Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan
subkutan/hipodermis.
A. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari:
1. Lapisan basal atau stratum germinatium disebut juga stratum basal
karena sel-selnya terletak di bagian basal stratum germinatium.
Menggantikan sel-sel yang diatasnya dan merupakan sel-sel yang induk.
Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong, di dalamnya
terdapat butir-butir yang disebut melanin. Warna sel tersebut tersusun
seperti pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu
membrane yang disebut membrane basalis. Sel-sel basalis dengan
membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dan dermis.
2. Lapisan malpigi atau stratum spinosum merupakan lapisan yang paling
tebal
3. Lapisan sianular atau stratum granulosum merupakan lapisan yang
terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum

Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, sebasea


rambut dan kuku, kelenjar keringat ada 2 jenis: eterin dan apoterin.
Fungsinya mengatur suhu tubuh menyebabkan panas di lepaskan dengan
cara penguapan kelenjar ekrin terdapat di semua daerah kulit, tidak terdapat
pada selaput lendir. Kelenjar sebasea terdapat pada seluruh tubuh kecuali di
telapak tangan, kuku dan punggung kuku.
Pada telapak kaki dan tangan terdapat lapisan tambahan di atas
lapisan granular yaitu stratum lusidium atau lapisan jernih. Rambut terdapat
diseluruh tubuh, rambut tubuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis.
Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutupi
bagian dorsal dari tangan dan kaki.

B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis
dilapisi oleh membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan
subkutis tetapi batas ini tidak jelas hingga kita ambil patokannya adalah
mulai terdapatnya sel lemak.

C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis
adalah sebagai pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator
panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
 Menutup dan melindungi organ di bawahnya
 Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
 Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
 Tempat penimbunan lemak
 Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri,
sentuhan dan tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan
melalui 5 anak otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit
seluruh tubuh. Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk produksi
keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang
mudah menguap dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas
terhadap O2 dan CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil pada fungus
respirasi.
1.2. LUKA BAKAR
A. DEFINISI
Luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi
(Moenajat, 2001). Luka bakar
merupakan luka yang unik
diantara luka lainnya karena
luka tersebut meliputi
sejumlah bersar jaringan mati
yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang cukup lama.

B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas
ke tubuh melalui kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi
luka bakar dapat dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns,
Contact Burns, Chemical Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas,
merupakan kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat.
Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam
dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang
sama terjadi dalam 1 detik (Jeschke, 2007).

b. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri
termal. Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran
rumah telah menurun seiring penggunaan detektor asap,
kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan
penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan
bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan
juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar (Jeschke, 2007).
c. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas
alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah
terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk
periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang
terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang terkena
(Jeschke, 2007).

d. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas,
plastik, gelas atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang
menyentuh atau jatuh dengan tangan menyentuh setrika, oven
dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada telapak
tangan (Jeschke, 2007).

e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat
asam kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan
industri yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses
pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat
memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl
0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah
pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya (Jeschke,
2007).

f. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa
menjalar dari sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus
keluar. Luka masuk adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh,
luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju
bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat ringannnya
kerusakan yang terjadi, mengingat perlu banyak pemeriksaan
klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi keadaan
penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat
mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak
berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang aliran luka
masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar listrik
dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).

g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah
perifer mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung
jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis
dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah
sesegera mungkin menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan
pemanas dan gerakan-gerakan untuk memperlancar sirkulasi
(Jeschke, 2007).

C. KLASIFIKASI LUKA BAKAR


1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
 Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
 Tidak dijumpai bullae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b. Luka bakar derajat II


 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.

c. Luka bakar derajat III


 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang
lebih dalam.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau
hitam
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian

2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut American Burn


Association
No Derajat luka bakar Ringan/minor Sedang Mayor
1 Derajat 2 Dewasa Dewasa Dewasa
TBSA <15 TBSA 15-25 >25%
Anak Anak Anak
<10% 10-20% >20%
2 Derajat 3 <2% 2-10% 10%
Rule Of Nine

Right leg Leftleg =


= 14% 14%

Total: 100% Total: 100%


Usia >15 tahun Usia 0-1 tahun

Head = 14% Head = 10%


Front and back Front and back

Right leg Leftleg Right leg Leftleg


= 16% =16% = 18% =18%

Total: 100% Total: 100%


Usia 1-5 tahun Usia 5-15 tahun
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang
berlokasi pada pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan
sumber panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan
masih tetap hidup tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus
menerus selama penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran
pembuluh darah akibat respon luka

D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA


1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi
respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan
yang bertujuan untuk menghentikan pendarahan, membersihan darah
luka, benda asing, sel-sel mati dan bakteri. Pada fase ini terputusnya
pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan
berusaha untuk menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses itu
terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala
fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti
dengan permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah, penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana
pembuluh darah) selain itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf
sensorik pada daerah luka sehingga pada fase ini ditemukan tanda-tanda
inflamasi yaitu seperti kemerahan, teraba hangay, edema dan nyeri.

