Pegunungan Kulon di bagian utara dan timur dibatasi oleh lembah Progo, dan di
bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Dan pada bagian
barat-laut pegunungan ini memiliki hubungan dengan Pegunungan Serayu. Menurut
Van Bemmelen ( 1949, hal. 596), Pegunungan Kulon ditafsirkan sebagai dome
(kubah) besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal sebagai
“Oblong Dome”. Dome ini mempunyai arah utara timur laut – selatan barat daya, dan
diameter pendek 15-20 Km, dengan arah barat laut-timur tenggara. Inti dome terdiri
dari 3 gunung api Andesit tua yang pada sekarang ini telah tererosi cukup dalam, dan
mengakibatkan beberapa bagian bekas dapur magmanya telah tersingkap. Bagian
tengah dari dome ini adalah Gunung Gajah yang merupakan gunung api tertua yang
menghasilkan kandungan Andesit hiperstein augit basaltic. Gunung api Ijo adalah
gunung api yang terbentuk setelahnya yang berada dibagian selatan. Dari hasil
aktivitasnya Gunung Ijo menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit
augit hornblende, kemudian pada tahap akhir adalah intrusi Dasit di bagian intinya.
Setelah aktivitas gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi, gunung Menoreh
terbentuk dibagian utara. Gunung Menoreh merupakan gunung terakhir yang
terbentuk di komplek pegunungan Kulon Progo. Hasil dari aktivitas gunung Menoreh
awalnya menghasilkan Andesit augit hornblen, kemudian dihasilkan Dasit dan yang
terakhir yaitu Andesit. Dome Kulon Progo memiliki bagian puncak yang datar yang
dikenal dengan “Jonggrangan Platoe”. Bagian puncak dome tertutup oleh
batugamping koral dan napal dengan kenampakan topografi kars. Topografi kars ini
dapat dijumpai di sekitar desa Jonggrangan, yang kemudian penamaan litologi pada
daerah ini dikenal dengan Formasi Jonggrangan. Sisi utara dari pegunungan Kulon
Progo telah teropotong oleh gawir-gawir sehingga pada bagian ini banyak yang telah
hancur dan tertimbun di bawah alluvial Magelang (Pannekoek (1939), vide (Van
Bammelen, 1949, hal 601)).