Anda di halaman 1dari 54

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE II

DHF

Oleh

Mahfudhah Iklil Khairunnisa (1610029037)

Dosen Pembimbing
dr. Hj. Sukartini, Sp. A.

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie

1
2017
LEMBAR PERSETUJUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE II

TUTORIAL KLINIK

Sebagai salah satu tugas stase Ilmu Kesehatan Anak

Oleh :

Mahfudhah Iklil Khairunnisa (1610029037)

Pembimbing

dr. Hj. Sukartini, Sp.A.

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “Dengue
Hemorrhagic Fever Grade II”. Tutorial Klinik ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Hj. Sukartini, Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Infeksi Tropis.
5. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK Universitas Mulawarman khususnya staf
pengajar Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah
diajarkan kepada penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda, September 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ........................................................................................ 3
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 5
1.2. Tujuan ........................................................................................................... 6
1.3. Manfaat ......................................................................................................... 7
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................. 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….. 18
3.1. Definisi……………………………………………………………………. 18
3.2. Epidemiologi.…………………………………………………………….. 18
3.3. Etiologi……………………………………………………………..…… 19
3.4. Patofisiologi…………………………………………………………..… 20
3.5. Patogenesis……………………………………………………………… 24
3.6. Manifestasi Klinis………………………………………………………… 26
3.7. Diagnosis…………………………………………………………………. 31
3.8. Diagnosis Banding ......................................................................................... 34
3.9. Penatalaksanaan ............................................................................................ 35
3.10. Prognosis ..................................................................................................... 43
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………………. 45
BAB V PENUTUP…………………………………………………………… 53
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 54

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue ini ditemukan nyaris
di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik
sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue
biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim
penghujan.

Sampai saat ini infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF
oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan
tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DHF, khususnya
pada anak. Menurut data di Depkes RI (2010), penyakit DHF di Indonesia
pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus, 1.187 kasus diantaranya meninggal,
CFR (Case Fatality Rate) sebesar 0,86%. Pada tahun 2009 terdapat 154.855
kasus, 1.384 kasus diantaranya meninggal, CFR sebesar 0,89%.

Jumlah penderita penyakit DHF di Semarang tahun 2009 jumlah penderita


DHF sebanyak 3883 orang, pada 2010 ini naik menjadi 5556 kasus. Kota
Semarang menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah. Usia yang
paling sering terkena DHF adalah 5 – 15 tahun.

Gejala DBD ditandai dengan manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,


perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran
darah (circulatory failure). Selain itu terdapat kriteria laboratoris yaitu
trombositopeni dan hemokonsentrasi (hematokrit menigkat). Pasien yang
terinfeksi virus dengue akan terjadi respon berupa sekresi mediator vasoaktif
yang berakibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan perembesan
cairan ke ekstravaskuler (plasma leakege), yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit. Hal ini berpotensi mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

5
Penyakit DHF yang tidak segera mendapat perawatan mencapai 50%, akan
tetapi angka kematian tersebut dapat diminimalkan mencapai 5% bahkan bisa
mencapai 3% atau lebih rendah lagi dengan tindakan atau pengobatan cepat.

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka, pada laporan kasus ini
akan lebih banyak dibahas mengenai DHF, sehingga dapat memberikan informasi
dan menambah pengetahuan yang benar kepada pasien, keluarga, maupun
masyarakat.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang Dengue Hemorrhagic Fever dan perbandingan antara
teori dengan kasus nyata Dengue Hemorrhagic Fever.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui teori tentang Dengue Hemorrhagic Fever yang mencakup:
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Manifestasi Klinis
e. Diagnosis
f. Penatalaksanaan
g. Prognosis
2. Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus Dengue Hemorrhagic
Fever yang terjadi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Syahranie
Samarinda. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
dalam kasus ini.

1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Ilmu Kesehatan Anak divisi Infeksi Tropis, khususnya tentang
Dengue Hemorrhagic Fever.

6
1.3.2. Manfaat bagi Pembaca
Laporan ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi penulis dan
pembaca mengenai Dengue Hemorrhagic Fever.

7
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

- Nama : An. AZ
- Jenis kelamin : Laki - Laki
- Umur : 5 tahun
- Alamat : Jl. Pasundan No. 7 Samarinda
- MRS : 30 September 2017
- No. RM : 960551
- Kamar : Melati 16

Identitas Orang Tua

- Nama Ayah : Tn. M


- Umur : 41 tahun
- Alamat : Jl. Pasundan No. 7 Samarinda
- Pekerjaan : Swasta
- Ayah perkawinan ke :1
- Riwayat kesehatan : Tidak ada penyakit

- Nama Ibu : Ny. A


- Umur : 40 tahun
- Alamat : Jl. Pasundan No. 7 Samarinda
- Pekerjaan : IRT
- Ibu perkawinan ke :1
- Riwayat kesehatan : Tidak ada penyakit

8
Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesa pada tanggal 30 September


2017 dengan ibu kandung pasien.

Keluhan Utama :

Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu, demam
dirasakan naik turun tetapi paling terasa pada siang hari. Demam disertai dengan
menggigil pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan BAB cair berwarna hitam
sebanyak 1 kali pada pagi hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain mual
(+), nyeri kepala (+), muntah (-), gangguan BAK (-), dan kejang (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

1. Tidak ada
2. Riwayat MRS disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :

Berat badan lahir : 3100 gram

Panjang badan lahir : 51 cm

Berat badan sekarang : 15 kg

Panjang badan sekarang : 100 cm

Gigi keluar :-

9
Tersenyum : 4 bulan

Miring : 6 bulan

Tengkurap :-

Duduk :-

Merangkak :-

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 9 bulan

Berbicara 2 suku kata : 1 tahun

Makan dan minum anak

ASI : ASI sd 2 tahun

Susu sapi : 1 tahun

Bubur susu : 6 bulan

Tim saring :-

Buah : semua jenis/ umur 1 tahun

Lauk dan makan padat : sudah bisa/umur 1 tahun

Pemeliharaan Prenatal

Periksa di : Klinik bidan

Penyakit Kehamilan :-

Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin

10
Riwayat Kelahiran :

Lahir di : Rumah

Persalinan ditolong oleh : Bidan

Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

Jenis partus : Spontan

Pasien langsung menangis

Pemeliharaan postnatal :

Periksa di : Klinik bidan

Keadaan anak : Sehat

Keluarga berencana : Tidak

IMUNISASI

Imunisasi Usia saat imunisasi


I II III IV Booster I Booster II
BCG + //////// /////// /////// /////// ///////
Polio + + + + - -
Campak + - /////// /////// /////// ///////
DPT + + + /////// - -
Hepatitis B + + + /////// - -

PEMERIKSAAN FISIK

Kesan umum : sakit ringan

Kesadaran : E4V5M6

11
Tanda Vital

 Tekanan darah : 110/50 mmhg


 Frekuensi nadi : 118 x/menit, isi cukup, reguler
 Frekuensi napas : 28 x/ menit
 Temperatur : 38,8o C per axila

Antropometri

Berat badan : 15 kg

Panjang Badan : 100 cm

Status Gizi : Gizi baik

Kepala

Rambut : Rambut Hitam

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks


Cahaya (+/+), Pupil Isokor (3mm/3mm), mata cowong (-
/-)

Mulut : Lidah kotor (-), faring Hiperemis (-), mukosa bibir


basah, pembesaran tonsil (-/-), gusi berdarah (-), mimisan
(-)

Leher

Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB submandibular (-/-)

Thoraks

Inspeksi : Bentuk dan gerak dinding dada simetris dextra = sinistra,


retraksi (-), Ictus cordis tidak tampak

12
Palpasi : Fremitus raba dekstra = sinistra, Ictus cordis teraba icv V
MCLS

Perkusi : Sonor di semua lapangan paru

Batas jantung

Atas : ICS II Parasternal line dextra et sinistra

Kiri : ICS V midclavicula line sinistra

Kanan : ICS III para sternal line dextra

Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), S1S2 tunggal reguler,


murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-)


splenomegali (-), turgor kulit kembali cepat

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal, metalic sound (-)

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-), capillary refill test < 2
detik, sianosis (-), pembesaran KGB aksiler (-/-),
pembesaran KGB inguinal (-/-), petekia (+) dengan
rample leed.

Pemeriksaan Penunjang

30/09/17 01/10/17 02/10/17 03/10/17 Nilai normal

Leukosit 2.070 5.900 5.940 8.020 6.000-17.000

13
Eritrosit 4.550.000 4.470.000 4.180.000 4.310.000 3.900.000-5.900.000
Hb 12.8 12.9 12.2 12.6 14 – 18
HCT 37.8 % 38.7% 35.9 % 37.2 % 34-40 %
PLT 83.000 61.000 56.000 76.000 150.000-450.000

Pemeriksaan (30/09/17)
Hasil Nilai Rujukan
Imuno-Serologi
Dengue Ig G Negatif Negatif
Dengue Ig M Positif Negatif
NS1 Positif Negatif

Diagnosis kerja : DHF Grade II


Prognosis : Dubia ad Bonam

Follow Up

Tanggal Subjektif & Objektif Assesment & Planning


30/09/2017 S: demam (+), mual (+), A: DHF Grade II
Melati muntah (-), BAB (-), P:
BAK (+) - IVFD RL 20 Tpm
- Inj. Transamin 3 x 200 mg IV
O: TD: 90/60, T:37,6,
- PCT 3 x cth II
Nadi 98x kuat angkat,
- Pemeriksaan DL/8 jam
RR 28x, Ane (-), ikt (-),
- Observasi ttv
Rh (-), Wh (-), BU(+)N,
NT(-), organomegali (-
), defans muscular (-),
nyeri mc.burney (-),
akral hangat (+)

Hasil lab 09.00


-Hb : 13,1 -Hct : 39%
-leu : 2.360 -Tr: 70.000

14
Hasil lab 16.00
-Hb : 12 -Hct : 36%
-leu : 2.500 -Tr: 71.000

Hasil lab 22.00


-Hb : 12.9 -Hct: 38%
-leu : 5.900 -Tr: 61.000

01/10/2017 S: demam (+), mual (+), A: DHF Grade II


Melati muntah (-), BAB (-), P:
BAK (+) - IVFD RL 35 Tpm
- Inj. Transamin 3 x 200 mg IV
O: TD: 90/60, T:37,6,
- PCT 3 x cth II
Nadi 98x kuat angkat,
- Pemeriksaan DL/4 jam
RR 28x, Ane (-), ikt (-),
- Observasi ttv
Rh (-), Wh (-), BU(+)N,
NT(-), organomegali (-
), defans muscular (-),
nyeri mc.burney (-),
akral hangat (+),
petekie (+)

Hasil lab 06.00


-Hb : 14.1 -Hct: 41%
-leu : 5.900 -Tr: 61.000

 IVFD RL 7 cc/kgBB/jam
Hasil lab 10.00
 Pemeriksaan DL/6 jam
-Hb : 12.9 -Hct: 38%
-leu : 4.800 -Tr: 71.000

Hasil lab16.30
-Hb : 13.3 -Hct: 38%
-leu : 5.570 -Tr: 57.000

 IVFD RL 5cc/kgBB/jam
Hasil lab 22.50
 Pemeriksaan DL/8 jam

15
-Hb: 12.2 -Hct: 38%
-leu : 5.570 -Tr: 56.000

02/10/2016 S: demam (-), mual (-), A: DHF Grade II


Melati muntah (-), BAB (-), P:
BAK (+) - IVFD RL 5cc/kgBB/jam
- PCT 3 x cth II
O: TD: 80/50, T:36,3,
- Pemeriksaan DL/8 jam
Nadi 85x kuat angkat,
- Observasi ttv
RR 28x, Ane (-), ikt (-),
Rh (-), Wh (-), BU(+)N,
NT(-), organomegali (-
), defans muscular (-),
nyeri mc.burney (-),
akral hangat (+),
petekie (+)

Hasil lab 14.00


-Hb: 13.3 -Hct: 39%
-leu : 7.500 -Tr: 72.000
 IVFD RL 3cc/kgBB/jam

Hasil lab 22.45


-Hb: 12.6 -Hct: 37%
-leu: 8.000 -Tr: 76.000

03/10/2017 S: demam (-), mual (-),


Melati muntah (-), BAB (-), A: DHF Grade II
BAK (+)

O: TD: 80/50, T:36,5 Nadi


95x kuat angkat, RR
28x, Ane (-), ikt (-), Rh
(-), Wh (-), BU(+)N,
NT(-), organomegali (-
 IVFD RL 3cc/kgBB/jam
), defans muscular (-),

16
nyeri mc.burney (-),
akral hangat (+)

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DHF ( Dengue Hemorrhagic Fever)


3.1. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family
Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Selama ini
secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari
serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara
tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi
klinik yang berbeda. (Sudoyo, et al. 2006).
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di
jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah
dengue merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan.
Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas
(Depkes, 2006).

3.2. Epidemiologi
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam
berdarah dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air,
manejemen sampah padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism,
peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta mikroevolusi virus. Indonesia
berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan demam berdarah dengue.
Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue
dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor,
tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat
serotype, dan tersebar di seluruh area (WHO, 2011).
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden
tertinggi pada tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008

18
menurun menjadi 59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah
dapat ditekan namun belum mencapai target yang diinginkan yakni <20 per
100.000 penduduk (Depkes, 2011).

Gambar 1.1 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia
(Depkes, 2011)

Gambar 1.2 Penyebaran Penyakit DHF di Dunia (WHO, 2011)

3.3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus

19
merupakan virus RNA yang terdiri dari core, membrane asosiated protein, protein
envelope, dan beberapa protein non structural.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue
keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan
terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Depkes
RI, 2006; WHO, 2011).

3.4. Patofisiologi
Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma
kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat
dalam 24-28 jam (Soedarmo, 2012).
Beberapa kondisi yang ditemukan pada kasus DBD, sebagai berikut:
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada
kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok.
Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan
dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok
terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang
interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung
dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun
dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada

20
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya
edema (Soedarmo, 2012).
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif
dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat
diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan
perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak
ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau
akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang
bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada
masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka
akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang
diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia (Soedarmo,
2012).

b. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain
trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan
radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem
retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak
diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue,
komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem
pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi
trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan

21
gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
perdarahan pada DBD (Soedarmo, 2012).

c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis


Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial
yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk
faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi
peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut
faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III.
Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II,
dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak
hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi
sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan
alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian
di atas menunjukan bahwa (Soedarmo, 2012):
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan
fibrinolisis
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat
terjadi juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC
tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi
apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis
maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan
mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit
akan memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat,
terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan
kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan
perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih
komplek seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan

22
kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan
syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis
metabolik.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus
dengan kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan
berkurang (Soedarmo, 2012).

d. Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar
C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun
tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat
penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi
komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil
penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum
komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena
produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan
peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.
Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan
trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek,
kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga
merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor
(TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1) (Soedarmo, 2012).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah
(1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya
kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada DBD
derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif
kompleks imun dengan derajat berat penyakit (Soedarmo, 2012).

23
e. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan.
Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi
memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke
enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan
demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam
dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran
antara limfosit B dan limfosit T. (Soedarmo, 2012)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem
komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah,
sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut
belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun
demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen
pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan
dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam
makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya.
Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta respon imun cell-
mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.

3.5. Patogenesis
Patogenesis dan patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami
namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang dominan, yaitu meningkatnya
permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan
terjadinya syok (Soedarmo, et al. 2012).
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam

24
mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut
antibody dependent enhancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.
c. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.

Gambar 1.3. Patogenesis Perjalanan DHF (WHO,2011)

25
3.6. Manifestasi Klinis

Gambar 1.4 Manifestasi Klinis DD dan DHF (WHO, 2011)

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau


dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD).
Pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam
2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (WHO,
2011).
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma
virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung
pada penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai
ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa
dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba
dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri
sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam.
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai
bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering
mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan (

26
costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41
derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya,
oleh :
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Hepatomegali atau pembesaran hati
Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai
dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ).
Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa
terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan
pendarahan dalam urine.
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, et al.,
2009):
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk pertama
kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan dari infeksi
virus lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi demam. Biasanya juga
muncul gejala saluran pernafasan atas dan gejala gastrointestinal (WHO, 2011).

2. Demam dengue klasik


Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih
sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum, manifestasi
berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai dengan gejala nyeri kepala,
mialgia, atralgia, rash, leukopenia, dan trombositopenia. Adakalanya, secara tidak
biasa muncul perdarahan gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif.
Pada daerah yang endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal (WHO,
2011).

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)


Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang dari
15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan infeksi virus
dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki karakteristik onset akut

27
demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda dan gejala yang sama dengan
demam dengue. Gejala perdarahan yang muncul dapat berupa tes torniquet yang
positif, ptekie, perdarahan gastrointestinal yang masif. Saat akhir dari fase
demam, ada tendensi untuk berkembang menjadi keadaan syok hipovolemik oleh
karena adanya plasma leakage (WHO, 2011).

Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen,


letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan hemostasis
dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama dari demam berdarah dengue.
Trombositopenia dan peningkatan hematokrit harus segera ditemukan sebelum
muncul adanya tanda syok.

Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi sekunder
virus dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus dengue DEN-1 dan
DEN-3 (WHO, 2011).

4. Dengue Shock Syndrome (DSS)


Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ misalnya hepar,
ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah dilaporkan
meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti terjadinya plasma
leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok yang berkepanjangan (WHO,
2011).

Gambar 1.5 Warning Sign Pada DHF (WHO, 2011)

28
Demam Dengue
Masa inkubasi antara 4 – 6 hari (berkisar 3 – 14 hari) disertai gejala
konstitusional dan nyeri kepala, nyeri punggung, dan malaise (WHO,2011).
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri
pada anggota badan dan ruam/rash (Soedarmo, 2012).
 Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari (WHO, 2011).
 Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada,
tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam
sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari
(Soedarmo, 2012).
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai
Castelani’s sign yang patognomonik (Soedarmo, 2012).
Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra
demam dan demam, nutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia
relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens.
Eusinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit,
hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma
meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu
(Soedarmo, 2012).
Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000
cell/mm3) dapat membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan
angka prediksi 70 – 80 %. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan (WHO,
2011):
 Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir

29
 Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
 Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin
meningkat.
 Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkan
dengan demam yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.
 Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapat
mengintervensi peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan pembekuan
darah.

Demam Berdarah Dengue


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD
terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila
sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi
dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi (Soedarmo, 2012).
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba
2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan
dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada
sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan(Soedarmo,
2012)
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia
sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Soedarmo, 2012)

30
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi
lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan
lembab dan pasien tampak gelisah.

Gambar 1.6 Gambaran Skematis Kebocoran Plasma pada DBD

3.7. Diagnosis
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan
laboratorium (WHO, 2011). Kriteria klinis meliputi :
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-

menerus selama 2-7 
 hari 


 Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,

ekimosis, 
 epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena 


 Hepatomegali 


 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20

mmHg), hipotensi, 
 kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien

tampak gelisah.


 Kriteria laboratorium :

 Trombositopenia (≤100.000/mikroliter) 


31
 Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai

dasar / menurut 
 standar umur dan jenis kelamin.

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan :


 Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan

hemokonsentrasi/ peningkatan 
 hematokrit ≥ 20%. 


 Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma 


 Dijumpai tanda perembesan plasma: Efusi pleura (foto


toraks/ultrasonografi) dan hypoalbuminemia.
 Perhatian pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan
trombositopenia yang jelas, mendukung diagnosis DSS. Nilai LED
rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.

Gambar 1.7 Klasifikasi Derajat DBD

Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
hematokrit, dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1

32
setelah demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari
sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis
awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan
penyakit DD/DBD.

 Uji serologi IgM dan IgG anti dengue


o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5
sakit, mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan
menurun/ menghilang pada akhir minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada
hari sakit ke-14. Dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun.
Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi
pada hari sakit ke-2.
o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari
infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi
primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi
sekunder.

Gambar 1.9 Interpretasi pemeriksaan serologis Dengue

33
Gambar 1.10 Pemeriksaan IgM, IgG, dan NS-1

3.8. Diagnosis Banding


Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :
a. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya
b. Penyakit virus lainnya
Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein barr
virus, Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus
c. Penyakit bakterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease,
Scarlet Fever
d. Penyakit parasit : Malaria

Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding
meliputi infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya
dengan diagnosis banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai
dengan hemokonsentrasi membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit
yang lainnya. Hasil yang normal dari ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat
membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik (WHO, 2011).

34
Gambar 1.11 Manifestasi DBD dibandingkan dengan Demam Chikungunya

3.9. Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan


memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi
Intravaskuler Diseminata (KID). Perbedaan patofisiologik utama antara Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah
adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma,
dan gangguan hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah
Dengue dan Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada
orang tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus
buah, dan lain – lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan
parasetamol. Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada
penanganan demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu
di bawah 390C dengan dosis 10 – 15 mg/KgBB/kali.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam
4 – 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan
cairan rumatan 80 – 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang

35
demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama
masih demam.
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 – 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital,
kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali)
perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.
Cairan intravena diperlukan apabila :
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama
< 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai
penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien
dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 – 24 jam. Apabila
selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2
kali pemeriksaan berturut – turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil,
tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam
24 – 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak
tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan
nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan
menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka
tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan
klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian
dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat
dan ht naik maka berikan koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal
30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10
ml/KgBB/jam.

36
Bila terdapat asidosis, ¼ dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan berisi 0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl
0,9 % + glukosa ditambah ¼ Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan
yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai
sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 – 8 %) seperti tertera pada
tabel dibawah ini.
Tabel 1.2 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 – 8 %)
Berat Waktu Masuk (Kg) Jumlah Cairan tiap hari
< 7 Kg 220 ml/KgBB/hari
7 – 11 Kg 165 ml/KgBB/hari
12 – 18 Kg 132 ml/KgBB/hari
> 18 Kg 88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat,
nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru,
tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus
dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam
30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan
bersama koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,
hematokrit dan trombosit tiap 4 – 6 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula
darah.
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid
belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 – 20
ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama
dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 – 6 jam. Lakukan pula
koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah.
Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20
mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan
dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht
stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan

37
seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi
masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak
perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan
kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang
diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 – 20
ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :
1. Dekstan
2. Gelatin
3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)
4. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan
homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur
pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan
bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan
suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen
plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah
agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula
diberikan packed red cell (PRC).
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)
bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak
masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar
hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

38
Alur Tatalaksana (IDAI, 2009)

39
Alur Tatalaksana II (IDAI, 2009)

40
Alur Tatalaksana III (IDAI, 2009)

41
Alur Tatalaksana IV (IDAI, 2009)

Pemberian cairan yang overload tergantung pada kondisi anak sedang shock atau
tidak. Apabila dalam keadaan shock dapat dilakukan (WHO, 2013):
- Ulangi pemberian bolus larutan koloid dengan pemberian inotropik untuk
membantu sirkulasi

42
- Hindari pemberian diuretik karena dapat menyebabkan deplesi cairan
intravaskular
- Aspirasi efusi pleura yang banyak atau asites dapat membantu meredakan
gejala pernapasan tetapi dapat menyebabkan perdarahan selama prosedur.
- Jika tersedia, berikan ventilasi tekanan positif sebelum terjadi edema pulmonal
Jika shock telah teratasi tetapi anak sulit untuk bernapas dan terjadi efusi yang
besar, berikan furosemide oral IV 1 mgkg sekali sampai dua kali sehari selama 24
jam dan terapi oksigen (WHO, 2013).
Jika shock telah teratasi dan anak dalam kondisi stabil, hentikan pemberian cairan
IV dan biarkan bed rest selama 24-48 jam (WHO, 2013).
Pemantauan anak dengan shock:
Harus diperiksa tanda vital anak setiap jam (terutama tekanan nadi) hingga pasien
stabil dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang
pasien sedikitnya 6 jam (WHO, 2013).

3.10. Prognosis
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan
sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk. Penyebab kematian Demam
Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. Secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi
kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki – laki.
Penyebab kematian tersebut antara lain :
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat
7. Pendarahan masif
8. Kegagalan banyak organ
9. Ensefalopati

43
10. Sepsis
11. Kegawatan karena tindakan

44
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien An. AZ usia 5 tahun


datang bersama orang tuanya ke IGD RSUD AWS Samarinda pada dengan
keluhan utama Demam. Diagnosis masuk pasien ini adalah DHF Grade II.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.

TEORI KASUS

ANAMNESIS
 Bentuk klasik dari DBD ditandai  Demam sejak 3 hari SMRS, demam
dengan demam tinggi mendadak 2-7 dirasakan naik turun
hari, disertai dengan muka kemerahan.  Mual sehingga nafsu makan
Keluhan seperti anoreksia, sakit menurun
kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual,  Sakit kepala
dan muntah sering ditemukan.  BAB hitam cair 1 hari sebelum
Beberapa penderita mengeluh nyeri masuk RS
menelan, namun jarang ditemukan
batuk pilek. Biasanya juga ditemukan
nyeri perut dirasakan diepigastrium,
dibawah tulang iga, dan nyeri
abdominal generalisata.
 Bentuk perdarahan yang paling sering
ditemukan adalah uji Tourniquet
(Rumple leede) positif, kulit mudah
memar dan perdarahan pada bekas
suntikan intravena atau pada bekas
pengambilan darah. Kebanyakan kasus
petekie halus ditemukan tersebar
didaerah ekstremitas, aksila, wajah,
dan palatum mole yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih

45
jarang ditemukan, perdarahan saluran
cerna ringan dapat ditemukan pada
fase demam.

Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam


tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah.
Demam berdarah dengue didahului oleh demam mendadak disertai gejala
klinik yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri punggung, tulang, sendi
dan kepala. Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua kasus. Penyakit
demam berdarah dengue didahului oleh. demam tinggi yang mendadak, terus
menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai
cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase
tersebut.dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam.
Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi
syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah
(<20.000/l). Dalam kasus ini timbul gejala klinis berupa demam yang dialami
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam mendadak tinggi, naik turun,
pasien telah minum obat penurun panas tetapi tidak ada perubahan. Demam
disertai dengan mual dan penurunan nafsu makan.
Bentuk perdarahan yang paling sering ditemukan adalah uji Tourniquet
(Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan
intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus petekie halus
ditemukan tersebar didaerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada
fase demam. Dalam kasus ini pasien mengalami BAB hitam cair sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit yang menandakan terjadi perdarahan saluran cerna
pada pasien ini.

46
PEMERIKSAAN FISIK
 Suhu biasanya tinggi (>390C),  Compos mentis
kadang suhu mugkin setinggi 40-  TD = 110/50 mmHg
410C  Nadi = 118 x/menit
 Perdarahan kulit seperti uji  Frekuensi napas = 28x/menit
tourniquet (rumple leede) positif,  Suhu = 38,80C
petekie, purpura, ekimosis, dan  Uji tourniquet (+), petekie
perdarahan konjungtiva. (+)
 Perdarahan lain epistaksis,  Akral hangat
perdarahan gusi, melena, dan
hematemesis.
 Hepatomegali
 Syok ditandai nadi cepat dan lemah,
hipotensi, kaki dan tangan dingin

Pada demam berdarah dengue suhu biasanya tinggi (>390C), kadang suhu
mugkin setinggi 40-410C; konvulsi febris dapat terjadi, terutama pada bayi. Pada
beberapa penderita dapat dilihat kurva yang menyerupai pelana kuda atau bifasik,
tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua
penderita sehingga tidak dapat dianggap patognomonik. Fase kritis sekitar hari ke-
3 hingga ke 5 perjalanan penyakit. Dalam kasus ini suhu badan pasien dalam
keadaan demam yaitu 38,8oC.
Uji tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat
dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama
demam. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi (2,5x2,5 cm) didapat
lebih dari 20 petekie. Pada DBD, uji tourniquet pada umumnya memberikan hasil
positif. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif atau positif lemah selama
masa syok. Apabila pemeriksaan diulang setelah syok ditanggulangi, pada
umunya akan didapat hasil positif, bahkan positif kuat. Selain itu manifestasi
perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, gusi berdarah dan melena. Pada
pasien ini ditemukan manifestasi perdarahan berupa petekie dan melena.

47
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm
di bawah lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi
teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati,
berhubungan dengan adanya perdarahan, nyeri perut lebih tampak jelas pada anak
besar dari pada anak kecil. Pada sebagian kasus dapat dijumpai ikterus. Hati pada
anak umur 4 tahun dan/ atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak dapat diraba.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya hepatomegali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Leukosit normal, leukopenia atau 23 Mei 2017
leukositosis -Hb : 12.9 g/dl
 Trombositopenia -Hct: 38 %
3
 Peningkatan hematokrit 20% atau -leu : 5.900 /mm
3
lebih dibandingkan nilai hematokrit -Tr: 61.000 /mm
pada masa sebelum sakit atau masa
konvalesen 24 Mei 2017

 IgM terdeteksi sejak hari ke 4-5 pada -Hb: 12.2 g/dl


infeksi sekunder, dan sejak hari ke 5- -Hct: 38 %
3
10 pada infeksi primer, meningkat -leu : 5.570 /mm
3
sampai 3 minggu, menghilang -Tr: 56.000 /mm
setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi
primer terdeteksi pada hari ke 14, 25 Mei 2017
pada infeksi sekunder terdeteksi pada -Hb: 12.6 g/dl
hari ke 2. -Hct: 37 %
-leu: 8.000 /mm3
-Tr: 76.000 /mm3
Dengue Blot (23/05/2017)
IgG : negatif
IgM : positif
NS1 : positif

48
Jumlah leukosit bervariasi dapat normal, leukopenia dan leukositosis.
Tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Peningkatan jumlah sel
limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LpB) > 4% di darah tepi dapat
dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke tujuh. Pada kasus ini leukosit dalam
batas normal dan selama perawatan mengalami leukositosis.
Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/l atau kurang dari 1-2
trombosit/lapangan pandangan besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan
dilakukan pada 10 lpb. Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada
peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun, Jumlah trombosit
<100.000/l biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai ketujuh.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit
dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat-saat
pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari sakit ketiga,
tetapi bila perlu, diulangi setiap hari sampai suhu turun. Pasien datang pada hari
sakit ketiga, ditemukan trombositopenia pada pemeriksaan darah lengkap.
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan
plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului penlngkatan hematokrit.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih (misalnya dari
35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian bahwa nilai hematokrit dipengaruhi
oleh penggantian cairan atau perdarahan. Pada kasus ini tidak mengalami
peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
Dengue blot merupakan teknik yang baru dikembangkan dan merupakan
uji serologis dengue yang banyak dipakai saat ini. Uji ini dipakai untuk
mendeteksi adanya antibodi yang reaktif terhadap virus dengue serotipe 1, 2, 3
dan 4 dalam plasma atau serum penderita yang dicurigai menderita demam
dengue/demam berdarah dengue. Infeksi primer dan sekunder dibedakan melalui
respon imum yang tampak dari titer IgM dan IgG, yang kinetiknya mengalami
perubahan menyolok pada 3 fase yakni fase akut (sakit hari ke 2-4), fase

49
konvalesen dini (sakit hari ke 8-11) dan fase konvalesen (setelah hari ke 15). IgM
terdeteksi sejak hari ke 4-5 pada infeksi sekunder, dan sejak hari ke 5-10 pada
infeksi primer, meningkat sampai 3 minggu, menghilang setelah 60-90 hari. IgG
pada infeksi primer terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder terdeteksi
pada hari ke 2. Pada kasus ini, IgM positif pada hari ke 4 dan IgG negatif yang
berarti pasien pada kasus ini mengalami infeksi sekunder.

DIAGNOSIS
- Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis
Lab 1. Demam sejak 3 hari SMRS,
- Demam mendadak, naik turun, mengingau
- Demam mendadak terus menerus (-)
2-7 hari tanpa sebab yang jelas. 2. Torniquet test (+)
Tipe demam bifasik (saddleback). 3. Mimisan (-)
- Manifestasi perdarahan, salah satu4. Muntah darah (Hematemesis) (-)
tergantung: 5. Melena (+)
6. Tidak terjadi hemokonsentrasi
o Uji torniket (+)
dengan peningkatan Hct >20%
o Petechie, ekhimosis
7. Trombositopenia (+)
ataupun purpura
o Perdarahan mukosa traktus
gastrointestinal, epistaksis, Hasil Lab (22/05/2017):
perdarahan gusi
o Hematemesis dan melena Leu : 2.070 sel/ mm3
- Hepatomegali
Hb : 12.8 g/dl
- Kriteria Laboratoris
Hct : 37,8 %
o Trombositopenia (trombosit
< 100.000 /ul) Tro: 83.000 sel/ mm3
- Hemokonsentrasi (Peningkatan Ht
20% atau penurunan Ht 20%
setelah mendapat terapi cairan).

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.
Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:
 Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari

50
 Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
• uji bendung positif
• petekie, ekimosis, purpura
• perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
• hematemesis dan atau melena
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan
nadi ( < 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak
gelisah.
Laboratorium
 Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
 Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat


sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi).
 Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji bendung.
 Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
 Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
 Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur.
Pada kasus ini terdapat dua kriteria klinis yaitu demam dan manifestasi
perdarahan serta satu kriteria laboratorium yaitu trombositopenia. DBD pada

51
kasus ini termasuk derajat II karena terdapat demam disertai perdarahan spontan
di kulit dan perdarahan lain.

PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 20 Tpm
- Inj. Transamin 3 x 200 mg IV
- PCT 3 x cth II
- Pemeriksaan DL/8 jam

Pada kasus ini terapi yang diberikan cukup sesuai dengan teori, dimana
penatalaksanaan utama pada pasien ini sesuai dengan bagan penatalaksanaan
demam berdarah derajat II, yaitu penggantian cairan sesuai kebutuhan pasien.
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis suportif yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan.

52
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Telah diperiksa pasien laki-laki an.AZ usia 5 tahun yang didiagnosis


dengan DHF grade II dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
didapatkan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang telah sesuai dengan
literatur yang mendukung pada kasus tersebut.

4.2 Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari tutorial klinik ini, baik dari
segi diskusi, penulisan dan sebagainya, untuk itu saya mengharapkan kritik dan
saran dari dosen-dosen yang mengajar, dari rekan-rekan sesama dokter muda dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan tutorial klinik ini.

53
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan, R.I. (2011). Modul Pengendalian Demam Berdarah


Dengue. Jakarta: Penulis.
Edi, H (2008). Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak.
Saripediatri, volume 10, hal 145-150.

Pudjiadi, A. H., Hegar, B., Handryastuti, S., Idris, N. S., Gandaputra, E. P., &
Harmoniati, E. D. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Soedarmo, S. S. (2012). Infeksi Virus Dengue. In S. S. Soedarmo, Buku Ajar


Infeksi dan Pediatri Tropis (pp. 155-188). Jakarta: IDAI.

WHO. (2011). Comprehensive Giudlines for Prevention and Control of Dengue


and Dengue Haemorrhagic Fever.

WHO. (2013). Comprehensive Guidlines for Prevention and Control of Dengue


and Dengue Haemorrhagic Fever.

54

Anda mungkin juga menyukai