2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi
sampai dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi,
fibroblas menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang
merupakan bahan dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka.
Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebabkan growth factors.
Pada fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk
menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di
stimulasi oleh suatu growth factors (Tnf αβ)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
3. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah
luka yang disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi
luas luka, proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF α

E. FASE LUKA BAKAR


1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik

2. Fase sub akut.


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penuutpan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur
atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
F. MANIFESTASI LUKA BAKAR
Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar
dalam mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata
- Luka bakar sirkum tersiol
Kedalaman Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Penyembuha
yang yang lazim n
terkena
Ketebalan Kerusakan Sinar Kering : tidak ada Nyeri Sekitar 5 hari
superficial epitel matahari lepuh, merah
(derajat I) minimal pink, memutih
dengan tekanan

Ketebalan Epidermis, Kilat : cairan Basah : pink atau Nyeri : Sekitar 21


partial dermis hangat merah, lepuh hiperestetik hari, jaringan
(derajat IIA) minimal sebagian parut
memutih minimal
Ketebalan Keseluruha Benda Kering : pucat, Sensitif Berkepanjan
partial n epidermis, panas, nyala berlilin, tidak terhadap gan
dermal sebagian api, cidera memutih tekanan membentuk
dalam dermis radiasi jaringan
(derajat IIB) hipertrofik :
pembentuka
n kontraktur
Ketebalan Semua Nyala api Kulit terkelupas Sedikit nyeri Tidak dapat
penuh yang di atas berkepanjan vascular, pucat beregenerasi
(derajat III) dan bagian gan, listrik, kuning sampai sendiri :
lemak kimia, dan coklat membutuhka
subkutan uap panas n tandur kulit
dapat
mengenai
jaringan
ikat, otot,
tulang

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat
terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas
terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
H. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi
antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam
16 jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.

Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam
pertama kedua ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% estimate Memantau output
vol plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x jam pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 0% vol cairan
frozen plasma 24jam 24jam
7ml/kg/24jam 200ml DSW 1 fresh frozen
plasma
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output
sodiumbikarbonat urine
4ml/kg/%LLB
Rumus Kebutuhan Cairan
A. DEWASA
RL
4 cc/24jam x kg BB x %LLB
24 jam pertama cairan dibagi:
a. 8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
b. 16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
c. 18 jam setelah kejadian ditambah cairan koloid sejumlah 500ml pada
luka bakar sedang, 1000ml pada luka bakar berat
24 jam kedua
a. Diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam

B. ANAK
2 cc x kg BB x % LLB + kebutuhan faal/24 jam
Kebutuhan Faal:
< 1 tahun : BB x 100 ml
1 – 3 tahun : BB x 75 ml
3 – 5 tahun : BB x 50 ml
RL : koloid = 17:3
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 2:
- 8 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
- 16 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
24 jam kedua
Sesuai kebutuhan faal

I. PERAWATAN DI UNIT LUKA BAKAR


a) Perawatan luka umum
1. Pembersihan luka, cuci dengan savlon NaCL 0.9% 1:3 + buang
jaringan nekrotik
2. Topical dan tutup luka
 Tule
 Silver sulfoidiazin
 Tutup kasa tebal  evaluasi 5-7 hari balutan kotor
3. Ganti balutan
4. Hidroterapi
5. Terapi obat-obatan: antibiotic, analgesic, antacid
6. Debridement
7. Balutan luka biosintetik dan sintetik bio-brone/sufratulle
8. Penalaksanaan nyeri
9. Dukungan nutrisi
10. Fisioterapi/mobilisasi
11. Perawatan rehabilitasi

J. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar
dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal.
Pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah
merah, merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut.

