Anda di halaman 1dari 23

TITRASI

Volumetri merupakan suatu metode yang didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan

pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan. Salah satu

jenisanalisis volumetrik adalah titrasi (H.J. Roth, 145).

I. PRINSIP
Dalam analisis volumetri, zat yang akan dianalisis dibuat dalam bentuk larutan kemudian direaksikan

dengan larutan baku (titran) yang kadarnya telah diketahui. Penambahan titran dilakukan sampai

sejumlah titran tersebut ekivalen dengan jumlah zat yang dianalisis.

II. KELEBIHAN ANALISIS SECARA VOLUMETRI


1. Teliti sampai 1 bagian dalam 1000

2. Alat sederhana, cepat dan tidak menjemukan

III. KETERBATASAN ANALISIS VOLUMETRIK


Tidak semua reaksi kimia dapat menjadi reaksi dasar titrasi. Beberapa syarat yang harus dipenuhi

untuk titrasi antara lain

A. Reaksi antara zat yang dititrasi dan reagen harus berlangsung cepat

Kondisi ini dipenuhi pada reaksi asidimetri, alkalimetri dan pada reaksi pembentukan senyawa yang

sedikit terdisosiasi serta senyawa kompleks. Pada reaksi presipitasi, presipitat tidak selalu terpisah

secara spontan. Perak halida hampir terbentuk seketika; presipitat mikrokristalin seperti barium sulfat

dan timbal sulfat terpisah lebih lambat, terutama pada larutan yang encer. Pada kasus-kasus ini

penambahan alkohol dapat memberikan hasil yang lebih baik, karena alkohol menurunkan kelarutan

dari garam-garam anorganik yang sedikit larut sehingga meningkatkan kecepatan pengendapan.

Berbagai reaksi redoks tidak terjadi seketika. Pada kondisi ini penambahan katalis tertentu dapat

meningkatkan laju reaksi. Bila laju reaksi lambat atau bila titik akhir tidak dapat dideteksi dengan cara

yang sederhana, maka dapat ditambahkan reagen berlebih, dan kelebihan reagen dititrasi kembali

dengan larutan standar yang sesuai setelah reaksi yang sebelumnya sempurna.
Untuk mempercepat reaksi:

a. dengan penambahan alkohol (pengendapan)

b. dengan penambahan katalis (redoks)

B. Reaksi harus jelas secara stoikiometris, dan tidak ada reaksi samping

Persamaan reaksi antara titran dengan analit harus terdefinisi dengan pasti. Reaksi harus spesifik, jika

ada zat pengganggu harus dihilangkan terlebih dahulu. Terkadang dimungkinkan untuk

mengembangkan metoda empiris di mana terdapat reaksi sampingan. Dalam hal ini kondisi percobaan

harus jelas. Namun umumnya, metode empiris ini tidak dianjurkan.

C. Zat lain yang ada dalam larutan tidak bereaksi atau tidak terlibat dengan reaksi utama

Reduktor sering bereaksi perlahan dengan oksigen atmosfer sehingga larutan hanya stabil sesaat

(larutan akan teroksidasi dan kehilangan sifat reduksinya. Pada titrasi reduktor sering ditemukan

reaksi utama yang terjadi memicu (menginduksi) reaksi antara zat yang direduksi dengan oksigen.

Contohnya larutan sulfit atau bisulfit dioksidasi oleh udara, karena reaksi sulfit atau bisulfit diinduksi

oleh iodin.

D. Harus ada indikator untuk mendeteksi titik akhir


Bila tidak ada indikator yang sesuai sering digunakan metode fisikokimia, misalnya perubahan

potensial elektroda tertentu (titrasi potensiometri), perubahan konduktivitas listrik larutan selama

titrasi (titrasi konduktometri), atau perubahan arus selama elektrolisis larutan yang dititrasi (titrasi

amperometri).

E. Reaksi harus kuantitatif, kesetimbangan harus bergeser ke kanan,


agar diperoleh perubahan yang tajam sehingga ketelitiannya tinggi
(kimia analitik:20).
Arah atau reaksi yang membentuk produk harus diketahui kuantitatif, yaitu
dari tetapan keseimbangan (Keq) reaksi harus besar (>108)

IV. PENGGOLONGAN TITRASI


A. BERDASARKAN REAKSI YANG TERJADI
1. TITRASI ASIDIALKALIMETRI (ASAM BASA)  didasarkan pada perpindahan proton dari zat

yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air atau dalam lingkungan bebas air

(TBA). Asam dan garam dari basa yang sangat lemah dapat dititrasi dengan basa standar

(ALKALIMETRI); basa dan garam dari asam yang sangat lemah dapat dititrasi dengan asam standar

(ASIDIMETRI).

H+ + OH- H2O

H+ + A- HA

B+ + OH- BOH

2. TITRASI PERSIPITASI (PENGENDAPAN)  didasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut

Ag+ + Cl- AgCl

3 Zn++ +2 K4Fe(CN)6 K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 6 K+

Metode dengan pembentukan lapisan endapan ini biasanya disebut proses presipitasi. Salah satu

reagen yang umum adalah perak nitrat. Analisis volumetrik menggunakan reagen ini sering

disebut ARGENTIMETRI (ARGENTOMETRI).

3. TITRASI REDOKS (REDUKSI OKSIDASI)  didasarkan pada perpindahan elektron, reaksi

oksidasi-reduksi yang berlangsung secara kuantitatif. Titik akhir reaksi dapat ditentukan secara

potensiometri atau kolorimetri.

Oksidator yang terkenal dan sering digunakan antara lain kalium permanganat, seri sulfat, kalium

dikromat, iodin, kalium iodat, kalium bromat, dan bromin. Reduktor yang sering digunakan antara

lain natrium tiosulfat (untuk titrasi iodin), ferro sulfat, arsenik trioksida, titan klorida, dan krom

klorida.

4. TITRASI KOMPLEKSOMETRI (PEMBENTUKAN KOMPLEKS)  didasarkan pada reaksi antara

zat pengkompleks organik dengan ion logam.

2 CN- +Ag+ Ag(CN)2-

Zat yang diuji juga dapat diubah secara kuantitatif menjadi suatu kompleks yang larut, atau menjadi

suatu senyawa yang sedikit berdisosiasi, contoh: 2 Cl- + Hg++ HgCl2


Pengelompokan ini berdasarkan sifat dari senyawa yang akan ditentukan kadarnya. Sifat zat bisa

pengoksidasi atau pereduksi, bisa asam atau basa, bisa membentuk kompleks atau tidak, bisa

mengendap atau tidak. Misalkan senyawa yang akan ditentukan konsentrasinya bersifat asam lemah,

maka digunakan titrasi asam basa dengan peniter/titran berupa basa kuat (NaOH) kemudian

ditentukan titik dimana kedua zat tersebut bereaksi secara sempurna dengan menggunakan indikator

yang berubah warna dengan perubahan pH.

B. BERDASARKAN METODE PENGERJAAN/TEKNIK, titrasi dibagi


menjadi (Beckett, vol.1):
1. TITRASI LANGSUNG  melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan.

Titrasi langsung untuk asam lemah. PH larutan ekivalen adalah di atas 7, indikator yang seringkali

digunakan adalah fenolftalein (Beckett,135).

Titrasi langsung untuk basa kuat. Indikator yang seringkali digunakan adalah metil jingga/oranye

(Beckett,138).

Titrasi langsung untuk basa lemah. PH larutan ekivalen adalah di bawah 7, indikator yang seringkali

digunakan adalah metil merah (Beckett,143).

2. TITRASI LANGSUNG DENGAN BLANKO

3. TITRASI KEMBALI/ TIDAK LANGSUNG (Beckett,144):  dilakukan dengan penambahan titran

dalam jumlah berlebih kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Kesalahan menjadi lebih

besar dan memakan waktu yang lebih lama.


Cara ini umumnya digunakan untuk (Beckett, 144-145):
a. senyawa yang mudah menguap jika dititrasi langsung (amoniak)

b. senyawa yang sukar larut (kalsium karbonat). Cara : senyawa dikocok dengan air, ditambah pereaksi

berlebih, kelebihan pereaksi dititrasi kembali

c. senyawa hanya bereaksi cepat jika ada pereaksi berlebih (asam laktat)

d. senyawa yang membutuhkan pemanasan, sedangkan pereaksi yang digunakan terurai oleh

pemanasan.

4. TITRASI KEMBALI DENGAN BLANKO (Beckett, 148):


Titrasi dengan blanko merupakan titrasi tanpa sampel, digunakan sebagai
koreksi untuk memastikan bahwa pelarut yang digunakan baik, tidak
menimbulkan zat lain yang akan bereaksi dengan semua bahan yang akan
digunakan.
Larutan baku primer adalah larutan yang dapat diperoleh dalam keadaan murni dan dapat

dimurnikan, bersifat stabil, tidak higroskopis dan mudah diperoleh. Larutan baku sekunder adalah

Larutan yang konsentrasinya diketahui dengan penentuan oleh baku primer, di mana larutan ini

mengandung sejumlah ekivalen tertentu reagen perliter (konsentrasi : N/L),umumnya mudah terurai

dan tidak stabil. Larutan ini ditambahkan dari buret pada larutan yang mengandung sampel uji.

Perlakuan ini dikenal sebagai titrasi dan Larutan baku itu sendiri biasa disebut dengan titran. Prinsip:

sejumlah larutan baku ditambahkan dari buret pada larutan uji sampai sejumlah yang ekivalen dengan

zat yang diuji. Titik ekivalen ini disebut juga titik akhir teoritis (TEP ‘Theoretical End Point’).

Untuk menunjukkan titik akhir ini digunakan indikator yang ditambahkan dari luar atau dari dalam

ke dalam sistem titrasi. Bila reaksi visual titrasi telah sempurna, indikator akan memberikan

perubahan visual (perubahan warna maupun kekeruhan) pada larutan yang dititrasi. Titik di mana

terjadi perubahan warna ini disebut titik akhir titrasi (EPT ‘End Point of Titration’). EPT tidak

harus selalu sama dengan TEP. Yang perlu diperhatikan adalah pemilihan indikator sehingga

perbedaan TEP dan EPT sekecil mungkin.

Ada 4 macam indikator : i. asam-basa, i. redoks, i. Logam, dan i. Elektrometrik (alat penunjuk titik

akhir). Yang juga memegang peranan penting dalam analisis volumetrik adalah amilum sebagai

indikator pada iodometri dan indikator adsorpsi pada pengendapan (H.J. Roth, 176). Bila sifat dari

indikator dan sistem yang dititrasi diketahui, kita dapat menghitung perbedaan TEP dan EPT yang

dinyatakan dalam % zat yang diuji. Perbedaan ini disebut dengan kesalahan titrasi dan

membutuhkankoreksi blanko-indikator (KBI) untuk mengoreksi jumlah volume titran untuk EPT

dibandingkan dengan volume titran yang dibutuhkan untuk TEP. KBI ini hanya dapat digunakan jika

perbedaan antara TEP dan EPT relatif kecil, dan tergantung dari jenis kesalahan titrasi yang terjadi

maka hasil KBI ini dapat ditambahkan atau dikurangkan pada volume titran untuk EPT (Analitycal

Chemistry).

TEP : miliekivalen peniter = miliekivalen analit

Vpeniter x Npeniter = Vsampel x Nsampel

Vpeniter x Npeniter = berat sampel dalam mg / bobot ekivalen


V. INDIKATOR
Pada umumnya, sejumlah indikator ditambahkan ke dalam sistem yang akan dititrasi, dan diamati

perubahan warna larutan. Indikator ini disebut dengan indikator internal (dalam). Pada beberapa

kasus, interaksi indikator dan sistem yang dititrasi terjadi sebelum titik akhir dicapai, akibatnya titik

akhir dicapai lebih awal, misalnya titrasi fosfat dengan uranil asetat dengan indikator kalium

ferrosianida. Uranil ferrosianida yang berwarna coklat kemerahan sangat sedikit larut sehingga kalium

ferrosianida bereaksi dengan ion uranil sebelum titik akhir dicapai. Hasil yang baik diperoleh hanya

bila sejumlah kecil cairan supernatan ataupun filtrat diuji pada pelat tetes atau secarik kertas saring

dengan menggunakan kalium ferrosianida sebagai indikator eksternal (luar). Yang lebih umum

adalah indikator eksternal pada titrasi dengan menggunakan I2 sebagai peniter atau hasil antara

seperti pada titrasi iodometri atau iodimetri. Hasil reaksi antara peniter dengan titrat diteteskan pada

kertas saring baru kemudian ditambahkan larutan kanji (indikator) di kertas saring (penambahannya

dilakukan di luar erlenmeyer). Bila memungkinkan penggunaan indikator internal lebih disukai

daripada indikator eksternal. Indikator eksternal merupakan indikator yang ditambahkan pada sistem

menjelang TEP (titik ekivalen) atau digunakan di luar sistem (misal pada pelat tetes), umumnya

karena cenderung tidak stabil atau bisa juga karena alasan lain (misal bereaksi dengan peniter sebelum

TE seperti contoh diatas).

Interval perubahan warna indikator (FI IV, 1206-1208)

Interval perubahan warna ini dapat diketahui secara eksperimental dengan penambahan larutan dapar,

dan sisanya bergantung penilaian subjektif pengamat. Perubahan warna indikator disetai dengan

perubahan strukturnya.

Beberapa contoh indikator (FI IV, 1206-1208) (Underwood:143)


Perubahan warna dari asam ke
No Nama dagang Melarut baik pada.. Trayek pH
basa

1 Asam pikrat Tidak berwarna → kuning 0,1 – 0,8

2 Timol biru Etanol, larutan alkali encer Merah → kuning 1,2 – 2,8

3 2,6 dinitrofenol Tidak berwarna → kuning 2-4

4 Metil kuning Merah → kuning 2,9 -4


5 Etanol, larutan alkali
Bromfenol biru kuning biru 3,0 - 4,6
hidroksida

6 merah kongo biru merah 3,0 - 5,0

7 Metil oranye air panas merah  kuning 3,1 - 4,4

8 Etanol, larutan alkali


Bromkresol hijau kuning  biru 3,8 - 5,4
hidroksida

9 metil merah Etanol merah kuning 4,2 - 6,2

10 Metil ungu Ungu → hijau 4,8 – 5,4

11 p-nitrofenol Tidak berwarna → kuning 5,6 – 7,6

12 Etanol, larutan alkali


Bromkresol ungu kuning  ungu 5,2 - 6,8
hidroksida

13 kuning  biru
Etanol, larutan alkali
Bromtimol biru 6,0 - 7,6
hidroksida

14 agak sukar larut dlm air dan


merah netral merah  kuning 6,8 - 8,0
etanol

15 merah fenol alkali karbonat, hidroksida kuning  biru 6,8 - 8,4

16 Etanol, larutan alkali


merah kresol kuning  merah 7,2 - 8,8
hidroksida encer

17 p-a-naftolftalein Kuning → biru 7–9

18 Fenolftalein Etanol tidak berwarna  merah 8,0 – 9,6

19 sukar larut dlm etanol dan as.


biru nile hidroklorida biru  merah muda 9,0 - 13,0
asetat glasial

20 Etanol, larutan alkali


Timolftalein tidak berwarna  biru 9,3 - 10,6
hidroksida

21 Alizarin kuning F Kuning → violet 10,1 – 12

22 kuning kemerahan dgn Ca2+. biru


biru hidroksi naftol Air 12,0 - 13,0
gelap dgn dinatrium edetat berlebih

23 dari biru (basa) - ungu (netral) - merah


biru oraset BP Untuk TBA
muda (asam)

24 1,3,5 - trinitrobenzena Tidak berwarna → oranye 12 – 14


VI. PENJELASAN

A. TITRASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI (NETRALISASI)

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal

dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat

netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima

proton (basa)

1. KONSEP ASAM BASA:


a. Arrhenius : asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan
terurai menjadi H+ dan anion sedangkan basa terurai menjadi OH- dan
kation (berlaku untuk senyawa anorganik dalam pelarut air).
b. Bronsted : asam adalah senyawa yang cenderung melepas proton, basa
cenderung menangkap proton (berlaku dalam semua pelarut). Dengan
demikian asam dapat berada dalam beberapa bentuk:
 molekul netral : CH3COOH H+ + CH3COO-

 Ion positif : NH4+ H+ + NH3

 Ion negatif : H2PO4- H+ + HPO42-


c. Lewis : asam adalah akseptor pasangan elektron, basa adalah donor
pasangan elektron. Jadi, asam tidak harus mengandung hidrogen.
NH3 (basa) + BF3 (asam) H3N:BF3

2. JENIS TITRASI ASAM BASA:


a. Titrasi asam kuat dengan peniter basa kuat (misal : NaOH atau KOH) (Beckett, 104, 131-134)

 Menghasilkan garam yang tidak terhidrolisis dalam larutan air.

 pH pada titik ekivalen =7 (netral).

 pH berubah dengan cepat saat mendekati TE.


 Contoh : penentuan HBr, Asam Hypophospor encer, asam nitrat, asam perklorat, (72% w/w dan 60%

w/w), kalium hidrogen sulfat, asam sulfat, thiamin HCl, dan penentuan aldehid dan keton dalam

minyak esensial (Beckett, 131-134).

 Indikator yang digunakan adalah yang mempunyai rentang pH dari 4-10 ( H.J.Roth., 202)

b. Titrasi basa kuat dengan peniter asam kuat (misal : HCl atau H2SO4) (Beckett, 110, 138-139).

 Menghasilkan garam yang tidak terhidrolisis dalam larutan air dan larutan menjadi kristal pada titik

ekivalen (pH ekiv = 7).

 Contoh: penentuan boraks dalam larutan air sebagai campuran borat dan natrium tetraborat, natrium

salisilat, etilenadium, injeksi/tablet Na-bikarbonat

 Indikator yang digunakan adalah yang mempunyai perubahan pH dari 5-10

c. Titrasi asam lemah dengan basa kuat (Beckett, 107)

 Menghasilkan garam yang akan terhidrolisis tergantung tetapan disosiasi asamnya.

 pH pada titik ekivalen > 7.

 Karena asam peka terhadap CO2 maka harus menggunakan air bebas CO2 dan NaOH bebas Na2CO3.

 Contoh : penentuan asam formiat, asam maleat, asam nikotinat, asam salisilat, asam askorbat, asam

sulfanilat, penentuan bilangan asam lemak nabati, asam borat, fenilbutazon, furosemida, sikloserin

 Digunakan indikator yang berubah warna pada daerah alkali, misalnya : fenolftalein,biru timol

d. Titrasi basa lemah (pKb  6) dengan asam kuat (Beckett, 116, 143-144).

 menghasilkan garam yang terhidrolisis.

 pH pada titik ekivalen <7.

 Contoh: penentuan aminofilin, salep merkuri ammonia, piridin

 Indikator yang digunakan adalah indikator dengan rentang pH 3,5-6 seperti metil jingga, metil merah,

biru bromfenol atau hijau bromkresol.

3. INDIKATOR YANG BIASA DIGUNAKAN DALAM ASIDI-


ALKALIMETRI (FI IV, hlm 1208)
Warna
Indikator Trayek pH
Asam Basa

Kuning metil 2,4 – 4,0 Merah Kuning

Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru

Jingga metil 3,2 – 4,4 Merah muda Kuning


Hijau bromkresol 4,0 – 5,4 Kuning Biru

Merah metil 4,2 – 6,2 Merah Kuning

Ungu bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning Ungu

Biru bromtimol 6,0 – 7,6 Kuning Biru

Merah fenol 6,8 – 8,2 Kuning Merah

Merah kresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah

Biru timol 8,0 – 9,2 Kuning Biru

Fenolftalein 8,0 – 10,0 Tak berwarna Merah

Timolftalein 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru

4. LARUTAN BAKU
Baku primer digunakan sebagai standarisasi/ pembakuan. Baku primer sudah diketahui komposisinya.

Sebelum menentukan konsentrasi analit, peniter dibakukan dengan baku primer agar konsentrasi

peniter diketahui dengan cermat

Larutan baku asam biasanya dibakukan terhadap Na2CO3 , Na tetraboraks atau tris (hidroksi metil)

amino metan. Larutan baku basa dibakukan terhadap kalium biftalat atau asam benzoat. Larutan baku

asam yang sering digunakan dalam asidi alkalimetri umumnya dibuat dari HCldan H 2SO4 . HCl lebih

disukai untuk senyawa yang memberikan endapan dg H2SO4 seperti Ba(OH)2. H2SO4 lebih disukai

untuk titrasi dengan pemanasan karena kemungkinan terjadi penguapan pada pemanasan dengan HCl

yang dapat menimbulkan bahaya.

Larutan baku alkali yang sering digunakan NaOH, KOH, dan Ba(OH)2. Larutan ini mudah menyerap

CO2 dari udara membentuk karbonat sehingga konsentrasinya dapat berubah dengan cepat.

CO2 + H2O  H2CO3

H2CO3 + 2OH- CO32- + 2H2O

Karena itu, larutan baku alkali dibuat bebas karbonat dan penyimpanannya dilengkapi dengan ’soda

lime tube’. Air yang digunakan untuk pembuatan larutan basa atau untuk melarutkan sampel asam

harus dididihkan dan didinginkan dalam hampa udara. Larutan basa harus diproteksi terhadap gas

CO2 dari udara. Selama titrasi berlangsung, gas CO2 dapat terabsorpsi ke dalam larutan yang

menyebabkan pH larutan menurun. Larutan dapat dititrasi pada titik didihnya atau aliri gas N2 untuk
mengusir CO2 dari permukaan dan dalam larutan. Semua larutan baku alkali harus sering dibakukan

ulang.

Kebanyakan amin alifatik dan sedikit amin aromatik dapat dititrasi dengan asam kuat dalam

lingkungan air. Sedangkan senyawa amida tidak dapat dititrasi, karena bersifat amfoter (N+).

Beberapa asam dan basa cukup kuat untuk dititrasi tetapi tidak cukup larut dalam air. Pelarut

hidroalkohol dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutannya sehingga titrasi dapat berlangsung

dengan baik dan memuaskan. Cara lain untuk mengatasi ketidaklarutan sampel adalah dengan cara

titrasi kembali. Beberapa alkaloida dapat dititrasi dengan cara ini. Kadang-kadang produk titrasi

berupa endapan yang tidak larut. Hal ini dapat menganggu pengamatan perubahan warna indikator

pada penentuan titik akhir titrasi. Titrasi dua fase dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini dengan

menggunakan pelarut yang tidak campur seperti kloroform atau eter yang ditambahkan pada sistem.

Dengan pengocokan kuat produk titrasi tidak larut air akan pindah ke lapisan organik (modul).

5. INDIKATOR ASAM-BASA
Indikator yang digunakan baik pada asidimetri maupun alkalimetri adalah asam organik lemah

(indikator asam) atau basa organik lemah (indikator basa), di mana bentuk yang terdisosiasinya

mempunyai warna yang berbeda dengan bentuk yang tidak terdisosiasi. Kekuatan asam/basa dari

indikator ini harus lebih kecil dari kekuatan senyawa yang hendak ditentukan dan larutan pengukur

yang digunakan. Perubahan warna tersebut terjadi akibat adanya reaksi disosiasi dan konstitusi

[terjadi akibat tautomeri / valensiometri] (H.J. Roth, 176-177). Pemilihan indikator asam-basa

didasarkan pada besarnya persentase rentang kesalahan yang dapat diperoleh dari kurva titrasi. Jika

rentang kesalahan yang diperoleh masih kecil, maka indikator tersebut dapat digunakan.

Warna indikator asam dapat diketahui dengan membandingkan konsentrasi dua bentuk yang berbeda,

yaitu HI dan I-, sesuai dengan persamaan:

[HIn] bentuk tidak terdisosiasi (asam) [H3O+]


warna = = =
[In-] bentuk terdisosiasi (basa) KI

Kita dapat membedakan warna asam dengan baik apabila nilai:


[H3O+] [HIn]
=  10
KI [In-]

dan warna basa dengan baik bila:

[H3O+] [HIn]
= < 0,1
KI [In-]

Sehingga :

[H3O+]
= 0,1 s.d. 10
KI

 [H3O+] = 0,1 KI s.d. 10 KI

 bentuk log : pH = pKI  1


(Analitycal Chemistry, 250-251)

6. INDIKATOR CAMPURAN
Pada kasus tertentu kita dapat menggunakan campuran dua indikator dengan pewarna tertentu yang

tepat untuk menghasilkan perubahan warna yang lebih jelas pada pH tertentu sehingga menjadi

pilihan bila dengan indikator yang umum perubahan warna tidak jelas. Contoh campuran indikator:

- Bromkresol hijau (0,1%) + metil merah (0,1%) (3:1), berubah di pH 5,1, warna asam: merah, basa: hijau

- Merah kresol (0,1%) + timol biru (0,1%) (1:3), warna asam: kuning, basa: violet, pH 8,2 – 8,4: pink.

Pemilihan indikator campuran ini berdasarkan kemiripan rentang pH (rentang pH berdekatan) dan

perubahan warna di daerah asam/basa yang berbeda satu sama lain antar indikator.

7. KAPASITAS PENETRALAN
Fungsi antasid adalah menetralkan HCl yang disekresi oleh sel pariteal. Secara kuantitatif antasid

dibandingkan berdasarkan KPA-nya. KPA adalah jumlah HCl 1 N (dalam mEq) yang dapat

dinetralkan oleh antasida sehingga mencapai pH 3,5 dalam waktu 15 menit.

Reaksi:

Al(OH)3 + 3 HCl  AlCl3 + 3 H2O (reaksi pelan)

Mg(OH)3 + 2 HCl  MgCl2 + 2 H2O (reaksi pelan/sedang)


CaCO3 + 2 HCl  CaCl2 + H2O + CO2 (reaksi cepat)

NaHCO3 + HCl  NaCl + H2O + CO2 (reaksi cepat)

B. TITRASI PENGENDAPAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa

lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode

Argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena memerlukan pembentukan senyawa

yang relatif tidak larut atau endapan.

1. PENGGUNAAN TITRASI PENGENDAPAN


a. Reaksi pengendapan menunjukkan tercapainya titik akhir dengan cepat
(hasil kali kelarutan endapan harus sekecil mungkin dan konsentrasi
awal larutan sampel harus cukup besar)
b. Tidak ada ion yang mengganggu reaksi pengendapan
c. Terdapat indikator yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi secara
akurat

2. DALAM PRAKTEK, TITRASI PENGENDAPAN DILAKUKAN


DENGAN DUA CARA :
a. Titrasi langsung, larutan pengendap ditambahkan sedikit demi sedikit
pada larutan bahan yang akan ditentukan sampai tercapai TAT.
b. Titrasi tidak langsung, larutan pengendap ditambahkan pada larutan
sampel secara berlebih, lalu kelebihan pengendap dititrasi kembali.

Yang banyak digunakan dalam analisis kuantitatif adalah reaksi


pengendapan ion halogenida,ion pseudohalogen dan ion lainnya oleh ion
perak dan ion raksa. Oleh karena itu titrasi pengendapan lebih dikenal
sebagai titrasi argentometri dan merkurimetri. Pada umumnya digunakan
indikator dengan sifat mengendap dengan penambahan kelebihan peniter.
Titrasi yang umum digunakan adalah titrasi argentometri cara Mohr, Prinsipnya adalah titrasi ion

halogen (Cl-, Br-, atau I-) dalam suasana netral dengan AgNO3 menggunakan indikator K2CrO42-. Pada

permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida (AgCl) dan setelah tercapai titik ekivalen, maka

penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak

kromat yang berwarna merah.

Cl- + Ag+ AgCl putih  SAgCl = 1,56 x 10-10

CrO42- + Ag+  Ag2CrO4 merah SAg2CrO4 = 9 X 10-12

(Ilmu Kimia Analitik Dasar, 179)

Pada titrasi ini kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer. Metode Mohr terbatas untuk

larutan dengan nilai pH netral antara 6,5-9 karena dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan

mengendap dan dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang.

3. TITRASI ARGENTOMETRI
Merupakan salah satu bagian dari titrasi presipitimetri (pengendapan) menggunakan Peniter Larutan

Ag+ biasanya dalam bentuk AgNO3

Tulis salah satu metode berikut sesuai zat aktif anda:

a. Cara Liebeg (Beckett, 191)


 TAT ditentukan dengan terjadinya kekeruhan.
 Prinsip : Penentuan ion CN- dengan pembentukkan kompleks AgCN yang
sangat stabil
 Reaksi
- (Larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan alkali sianida akan
terbentuk endapan putih dapat larut, reaksi sbb : 2 CN- + Ag+ Ag(CN)2-
- jika reaksi telah sempurna, penambahan perak nitrat akan mghasilkan
endapan perak nitrat. Reaksi : Ag(CN)2- + Ag berlebih  2
AgCN  (TAT  Kekeruhan tetap)
 Hasil memuaskan jika pemberian pereaksi mendekati titik akhir
dillakukan perlahan-lahan. Dan tidak dapat dilakukan pada larutan
Aminoalkalis.
b. Cara Deniges (memperbaiki cara Liebig)
Prinsip : modifikasi dengan menambahkan Kalium Iodida 0,01 M sebagai
indikator dan amonia 0,2 M untuk melarutkan perak sianida.
Ag Ag(CN)2 + NH3 2 Ag(NH3)2+ + 2CN-

Terbentuknya kekeruhan dari perak iodida digunakan sebagai penunjuk titik akhir.

Ag(NH3)2+ + I- AgI + 2 NH3

Selama titrasi perak iodida tetap larut karena adanya kelebihan ion sianida, sampai titik ekivalen

tercapai.

AgI + 2 CN-  Ag (CN)2- + I-

c. Cara Guy Lussac


Prinsip : dilakukan titrasi ion Cl- dengan Ag+ sehingga terbentuk endapan
AgCl. Titik akhir ditentukan dengan membandingkan kekeruhan baku
(dimana Cl- = Ag+) dengan kekeruhan sampel.
Reaksi : Cl- + Ag+ AgCl

d. Cara Mohr
 Prinsip : prinsipnya adalah titrasi ion halogen (Cl-, Br-, atau I-) dalam
suasana netral dengan AgNO3 menggunakan indikator K2CrO42-. Pada
permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida (AgCl) dan setelah
tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan
bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang
berwarna merah.
 Reaksi :
Cl- + Ag+ AgCl putih  SAgCl = 1,56 x 10-10
CrO42- + Ag+  Ag2CrO4 merah SAg2CrO4 = 9 X 10-12
 Pada titrasi ini kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer.
Metode Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH netral antara 6,5-9
karena dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan mengendap dan
dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang.
 Cara untuk membuat larutan Netral :
- dari larutan Asam  (+) CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan.

- dari larutan Alkalis  (+) Asam asetat kemudian di(+) sedikit demi sedikit berlebihan CaCO3.
 Cara pengerjaan :
- Untuk pembuatan NaCl (baku primer) dan AgNO3 (baku sekunder) : kedua zat dimasukkan ke dalam

oven dengan suhu 250-300oC selama 2 jam kemudian didinginkan dalam eksikator.

- 5 mL larutan NaCl 0,05 N + 0,5 mL K2CrO4 5%

- Titrasi dengan larutan AgNO3 0,1 M sampai coklat merah (Ag-kromat).


 KERUGIAN metode Mohr :
- Bromida dan Klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodida dan

tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak klorida atau perak tiosianat

mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau.


- Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap.

- TAT kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.

- Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga

pengocokan yang kuat mendekati TAT diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak.
 Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan
penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna
biru akan hilang pada saat TAT dan warna putih kuning dari endapan
perak iodida (AgI) akan muncul.

e. Cara Volhard
 Prinsip : dilakukan Titrasi ion Ag+ dengan CNS- menggunakan indikator
Fe3+ (harus dalam suasana asam).
 Reaksi : Ag+ + CNS- AgCNS
CNS- berlebih + Fe3+ Fe(CNS)3 (merah muda)
 Dilakukan penentuan kadar ion halogen (Cl-, Br-, atau I- ) menggunakan
metode titrasi balik. Larutan ion halogen ditambahka AgNO3 berlebih.
kelebihan AgNO3 dititrasi dengan KCNS menggunakan indikator
Fe3+ (dalam suasana asam).
 Reaksi :
X + AgNO3 AgX

Ag berlebih + CNS- Ag(CNS)

CNS- berlebih + Fe3+ Fe(CNS)2 (merah muda)


 Syarat metode Volhard :
- pH larutan harus dibawah 3  diasamkan larutan baku Kalium/ Amonium tiosianat.

- Perak klorida disaring sebelum titrasi kembali. Suspensi ini harus dididihkan beberapa menit supaya

terjadi koagulasi perak klorida dan melepaskan ion perak yang diadsorbsi oleh permukaan perak

klorida. Filtrat yang telah dingin kemudian dititrasi.

- Setelah penambahan larutan baku perak nitrat , ditambah kalium nitrat sebagai koagulan, suspensi

didihkan selama 3 menit. Terjadi desorbsi dan pada pendinginan desorbsi dicegah oleh kalium nitrat.

- Ditambah cairan yang tidak bercampur dengan air untuk melapisi perak klorida, sehingga mencegah

interaksi dengan tioasianat. Yang paling baik adalah nitrobenzena (1 mL nitrobenzena untuk setiap 50

mg klorida).

- Untuk hasil yang teliti titrasi dikocok kuat-kuat supaya ion ion perak yang diadsorbsi oleh endapan

perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat.

- besi (III) tidak boleh ditambahkan sebelum iodida diendapkan semua oleh perak nitrat.
 Cara pengerjaan (modul AFA) :
- 2 mL larutan klorida diasamkan dengan 1 mL HNO3 6N
- Tambahkan larutan AgNO3 0,05 N (5 mL)
- Endapan disaring dan dicuci dengan 3 kali 1 mL HNO3 2N
- Filtrat dan cucian disatukan + 5 tetes ferri ammonium sulfat 40%
- Titrasi dengan NH4CNS (KCNS) 0,1 N sampai merah jingga (maksimal
10 tetes).

f. Cara Fajans
Menurut pustaka (H.J. Roth., 251), metode ini sudah tidak digunakan dalam farmakope yang kini

berlaku.
 Prinsip : penentuan ion Cl-, Br-, CNS-, Ag+, I- menggunakan indikator
adsorpsi (senyawa organik yang bersifat asam/basa lemah) yang
mempunyai warna yang berbeda pada keadaan teradsorpsi dan tidak
teradsorpsi
Titran Titer Indikator

Cl- , Br-, CNS- AgNO3 Fluoresin

Diklofluoresin

Ag+ NaCl Fluoresin

Diklofluoresin

Cl-, Br-, CNS- AgNO3 Eosin

 Hal yang harus diperhatikan pada metode Fajans :


- Endapan sedapat mungkin dijaga koloid.
- Garam netral dalam jumlah besar, ion bervalensi banyak harus
dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi.
- Larutan tidak boleh terlalu encer.
- Ion indikator harus berlawanan muatan dengan ion pengendap.
- Ion indikator harus tidak teradsorbsi sebelum TAT, tetapi harus segera
teradsorbsi kuat setelah tercapai TAT.
- Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, misal titrasi klorida
dengan eosin, dimana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum TAT
tercapai.

g. Cara Budde
 Prinsip : dilakukan untuk menentukan kadar asam barbiturat bebas atau
tersubstitusi pada posisi 5,5. Barbiturat dititrasi oleh AgNO3 dalam larutan
yang mengandung alkali-karbonat sampai terjadi kekeruhan. Mula-mula
terbentuk polimer kompleks barbiturat-perak yang larut (perbandingan
1:1). Pada titik akhir titrasi, kelebihan Ag membentuk Barbiturat-perak
yang sukar larut (perbandingan 1:2). (H.J.Roth, 255)
 Reaksi:
Ag+ + Barbiturat  Ag-Barbiturat (1:1) larut

Ag+ berlebih  Ag-Barbiturat (1:2) tidak larut


 Pembuatan Larutan Baku & Pembakuannya
Larutan Baku Perak Nitrat
- Pembuatan larutan baku perak nitrat 0,1 N
Prosedur : keringkan serbuk perak nitrat pada 1200C selama 2 jam, dinginkan dalam eksikator.

Timbang 16,989 g serbuk tersebut dan larutkan dalam air secukupnya sampai 1 L dalam labu takar.

Larutan perak nitrat harus terlindung dari cahaya (botol coklat).


- Pembakuan Larutan perak nitrat 0,1 N

Prosedur : Tinbang dengan sekasama ± 2,9 g NaCl murni larutkan dalam air secukupnya dalam labu

takar 500 mL. Pipet 25,0 mL masukkan dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambah 1 mL larutan

indikator kalium kromat( pipet 1 mL). Dari buret tambahkan larutan perak nitrat perlahan, goyangkan

cairan sampai terbentuk warna merah yang stabil.

4. TITRASI MERKURIMETRI
Titrasi merkurimetri dilakukan dengan prinsip terbentuknya garam merkuri yang tidak terionisasi.

Titik akhir titrasi ditunjukkan oleh terbentuknya senyawa berwarna antara ion Hg2+ dengan ion

indikator.

5. TITRASI KOMPLEKSOMETRI (PEMBENTUKAN KOMPLEKS) didasarkan pada reaksi antara

zat pengkompleks organik yang larut air dan praktis tidak terdisosiasi dengan ion logam.

Memungkinkan penentuan analisis pengukuran untuk sejumlah kation bervalensi banyak dalam

larutan air. (J.Roth, 257)

2 CN- +Ag+ Ag(CN)2-

Zat yang diuji juga dapat diubah secara kuantitatif menjadi suatu kompleks yang larut, atau menjadi

suatu senyawa yang sedikit berdisosiasi, contoh:

2 Cl- + Hg++ HgCl2

1. PRINSIP

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation

dengan zat pembentuk kompleks. Sebagai zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam

titrasi ini adalah garam dinatrium EDTA (disimbolkan menjadi H4Y).


Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari: kation dan pH larutan, maka titrasi

harus dilakukan pada pH tertentu. (FI III 824)

disosiasi kompleks akan ditentukan oleh pH larutan. Menurunkan pH akan menurunkan kestabilan

kompleks logam EDTA. Pada umumnya kompleks EDTA dengan ion logam divalen stabil pada

larutan basa sedikit asam (pH:4-6;8-10), sedangkan kompleks ion logam tri dan tetravalen stabil pada

pH yang lebih rendah (pH:1-3).

pH minimum titrasi kompleksometri dengan EDTA untuk setiap logam berbeda :

Besi (III) 1,2

Raksa (II) 2,0

Nikel (II) 3,2

Tembaga (II) 3,3

Timbal (II) 3,5

Zink (II) 3,8

Kadmium (II) 4

Alumunium (III) 4,2

Kobal (II) 7,4

Strontium (II) 10,2

Magnesium(II) 10,2

2. PENETAPAN T.A.T :

Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator logam. Indikator logam, yaitu indikator yang

dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara ion logam dan

indikator harus lebih lemah daripada ikatan kompleks atau peniter dan ion logam. Larutan indikator

bebas memiliki warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.

Reaksi:

M-Ind (warna B) + EDTA M-EDTA + Ind (warna A)


Indikator yang sering digunakan adalah kalkon, asam kalkon karboksilat, hitam eriokrom, dan jingga

xilenol.
a. Untuk logam yang dengan cepat dapat mebentuk senyawa kompleks  titrasi langsung.

b. Untuk logam yang dengan lambat membentuk senyawa kompleks  titrasi kembali.

(FI III hal 824).

Contoh titrasi beberapa logam: Alumunium, Bismut, Kalsium, Magnesium, Seng, Timbal

(FI III hal 824)

3. CARA-CARA TITRASI KOMPLEKSOMETRI :

Jenis titrasi kompleksometri diarahkan pada stabilitas khelat yang terjadi selama titrasi dan kemudian

baru pada apakah ada indikator logam yang memenuhi syarat. Titik akhir suatu titrasi kompleksometri

juga dapat ditentukan secara elektrokimia. Untuk titik akhir potensiometri dibutuhkan elektrode ion

selektif.

a. Titrasi langsung  ion logam yang ada dalam larutan dititrasi langsung dengan larutan EDTA

menggnakan indikator logam

Penentuan TAT : M-indikator + EDTA2- M-EDTA + indikator 2-(J.Roth, 263)

b. Titrasi kembali  jika penentuan TAT tidak mungkin dilakukan atau untuk logam yang tidak bisa

dititrasi langsung karena pada pH stabilitas mengendap. Larutan yang hendak ditentukan direaksikan

dengan larutan EDTA berlebih dan dititrasi kembali dengan larutan Mg Sulfat atau larutan Zn sulfat

dengan konsenrasi sama.

Contoh: penentuan kompleksometri garam kobalt, nikel, alumunium dan raksa.

Penentuan TAT : M-EDTA + EDTA + indikator 2- + Zn 2+ M-EDTA + Zn-EDTA + Zn-

indikator (J.Roth, 263)

c. Titrasi substitusi  jika tidak ada indikator yang sesuai atau jika ion logam pada pH yang digunakan

pada titrasi akan mengendap sebagai hidroksida atau untuk ion logam yang tidak bereaksi sempurna

dengan indikatr logam. Terutama digunakan untuk penentuan kadar garam kalsium dan magnesium.

Skema titrasi : Mg-EDTA + M2+ M-EDTA + Mg2+

(J.Roth, 263)

4. PENGAMATAN T.A.T

Titik akhir titrasi diamati melalui :

a. Visual oleh mata

b. Potensiometri

c. Amperometri

d. Konduktometri
e. Spektrofotometri

BEBERAPA CONTOH SISTEM TITRASI KOMPLEKSOMETRI PADA OBAT

Sampel Pelarut Peniter Indikator Sediaan obat

Kalsium Air Dinatrium edetat Kalkon (merah Injeksi kalsium

glukonat dibasakan jambu menjadi glukonat

dengan biru)

NaOH

Kalsium Air Dinatrium edetat Biru hidroksi Kalsium laktat

laktat naftol (biru)

Kalsium Air Dinatrium edetat Biru hidroksi Tablet kalsium

pantotenat naftol (biru) pantotenat

Alukol Air Pb(NO3)2 Jingga xilenol Suspensi antasida

Metil Air Raksa (II) asetat Difenilkarbazon Metil tiourasil

tiourasil

PEMBAKUAN

Peniter Dibakukan Indikator Titik akhir

dengan

Dinatrium edetat CaCO3 Biru hidroksi naftol Warna biru pekat

ZnSO4 Eriokrom hitam T Warna merah jadi biru

Larutan Pb(NO3)2 Dinatrium edetat Eriokrom hitam T Warna merah jadi biru

Larutan Raksa (II) Dinatrium edetat Eriokrom hitam T Warna merah jadi biru

asetat

Daftar pustaka

- FI III,hlm 824-825

- J.Bassett,”Vogel,Kimia Analisis Kualtitatif Anorganik”, hlm 299.


- Roth, “Analisis Farmasi”,hal 257-268
- Beckett, A.F. and Stenlake, J.E., 1970, Practical Pharmaceutical
Chemistry, 2nd Ed., Athlone Press, London, 104, 107, 110, 16-117, 131-
135, 137-139, 143-145, 148, 191, 286-288, 304-305.
- Day, R.A. and Underwood, A.L., 1992, Analisis Kimia Kuantitatif,
ed.6, Penerbit Erlangga, Jakarta, 143.
- Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia,
Jakarta, 1206-1208.
- Panduan Praktikum Kimia Fisika Farmasi, 1996, 56
- Phytopharmaceutical Technology, 1989, 96,100–101
- Roth, H.J. dan Blaschke, G, 1996, Analisis Farmasi, Terjemahan Sarjono
Kisman dan Slamet Ibrahim, Cet. IV, Gajah Mada University Press, 145,
176-177, 202, 251, 255.

Anda mungkin juga menyukai