Anda di halaman 1dari 33

DRAFT COASS – ANGKATAN 2012

EDISI 1 – 2015/2016
KONTRIBUTOR

TIM STASE KULIT

Supervisi:
Lucky Ananto W, dr

Koordinator:
M. Danny B, S.Ked

Ketua:
Izdihar Hanifah, S.Ked

Anggota:
Nadiyya Chaerunnisa, S.Ked, Vihannis Rahmanda, S.Ked
Megumi Fatimah, Dewi Mulyani, Fanny NF
STASE KULIT DAN KELAMIN
IDK (Materi Tulis List tugas yang diberikan supervisi secara terperinci disini.
prioritas) - Status Kulit
-Efloresensi
-DKA dan DKI
-Scabies
-Dermatofitosis
-Dermatoterapi
-Sediaan dan aplikasi obat sehari-hari (antihistamine dan kortikosteroid)
-GO Klinis
Anjuran -Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
Referensi -Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI
(sumber
bacaan/pandu
an)
Pembahasan
(Materi yang STATUS KULIT
sudah 1. Identitas Pasien
dikerjakan) 2. Keluhan Utama
3. Anamnesis Khusus
4. Pemeriksaan fisik dan status dermatologi (efloresensi kulit)
5. Resume (resume anamnesis dan pemeriksaan fisik)
6. Diagnosis banding
7. Usulan pemeriksaan
8. Diagnosis kerja
9. Tatalaksana
10. Prognosis

SCABIES

1. Pengertian scabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)
Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran
sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat
mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui
sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui
baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan
penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya.
Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku,
selangkangan.
2. Epidemiologi
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % -
27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.
Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun
(45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak
dibawah umur 9 tahun. Di India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada
anak usia 5-14 tahun.
3. Etiologi
akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes
4. Pathogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit
timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu
kirakira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan
kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

5. Manifestasi Klinis
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat)
atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf
(gelembung leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat
terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula (bintil),
pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan). Gejala yang
ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan
muncul gelembung berair pada kulita
6. Diagnosis
Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika,
dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi
sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi sekunder
oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes. Diagnosis
ditegakkan atas dasar :
a. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada
ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula.
b. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),
umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang
terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,
Universitas Sumatera Utara sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi
diseluruh permukaan kulit.
c. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang
efektif.
d. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga
menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari
disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas
kutu meningkat
7. Cara penularan
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
a. Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui
kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan
seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering,
sedangkan pada anakanak penularan didapat dari orang tua atau
temannya.
b. Kontak tidak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak
langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk
dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun
demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang
peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber
penularan utama adalah selimut

8. Treatment
a. Penatalaksanaan secara umum.
- Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara
teratur setiap hari.
- Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.
- Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk
tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya
dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung.
- Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan
dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus
diperhatikan:
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus.
Dengan menggunakan obat-obatan anti skabies yang tersedia dalam bentuk
topikal antara lain:
- Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.
- Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai.
- Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian. 15
- Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
- Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.

9. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene),
maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik

DERMATOFITOSIS
Definisi
Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofit.

Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini memiliki sifat mencernakan keratin. Dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu
: Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.

Klasifikasi
Beberapa bentuk dermatofitosis :
1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan janggut
3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada genitokrural, sekitar anus, bokong dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
6. Tinea korporis : dermatofitosis pada kulit glabrosa pada bagian lain yang tidak
termasuk bentuk 5 tinea diatas.

DERMATOTERAPI

Prinsip Pengobatan Topikal


 Pemilihan vehikulum tergantung :
a. Stadium / gambaran klinis penyakit
 Stadium akut (eritem, edem, basah) : kompres, wajah (NaCl 0,9%) tebal
(Asid salisil 0,1%)
 Subakut (eritem +/-, tidak basah, tidak edem) : krim, lotion, bedak, pasta
 Kronik (kering) : salep
b. Makin akut/produktif penyakit kulit : konsumsi bahan aktif <<
c. Beri penjelasan : pemakaian dan pembersihan
d. Batasi penggunaan obat topical yang bersifat tak stabil / tidak dapat
disimpan lama.
 Kegunaan / khasiat obat topical : didapat dari pengaruh fisik dan kimiawi
 2 komponen : Vehikulum + Bahan Aktif

Bahan Dasar (Vehikulum)


 Prinsip pemilihan vehikulum
a. Dermatosis basah : vehikulum cair/basah
b. Dermatosis kering : vehikulum padat/kering
 Jenis vehikulum
 Monofasik : Bedak, cairan, salep
 Bifasik : bedak + cairan (bedak kocok), bedak + salep (pasta), cairan +
salep (krim)
 Trifasik : pasta pendingin
a. Vehikulum Monofasik
1. Cairan (Solusio)
 Air sebagai pelarut : larutan/solusio
 Alkohol sebagai pelarut : tingtura (sedikitnya 50%)
 Sifat
 Membersihkan
 Mengeringkan
 Mendinginkan
 Perlunakan dan pecahnya bula/vesikel/pustule
 Epitelisasi
 Antipruritus
 Indikasi : Dermatosis basah/akut
 Kontraindikasi : Kelainan kuli yang bersifat kering
 Hasil akhir
 Keadaan basah menjadi kering, permukaan bersih
sehingga organisme tidak hidup, induksi epitelisasi
 Membantu menghilangkan pruritus, rasa terbakar,
atau parestesi

2. Bedak
 Membuat lapisan tipis di kulit
 Tidak melekat erat sehinga penetrasinya sedikit
 Sifat
 Mendinginkan
 Daya penutup
 Antipruritus
 Mengurangi gesekan
 Antiinflamasi ringan (ada sedikit efek
vasokonstriksi)
 Indikasi
 Dermatosis keringat
 Superfisial
 Lesi vesikobulosa akut agar tidak pecah, mis :
varisela dan herpes zoster
 Kontraindikasi : Dematitis basah, terutama bila ada infeksi
sekunder
 Bahan dasarnya talcum venetum, biasanya dicampur seng
oksida karena memiliki sifat antiseptic lemah, antipruritus
lemah, dll.

3. Salep
 Bahan dasarnya : vaselin, landin atau minyak
 Sifat
 Menutupi
 Protektif
 Melicinkan
 Penetratif terbaik
 Memanaskan
 Indikasi
 Dermatosis kering dan kronik
 Dermatosis bersisik dan dalam
 Kontraindikasi
 Dermatitis akut, basah
 Pada lipatan, berambut, atau terlalu luas

b. Vehikulum Bifasik
4. Bedak kocok (Lotion)
 Air + Bedak (max 40%) + gliserin (10-15%)
 Sifat
 Mendinginkan
 Antipruritus
 Mengeringkan
 Indikasi
 Dermatosis kering, superfisial, agak luas
 Lesi subakut
 Kontraindikasi : Dermatitis akut/basah, daerah berambut

5. Krim
 Sifat
 Mendinginkan
 Penetrasi baik
 Mengeringkan
 Indikasi
 Kosmetik
 Subakut dan luas
 Pada area berambut
 Lesi kering
 Kontraindikasi : Dermatitis akut

6. Pasta/pasta pendingin
 Sifat
 Mendinginkan
 Protektif
 Mengeringkan
 Indikasi : lesi subakut tidak produktif
 Kontraindikasi :
 Lesi produktif, eksudatif
 Daerah berambut
 Lipatan dan genital
Glukokortikoid sistemik
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan derivat hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal. Kortikosteroid hormonal dapat digolongkan menjadi glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Berdasarkan cara penggunaannya, kortikosteroid dapat dibagi dua,
yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal (KT ). Untuk keberhasilan
pengobatan dengan KT, beberapa faktor kunci yang harus dipertimbangkan adalah
diagnosis yang akurat, memilih obat yang benar, mengingat potensi, jenis sediaan,
frekuensi penggunaan obat, durasi pengobatan, efek samping, dan profi l pasien yang
tepat.