2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar
serta menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang
dapat mecegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang
bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar

3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS terdiri dari


rangkaian kejadian sistemik yang terjadi sebagai bentuk respons
inflamasi. Respons yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular
yang menginisiasi sejumlah mediator-induced respons pada inflamasi
dan imun (Burns M. & Chulay, 2006). SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome) adalah respon klinis terhadap rangsangan (insult)
spesifik dan nonspesifik

4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS) didefinisikan sebagai


adanya fungsi organ yang berubah pada pasien yang sakit akut,
sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi.
Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem organ
K. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia / termal ditandai


dengan melaporkan nyeri secara verbal
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit klien
menunjukkan kriteria hasil sesuai dengan skala NOC
NOC: Pain Level
Indikator 1 2 3 4 5
Level nyeri ≥7 5-6 3-4 1-2 0
Ekspresi
nyeri

TD Sistole >170 >161-170 151-160 140-150 <140


Diastole >120 110-120 100-109 90-99 <90
RR ≥ 32 29-32 25-28 21-24 12-20

Keterangan :
1 : sangat parah
2 : parah
3 : sedang
4 : ruangan
5 : normal

NIC: Pain Management

1. Kaji klien secara komperehensif


2. Amati isyarat non verbal terkait keluhan nyeri
3. Monitor TTV terhadap nyeri
4. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti nyeri

2. Kerusakan integritas kulit b.d cidera termal ditandai dengan


kerusakan integritas kulit
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam
integritas kulit klien dapat membaik
Kriteria hasil sesuai skala NOC
NOC: Burn Healing
Indikator 1 2 3 4 5
Prosentase
luka bakar >70% 60-70% 41-59% 20-40% <20%

Tanda-
tanda
ya tidak
infeksi

Edema
luka bakar ya Tidak

Kemerahan
jaringan ya Tidak

TD Sistole 105-109
<105 110-114 115-119 ≤ 120

Diastole 60-69
<40 40-59 70-79 ≤ 80

RR 21-24
≥ 32 29-32 25-28 12-20

101- 60-
121- 111-
Nadi >130x/menit 110x/menit 100x/menit
130x/menit 120x/menit

37,6-37,9 36,5-37,5
Suhu >39 34,4-39 38-38,3

NIC: Wound care burn


1. Rawat luka
2. Monitor TTV klien (nadi,suhu, tekanan darah, RR)
3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka
4. Berikan kenyamanan sebelum mengganti balutan
5. Berikan nutrisi dan intake cairan adekuat
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat topical dan
pemeriksaan penunjang
3. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan defisiensi volume cairan ditandai dengan penggunaan
serum elektrolit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit
kebutuhan cairan dan elektrolit klien terpenuhi
Kriteria Hasil : Sesuai Skala NOC
NOC: Electrolite Acid/base balance
Indikator 1 2 3 4 5
Serum natrium <120 120-125 125-130 130-135 136-145
Serum kalium <2,3 2,3-2,6 2,6-3,0 3,1-3,4 3,5-5,5
Serum klorida <7,0 7,0 – 7,9 8,0 – 8,9 9,0 – 9,7 9,8 – 10,6
Albumin <2,0 2,0-2,4 2,5-2,9 2,0-3,4 3,5-5,0
Osmolalitas <1,5 1,5-1,8 1,9-2,5 2,6-2,9 3,0-4,7
urine
Nadi (x/menit) >130 125-130 111-120 101-110 60-100
RR (x/menit) >35 31-35 25-30 21-25 16-20
Turgor kulit >10 detik 8-10 4-7 detik 2-3 detik <2 detik
detik
Mukosa bibir Kering Basah/lembab
Urin output Anuria 1cc/kg BB/jam
Keterangan :
1 = sangat parah
2 = parah
3 = sedang
4 = ringan
5 = normal

NIC: Fluid Electrolyte


1. Observasi tanda-tanda dehidrasi
2. Observasi balance cairan
3. Anjurkan pasien untuk minum air putih yang banyak
4. Monitor TTV
5. Kolaborasi dengan tim medis mengenai keseimbangan elektrolit
dan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Broghers VL, 2003, Aplikasi dan patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen


ED 2. Jakarta : EGC
Grace et al, 2007. At giance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga
Mancon, m, 2003. Manajemen Luka, Jakarta : EGC
Sabistan D, 2000. Buku Ajar Bedah, Jakarta : EGC
Sam, 2011. Asuhan Keperawatan dengan Combustio, Jakarta: EGC
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Stöppler, Melissa Conrad MD. Frost bite.
http://www.emedicinehealth.com/frostbite/article_em.htm#Frostbite
Causes
Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas
Kedokteran Universitas Hassanudin: Makassar.
Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai