Oleh :
MICHAEL M. PANDIA
No. Mahasiswa : F1D214020
Oleh :
MICHAEL M. PANDIA
F1D214020
Menyetujui,
Tim Dosen
ii
Halaman Persembahan
iii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan kuliah lapangan
pemetaan geologi 2 di Kulon Progo ini.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orangtua yang
selalu mendoakan dan mendukung penulis dari awal kuliah lapangan 2 dilaksanakan
hingga penyusunan laporan ini selesai. Ucapan rasa terimakasih sebesar-besarnya penulis
sampaikan juga kepada dosen-dosen teknik geologi yang dengan penuh kesabaran telah
membimbing penulis selama kuliah lapangan pemetaan geologi ini berlangsung.
Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Yulia Morsa Said, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Geologi,
Universitas Jambi.
2. Seluruh dosen Teknik Geologi yang selalu memberikan dorongan dan
bimbingan kepada kami.
3. Asisten Dosen Lapangan yang sabar dalam membantu kami melakukan
pemetaan hingga laporan lapangan, Bang Hafidz, Mas Flo, Mas Robi dan
Mas Felix.
4. Saudara-saudari kelompok 5 yaitu Atjie dan Cici yang telah bersama-sama
ikut dalam menyelesaikan kuliah lapangan ini.
5. Saudara-saudari terbaik MENGKARANG 02 yang ikut berjuang maupun
yang senantiasa memotivasi, mendoakan dan membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan ini dengan baik.
6. Kakak-kakak Angkatan Teknik Geologi, Universitas Jambi, yang senantiasa
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
berharap kritik dan saran dari para pembaca sebagai referensi perbaikan laporan-laporan
berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Jambi, 31 Juli 2017
Penulis
Michael M. Pandia
F1D214020
iv
SARI
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………i
Lembar Pengesahan………………… …………………………………………..ii
Halaman Persembahan ........................................................................................ iii
Kata Pengantar ..................................................................................................... iv
SARI........................................................................................................................ v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xi
DAFTAR LAMPIRAN…..………………………………………………………x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 2
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................................. 2
1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian .............................................. 3
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
METODOLOGI PENELITIAN........................................................................... 4
2.1 Metodologi penelitian .................................................................................... 4
2.2 Studi Pustaka.................................................................................................. 5
2.3 Analisis Data ............................................................................................. 6
2.4 Hasil Penelitian ......................................................................................... 6
GEOLOGI REGIONAL ....................................................................................... 7
3.1 Fisiografi Regional ........................................................................................ 7
3.2 Geomorfologi Regional ................................................................................. 7
3.3 Stratigrafi Regional ........................................................................................ 8
3.4 Struktur Geologi Regional ......................................................................... 113
GEOLOGI DAERAH TELITIAN ................................................................... 265
4.1 Geomorfologi Daerah Penelitian ............................................................ 265
4.1.1 Bentukan Asal Struktural……………………………………………...265
4.1.2 Bentukan Asal Fluvial…………………………………………………28
4.1.3 Pola Pengaliran Daerah Penelitian…………………………………….31
4.1.4 Stadia Daerah………………………………………………………….31
4.2 Stratigrafi Daerah Penelitian .................................................................. 319
vi
4.2.1 Satuan Batupasir Formasi Mengkarang…………..……………………329
4.2.2. Satuan Batulanau Formasi Mengkarang………………………………340
4.3 Struktur Geologi Daerah Telitian .......................................................... 361
4.3.1 Struktur Perlapisan……………………………………………...…371
4.3.2 Struktur Kekar…………………………………...………………...38
POTENSI GEOLOGI ......................................................................................... 25
5.1 Potensi Sumberdaya Geologi ................................................................... 4125
5.2 Potensi Kebencanaan Geologi ................................................................. 4125
KESIMPULAN ................................................................................................ 2727
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Peta Lokasi Pemetaan Geologi 1 Dalam Kawasan Geopark Merangin 2
Gambar 3.1. Peta geologi kawasan Mengkarang-Merangin 8
Gambar 4.1. Perbukitan Struktural di Lokasi Pengamatan 1 15
Gambar 4.2 Perbukitan Struktural di Sungai Karing 15
Gambar 4.3. Lembah V yang berada di lokasi pengamatan 1 16
Gambar 4.4. Tubuh Sungai Karing 17
Gambar 4.6. Sungai Stadia Muda di Sungai Karing 18
Gambar 4.6. Sungai Stadia Muda di Sungai Mengkarang 18
Gambar 4.7 Singkapan batupasir di lokasi pengamatan 1 19
Gambar 4.8 Satuan batulanau di Sungai Mengkarang 20
Gambar 4.9. Struktur Perlapisan di LP 1 dan di Sungai Karing 21
Gambar 4.10. Struktur Kekar di Sungai Karing 22
Gambar 4.11. Proyeksi Diagram Kipas Data Kekar 24
Gambar 4.12. Proyeksi Stereografis Data Kekar 24
Gambar 5.1. Sungai Karing dan Sungai Mengkarang 25
Gambar 5.2. Potensi kebencanaan geologi di daerah penelitian 26
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB 1
PENDAHULUAN
2
3. Mengetahui stratigrafi daerah pemetaan hingga penentuan satuan batuan dan
hubungan antar satuan batuannya
4. Megetahui struktur yang berkembang di daerah penelitian dan cara analisisnya
5. Mengetahui potensi geologi positif dan negatif yang ada di daerah pemetaan
3
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
4
2.2 Studi Pustaka
Studi pustaka yang digunakan peneliti untuk membantu pemetaan geologi ini
berdasarkan studi pustaka yang didapat, beberapa studi pustaka tersebut yaitu :
Menurut Lobeck, 1939, membagi stadia daerah geomorfologi suatu daerah
menjadi 3. Pembagian didasarkan berdasarkan ciri-ciri tertentu, yaitu:
a. Stadia muda, dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan lembah sungai
yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih dominan dan kondisi geologi
masih origin.
b. Stadia dewasa, dicirikan dengan bentuk bukit sisa erosi dan erosi lateral lebih
dominan, sungai bermeander dengan point bar, pola pengaliran berkembang baik,
kondisi geologi mengalami pembalikan topografi seperti punggungan sinklin atau
lembah antiklin.
c. Stadia tua, dicirikan dengan permukaan relatif datar, aliran sungai tidak berpola,
sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri sungai dan litologi
relatif seragam.
(Zakaria, 2008)
Berdasarkan hubungannya dengan perlapisan batuan, terdapat beberapa sistem
sungai yaitu, sistem sungai konsekuen, obsekuen, resekuen dan subsekuen. Sungai
konsekuen adalah sungai yang mengikuti arah kemiringan perlapisan batuan. Sungai
obsekuen adalah sungai yang mengikuti arah tegak lurus kemiringan perlapisan batuan.
Sungai resekuen merupakan sungai hasil dari kemenerusan dari sungai konsekuen. Hal ini
dapat dilihat dari arah kemiringan lapisan. Kemudian sungai subsekuen adalah sungai yang
arah alirannya mengikuri arah jurus dari batuan dalam di daerah pemetaan sungai ini
dibuktikan dengan searahnya aliran sungai dengan jurus sumbu lipatan
(Zufialdi, 2008)
Menurut Lobeck (1939), klasifikasi pola aliran sungai dibedakan menjadi lima jenis,
yaitu :
a. Pola Dendritik, menyerupai bentuk pohon dengan cabang dan homogen, misal daerah
aluvial.
b. Pola Rectangular, anak-anak sungai membentuk sudut 90° terhadap induk sungai:
pada umunya terdapat di daerah patahan/retakan yang berbatuan kristalin.
c. Pola Annular, anak-anak sungai membentuk sudut diagonal terhadap induk sungai;
terdapat di daerah pegunungan kubah (dome) stadia dewasa.
5
d. Pola Radial bentuknya menjari. Dibedakan menjadi:
1). Sentrifugal, menjari menjauhi pusat, terdapat di daerah volkan muda dan kubah
muda.
2). Sentripetal, menjari menuju pusat, terdapat di suatu basin, cekungan atau depressi
bagian terendah).
e. Pola Trellis, menyerupai batang pohon anggur dengan cabang-cabangnya, terdapat pada
pegunungan lipatan stadia dewasa.
(Zakaria, 2008)
7
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
3.1 Fisiografi Regional
Fisiografi dan geomorfologi regional dataran Yogyakarta termasuk dalam
Pegunungan Kulon. Pegunungan Kulon di bagian utara dan timur dibatasi oleh lembah
Progo, dan di bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Dan
pada bagian barat-laut pegunungan ini memiliki hubungan dengan Pegunungan
Serayu.
8
Selatan tersebut. Pegunungan Kulon Progo merupakan suatu kubah berbentuk
menyerupai dome (dome like) dengan sumbu panjangnya berarah utara timurlaut-
selatan baratdaya dengan panjang 32 km, sedangkan sumbu pendek berarah barat
baratlaut-timur tenggara, panjang 15-20 km.
Gambar 3.2 Diagram Blok Kubah Kulon Progo (van Bemmelen, 1949)
Kompleks pegunungan Kulon Progo, bagian utara dibatasi oleh dataran rendah
Kedu (Magelang) yang merupakan endapan Gunung Merapi dan Gunung Sumbing,
bagian timur dibatasi oleh lembah Progo dengan dataran Yogyakarta yang tersebar ke
arah selatan sampai Pantai Selatan, bagian selatan dibatasi oleh endapan aluvial dan
bagian barat dibatasi endapan aluvial Bagelan yang terbentang luas. Bentuk
Pegunungan Kulon Progo membelok ke arah baratlaut dan bersambung dengan
deretan Pegunungan Serayu Selatan.
Dataran tinggi Jonggrangan merupakan tempat tertinggi di seluruh daerah Kulon
Progo dengan ketinggian mencapai 750 m di atas permukaan air laut. Dataran tinggi
ini tersusun oleh litologi batugamping terumbu menempati bagian atas, sehingga
menampakkan adanya gejala topografi karst berupa gua, stalagtit dan stalagmit dan
sungai bawah tanah. Bagian Punggungan Pegunungan Kulon Progo hampir semuanya
terkikis oleh sejumlah sungai membentuk serangkaian lembah. Lembah-lembah sungai
umumnya berbentuk huruf V dengan tebing relatif terjal. Di beberapa tempat terdapat
air terjun yang mencapai ketinggian 30 m. Daerah dengan litologi lunak mempunyai
jurus dan kemiringan berubah-ubah sehingga akan berkembang sesuai dengan pola
trelis.
Stadia erosi di Pegunungan Kulon Progo sangat dipengaruhi oleh susunan litologi,
semakin keras dan kompak litologi penyusunnya akan semakin tahan terhadap proses
pelapukan. Daerah yang tersusun oleh batupasir akan mempunyai tingkat pelapukan
lebih intensif dibandingkan dengan daerah yang mempunyai litologi penyusun breksi.
9
Morfologi di kompleks Pegunungan Kulon Progo terbentuk pada awal Pleistosen
bersama-sama dengan pembentukan struktur sesar yang tersebar di daerah ini.
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir,
sisipan lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu
gamping dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan
300 m. berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi
nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di
daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin
Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu
1. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari
abut pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya
berfasies litoral, axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.
2. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras
denagn ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag
mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta
beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.
3. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta
beds denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang
terinteklasi dengan batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian
terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada
discocyclina beds adalah discocyclina.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff,
tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang
10
tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras
dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini
formasi ini berumur oligosen – miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi,
batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian
atasnya terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan
batu gamping berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini
tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan
berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera,
pelecypoda dan gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan
dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan.
Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras dengan
formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen bawah
sampai pleistosen.
Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri termasuk
dalam formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang penyusunnya berupa
breksi andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran lava andesit. Dari penelitian
yang dilakukan Purmaningsih (1974) didapat beberapa fosil plankton seperti
Globogerina Caperoensis bolii, Globigeria Yeguaensis” weinzeierl dan applin dan
Globigerina Bulloides blow. Fosil tersebut menunjukka batuan berumur Oligosen atas.
Karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pada bagian terbawah gunung
berumur eosin bawah, maka oleh Van bemellen andesit tua diperkirakan berumur
oligosen atas sampai miosen bawah dengan ketebalan 660 m
11
berumur Paleogen dan ditutupi oleh batuan karbonat yang berumur Neogen. Cekungan
Kulon Progo telah mengalami beberapa kali tektonik. Van Bemmelen (1949)
mengemukakan bahwa tektonik pertama terjadi setelah formasi Nanggulan terendapkan
pada Kala Oligosen-Miosenn. Pada kala ini juga terbentuk tiga buah Gunung Api yaitu G.
Gadjah, G. Ijo dan G. Menoreh yang merupakan inti Kubah Kulon Progo. Ketiga Gunung
Api tersebut mengahasilkan Formasi Andesit Tua. G. Gadjah merupakan gunung yang
paling tua dan terletak dibagian tengah. Gunung ini mempunyai kubah dengan sumbu
panjang mengarah utara-selatan dengan panjang 15 km dengan sumbu pendek mengarah
ke barat-timur dengan panjang 3-5 km. Gunung Ijo terletak di bagian selatan dan terbentuk
setelah G. Gadjah. Inti dari G. Ijo tersingkap berbentuk bundar dengan diameter sekitar 10
km. G. Ijo dikelilingi oleh breksi augit-hiperstand dengan kemiringan 15°-20°. G. Menoreh
terletak di bagian utara dan terbentuk paling akhir. Adanya intrusi dasit dari kegiatan yang
lebih dalam mengakibatkan G.. Menoreh membentuk stratur kubah dengan pusat di G.
Gandul. Kubah ini tertutup lapisan breksi yang mempunyai kemiringan sebesar 40° kearah
selatan.
Pada awal Miosen Atas terjadi pengangkatan beberapa kali, terjadi transgresi dan
terjadi pengendapan Formasi Jonggrangan yang memounyai hubungan menjari dengan
Formasi Senrtolo. Pada awal Pleistosen daerah Kulon Progo mengalami tektonik aktif yang
mengakibatkan pembentukan bentang alam tinggian serta terjadinya pelipatan dan sesar,
seperti terlihat di bagian utara Pegunungan Kulon Progo (Daerah Salaman Magelang) yang
tersesarkan dan sebagian tenggelam di bawah kaki G. Merapi. Juga dibagian timur dan
barat Pegunungan Kulon Progo yang berbatasan dengan dataran Yogyakarta dan dataran
Pantai Jawa Tengah dengan memperlihatkan elevasi yang sangat tajam. Kubah Kulon
Progo dikelilingi sesar-sesar yang membentul pola redier sebagai akibat peristiwa naiknya
kubah (updoming) pada Kala Pleistosen. Sesar-sesar di bagian selatan yang paling banyak
dijumpai di sekitaran G. Ijo. Disebelah utara G. Menoreh terdapat sesar turun yang
memisahkan kompleks Pegunungan Kulon Progo dengan dataran rendah Kedu
(Magelang).
12
Kesimpulan umum menunjukkan bahwa tektonik aktif berpengaruh terhadap
pembentukan geomorfologi Pegunungan Kulon Progo, yang terindikasi sebagai akibat Pola
Meratus, Pembahasan khusus menyimpulkan bahwa arah kelurusan sungai memiliki
hubungan genesis dengan arah kelurusan struktur yang dibangun sejak Zaman Tersier
hingga masa kini.
13
BAB IV
26
Gambar 4.1. Perbukitan Tersayat Kuat, Gunung Prau (Difoto oleh Atjie
Lesmana, arah foto N 260oE)
27
Gambar 4.2. Perbukitan Tersayat Sedang (Difoto oleh Atjie Lesmana, arah foto
N 160oE)
28
Gambar 4.3. Bukit Terisolir, Gunung Mujil (Difoto oleh Atjie Lesmana,
arah foto N 281oE)
Gambar 4.4. Dataran Denudasi (Difoto oleh Atjie Lesmana, arah foto N 138oE)
Gambar 4.5. Tubuh Sungai, Kali Kamal (Difoto oleh Atjie Lesmana, arah
foto N 116oE)
b. Satuan Geomorfik Gosong Sungai
Satuan geomorfik Gosong Sungai terletak di tengah Kali Kamal, tepatnya di
tengah tubuh sungai. Gosong sungai ini memiliki relief datar dan hanya di satu
spot saja. Satuan ini berada di ketinggian 87,5-112,5 mdpl. Pola pengaliran yang
berkembang adalah subdendritik. Proses yang mendominasi adalah sedimentasi,
akumulasi endapan yang dibawa oleh tubuh sungai. Litologi pada daerah ini
adalah endapan koluvial yang terakumulasi akibat material lepas dari sumber yang
terbawa arus dengan resistensi batuan rendah.
30
Gambar 4.6. Gosong Sungai, Kali Kamal (Difoto oleh Atjie Lesmana,
arah foto N 346oE)
31
regional, daerah pemetaan termasuk ke dalam tiga formasi, yaitu Formasi Andesit Tua,
Formasi Nanggulan dan Endapan Kuarter Koluvial. Berdasarkan hasil pemetaan ini,
daerah penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan, yaitu Satuan Breksi
Andesit Formasi Andesit Tua, Satuan Batulempung Nanggulan, dan Endapan Koluvial
Kuarter.
4.2.1 Satuan Breksi Andesit Formasi Andesit Tua
a. Karakteristik dan Persebaran Litologi
Singkapan ini banyak ditemukan di bagian barat kapling pemetaan, rata-
rata pada morfologi perbukitan. Secara umum, singkapan ini memiliki warna
lapuk abu-abu kecoklatan dan warna fresh abu-abu terang. Warna lapuk dari
tiap singkapan juga ditentukan oleh lokasinya. Pada lokasi yang kering, warna
lapuk akan cenderung coklat, sedangkan pada lokasi yang lembap dan
tertutup cahaya, warna lapuk cenderung hitam. Jenis batuannya adalah
sedimen klastik, dengan struktur masif. Ukuran butir kerikil-bongkah,
tergantung dari jauhnya tertranspor dari sumber. Dari yang kami amati,
singkapan yang ditemukan di gunung-gunung berukuran besar, dan semakin
kecil di bagian dataran hingga sungai. Semakin jauh jarak tertranspor, maka
semakin kuat tererosi fragmennya. Hal ini juga berhubungan dengan derajat
kebundaran, yaitu menyudut.
Gambar 4.7 Breksi Andesit Kerakal-Bongkah (kiri, difoto oleh Michael arah
foto N 57oE) dan Breksi Andesit Kerikil-Kerakal (kanan, difoto oleh Atjie
arah foto N 180oE)
Sesuai bentuknya, fragmen dari breksi adalah menyudut, hal ini
disebabkan fragmen tersebut belum tertranspor terlalu jauh sehingga
bentuknya belum membulat. Jika proses transpor terus berlangsung, bisa saja
fragmen tersebut akan membundar dan menjadi konglomerat. Untuk derajat
32
pemilahannya terpilah buruk, dilihat dari ukuran fragmen yang umumnya
beragam ukurannya, dengan kemas terbuka dan porositas baik.
Fragmennya berupa batuan beku, tekstur afanitik, holokristalin. Mineral
yang biasa mengisi adalah plagioklas, hornblende, dan sedikit kuarsa, yaitu
penciri andesit. Matriks nya rata-rata adalah tuff di singkapan bagian bukit,
tetapi di singkapan bagian dataran rendah hingga sungai berupa pasir. Dapat
dilihat bahwa pada daerah perbukitan, material gunungapi lebih berperan
dalam pembentukan breksi tersebut, tetapi di bagian sungai sedimentasi biasa
lebih berperan. Semen nya non-karbonatan, tetapi di bagian dataran rendah
dan sungainya ada yang karbonatan. Hal ini menggambarkan adanya
perbedaan lingkungan pengendapan dari singkapan yang ada di bukit dengan
singkapan yang ada di sungai, yaitu lingkungan darat dan laut. Singkapan ini
adalah Breksi Andesit.
Beberapa singkapan mengalami deformasi, seperti erosi vertikal
(menjarum) dan pelapukan mengkulit bawang (spheroidal). Erosi vertikal
terjadi akibat adanya perbedaan resistensi batuan, sehingga bagian singkapan
yang resistensi batuannya tinggi tidak tererosi, tetapi bagian yang
resistensinya lemah akan tererosi, sehingga membentuk pola menjarum.
Pelapukan mengkulit bawang terjadi akibat proses kimiawi, dimana rekahan
pada singkapan akan diisi oleh air hujan (zona hidrasi) dan melarutkan
mineral di dalamnya (seperti feldspar) sehingga membentuk seperti kulit
bawang dengan inti fragmen nya berada di tengah.
Gambar 4.8 Pelapukan mengkulit bawang (kiri, arah foto N 326oE) dan
erosi vertikal (kanan, arah foto N 320oE) (Difoto oleh Atjie)
33
b. Umur dan Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan kesebandingan dengan geologi regional Kulon Progo,
Breksi Andesit ini adalah bagian dari Formasi Andesit Tua (OAF), di mana
penciri dari OAF itu sendiri adalah material gunung api dan piroklastik.
Satuan batuan ini berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal dengan lingkungan
pengendapan laut dangkal-darat.
Gambar 4.9 Singkapan Batulempung (Difoto oleh Cici, arah foto N 76oE)
Pada LP 5, terdapat kontak antara Breksi Andesit dengan Batulempung,
yaitu kontak gradasi dengan hubungan ketidakselarasan nonconformity.
Kontak ini merupakan kontak formasi antara OAF dengan Formasi
Nanggulan dengan kedudukan N 208oE/16o.
34
Batulempung
Breksi Andesit
35
oleh jauhnya tertranspor bongkah batuan sumber, semakin jauh maka
semakin kecil ukurannya.
36
4.3.1 Struktur Kekar
Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Kekar
Arah Notasi Jumlah Prosentase
N....oE N....oE
0-5 181-185 IIIII I 6 3
6-10 186-190 III 3 1,5
11-15 191-195 IIIII I 6 3
16-20 196-200 II
21-25 201-205 IIII 2 1
26-30 206-210 II 4 2
31-35 211-215 IIII 4 2
36-40 216-220 IIIII 5 2,5
41-45 221-225 IIIII III 8 4
46-50 226-230 IIII 4 2
51-55 231-235 III 3 1,5
56-60 236-240 IIIII IIIII 10 5
61-65 241-245 IIIII IIIII IIIII III 18 9
66-70 246-250 IIIII III 8 4
71-75 251-255 IIIII II 7 3,5
76-80 256-260 IIIII IIIII III 13 6,5
81-85 261-265 IIIII II 7 3,5
86-90 266-270 IIIII IIIII I 11 5,5
91-95 271-275
96-100 276-280 I 1 0,5
101-105 281-285 III 3 1,5
106-110 286-290 I 1 0,5
111-115 291-295 II 2 1
116-120 296-300 III 3 1,5
121-125 301-305 III 3 1,5
126-130 306-310 IIII 4 2
131-135 311-315 II 2 1
136-140 316-320 IIIII 5 2,5
141-145 321-325 III 3 1,5
146-150 326-330 IIIII IIII 9 4,5
151-155 331-335 IIIII IIIII 10 5
156-160 336-340 IIIII III 8 4
161-165 341-345 IIIII III 8 4
166-170 346-350 IIIII 5 2,5
171-175 351-355 IIIII III 8 4
176-180 356-360 IIIII I 6 3
37
Gambar 4.14. Proyeksi Diagram Kipas Data Kekar
38
36-40 216-220 IIIII I 6 2,4
41-45 221-225 IIIII IIIII IIIII I 16 6,4
46-50 226-230 IIIII II 7 2,8
51-55 231-235 IIIII IIII 9 3,6
56-60 236-240 IIIII IIIII I 11 4,4
61-65 241-245 IIIII IIIII IIIII IIIII I 21 8,4
66-70 246-250 IIIII IIIII IIIII II 17 6,8
71-75 251-255 IIIII IIIII IIII 14 5,6
76-80 256-260 IIIII IIIII IIIII II 17 6,8
81-85 261-265 IIIII IIIII 10 4
86-90 266-270 IIIII IIIII II 12 4,8
91-95 271-275
96-100 276-280 II 2 0,8
101-105 281-285 IIII 4 1,6
106-110 286-290 I 1 0,4
111-115 291-295 II 2 0,8
116-120 296-300 III 3 1,2
121-125 301-305 III 3 1,2
126-130 306-310 IIII 4 1,6
131-135 311-315 II 2 0,8
136-140 316-320 IIIII 5 2
141-145 321-325 III 3 1,2
146-150 326-330 IIIII 5 2
151-155 331-335 IIIII IIIII 10 4
156-160 336-340 IIIII III 8 3,2
161-165 341-345 IIIII III 8 3,2
166-170 346-350 IIIII 5 2
171-175 351-355 IIIII III 8 3,2
176-180 356-360 IIIII I 6 2,4
39
Gambar 4.17. Proyeksi Stereografis Data Sesar
Shear Fracture : N 325oE / 65o Net Slip : 10o, N 346oE
Gash Fracture : N 52oE / 70o δ1 : 57o, N 316oE
Bidang Sesar : N 160oE / 60o δ2 : 25o, N 179oE
Rake : 11o δ3 : 60o, N 54oE
40
BAB V
POTENSI GEOLOGI
41
Gambar 5.3 Tanah longsor (kiri, arah foto N 320oE) dan gejala gerakan massa (kanan,
arah foto N 185oE) (Difoto oleh Atjie)
42
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemetaan dan analisis data yang sudah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Geomorfologi di wilayah pemetaan terdiri dari tiga satuan geomorfologi bentukasal
yaitu satuan bentukasal struktural (perbukitan tersayat kuat dan sedang), satuan
bentukasal denudasional (bukit terisolir dan dataran denudasi) dan satuan bentukasal
fluvial (tubuh sungai dan gosong sungai).
2. Pola pengaliran yang berkembang di wilayah pemetaan adalah pola pengaliran
subdendritik dan trellis, dengan tipe sungai hampir konsekuen, berdasarkan debit air
sungai intermiten dan stadia daerah tergolong ke dalam stadia dewasa.
3. Stratigrafi wilayah pemetaan dibagi menjadi tiga satuan batuan, yaitu Satuan Breksi
Andesit Formasi Andesit Tua, Satuan Batulempung Formasi Nanggulan dan Endapan
Koluvial Kuarter.
4. Struktur geologi yang berkembang di dekat wilayah pemetaan adalah struktur kekar
dan struktur sesar right normal slip fault.
5. Potensi geologi positif di wilayah pemetaan adalah potensi air (irigasi dan sumber air),
lahan (pemukiman, persawahan dan perkebunan) dan bahan galian (tambang pasir).
Sedangkan potensi negatif di wilayah pemetaan ini antara lain gerakan massa dan
tanah longsor.
27
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W., 1949. Geology of Indonesia. vol. IA, Martinus Nijhoff, the
Hague.
IAGI. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli Geologi Indonesia: Bandung.
Prawiro, Suroso Sastro dkk. 2007. Buku Panduan Praktikum Geomorphology.
Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta.
Raziq, Ilham Abdul. 2017. Buku Panduan Lapangan Pegunungan Selatan dan
Karangsambung. Jambi: Universitas Jambi.
Team Teknik Geologi STTNAS dan UNJA. 2017. Buku Panduan Praktikum
Pemetaan Perbukitan Kulonprogo. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional.
Zakaria, Zufialdi. 2008. Manajemen Pemetaan Geologi: Teori & Latihan
Bandung.