Dibedakan menjadi 2 golongan besar:


- Glukokortikoid :
Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat antiinfl amasinya nyata. Prototip
golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid
alami. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason .
- Mineral kortikoid :
kortikosteroid yang mempunyai aktivitas utama menahan garam dan
terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan ini
tidak mempunyai efek antiinfl amasi yang berarti, sehingga jarang
digunakan. Pada manusia, mineralokortikoid yang terpenting adalah
aldosterone
Berdasarkan cara penggunaannya:
- kortikosteroid sistemik
- kortikosteroid topikal.
Farmakologi
1. Efek Antiinflamasi
- Penurunan akumulasi sel radang
- Menghalangi adhesi sel radang ( terutama granulosit ) pada endotel
- Menghambat produksi kolagen dengan menghambat proline hydroxylase
2. Efek Imunosupresif
- Menekan imunitas seluler dan pembentukan antibody
3. Sintesis DNA
- Menghambat sintesis DNA dan mitosis epidermal
4. Vasokontriksi
5. Metabolisme
a. Elektrolit
- Retensi Natrium , Cl, dan cairan
- Hilang K = Kelemahan , hipotensi , metabolism alkali
- Peningkatan produksi asam lambung = mempermudah ulkus
b. Karbohidrat
- Katabolisme KH = Hiperglikemi dan retensi insulin
c. Lemak
- Lipolysis = Peningkatan badan keton , peningkatan lemak selium
d. Protein
- Katabolisme protein
e. Jaringan Mesenkim
- Peningkatan sel yang berperan dalam peradangan local

Dosis Inisial Kortikosteroid Sistemik untuk Berbagai Dermatosis pada Orang Dewasa
Penyakit Macam KS dan Dosisnya Perhari
Dermatitis Prednisolone 4 x 5 mg atau 3 x 10 mg

Erupsi Obat Ringan Prednisolone 3 x 10 mg atau 4 x 10 mg

SJS / TEN Dexametason 6 x 5 mg

Eritroderma Prednisolone 3 x 10 mg atau 4 x 10 mg

Reaksi Lepra Prednisolone 3 x 10 mg

Lupus Eritem Diskoid Prednisolone 3 x 10 mg

Pemphigus Bulosa Prednisolone 40 – 80 mg

Pemphigus Vulgaris Prednisolone 60- 150 mg

Pemphigus Loliaseus Prednisolone 3 x 20 mg

Pemphigus Eritematosa Prednisolone 3 x 20 mg

Psoniasis Pustulosa Prednisolone 4 x 10 mg

Bentuk injeksi
- Triamsinolon , biasanya dipakai pada terapi intralesi : koloid , acne , dll
- Dexametasone , biasanya digunakan pada reaksi alergi , urtikaria , SJS , dll

Pada jam 8 am kortisol meningkat = berikan sekaligus


KORTIKOSTEROID TOPIKAL
INFEKSI GONORRHOEA
**Definisi
Semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini
termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS) yang memiliki insidensi tinggi. Cara
penularan nya terutama melalui genitor-genital, orogenital, dan anogenital. Daerah
yang paling mudah terinfeksi adalah mukosa vagina wanita sebelum pubertas.
**Faktor Risiko
1. Berganti-ganti pasangan seksual.
2. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial (PSK).
3. Wanita usia pra pubertas dan menopause lebih rentan terinfeksi gonore.
4. Bayi dengan ibu menderita gonore.
5. Hubungan seksual dengan penderitas tanpa proteksi (kondom).

**Klasifikasi
Berdasarkan susunan anatomi genitalia pria dan wanita:
1. Uretritis gonore
2. Servisitis gonore (pada wanita)
**Diagnosis Klinis
Anamnesis:
 Pada pria
1. Keluhan tersering adalah kencing nanah atau urehtral discharge purulent.
2. Gejala diawali oleh rasa panas dan gatal di distal uretra.
3. Disusul dengan disuria, polakisuria (kencing sedikit-sedikit dan
sering/anyang-anyangen), dan keluarnya nanah dari ujung uretra kadang
disertai darah.
4. Nyeri saat terjadi ereksi.
5. Gejala terjadi pada 2 – 7 hari setelah kontak seksual.
 Pada wanita
1. Gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati
kelainan obyektif.
2. Umumnya datang setelah terjadi komplikasi atau pada saat pemeriksaan
antenatal atau keluarga berencana.
3. Keluhan tersering adalah keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina,
disertai disuria, dan nyeri abdomen bawah.

Pemeriksaan Fisik
Eritema, edema, dan ektropion pada orifisium uretra eksterna, terdapat duh tubuh
mukopurulen, serta pembesaran KGB inguinal unilateral atau bilateral.
 Pada pria
1. Rectal toucher/DRE, jika terjadi prostatitis: pembesaran prostat dengan
konsistensi kenyal, nyeri tekan dan bila terdapat abses akan teraba
fluktuasi.
 Pada wanita
1. In speculo, dilakukan jika sudah menikah: eritema serviks, erosi, dan
secret mukopurulen.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis sediaan langsung duh tubuh dengan pewarnaan gram untuk
menemukan intra atau ekstraseluler gonokokus gram negatif.
 Pada pria: sediaan diambil dari daerah fossa navikularis (bagian spongy uretra
berlokasi di glans penis).
 Pada wanita: dari uretra, muara kelenjar bartolin, serviks, dan rektum.

**Diagnosis Banding
ISK, faringitis, uretritis herpes simpleks, konjungtivitis, endokarditis, meningitis dan
uretritis non gonokokal.
**Penatalaksanaan
1. Uncomplicated gonococcal infections of the urethra, rectum, and cervix.
2. Uncomplicated gonococcal infections of the pharynx

**Komplikasi
Pada pria
 Lokal: tynositis, parauretritis, litritis, kowperitis.
 Asendens: prostatitis, vasdeferentitis, epididimitis, trigonitis.

Pada wanita
 Lokal: parauretritis, bartolinitis.
 Asendens: salfingitis, Pelvic Inflammatory Diseases (PID).

Disseminata/sistemik: arthritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis,


dermatitis.

(pasti lebih dari 1 halaman. Pastikan fontnya seragam yaitu calibri 11 dengan line
spacing multiple >> berlaku untuk semua tabel).

ANTIHISTAMIN
Farmakokinetik Histamin
-Dihasilkan dari dekarboksilasi histidine
-Disimpan dalam sel mast / sel granulosit / basophil

Storage dan release histamine


a. Pelepasan secara imunologis
IgE  Sel mast / Basofil
b. Pelepasan secara mekanik dan lamiamorfin dan tubocurarine dalam menggantikan
posisi histamine dari heparin-protein complex sehingga terjadi pelepasan histamine

Farmakodinamik Histamin
Subtipe Reseptor Histamin
H1 : otot polos, endotel, otak, efek :  permeable endotel, mediasi nyeri, gatal pada
sistem saraf, vasodilatasi, bronkokonstriksi, kontraksi usus.
H2 : mukosa gaster, otot jantung, mast cell, brain, efek : peningkatan HR/cardiac
stimulation, kontrabilitas ,  pacemaker cell,  gastric acid,  pepsin dan intrinsic
factor, degranulasi sel mast.
H3 : Presynaptic Brain, myenteric plexus, other neuron, efek :  asetil kolin, amine,
peptide transmitter, inhibisi acid.
H4 : Eosinophil, neutrophil, cd4 t cell
Daftar Referensi dari hasil pembahasan (materi yang sudah dikerjakan). Tulis disini
Referensi 1. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Edition Volume 1 dan 2.
Tahun 2012. Penerbit : Mc Graw Hill
2. Kimberly A. Workowski, Gail A. Bolan. Sexually Transmitted Diseases
Treatment Guideline. Centers for Disease Control and Prevention. June 5,
2015; Vol. 64/No. 3.
3. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Panduan Praktis Klinis Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi Revisi Tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai