeta hanyalah ijtihadiyah dari ulama saja. 5. Hak Rakyat Apa yang menjadi hak rakyat
adalah apa yang menjadi kewajiban pemerintah, dengan demikian hak mereka
memeperoleh hak hidup secara aman, tenteram, dan perlindungan dari pemerintah selagi
mereka tidak mengganggu stabilitas negara dan ketertiban umum. 6. Hak dan Kewajiban
Berimbang antara Pemerintah dan Rakyat Secara prinsip hak dan kewajiban antara rakyat
dan pemerintah itu berimbang. Selagi pemerintah itu melaksanakan amanahnya, yaitu
mewujudkan pemerintahan yang bersih (tidak korup) dan berwibawa, memperhatikan dan
mengusahakan keamanan dan kemakmuran umum, rakyat dilindungi hak-haknya, rakyat
harus patuh terhadap pemerintah. Nabi bersabda: . . . ‫حملتم ما وعليهم حملوا ما عليهم نما فا طعوا وا سمعوا ا‬
(‫ )ك سما عن مسلم رواه‬. . . dengarkanlah dan taatlah (olehmu rakyat). Apa yang menjadi (hak dan
kewajiban) mereka (pemerintah) adalah memang hak dan kewajiban mereka, dan apa
yang menjadi hak dan kewajiban mu memang ada padamu. ( H.R. Muslim, II : l34). 7.
Prinsip Demokratis Yang dimaksud demokratis adalah hak kebebasan bagi rakyat untuk
memilih siapa pemimpin yang dikehendaki atau yang disenangi dan tidak memilih calon
pemimpin yang tidak disenangi. Nabi bersabda: ‫و نهم تحبو لذ ا ئمتكم را خيا وسلم عليه هللا صل هللا رسول عن‬
‫با هم بذ تنا فل ا هللا رسول يا قيل يلعنكم و تلعنهم و نهم يبغضو و نهم تبغضو ى لذ ا ئمتكم را شرا و عليهم ن تصلو و عليكم لون ويصو‬
‫مسلم رواه( عته طا من ا يد عوا تنز ول عمله هوا كر فا نه هم نكر شيئا تكم ول من بنم را ذا فاء لصلة ا فيكم موا قا ا ما ل ل فقا ؟ لسيف‬
‫ )لك ما بن عوف عن‬Dari Rasulullah SAW. Bersabda: Pilihanmu terhadap pemimpinmu adalah
orang yang kamu senangi dan menjalin persaudaraan denganmu dan kamu juga menjalin
persaudaraan dengan mereka. Jeleknya pemimpinmu adalah orang yang kamu memarahi
mereka dan mereka memarahi kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu.
Dikatakan: Wahai Rasulullah ! apakah kami tidak boleh meluruskan mereka dengan pedang
? Jawab beliau : Jangan ! Selagi di antara kamu (bebas) mendirikan salat. Jika kamu
melihat orang yang memimpin kamu berbuat hal yang tidak menyenangkan, maka
membencilah kamu terhadap perbuatan mereka dan janganlah kamu menentangnya.H.R.
Muslim dari ‘Auf bin Malik (Muslim,II : l38). Hadis di atas secara implisit membolehkan
adanya kelompok partai. Dari kelompok partainyalah seseorang mengajukan calon
pemimpin. Kelompok lain juga berbuat yang sama. Calon pemimpin yang akhirnya menjadi
pemimpin, kelompok partai manapun harus menaatinya. Ketaatan yang dimaksud hadis itu
begitu ditekankan sehingga kalau kita (rakyat) melihat oknom pejabat berbuat yang tidak
menyenangkan (ditinjau dari syariat), rakyat tidak boleh memberontak, melainkan cukup
tidak menyenanginya atau bersabar selagi kebebasan beribadah masih tetap berlaku di
negara itu. 8. Prinsip Bermusyawarah (syura) Syura berbeda dari demokrasi, khususnya
dari aspek generikanya. Syura memiliki dimensi teologis karena bersumber dari wahyu ilahi
dan suci (sacral) dan demokrasi tidak memiliki dimensi teologis karena bersumber dari
pemikiran manusia dan bersifat provan.Dalam demokrasi secara konseptual memberikan
hak kepemimpinan bagi yang memperoleh suara terbanyak dan yang selainnya supaya
tetap menghormati, dan masih memberi hak oposisi untuk melakukan kontrol terhadap
pemerintah; sementara itu dalam syura memberikan hak kepemimpinan kepada yang
paling sanggup memikul amanah Allah dalam bermasyarakat dan bernegara meskipun tidak
didukung (baiat) oleh mayoritas, tidak memberi hak oposisi, semuanya harus taat kepada
pemimpin syah. Meskipun demikian secara praktis antara demokratis dan syura amat
seiring dan sejalan. Dalam memilih seorang pemimpin, wujud syura adalah baiat dan baiat
secara praktis diwujudkan dengan pemungutan suara (Mumtaz, l994 : l04) dan
pemungutan suara adalah essensi demokrasi itu sendiri. Selanjutnya baik syura maupun
demokrasi dimaksudkan untuk memecahkan semua persoalan yang menyangkut
kepentingan bersama, termasuk di dalamnya mengenai kehidupan politik. Allah berfirman :
Artinya : “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya “. (QS. Ali Imran : l59). Di samping mengadung
prinsip syura dalam praktik berpolitik, ayat tersebut memberikan prinsip santun dan lemah
lembut, sehingga tidak memberikan peluang praktik-praktik yang bersifat kasar,
mengumpat, menghujat, memfitnah, anarkhis dan destruktif. Jika ada perbedaan antara
kebijakan pemerintah dan rakyat, Alquran menganjurkan selain bermusyawarah menuju
mufakat, supaya kembali kepada petunjuk Alquran maupun as-Sunnah. Alquran
mengatakan: Artinya : “ ...kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya) ... “ ( QS. An Nisa : 59 ).
Kalau Alquran telah menjadi hakim terakhir, maka apapun keputusan Alquran nmaupun as-
Sunnah harus dijujung tinggi, dilaksanakan, dan diamalkan oleh semua pihak yang bertikai.
Siapa yang mengkhianati putusan atas dasar petunjuk Alquran maupun as-Sunnah, wajib
diluruskan. D. Sumbangan Islam dalam Politik di Negara Republik Indonesia Para pelaku
sejarah perintis kemerdekaan dan pendiri negara Republik ini mayoritas - untuk tidak
mengatakan hampir semua - adalah orang Islam. Mereka memasukkan essensi atau simpul
Islam ke dalam dasar-dasar negara. Simpul-simpul Islam itu dapat dijalaskan sebagai
berikut. 1. Pembukaan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdiri atas empat alinea.
Ajaran Islam yang terserap dalam alinea ini adalah rumusan konsep peri keadilan. Adil
adalah mempatkan sesuatu pada tempatnya. (wad’u syaiin fi mahallih) Dengan demikian
peri keadilan baik menurut sumber (Islam) maupun konsep berbangsa dan bernegara
melandasi semua kebijakan yang menyangkut seluruh rakyat Indonesia. Dalam alinea
kedua terdapat kata daulat adil dan makmur. Kesemuanya berasal dari kata bahasa Arab
dan simpul-simpul dalam Islam. “Daulat” berarti kekuasaan, atau perputaran. Kata daulat
termuat dalam Al-Quran satu kali yaitu Surat al-Hasyr/59: 7. kata itu terserap dalam
pembukaan UUD’45 dalam konteks negara yang merdeka dan memiliki pemerintahan
sendiri (tidak terjajah oleh bangsa asing). Sementara itu kata makmur berasal dari kata
bahasa Arab ma’mur. Kata ini terdapat dalam Al-Quran satu kali: Artinya : “ dan demi
Baitul Ma' mur “ ( QS. Ath-Thur : 4 ). Maksud baitul ma’mur adalah Ka’bah. Ka’bah amat
ma’mur karena dikunjungi berjuta-juta manusia setiap tahunnya sejak Islam generasi
pertama hingga insya Allah hari akhir kelak. Dalam surat Hud/11: 61, kita diperintah
supaya bumi ini dibuat menjadi makmur. Kata ma’mur berasal dari kata ‘amara yang
berarti umur panjang. Kata itu juga berarti harta kekayaan yang banyak (Anis, II:626).
Negara ma’mur berarti negara yang rakyatnya berkecukupan. Dalam alinea ketiga terdapat
kata rahmat, Allah, luhur, dan rakyat. Keempat kata ini berasal dari bahasa Arab dan
bersumber dari ajaran Islam. Kata rahmat di dalam pembukaan UUD’45 dirangkai dengan
Allah menjadi rahmat Allah. Dalam Islam rahmat Allah merupakan salah satu aqidah pokok
dalam Islam. Allah berfirman: Artinya : “ dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam “. ( QS. Al Anbiya : 107 ). Atas dasar
pengakuan para pendiri negara ini, di samping usaha mereka dengan penuh nilai-nilai
kepahlawanan juga mengaku sebagai rahmat Allah, yang tidak dapat ditafsirkan kecuali
rahmat Allah secara Islam. Sementara itu kata luhur berasal dari bahasa Arab zuhur yang
berarti puncak gunung (Al-Munawwir:889). Pemakaian kata luhur dalam pembukaan
dirangkai dalam ungkapan keinginan luhur yang berarti keinginan amat tinggi. Dan kata
rakyat berasal dari . . Dalam alinea keempat juga banyak unsur serapan dari Islam. Karena
di dalam alinea ini terdapat rumusan Pancasila, maka penjelasannya dituangkan dalam
ruang sendiri yaitu Pancasila. 2. Pancasila Rumusan sah Pancasila adalah (1) Ketuhanan
Ynag Maha Esa, (2) Kemanusiaan ynag adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila pertama sejalan benar dengan
prinsip tauhid baik dalam level teks suci maupun pemahaman atas teks. Tidak ada
antagonisme sejak bunyi wahyu hingga konsep teologisnya. Allah berfirman: Artinya : “
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa “. ( QS. Al Ikhlas : 1 ). artinya secara teologis
menegaskan bahwa Allah itu Esa semurni-murninya, dan tidak ada rumusan lain yang
bersifat dualitas, trinitas, atau kompleksitas. Rumusan murni itu kemudian masuk dalam
rumusan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah sumbangan Islam yang justru
merupakan inti ajarannya ke dalan negara Republik Indonesia tercinta ini. Dalam sila kedua
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”, sumbangna Islam yang langsung dapat dilihat
adalah konsep adil dan beradab. Adil adalah ajaran pokok dalam Islam, khususnya dalam
kehidupan bersama. Kata adil atau kata yang seakar dengannya disebut dalam Al-Quran
sebanyak 28 kali yang jika diringkas hendaklah manusia itu berbuat adil terhadap Allah,
dirinya sendiri, sesama manusia, terhadap tetumbuhan, binatang, maupun secara umum
kapada alam semesta. “Beradab” berasal dari kata adab. Kata ini berasal dari bahasa Arab
dan juga merupakan ajaran Islam. Adab secara leksikal berarti sopan. Ini berarti hubungan
antara yang satu dengan yang lain, termasuk dalam kehidupan berpolitik dan bernegara
haruslah - siapapun dalam kapasitas apapun - mengambang sifat sopan dan santun.
Pemerintah yang bersifat diktator atau rakyat bersifat anarkhis tidak mempunyai tempat
baik dalam Islam maupun praktik kenegaraan di negara kita ini. Sila ketiga “Persatuan
Indonesia”, seiring benar dengan Al-Quran sebagai berikut: Artinya : “ manusia itu adalah
umat yang satu.... “. ( QS. Al Baqarah : 213 ). Hakikat manusia yang sebenarnya satu itu
masih diperintahkan supaya tidak saling bercerai berai. Allah berfirman: Artinya : “ dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai .... “ ( QS. Ali Imran : 103 ). Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, merupakan perasan dari sejumlah
ajaran Islam. Kata kerakyatan, hikmat, permusyawaratan, dan perwakilan berasal dari
bahasa Arab dan bersumber dari ajaran Islam. Kata rakyat terambil dari kata ra’iyyyah.
Kata ini terambil dari hadis ‫رعيته عن مسئول و راع فكلكم‬. . (Kamu semua adalah pemimpin dan akan
dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. H.R. Muslim dari Ibnu Umar
(Muslim, II:125)). Kata permusyawaratan terambil dari kata bahasa Arab musyawarah.
Kata ini terdapat dalam Al-Quran Artinya : “ ....dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu... “ ( QS. Ali Imran : 159 ). Artinya : “ ...sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka....” ( QS. Asy Syura : 38 ). Dan kata
perwakilan terambil dari bahasa Arab wakil. Al-Quran menyebut kata wakila sebanyak 13
kali artinya sesuatu urusan itu diserahkan kepada yang lain untuk mengurusnya, al-
mutawakilun (orang yang menyerahkan urusannya) tiga kali, dan al-mutawakkilin (orang
yang menyerahkan sesuatu urusan) satu kali. 3. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Lembaga
tinggi negara yaitu DPR terdiri dari bahasa Arab semua. Kata dewan berarti mahkamah
atau pengadilan. Untuk kata perwakilan dan rakyat telah dijelaskan dalam sub bab sebelum
ini. DPR sebagai lembaga dengan demikian bersumber sepenuhnya dari Islam. Karena itu
siapapun yang menjadi anggota DPR, baik berupa personal maupun kelembagaan haruslah
bekerja dalam rangka memikul amanah dari Allah. Tidak boleh ada oknum DPR apalagi
secara kelembagaan memperlihatkan praktik-praktik yang tidak terpuji dan membebani
rakyat. 4. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) Kata majelis berasal dari bahasa Arab
majlis dan berarti persidangan. Untuk kata perwakilan dan rakyat telah dijelaskan di muka.
MPR sebagai suatu lembaga dalam Islam disebut ahlul hall wal ‘aqd, yaitu kumpulan tokoh
dan pemimpin masyarakat, dan secara generik semuanya terambil dari Islam yang
kemudian di ketatanegaraan negeri ini menjadi lembaga tertinggi negara. 5. MA
(Mahkamah Agung) Mahkamah Agung juga merupakan lembaga tinggi negara. Kata
“Mahkamah” juga terambil dari bahasa Arab mahkamah. Kata ini berasal dari kata hakama
dan menunjuk dengan hukum. Berbagai kata turunan dari hakama seperti hakim,
mahkamah, hukmun, hukman, yatahakamu dan masih banyak lagi tercatat 192 kali yang
semuanya berhubungan dengan hukum. Mahkamah Agung sebagai suatu lembaga tertinggi
di bidang hukum ini dengan demikian dimaksudkan supaya hukum Allah menurut Islam ini
berjalan dengan baik dalam gelar ketatanegaraan. Mahkamah Agung merupakan benteng
terdepan sekaligus terakhhir bagi tegak atau tidaknya hukum di negeri ini. Jika lembaga ini
benar-benar mengedepankan supremasi hukum, tentu tidak banyak penyelewengan dalam
negara. Sebaliknya jika Mahkamah Agung tidak menjadikan dirinya sebagai good govern
dan clean govern tentu negara dalam waktu singkat akan ambruk karena huru-hara dan
aneka penyimpangan terjadi di mana-mana justru, pendahulu dan pemicunya lembaga
tinggi negara dalam bidang hukum. Karena itu sesuai dengan tujuan dibentuk lembaga
tinggi dan terhormat dalam bidang hukum ini hendaklah mengemban amanat Allah, amanat
negara, amanat rakyat dengan sebaik-baiknya. Uraian sub ini dapat diringkas dan
disimpulkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara formal disebut negara
Pancasila, essensinya adalah negara yang dibangun atas dasar fondasi Islam. E. Peranan
Agama dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Agama memberikan
penerangan kepada manusia dalam hidup bersama termasuk dalam bidang politik atau
bernegara. Penerangan itu antara lain. 1. Perintah untuk bersatu Islam melalui Al-Quran
menganjurkan agar antar kelompok, antar golongan maupun antar partai saling melakukan
ta’aruf (perkenalan). Allah berfirman: Artinya : “ Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal “. ( QS. Al Hujurat : 13 ).
Ayat ini sekaligus menjelaskan paham persamaan (egalitarianisme) untuk semua manusia
atau lintas batas: ras, agama, bahasa, maupun adat istiadat. Allah menegaskan tinggi
rendah martabat seseorang hanya ditentukan oleh takwa, itu saja Allah tidak menenttukan
di mana batas tertinggi maupun terendah takwa. Hanya Allah saja yang mengetahui karena
Dia lah yang menentukan batas-batas itu. Allah justru menjelaskan bahwa kita, manusia
adalah suatu organis (umat) tunggal dan Allah lah satu-satunya yang disembah. Allah
berfirman: Artinya : “ Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua;
agama yang satu dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku “. ( QS. Al Anbiya : 92 ).
Artinya : “ Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang
satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku “. ( QS. Al Mukminun : 52 ).
Pemahaman terhadap Al-Quran surat al-Hujarat ayat 13 menunjukkan bahwa manusia
diciptakan bersuku-suku, dan surat al-Mukminun ayat 52 menjelaskan bahwa manusia
adalah umat yang satu. Ini berarti berbagai suku, berbagai golongan, berbagai kelompok,
termasuk di dalamnya kelompok politik atau yang lainnya supaya tetap bersatu. Pengikat
persatuan adalah takwa. Karakter takwa antara lain menjalankan semua perintah Allah
sejauh yang diketahui dan menjauhi larangan-Nya. Jadi, ukurannya gampang kalau orang
itu takwa pasti iman dan senang bersatu dan menjaga persatuan dan kesatun. 2. Larangan
untuk saling curiga Islam melarang kepada semua orang baik dalam kapasitasnya sebagai
individu, sebagai kelompok sosial, maupun kelompok-kelompok yang lain termasuk
kelompok politik untuk saling curiga, saling melecehkan atau yang semakna dengannya.
Allah berfirman: Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-
cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang “. ( QS. Al Hujurat : 12 ). Dengan demikian,
terhadap orang lain atau kelompok lain haruslah saling mengembangkan husnuzhan
(berprasangka baik). Kalau masing-masing kelompok saling menaruh husnuzhan tentu
akan mempererat hubungan mereka sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 13 surat al-
Hujarat tersebut. Kecurigaan dan pelecehan terhadap kelompok lain hanya akan
menghasilkan ketegangan antar individu maupun antar kelompok karena kelompok yang
dicurigai jika mengetahuinya pasti tersinggung hanya dirinya sebagai individu maupun atas
nama kelompok. Kelompok ini tentu membalas mencurigai kepada kelompok pencuriga
tersebut. Akibatnya mudah ditebak, pasti timbul saling mencurigai di antara mereka. Saling
curiga tentu mudah menigkat menjadi disintegrasi bahkan konflik di antara mereka.
Sebagai bangsa akan menjadi lemah jika elemen-elemen di dalamnya saling mencurigai
dan bertikai. Itulah sebabnya Allah melarang umat yang saling bercerai berai. Allah
berfirman: Artinya : “ dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai,.... “ )QS. Ali Imran : 103 ). Perintah untuk bersatu dan
larangan untuk bercerai berai disertai juga dengan al-wa’du wa al-wa’id (janji dan
ancaman). Sudah barang tentu janji dan ancaman Allah pasti terjadi. Rasulullah dibebaskan
dari tanggung jawab terhadap umatnya yang bercerai berai. Demikian firman Allah: Artinya
: “ Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi
bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya
urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan
kepada mereka apa yang telah mereka perbuat “. ( QS Al An’am : 159 ). Ayat ini juga
menjelaskan bahwa Allah yang mengurus orang-orang yang memecah-mecah dari
keutuhan sebagai suatu umat, dan Allah pula yang akan membalas kelakuan mereka itu,
yaitu siksaan yang amat pedih. Artinya : “ dan janganlah kamu menyerupai orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.
mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat . “ ( QS. Ali Imran : 105 ).
Sebaliknya orang yang tetap istikamah dalam kesatuan umat, mereka itulah sebagai orang
yang mempererat petunjuk ilahi dan dapat merasakan kenikmatan bersaudara (bersatu).
Demikian firman Allah: Artinya : “ dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk “. ( QS. Ali
Imran : 103 ). Mencermati perintah Allah agar kita bersatu dan larangan-Nya untuk
bercerai berai itu ternyata akibatnya kembali kepada manusia itu sendiri. “Bersatu kita
teguh bercerai kita runtuh” merupakan kesimpulan padat dari perintah untuk bersatu dan
larangan bercerai.

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

BAB X

Peranan Agama dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa


Agama memberikan penerangan kepada manusia dalam hidup bersama termasuk dalam bidang
politik atau bernegara. Penerangan itu antara lain.

1. Perintah untuk bersatu


Islam melalui Al-Quran menganjurkan agar antar kelompok, antar golongan maupun antar partai
saling melakukan ta’aruf (perkenalan). Allah berfirman:

Artinya :
“ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal
“. ( QS. Al Hujurat : 13 ).
Pemahaman terhadap Al-Quran surat al-Hujarat ayat 13 menunjukkan bahwa manusia
diciptakan bersuku-suku, dan surat al-Mukminun ayat 52 menjelaskan bahwa manusia adalah
umat yang satu. Ini berarti berbagai suku, berbagai golongan, berbagai kelompok, termasuk di
dalamnya kelompok politik atau yang lainnya supaya tetap bersatu. Pengikat persatuan adalah
takwa. Karakter takwa antara lain menjalankan semua perintah Allah sejauh yang diketahui dan
menjauhi larangan-Nya. Jadi, ukurannya gampang kalau orang itu takwa pasti iman dan senang
bersatu dan menjaga persatuan dan kesatun.

2. Larangan untuk saling curiga


Islam melarang kepada semua orang baik dalam kapasitasnya sebagai individu, sebagai
kelompok sosial, maupun kelompok-kelompok yang lain termasuk kelompok politik untuk saling
curiga, saling melecehkan atau yang semakna dengannya. Allah berfirman:
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang “. ( QS. Al
Hujurat : 12 ).
Dengan demikian, terhadap orang lain atau kelompok lain haruslah saling
mengembangkan husnuzhan (berprasangka baik). Kalau masing-masing kelompok saling
menaruh husnuzhan tentu akan mempererat hubungan mereka sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat 13 surat al-Hujarat tersebut.

Akibatnya dari pelecehan, pasti timbul saling mencurigai di antara mereka. Saling curiga
tentu mudah menigkat menjadi disintegrasi bahkan konflik di antara mereka. Sebagai bangsa
akan menjadi lemah jika elemen-elemen di dalamnya saling mencurigai dan bertikai. Itulah
sebabnya Allah melarang umat yang saling bercerai berai.

Sebaliknya orang yang tetap istikamah dalam kesatuan umat, mereka itulah sebagai orang
yang mempererat petunjuk ilahi dan dapat merasakan kenikmatan bersaudara (bersatu).
Mencermati perintah Allah agar kita bersatu dan larangan-Nya untuk bercerai berai itu ternyata
akibatnya kembali kepada manusia itu sendiri. “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”
merupakan kesimpulan padat dari perintah untuk bersatu dan larangan bercerai.

Anda mungkin juga menyukai